PSIKOLOGI GURU PROFETIK - UIN Ar Raniry

16
Copyright @2018 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang | 1 ISSN:2548-4044 Psikoislamedia Jurnal Psikologi Volume 3 Nomor 1, 2018 [Type text] PSIKOLOGI GURU PROFETIK Nikmah Rochmawati Fakultas Psikologi dan Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang [email protected] Abstrak Tulisan ini dilatarbelakangi oleh dampak globalisasi yang hedonis yang membuat adanya pergeseran kompetensi, karakter, dan spiritual guru dari hakikat yang sebenarnya. Hal ini berbeda dengan guru zaman dulu yang mempunyai karakter dan kepribadian hakiki seorang guru, yakni mempunyai nilai-nilai luhur keagamaan yang mampu memberikan kemajuan bagi anak didiknya. Hal ini kemudian membuat sikap dan penghormatan siswa, orangtua, dan masyarakat terhadap guru sangatlah berbeda dibandingkan dengan sekarang. Mengapa hal ini bisa terjadi? Hal ini terjadi karena guru tidak memiliki kompetensi yang wajib dimiliki oleh seorang guru. Karena itulah, berdasarkan Permendiknas No. 16 Tahun 2007, seorang guru harus memiliki beberapa kompetensi wajib, dan tulisan inilah yang akan mendeskripsikannya. Artikel ini berusaha mengkorelasikan kompetensi wajib yang ada di Permendiknas No. 16 Tahun 2007 dengan hadits- hadits dan ayat-ayat Al Qur’an terkait kompetensi guru, dan juga mengaitkannya dengan teori psikologi. Hasil kajian menemukan bahwa guru harus dibekali kompetensi spiritual agar bisa mendukung empat kompetensi wajib dalam permendiknas, yaitu kompetensi pedagogis, sosial, kepribadian, dan profesional. Kata Kunci: Psikologi Guru; Hadits; Al-Qur’an dan Profetik PROPHETIC TEACHER PSYCHOLOGY Abstract This paper is motivated by the impact of hedonistic globalization that makes teacher's competence, character, and spirituality change. It is different from teachers of the prophet era who have the character and the essential personality of a teacher, which have the noble religious values that can provide progress for their students. It has an impact on the reduction of attitudes and respect for students, parents, and society towards teachers. Why did it happen? It happens because the teachers do not have good competence. Therefore, based on Permendiknas No. 16 th of 2007, a teacher must have some core competencies, and this writing will describe it. This article attempts to correlate the core competencies in Permendiknas No.16th of 2007 with the hadiths and verses of the Qur’an related to the competence of teachers, and also relate it to the theory of psychology.

Transcript of PSIKOLOGI GURU PROFETIK - UIN Ar Raniry

Page 1: PSIKOLOGI GURU PROFETIK - UIN Ar Raniry

Copyright @2018 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang | 1

ISSN:2548-4044

Psikoislamedia Jurnal Psikologi

Volume 3 Nomor 1, 2018

[Type text]

PSIKOLOGI GURU PROFETIK

Nikmah Rochmawati

Fakultas Psikologi dan Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang

[email protected]

Abstrak

Tulisan ini dilatarbelakangi oleh dampak globalisasi yang hedonis yang membuat adanya

pergeseran kompetensi, karakter, dan spiritual guru dari hakikat yang sebenarnya. Hal ini berbeda

dengan guru zaman dulu yang mempunyai karakter dan kepribadian hakiki seorang guru, yakni

mempunyai nilai-nilai luhur keagamaan yang mampu memberikan kemajuan bagi anak didiknya.

Hal ini kemudian membuat sikap dan penghormatan siswa, orangtua, dan masyarakat terhadap

guru sangatlah berbeda dibandingkan dengan sekarang. Mengapa hal ini bisa terjadi? Hal ini

terjadi karena guru tidak memiliki kompetensi yang wajib dimiliki oleh seorang guru. Karena

itulah, berdasarkan Permendiknas No. 16 Tahun 2007, seorang guru harus memiliki beberapa

kompetensi wajib, dan tulisan inilah yang akan mendeskripsikannya. Artikel ini berusaha

mengkorelasikan kompetensi wajib yang ada di Permendiknas No. 16 Tahun 2007 dengan hadits-

hadits dan ayat-ayat Al Qur’an terkait kompetensi guru, dan juga mengaitkannya dengan teori

psikologi. Hasil kajian menemukan bahwa guru harus dibekali kompetensi spiritual agar bisa

mendukung empat kompetensi wajib dalam permendiknas, yaitu kompetensi pedagogis, sosial,

kepribadian, dan profesional.

Kata Kunci: Psikologi Guru; Hadits; Al-Qur’an dan Profetik

PROPHETIC TEACHER PSYCHOLOGY

Abstract

This paper is motivated by the impact of hedonistic globalization that makes teacher's competence,

character, and spirituality change. It is different from teachers of the prophet era who have the

character and the essential personality of a teacher, which have the noble religious values that can

provide progress for their students. It has an impact on the reduction of attitudes and respect for

students, parents, and society towards teachers. Why did it happen? It happens because the teachers

do not have good competence. Therefore, based on Permendiknas No. 16 th of 2007, a teacher

must have some core competencies, and this writing will describe it. This article attempts to

correlate the core competencies in Permendiknas No.16th of 2007 with the hadiths and verses of

the Qur’an related to the competence of teachers, and also relate it to the theory of psychology.

Page 2: PSIKOLOGI GURU PROFETIK - UIN Ar Raniry

Copyright @2018 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang | 2

ISSN:2548-4044

Psikoislamedia Jurnal Psikologi

Volume 3 Nomor 1, 2018

[Type text]

The results of the study found that teachers should have spiritual competence in order to support

four core competencies in Permendiknas namely pedagogical, social, personality and professional

competence.

Keywords: Psychology of teachers; Hadith; the Qur’an and Prophetic

Pendahuluan

Globalisasi berdampak luar biasa bagi kehidupan manusia, baik positif maupun negatif.

Teknologi dan peradaban manusia berkembang, namun di sisi lain manusia juga mengalami

degaradasi nilai kehidupan, seperti terkikisnya nilai-nilai keagungan terhadap guru. Hal ini terjadi

karena kompetensi dan karakter guru sudah jauh dari hakikatnya. Hal ini berbeda dengan guru

zaman dulu yang punya karakter dan kepribadian hakiki sehingga mampu memberikan kemajuan

terhadap anak didik. Nilai-nilai luhur keagamaan guru dapat dilihat dari perspektif kezuhudan,

wira’i, keikhlasan, ketawadhuan, spiritualitas, dan etos kerja. Pada zaman dahulu, guru selalu

berwudhu dan menjalankan shalat sunnah dan memakai wangi-wangian. Mereka selalu

mendoakan murid-muridnya di setiap shalat, dan tidak jarang berpuasa sebelum menulis buku. Hal

ini tentu merupakan cerminan dari nilai-nilai spiritualitas guru sehingga melahirkan kepribadian

guru yang hakiki. Dengan kepribadian tersebut, guru tidak lagi mementingkan materi. Mereka

santun dalam mengajar dan menjadi teladan bagi murid-muridnya. Mereka mengajarkan akhlakul

karimah dan menerapkannya dalam perilaku. Kepribadian ini tentu menunjukkan keshalihan lahir

dan batin, yang berimplikasi pada karya dan nama besar mereka. Berbeda halnya guru zaman

sekarang, yang terkooptasi oleh sikap hedonis dan materialistik. Sudah lumrah ungkapan,

“Bayarannya berapa?” “SKnya mana?” “Uangnya tidak sebanding dengan pekerjaan.” Dari sini

saja, jangan berharap ada guru yang mau mendoakan murid-muridnya. Jangan pula berharap

melihat keikhlasan, akhlakul karimah, dan ketawadhuan dalam perilaku mengajar mereka. Hal ini

pula yang kemudian membentuk perilaku dan karakter murid, wali murid, dan masyarakat

terhadap guru. Selvi, K. (2010) menjelaskan bahwa kompetensi guru mempengaruhi nilai,

perilaku, komunikasi, tujuan, dan praktik mengajar mereka di sekolah dan juga mendukung

pengembangan profesional dan studi kurikuler. Jadi, pembahasan tentang kompetensi guru dalam

rangkan untuk meningkatkan proses belajar mengajar di sekolah sangatlah penting. Ketika kondisi

ideal menguap, hal yang paling rasional adalah memaksa para guru mengikuti aturan-aturan, dan

salah satunya adalah mengikuti aturan dalam Permendiknas No.16 Tahun 2007 tentang Standar

Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Di dalamnya, guru wajib memiliki kompetensi

wajib, dan inilah yang dibahas dalam artikel ini. Selain itu, artikel ini juga memberikan sentuhan

hadis dan ayat-ayat suci Al-Qur’an untuk memperkuat bahasan dan juga menganalisisnya dengan

menggunakan perspektif psikologis.

Page 3: PSIKOLOGI GURU PROFETIK - UIN Ar Raniry

Copyright @2018 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang | 3

ISSN:2548-4044

Psikoislamedia Jurnal Psikologi

Volume 3 Nomor 1, 2018

[Type text]

Kompetensi Guru dalam Permendiknas RI No. 16 Tahun 2007

Undang-Undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 Ayat 1 menjelaskan

bahwa: Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih dan menilai serta mengevaluasi peserta didik pada anak usia dini melalui

jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menegah. Pada Ayat 10: “Kompetensi

adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan

dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.” Dalam Undang-

Undang Guru dan Dosen serta dalam Permendiknas No. 16 Tahun 2007, ada empat (4) kompetensi

wajib yang harus dimiliki guru, yaitu: profesional, pedagogis, kepribadian, dan sosial, dan

keempatnya merupakan satu-kesatuan yang integral. Hal ini dapat dilihat misalnya ketika sebagian

besar guru saat ini mengalami tekanan pekerjaan yang berdampak signifikan terhadap hubungan

personal dan kesehatan fisik mereka (Shernoff, 2011). Karena itu, menurut Wentzel (2010),

hubungan murid dan guru memainkan peran sangat penting dalam proses belajar mengajar.

Menurut Andrea Solimeno dan koleganya (2008), karakteristik kepribadian siswa, strategi

pembelajaran, dan karakteristik guru juga memainkan peran penting bagi peningkatan kompetensi

profesional dan pengetahuan akademis. Hal ini juga didukung oleh pandangan Whitty, yang

dikutip Cubukcu (2010), yang mengidentifikasi dua sifat guru profesional, yaitu: karakteristik

profesional dan kompetensi profesional. Terkait hal ini, ada tiga dimensi kualitas guru, yaitu

keefektifan guru, kompetensi guru, dan kinerja guru. Selain itu, kompetensi guru merupakan hal

yang sangat vital dalam proses pembelajaran. Hal ini bisa dianalisis dengan standar kompetensi

guru yang memiliki empat komponen, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan

profesional. Berikut penjelasan keempat kompetensi itu.

Tabel 1.

Standar Kompetensi Guru berdasarkan Permendiknas No. 16 Tahun 2007

1 Kompetensi

Pedagogik

1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual

2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran

3. Mengembangkan kurikulum dengan baik

4. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik

5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi saat

mengembangkan pendidikan

Kompetensi Inti Kompetensi

Utama

No.

Page 4: PSIKOLOGI GURU PROFETIK - UIN Ar Raniry

Copyright @2018 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang | 4

ISSN:2548-4044

Psikoislamedia Jurnal Psikologi

Volume 3 Nomor 1, 2018

[Type text]

2 Kompetensi

kepribadian

3 Kompetensi

Sosial

4 Kompetensi

Profesional

6. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk

mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki

7. Berkomunikasi yang efektif, empatik, dan santun dengan murid

8. Melakukan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar

9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi

10. Melakukan evaluasi dan tindak lanjut

1. Berperilaku berdasarkan norma yang ada dalam agama, sosial,

hukum dan budaya bangsa Indonesia.

2. Bertindak jujur, berakhlak terpuji dan mampu menjadi teladan

untuk siswa dan masyarakat.

3. Berperilaku sebagai insan yang berwibawa, arif, mantap, dewasa

dan stabil.

4. Memiliki tanggung jawab dan etos kerja yang tinggi, percaya diri

dan bangga sebagai seorang guru.

5. Berpegang teguh terhadap kode etik keprofesian 1. Bersikap inklusif, objektif, dan tidak diskriminatif terhadap

perbedaan jenis kelamin, kondisi fisik, agama, latar belakang

keluarga, ras dan status sosial ekonomi

2. Mampu berkomunikasi secara efektif, santun dan empatik

kepada pendidik, orang tua, tenaga kependidikan dan masyarakat

3. Mampu menyesuaikan diri ketika bertugas di seluruh kawasan

Republik Indonesia yang beragam sosial budayanya.

4. Menjalin komunikasi dengan sesama profesi dan profesi lain baik

secara lisan, tulisan maupun dalam bentuk lain

1. Menguasai struktur, materi, konsep keilmuan yang dapat

mendukung bidang studi yang diampu

2. Memahami standar kompetensi, kompetensi dasar bidang studi pengembangan

3. Secara kreatif mampu mengembangkan materi pembelajaran

4. Mengelaborasi keprofesionalan secara berkesinambungan

melalui tindakan reflektif.

5. Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk

melakukan komunikasi dan meningkatkan diri.

Sumber: Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 16 Tahun 2007

Kompetensi Guru dan Ilmu dalam Perspektif Islam

Empat kompetensi di atas pada dasarnya sudah dijelaskan dalam konsep pendidikan Islam.

Bahkan, empat kompetensi tersebut wajib diberikan ruh kompetensi spiritual, yakni spiritualitas

Islam yang tergambarkan dalam Al-Qur’an dan Hadis. Karena itu, kompetensi guru memang

sangat dihargai dan bahkan dimuliakan. Allah Swt. berfirman yang artinya: ”(Apakah kamu hai

orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam

dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat

Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang

tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS.

Az-Zumar [39]: 9).” Bahkan Nabi Saw. menegaskan: “Kelebihan seorang alim (ilmuwan)

Page 5: PSIKOLOGI GURU PROFETIK - UIN Ar Raniry

Copyright @2018 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang | 5

ISSN:2548-4044

Psikoislamedia Jurnal Psikologi

Volume 3 Nomor 1, 2018

[Type text]

terhadap seorang 'abid (ahli ibadah) ibarat bulan purnama terhadap seluruh bintang” (HR. Abu

Dawud ).” Dari hal ini, sangatlah jelas bahwa Islam begitu mengagungkan kompetensi guru. Hal

ini dapat dibuktikan dengan menganalisis empat kompetensi dalam Permendiknas di atas dengan

menggunakan hadis-hadis Nabi Saw dan juga ayat ayat Al Qur’an.

Kompetensi Pedagogis

Dalam kaitan dengan kompetensi pedagogis, ada beberapa karakteristik yang harus

dimiliki: pertama, pemahaman wawasan atau landasan kependidikan. Wawasan atau landasan

kependidikan adalah ruang lingkup atau jangkauan pandangan kependidikan dalam rangka

mencapai tujuan pendidikan (Suhartono, 2008). Dalam Islam, wawasan pendidikan itu terletak

pada bagaimana suatu proses pendidikan bisa ditemukan dengan orang dan institusi yang tepat,

sehingga ilmu yang diperoleh bisa bermanfaat (Zakariya, 2003). Hal ini sesuai dengan hadis Nabi

Saw. dari Anas ra.: “Mencari ilmu itu wajib hukumnya kepada seluruh Muslim. Dan mendapatkan

ilmu bukan pada ahlinya seperti mengalungi babi dengan permata, mutiara dan emas” (HR. Ibnu

Majah).

Kedua, pemahaman terhadap pesarta didik. Nabi Saw. bersabda: “Sesungguhnya demi

ayahku dan ibuku, tidak pernah aku melihat seorang pengajar pun sebelumnya (Rasulullah)

ataupun sesudahnya yang lebih baik mengajar darinya. Dan demi Allah, ia tak pernah

membenciku, tidak pula pernah memukulku atau mencaciku. Ia berkata,“Sesunguhnya shalat ini

tidak layak padanya sedikit pun omongan manusia. Hanya dia itu tasbih, takbir dan qiratul

qur’an” (HR. Muslim). Ketiga, pengembangan kurikulum atau silabus. Kurikulum adalah rencana

belajar yang terdiri dari tujuan, materi/isi, strategi pembelajaran, dan evaluasi dalam suatu sekolah

yang mencakup sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan dan harus ditempuh anak didik

(Zakaria, 2003). Kurikulum tidak hanya mengarahkan peserta didik pada penguasaan materi

pembelajaran, tapi juga harus berorientasi pada pengembangan kehidupan dan ilmu pengetahuan

dan teknologi. Rasulullah SAW bersabda: “Ajarkanlah anak-anak kalian, sesungguhnya mereka

diciptakan untuk suatu zaman yang bukan zaman kalian.”

Keempat, rancangan pembelajaran. Suatu pembelajaran harus dirancang sedemikian rupa

agar mampu diserap dan diterima anak didik dengan baik (Hikmat, 2011). Allah Swt. berfirman

yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap

diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok...” (QS. Al-Hasyr [59]: 18).

Kelima, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis (Mutohar, 2013). Allah Swt.

berfirman yang artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan

pengajaran yang baik dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. ” (QS. An-Nahl

Page 6: PSIKOLOGI GURU PROFETIK - UIN Ar Raniry

Copyright @2018 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang | 77

ISSN:2548-4044

Psikoislamedia Jurnal Psikologi

Volume 3 Nomor 1, 2018

[Type text]

[16]: 125). Hal ini sesuai dengan diskusi dalam hadis Nabi Saw. Dari Abu Hurairah ra, beliau

berkata: ”Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Saw.: “Wahai Rasulullah siapa orang

yang paling berhak aku hormati? Beliau menjawab: Ibumu, ia berkata, kemudian siapa? Beliau

menjawab: Ibumu, ia berkata, kemudian siapa? Beliau menjawab: kemudian bapakmu, kemudian

saudara terdekatmu” (HR. Muslim).

Keenam, pendayagunaan teknologi pembelajaran. Menggunakan teknologi ketika proses

belajar mengajar sangatlah penting agar pembelajaran menjadi lebih mudah (Munir, 2010). Dalam

Al-Qur’an disebutkan: “Yang mengajar (manusia) dengan mengunakan pena” (QS Al-‘Alaq [96]:

4). Pena di sini adalah bentuk teknologi yang digunakan dalam pembelajaran. Begitu juga dengan

hadis Nabi Saw.: Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa: “Rasulullah Saw. telah bersabda, orang

yang menanggung hidup anak yatim atau yang lainnya, maka saya (Nabi) dan dia seperti dua

orang yang tidak dapat dipisahkan dalam surga,” sambil memberikan isyarah Malik dengan jari

tengah dan telunjuk” (HR. Muslim). Ketujuh, evaluasi hasil belajar, yaitu menilai semua kegiatan

pembelajaran untuk menemukan indikator yang menyebabkan sukses tidaknya pencapaian tujuan

pembelajaran, sehingga dapat dijadikan bahan kajian berikutnya (hikmat, 2011). Dalam kaitan ini,

ada hadis yang menerangkan tentang Jibril yang mengevaluasi Nabi Saw. “Sesungguhnya

Rasulullah adalah orang yang paling dermawan di antara manusia apalagi ketika bulan

Ramadhan. Jibril bertemu dengan Rasulullah dalam setiap malam dalam bulan Ramadhan. Maka

Rasulullah membaca Al-Qur’an ketika Jibril bertemu dengannya. Rasulullah adalah orang yang

paling dermawan dengan kebaikan seperti angin yang berhembus” (Mutafaqun ‘Alaihi).

Kedelapan, pengembangan potensi peserta didik. Umar bin Khattab pernah berkata, “Ajarilah

anak-anakmu berenang, memanah dan perintahlah mereka agar mereka dapat meloncat ke

punggung kuda dengan baik.”

Kompetensi Kepribadian

Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang harus dimiliki guru atau pendidik

berkenaan dengan pribadi yang arif, berakhlak mulia, dan menjadi teladan bagi anak didiknya

(Hadis, dkk, 2012). Kepribadian guru menentukan perkembangan kepribadian anak didik,

mengingat guru adalah teladan yang akan digugu dan ditiru. Dalam hal ini, Rasulullah Saw.

bersabda: “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat, dan beritakanlah tentang Bani Isra’il dan

janganlah berbuat kesalahan. Dan barang siapa yang berdusta atas namaku (Muhammad)

dengan sengaja, maka disediakan tempat baginya di neraka” (HR. Tirmidzi). Untuk

mengimplementasikan kompetensi kepribadian, guru harus memiliki sikap-sikap: pertama,

tawadhu. Tawadhu berarti takut kepada Allah, tidak sombong, selalu berdzikir dan memohon

ampun kepada Allah. Dalam hal ini, ada sebuah riwayat: “Cukup bagi seseorang yang berilmu

Page 7: PSIKOLOGI GURU PROFETIK - UIN Ar Raniry

Copyright @2018 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang | 78

ISSN:2548-4044

Psikoislamedia Jurnal Psikologi

Volume 3 Nomor 1, 2018

[Type text]

untuk takut kepada Allah. Dan cukup bagi seorang yang bodoh untuk membanggakan ilmunya”

(HR. Ad-Darimi).

Kedua, mampu mengendalikan diri. Seorang guru harus mampu mengendalikan diri.

Kedewasaan dan kematangan kepribadian akan diuji pada saat menghadapi anak didik yang tidak

sesuai dengan harapan. Nabi Saw. bersabda: “Keistimewaan (takjub) dari urusan seorang mukmin.

Sesungguhnya segala urusan mukmin itu baik, dan tidak ada seorang pun yang memilikinya

melainkan orang mukmin (orang yang memiliki ilmu) atau (orang yang hidupnya berkendali

ilmu): apabila ia dapat keburukan, ia akan bersyukur dan akhirnya dapat kebaikan dan apabila

mendapat madharat, ia selalu sabar, maka kebaikan pulalah yang ia dapatkan” (HR. Imam

Ahmad). Ketiga, sifat lemah lembut dan kasih sayang. Guru harus mengembangkan kasih sayang

dan lemah lembut dalam berperilaku dan berproses belajar mengajar, namun tetap tegas dan

konsisten. Kisah dalam hadis Nabi Saw. “Abu Sulaiman Malik ibn al-Huwayris berkata: Kami,

beberapa orang pemuda sebaya datang kepada Nabi Saw., lalu kami menginap bersama beliau

selama 20 malam. Beliau menduga bahwa kami telah merindukan keluarga dan menanyakan apa

yang kami tinggalkan pada keluarga. Lalu, kami memberitahukannya kepada Nabi. Beliau adalah

seorang yang halus perasaannya dan penyayang lalu berkata: “Kembalilah kepada keluargamu!

Ajarlah mereka, suruhlah mereka dan shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat saya

mengerjakan shalat. Apabila waktu shalat telah masuk, hendaklah salah seorang kamu

mengumandangkan adzan dan yang lebih senior hendaklah menjadi imam” (HR. Bukhari).

Keempat, jujur. Seorang pendidik harus jujur kepada anak didiknya. Terkait hal ini, “Umar

bin Khattab meriwayatkan: …Jibril berkata lagi, “Beritahukan kepadaku tentang hari kiamat!”,

Rasulullah Saw. menjawab: “tentang masalah ini, saya tidak lebih tahu dari engkau” (HR.

Bukhari dan Muslim). Dalam hadis tersebut, Nabi Saw. berkata jujur akan ketidaktahuannya

tentang hari kiamat. Nabi tidak memanfaatkan posisinya sebagai Rasul Allah dengan menjawab

semua pertanyaan. Kelima, menjawab lebih daripada yang ditanyakan. Nabi Saw. bersabda:

“Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra. bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi

Saw.: “Pakaian apa yang dikenakan oleh orang yang berihram?” Rasulullah Saw. menjawab:

“Orang yang berihram tidak boleh mengenakan baju, serban, celana panjang, penutup kepala,

pakaian yang dicelup wars (jenis tumbuhan) atau za’faran (jenis wewangian). Jika dia tidak

mendapat sepasang sandal, dia boleh memakai sepasang khuff (kaos kaki dari kulit) tetapi harus

dipotong bagian atasnya sehingga tampak mata kakinya” (HR. Bukhari).

Keenam, mengembalikan ilmu kepada Allah Swt. Jika ada hal-hal yang tidak diketahui

dengan jelas, sebaiknya dikembalikan kepada Allah dan tidak merasa paling tahu atau serba tahu.

Page 8: PSIKOLOGI GURU PROFETIK - UIN Ar Raniry

Copyright @2018 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang | 79

ISSN:2548-4044

Psikoislamedia Jurnal Psikologi

Volume 3 Nomor 1, 2018

[Type text]

Ada sebuah hadis: “Ibnu Abbas ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. ditanya tentang anak-

anak orang musyrik. Lalu beliau menjawab: “Allah Maha Mengetahui apa yang akan mereka

kerjakan pada saat ia diciptakan” (HR. Bukhari Muslim). Dari hadis ini, dapat disimpulkan bahwa

Rasulullah tidak selalu menjawab pertanyaan yang diajukan, dan apabila ada hal yang diragukan

atau belum diketahui sama sekali, Nabi Saw. tidak segan mengatakan Allah yang Maha Tahu.

Ketujuh, mengatakan dengan jelas dan terang. Dalam menerangkan suatu pembelajaran, seorang

guru harus menerangkan dengan jelas dan terang. Hal ini sesuai dengan hadis: “Dari Aisyah r.ha.

beliau berkata: “Perkataan Rasulullah adalah ucapan yang sangat jelas, dan dapat memahamkan

orang yang mendengarnya” (HR. Abu Dawud).

Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial adalah kemampuan guru dalam berkomunikasi dan berinteraksi sosial

dengan semua pihak, termasuk peserta didik yang paling lemah sekalipun (Hadis dkk, 2012).

Diantara kompetensi sosial guru adalah, Pertama, sikap rendah hati. Riwayat dari Iyadh bin Himar

ra., bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar

kalian bersikap rendah hati hingga tidak seorang pun yang bangga atas yang lain dan tidak ada

yang berbuat aniaya terhadap yang lain” (HR Muslim). Kedua, tidak bersikap sombong. Nabi

Saw. bersabda: “Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan

sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka

memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan

menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain” (HR.

Muslim). Ketiga, memerhatikan keadaan peserta didik, seperti minat, perhatian, kemampuan dan

jasmani mereka. Sehubungan dengan ini, ada hadis: “Dari Ibnu Mas'ud, Nabi Saw. selalu

menyelingi hari-hari belajar untuk kami untuk menghindari kebosanan kami” (HR. Bukhari).

Keempat, berkomunikasi dengan santun. Dalam hal ini, Nabi Saw. pernah bersabda: Dari

Mu’awiyyah bin Hakam Sulamy ra. ia berkata: “Ketika aku shalat bersama Rasulullah Saw. pada

saat itu ada seseorang yang bersin-bersin, kemudian aku ucapkan “yarhamukalloh” (semoga

Allah menyayangimu), maka mereka (kaum) pada menoleh kepadaku. Kemudian aku berkata:

“Celakalah ibu-ibu orang itu, apa yang membuat kalian melihat aku?” Maka mereka serentak

memukuli pahanya dengan tangannya. Lalu ketika aku melihat pada mereka, mereka minta aku

untuk diam/jangan bicara. Tetapi akhirnya aku diam, ketika Rasulullah Saw melaksanakan shalat,

“Semoga jadi penebus dosa bapak dan ibuku.” Aku tak pernah melihat seorang pendidik (guru)

sebelumnya dan juga sesudahnya yang lebih baik cara mendidiknya dari Nabi Saw. Demi Allah,

aku tidak dibentuk, tidak dipukul, tidak pula dimaki, akan tetapi beliau berkata: Sesungguhnya

shalat itu tidak dibenarkan ada suatu hal dari ucapan manusia, sesungguhnya shalat itu ialah:

Page 9: PSIKOLOGI GURU PROFETIK - UIN Ar Raniry

Copyright @2018 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang | 80

ISSN:2548-4044

Psikoislamedia Jurnal Psikologi

Volume 3 Nomor 1, 2018

[Type text]

tasbih, takbir dan baca Al-Quran,” atau seperti Rasulullah Saw bersabda: Aku berkata: “Ya

Rasulullah, sesungguhnya aku orang baru di zaman jahiliyyah, dan Allah mendatangkan Islam,

dan di antara kami ada orang yang mendatangi dukun, Nabi berkata: “Jangan datangi mereka,

aku berkata: dan diantara kami ada yang bertaruh pada burung, Nabi berkata: itu semua bisa

ditemukan pada hati-hati mereka, maka ia tak akan menolaknya” (HR. Muslim).

Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional adalah kompetensi yang dipertunjukkan guru sesuai keahliannya

sebagai guru profesional (Hadis dkk, 2012). Nabi Saw. bersabda: “Barangsiapa dimintai fatwa

sedang dia tidak mengerti maka dosanya adalah atas orang yang memberi fatwa” (HR. Ahmad).

Kompetensi Spiritual

Kernochan, R. A., McCormick, D. W., & White, J. A. (2007) menemukan bahwa

mengintegrasikan nilai-nilai spiritual ke dalam pembelajaran memiliki manfaat yang sangat luar

biasa, juga dapat mereduksi masalah-masalah yang muncul yang tidak diharapkan. Ada beberapa

sifat yang harus dimiliki guru terkait kompetensi spiritual, yaitu zuhud, wira’i, ikhlas, dan

tawadhu. Namun, hal yang paling penting dikemukakan adalah sikap zuhud dan wira’i (wara’).

Pertama, zuhud, yaitu kosongnya tangan dari memegang harta dan putusnya hati dari

mengingatnya. Berkaitan dengan zuhud, seorang sahabat bertanya kepada Nabi Saw., “Ya

Rasulullah, tunjukkan kepadaku amalan yang bila aku amalkan niscaya aku akan dicintai Allah

dan manusia.” Rasulullah Saw. menjawab, “Hiduplah di dunia dengan berzuhud (bersahaja),

kamu akan dicintai Allah, dan jangan tamak terhadap apa yang ada di tangan manusia, niscaya

kamu akan disenangi manusia” (HR. Ibnu Majah). Dalam kaitan ini, zuhud dalam mengajar berarti

mengajar tanpa mengharapkan hal lain selain ridha Allah Swt. Itu berarti seorang guru harus ikhlas

dalam mengajar. Hal ini sesuai hadis Nabi: “Dari ‘Umar bin Khatab r.a: Saya mendengar

Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung apa yang diniatkannya,

barang siapa yang berhijrah karena Allah dan Rasulnya, hijrahnya itu akan mencapai (ridha)

Allah dan Rasulnya. Namun barangsiapa hijrahnya karena kehidupan dunia dan wanita yang

ingin dinikahinya, dia hanya akan mendapat apa yang diniatkannya” (HR. Bukhari, Turmudzi, al-

Nasai, dan Ibnu Majah). Kedua, wara’. Wara’ berarti menahan diri, berhati-hati, atau menjaga diri

supaya tidak jatuh pada kecelakaan. Ibn Qayyim Al-Jawziyah memaknai Surah Al-Muddatstsir

ayat 4 sebagai perintah untuk wara’ yang artinya: “Dan pakaian kamu bersihkanlah.” Ayat ini

oleh Qatadah dan Mujahid dimaknai, “Hendaknya kamu membersihkan dirimu dari dosa.”

Sedangkan Ibnu Abbas memaknai ayat itu, “Janganlah kamu busanai dirimu dengan kemaksiatan

dan pengkhianatan.” Menurut Quraisy Shihab, wara’ adalah nilai kesucian jiwa (hati) maupun

Page 10: PSIKOLOGI GURU PROFETIK - UIN Ar Raniry

Copyright @2018 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang | 81

ISSN:2548-4044

Psikoislamedia Jurnal Psikologi

Volume 3 Nomor 1, 2018

[Type text]

PERILAKU

pakaian. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt yang artinya: “Sesungguhnya beruntunglah

orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” (QS.

Asy-Syams: 9-10)

Kompetensi Guru dalam Perspektif Psikologi

Sekolah dapat menjadi sumber penyimpangan perilaku siswa karena ketidakpekaan guru

atau sekolah terhadap kebutuhan siswa, ketidaksesuaian kegiatan sekolah dengan harapan siswa,

dan ketidaktepatan guru dalam mengelola pembelajaran dan pemberian tugas. Pada dasarnya,

berkompeten berarti menjadi ahli dalam apa yang dikerjakannya, mengenal betul pekerjaan yang

digeluti, dan selalu menampilkan kinerja terbaik. Untuk dapat berkompeten, perilaku harus

diulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan (habituation) dan menghasilkan refleks. Kompetensi

adalah hasil dari pembiasaan atau habituation, reinforcement (penguatan), dan pengkondisian

lingkungan, dan ketiga hal itu sangat penting dalam membentuk perilaku atau kompetensi guru.

Teori behavioristik menjelaskan bahwa untuk membentuk perilaku diperlukan pembiasaan atau

pengulangan, penguatan, dan pengondisian lingkungan (Rochmawati, 2016). Demikian juga social

cognitif theory sangat menekankan urgensi hubungan reciprocal antara lingkungan, perilaku, dan

person.

Gambar 1.

Terbentuknya Perilaku Menurut Social Cognitif Theory

Guru terbaik menunjukkan kepedulian dan bertanggung jawab atas pembelajaran

siswanya. Tujuan akhirnya adalah membantu siswa agar menjadi pelajar mandiri dan self-

regulated (Arends, 2008). Guru yang efektif adalah guru yang mampu menjalin hubungan yang

baik dengan siswa, orang tua, dan koleganya, serta mengembangkan kelas yang berkeadilan sosial

dan demokratis. Guru yang efektif juga mempunyai pengetahuan yang cukup terkait dengan

keilmuannya dan berusaha untuk selalu meningkatkan pengetahuannya dengan menguasai

minimal 3 hal, yaitu: (1) mahir dalam bidang keilmuannya, (2) tumbuh kembang anak didik dan

metode pembelajaran, dan (3) pedagogik. Ketiga hal tersebut mereka pergunakan sebagai landasan

dalam mengajar. Guru yang efektif juga menguasai metode dan strategi pembelajaran yang dapat

meningkatkan motivasi dan ketrampilan siswa, mengembangkan kompetensi berpikir dan problem

solving siswa sehingga dapat mewujudkan siswa yang self regulated. Selain itu, guru yang efektif

LINGKUNGAN PERSON

Page 11: PSIKOLOGI GURU PROFETIK - UIN Ar Raniry

Copyright @2018 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang | 82

ISSN:2548-4044

Psikoislamedia Jurnal Psikologi

Volume 3 Nomor 1, 2018

[Type text]

selalu melakukan refleksi dan berusaha mencari solusi dari setiap persoalan yang dihadapi. Mereka

beranggapan bahwa belajar mengajar adalah sebuah proses berkelanjutan seumur hidup, dan

mereka dapat menggunakan pengetahuannya untuk mengatasi berbagai kendala yang dihadapinya

dengan tepat. Secara umum, guru yang penyayang dianggap lebih efektif dibanding mereka yang

dingin dan menjaga jarak (Arends, 2008).

Sifat dan ranah pengetahuan dikategorikan dalam 7 ranah: pertama, content knowledge

(pengetahuan materi pembelajaran, seperti matematika, bahasa Inggris, sejarah.); kedua,

pedagogical content knowledge (pengetahuan isi pedagogis), yaitu integrasi antara isi dan

pedagogi sebagai bentuk dari kompetensi profesional guru ; ketiga, knowledge of learners

(pengetahuan tentang karakteristik anak didik); keempat, general pedagogical knowledge

(pengetahuan standar pedagogi); kelima, knowledge of educational context yaitu tentang pek

erjaan kelompok, pengaturan sekolah, pembiayaan, keunikan masyarakat dan kultur budaya atau

konteks pendidikan; keenam, curriculum knowledge yaitu pengetahuan tentang program dan

materi sekolah atau kurikulum; ketujuh, knowledge of educational ends purpose and values

pengetahuan tentang nilai-nilai pendidikan, maksud, sasaran, dan dasar filosofis dan historisnya

(Arends, 2008).

Untuk menjadi guru yang kompeten memang membutuhkan proses. Proses ini harus

diiringi dengan proses pembelajaran dan pengembangan diri, sehingga mampu mengikuti

perkembangan zaman dan pengetahuan. Ada beberapa tahapan untuk menjadi guru ahli, yaitu:

pertama, survival stage (tahap bertahan). Kedua, teaching situation stage (tahap situasi mengajar).

Guru pemula akan merasa lebih adekuat dan melewati tahap bertahan tersebut. Berbagai aspek

pengontrolan dan interaksi dengan siswa menjadi suatu rutinitas. Ketiga, students result and

mastery stage (tahap hasil dan penguasaan siswa). Guru yang matang mampu menemukan cara

mengatasi segala kekhawatiran survival maupun situasionalnya. Selama tahapan ini, guru

menguasai dasar-dasar mengajar dan manajemen kelas dan akan mampu mensinkronkan antara

strategi dan materi pengajaran dengan kebutuhan siswa. Yang paling penting adalah guru punya

kepedulian dan memikul tanggung jawab penuh atas pembelajaran siswa. Pada tahap terakhir ini,

guru mengembangkan sesuatu yang disebut expertise (keahlian). Berbeda dengan guru-guru baru,

guru ahli menguasai pedagogi dan pengetahuan tentang subyek yang diajarnya, sehingga mereka

mengetahui kapan dan mengapa mereka menggunakan aspek-aspek tertentu di berbagai macam

situasi (Arends, 2008). Guru pemula dapat mengatasi norma otonomi di sekolah dengan

mengobservasi, berdiskusi, dan bertemu teman-teman sejawat (Arends, 2008). Guru-guru pemula

dapat menjalin komunikasi yang positif dengan kepala sekolah. Interaksi antara guru dan orang

Page 12: PSIKOLOGI GURU PROFETIK - UIN Ar Raniry

Copyright @2018 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang | 83

ISSN:2548-4044

Psikoislamedia Jurnal Psikologi

Volume 3 Nomor 1, 2018

[Type text]

tua dapat berupa laporan tertulis, pertemuan, dan meminta bantuan orang tua jika dibutuhkan

(Arends, 2008). Sedangkan newsletter adalah sarana memberikan informasi mutakhir tertulis

kepada orang tua tentang berbagai kegiatan di kelas (Arends, 2008).

Selain itu, merencanakan topik-topik pertemuan dapat melepaskan stres yang mungkin

dialami guru-guru pemula (Arends, 2008). Guru yang berkompeten memiliki karakteristik sebagai

berikut: (1) Mampu melakukan perencanaan dan memanfaatkan teknologi; (2) Memberikan

motivasi pengajaran dan pembelajaran terhadap siswa; (3) Dapat mengelola kelas; (4) Dapat

membuat tes dan proses pembelajaran yang terstandardisasi; (5) Mampu melakukan penilaian

pembelajaran serta mengetahui peringkat dan kemampuan personal siswa (Arends, 2008). Selain

itu, guru yang berkompeten itu: (1) Mampu menjalin hubungan dengan rekan sejawat, orang tua

dan masyarakat untuk mendukung pembelajaran; (2) Memiliki komitmen dan tanggung jawab

profesional; (3) Memiliki kemampuan komunikasi verbal dan non-verbal dengan media yang

efektif; (4) Memiliki kemampuan strategi pembelajaran yang berdiferensiasi; (5) Memiliki

pengetahuan tentang perkembangan dan pembelajaran dan menguasai materi pokok bidang ilmu

yang diajarkannya (Slavin, 2008).

Kompetensi Guru: Sebuah Catatan Kritis

Dalam konteks Indonesia, kompetensi guru sering kali dipertanyakan. Selain kualitas

pendidikan, juga karena masih banyaknya anomali sosial dan moral yang dilakukan insan terdidik.

Hal ini merupakan tantangan yang harus direspons secara positif oleh lembaga pendidikan di

Indonesia. Mutu dalam bidang pendidikan meliputi mutu input, proses, output, dan outcome. Input

pendidikan dinyatakan bermutu apabila siap berproses yang sesuai dengan standar minimal

nasional di bidang pendidikan. Proses pendidikan dapat dinyatakan bermutu apabila mampu

menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan, sehingga

tujuan pendidikan bisa tercapai dengan baik. Output dinyatakan bermutu apabila hasil belajar yang

dicapai peserta didik baik dalam bidang akademik maupun non-akademik itu tinggi. Outcome

dinyatakan bermutu apabila lulusan cepat terserap dalam dunia kerja maupun lembaga-lembaga

yang membutuhkan, dan stakeholder merasa puas terhadap lulusan dari lembaga pendidikan

tersebut. Jadi, mutu pendidikan itu diawali dari input, proses, output, lalu kemudian dilihat

outcome-nya. Jika hasilnya mengalami peningkatan dan mampu memberikan manfaat, berarti

kualitas pendidikan sudah baik.

Kompetensi guru sebenarnya teraplikasi pada ranah proses belajar mengajar. Kompetensi

pedagogis, sosial, kepribadian, dan profesional guru berlangsung pada proses tersebut yang akan

melahirkan output dan outcome yang diharapkan. Jika prosesnya baik, kemungkinan besar output

Page 13: PSIKOLOGI GURU PROFETIK - UIN Ar Raniry

Copyright @2018 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang | 84

ISSN:2548-4044

Psikoislamedia Jurnal Psikologi

Volume 3 Nomor 1, 2018

[Type text]

dan outcome pendidikan ini akan baik. Namun, ada hal yang harus lebih diperhatikan

dibandingkan empat kompetensi tersebut, yakni kompetensi spiritualitas. Dimensi spiritualitas

sangat penting agar proses belajar-mengajar ini mendapatkan ridha dan pertolongan Allah,

sehingga bisa memberikan hasil terbaik. Dimensi spiritualitas inilah yang harus menjadi

signifikansi dunia pendidikan, karena begitu banyaknya anomali sosial dan moral yang terjadi.

Dimensi spiritualitas ini menjadi faktor penting bagi keempat kompetensi yang sudah ada, agar

berbagai anomali yang membawa ironi ini tereduksi. Ikhtiar berproses belajar mengajar sudah

dilakukan, sedangkan keikhlasan dan keridhaan guru menjadi faktor pendukung. Hal inilah yang

membedakan keberhasilan anak didik. Selain itu, guru yang memiliki kompetensi spiritual akan

mendapatkan penghormatan dari anak didiknya, bahkan meski sang guru sudah meninggal. Karena

kharisma, keteladanan, dan doa guru terhadap anak didik akan kembali kepada guru tersebut dalam

bentuk lain yang tidak bisa diukur dengan materi. Berikut tabel yang menggambarkan kelima

kompetensi itu.

Tabel 2.

Komparasi Kompetensi Guru dalam UUD dan Perspektif Hadis

No

Bidang

Kompetensi

Perspektif

UUD Hadis

Ada/tidak Indikator Ada/tidak Indikator

1. Profesional √ Lihat Tabel 1 √ Lihat Tabel 1

2. Pedagogi √ Lihat Tabel 1 √ Lihat Tabel 1

3. Kepribadian √ Lihat Tabel 1 √ Tawadhu’, mampu

mengendalikan diri, sifat

lembut dan kasih sayang,

berlaku dan berkata jujur.

4. Sosial √ Lihat Tabel 1 √ Tawadlu’, rendah hati

5 Spiritual - Lihat Tabel 1 √ Zuhud, wira’i, ikhlas,

mendoakan muridnya, dan

mencari keberkahan

Saran kepada Pemerintah

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, peran pemerintah sangat

dibutuhkan. Segala kebijakan pendidikan harus memberikan angin segar bagi kemajuan

pendidikan. Selain itu, pemerintah hendaknya tidak mengurangi dana pendidikan atau menyunat

Page 14: PSIKOLOGI GURU PROFETIK - UIN Ar Raniry

Copyright @2018 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang | 85

ISSN:2548-4044

Psikoislamedia Jurnal Psikologi

Volume 3 Nomor 1, 2018

[Type text]

dana tersebut di tingkatan pelaksanaan, karena dana itu akan berguna bagi kemajuan pendidikan.

Pemerintah juga harus meningkatkan selektivitas penerimaan guru. Penilaian akan kompetensi

guru harus benar-benar disesuaikan dengan fakta kemampuan yang ada, sehingga seleksi

penerimaan guru akan lebih terukur dan terarah.

Dalam konsep Islam, guru yang tidak kompeten tidak boleh menjadi guru, karena hal itu

akan sangat berpengaruh terhadap intelektualitas anak didik dan kualitas pendidikan. Jadi, perlu

ada mekanisme yang tepat untuk meningkatkan kompetensi guru dengan melakukan pembinaan

berkelanjutan dalam meningkatkan kognisi, emosi, sosial dan spiritual guru.

Penutup

Kompetensi guru adalah hal yang sangat vital dalam dunia pendidikan, karena hal ini

menyangkut bagaimana berproses untuk bisa mendidik secara berkompeten dan mampu

menghadapi tantangan kehidupan. Karena itu, guru harus dibekali kompetensi spiritual agar bisa

mendukung empat kompetensi yang ada, yaitu kompetensi pedagogis, sosial, kepribadian, dan

profesional. Hal inilah yang menjadi signifikansi dari tulisan ini, di mana kompetensi spiritual

harus dipromosikan dan digalakkan untuk diterapkan dalam dunia pendidikan di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim bin al Mughirah bin Bardizbah, al-

Jami’ As-Shahih (Shahih Bukhari), Juz 4

Arends, Richard I. (2008). Learning to Teach, Belajar Untuk Mengajar. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Cubukcu, Feryal. (2010). Student teachers’ perceptions of teacher competence and their attributions for success and failure in learning. The Journal of International Social

Research 3.10 : 213-217.

Hadis, Abdul dan Nurhayati. (2012). Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Hikmat. (2011). Manajemen Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia Jakarta: Kencana.

Kernochan, R. A., McCormick, D. W., & White, J. A. (2007). Spirituality and the management

teacher: Reflections of three Buddhists on compassion, mindfulness, and selflessness in the

classroom. Journal of Management Inquiry, 16(1), 61-75.

Munir. (2010). Kurikulum Berbasis Kompetensi Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung:

Alfabeta.

Page 15: PSIKOLOGI GURU PROFETIK - UIN Ar Raniry

Copyright @2018 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang | 86

ISSN:2548-4044

Psikoislamedia Jurnal Psikologi

Volume 3 Nomor 1, 2018

[Type text]

Mutohar, Prim Masrokan. (2013). Manajemen Mutu Sekolah: Strategi Peningkatan Mutu dan

Daya Saing Lembaga Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. predictors of

engagement, emotional exhaustion, and motivation to leave

Rochmawati, Nikmah. (2016). Kenakalan Remaja dan Kedisiplinan: Perspektif Psikologi dan

Islam. SAWWA, 12 (1), 129-148.

Selvi, K. (2010). Teachers’ competencies. Cultura International Journal of Philosophy of Culture and Axiology, 7(1), 167-175.

Shernoff, E. S., Mehta, T. G., Atkins, M. S., Torf, R., & Spencer, J. (2011). A qualitative study of

the sources and impact of stress among urban teachers. School mental health, 3(2), 59-69.

Slavin, Robert E. (2008). Psikologi pendidikan Teori dan Praktek, terj. Marianto Samosir. Jakarta:

Indeks

Solimeno, Andrea, et al. (2008). The influence of students and teachers characteristics on the

efficacy of face-to-face and computer supported collaborative learning. Computers &

Education 51.1: 109-128 stress among urban teachers. School mental health, 3.2 : 59-69

Suhartono, Suparlan. (2008). Wawasan Pendidikan: Sebuah Pengantar Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media the teaching profession. Creative Education, 7.13: 1785-1799

Wentzel, K. (2010). Students’ relationships with teachers. Handbook of research on schools,

schooling, and human development : 75-91 Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Zakaria. A. (2003). Jadul Muta’alim. Garut: Ibn Azka.

Page 16: PSIKOLOGI GURU PROFETIK - UIN Ar Raniry

Copyright @2018 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang | 87

ISSN:2548-4044

Psikoislamedia Jurnal Psikologi

Volume 3 Nomor 1, 2018

[Type text]