Counterstrategy US Menyikapi One Belt One Road China Di ...

16
i-WIN Library Perpustakaan Internasional Waqaf Illmu Nusantara Office: Centre for Policy Research and International Studies (CenPRIS) Universiti Sains Malaysia, Penang, Malaysia 11800 E-mail: [email protected] [email protected] Visit us at: https://www.waqafilmunusantara.com Title : Counterstrategy US Menyikapi One Belt One Road China Di Kawasan Asia Pasifik Tahun 2017-2019 Author(s) : (1) Anggi Koenjaini Putri (2) Nurul Azizah Salma (3) Dhania Aisyah Aurella Institution : UPN Veteran Jawa Timur Category : Article, Competition Topics : Politics

Transcript of Counterstrategy US Menyikapi One Belt One Road China Di ...

i-WIN Library

Perpustakaan Internasional Waqaf Illmu Nusantara

Office: Centre for Policy Research and International Studies (CenPRIS)

Universiti Sains Malaysia, Penang, Malaysia 11800

E-mail: [email protected]

[email protected]

Visit us at: https://www.waqafilmunusantara.com

Title : Counterstrategy US Menyikapi One Belt One Road China Di

Kawasan Asia Pasifik Tahun 2017-2019

Author(s) : (1) Anggi Koenjaini Putri (2) Nurul Azizah Salma (3) Dhania

Aisyah Aurella

Institution : UPN Veteran Jawa Timur

Category : Article, Competition

Topics : Politics

Counterstrategy US Menyikapi One Belt One Road China Di

Kawasan Asia Pasifik Tahun 2017-2019

Anggi Koenjaini Putri // 19044010040

Nurul Azizah Salma// 19044010021

Dhania Aisyah A. // 19044010023

Hubungan Internasional - FISIP UPN "Veteran" Jawa Timur

Abtract

This paper describes how China with the geopolitical policy OBOR or BRI as an effort to achieve global hegemony. The US as a competitor to China seeks to compete with the OBOR program by forming an alternative option namely through FOIP in the Asia-Pacific region. Focus of this research is to analyze the US counterstrategy in responding to China's OBOR in 2017-2019 during the leadership of Donald Trump. The purpose of this study is to analyze the extent to which the US counterstrategy is through existing programs in geostrategy, geopolitics, and geo-economics. The rationale for this research is based on a counterstrategy in the form of geostrategy, geopolitics and geo-economics which is reflected in the FOIP strategy. This research use an explanative method where there is a causal relationship between the US counterstrategy in addressing China's OBOR in the Indo-Pacific region with data obtained based on secondary data, namely through literature studies. The research results explain the FOIP programs. The US in geostrategy provides a budget for funds to their partners for improving defense, including financing foreign military training and modernizing forces reflected in USINDOPACOM. In addition, the US is strengthening alliances with trilateral partnerships (South Korea, Japan, USA). In geopolitics, the US has launched several programs, namely through a multilateral approach, ITAN, Investing in Human Capital, and IDC. In geoeconomics, the US has DFC, USAID, BDN, and deal teams. Furthermore, these programs in the future need to involve the views of a third party as the destination country for program implementation in order to review the effectiveness of the FOIP strategy.

Keywords : geostrategy, geopolitics, geoeconomics, AS, OBOR in Asia-pacific.

Abstrak

Tulisan ini menjelaskan AS sebaga berupaya untuk menyaingi program OBOR tersebut melalui FOIP di kawasan Asia-Pasifik. Fokus jangkauan penelitian ini menganalisis counterstrategy AS merespon OBOR China pada tahun 2017-2019 pada masa kepemimpinan Donald Trump. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis sejauh mana counterstrategy AS melalui program-program yang ada dalam geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi. Landasan pemikiran dari penelitian ini berdasarkan counterstrategy dalam bentuk geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi yang tercermin melalui strategi FOIP. Penelitian ini menggunakan metode eksplanatif dimana adanya hubungan kausalitas antara counterstrategy AS dalam menyikapi OBOR China di kawasan indo-pasifik dengan data yang diperoleh berdasarkan data sekunder yakni melalui studi literatur. Hasil penelitian menjelaskan terkait program-program FOIP. AS dalam geostrategi memberikan anggaran dana kepada mitranya untuk peningkatan pertahanan termasuk membiayai pelatihan militer asing dan memodernisasi kekuatan yang tercermin dalam USINDOPACOM. Selain itu, AS memperkuat aliansi dengan kemitraan trilateral (korea selatan, Jepang, AS). Dalam geopolitik AS meluncurkan beberapa program yaitu melalui

pendekatan multilateral, ITAN, Investing in Human Capital, dan IDC. Dalam geoekonomi, AS memiliki DFC, USAID, BDN, dan tim kesepakatan. Lebih lanjut program-program ini kedepannya perlu melibatkan pandangan dari pihak ketiga sebagai negara tujuan pelaksanaan program agar dapat meninjau keefektifan dari strategi FOIP.

Kata Kunci : Geostrategi, geopolitik, geoekonomi, AS, OBOR di Asia Pasifik.

Pendahuluan

Pernyatan Presiden China, Xi Jinping mengumumkan kebijakan "One Belt One Road" atau yang sekarang dikenal sebagai “Belt and Road Initiative” (BRI). China memanfaatkan program ini untuk mengubah cara pandang tentang sifat hubungan internasional di abad ke-21 dan penggunaan kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kekuatan mereka. Peningkatan ekonomi China mempunyai peran penting di kawasan Asia Pasifik yang mana Tiongkok telah menjalin hubungan dagang di negara-negara Asia Timur. Terjadi peningkatan ekspor di negara-negara Asia Timur ke China (Haddad, t.t.). Dari perspektif ekonomi dalam tulisan Hong Yu (2016) strategi OBOR memiliki tujuan untuk China mempromosikan OBOR-nya, dengan membantu negara-negara Asia untuk memodernisasi infrastruktur mereka dan meningkatkan transportasi lintas batas dan fasilitas infrastruktur penting lainnya. Pada gilirannya akan membantu China menjalin perdagangan bilateral yang kuat dan integrasi ekonomi dengan negara-negara di Asia.

Inisiatif OBOR telah memasuki fase pemenuhan yang lebih praktis oleh dua kekuatan penting, yaitu Silk Road Fund dan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB). Selama KTT Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik Beijing tahun 2014, China berkomitmen untuk memberikan $ 40 miliar untuk Silk Road Fund guna meningkatkan infrastruktur dan memperkuat integrasi ekonomi. AIIB yang diadvokasi oleh China dipercaya dapat membantu memasok modal untuk pembangunan infrastruktur sekitar US $ 150 miliar, penting untuk integrasi infrastruktur (Soong, 2019). Volume perdagangan antara China dan negara-negara ASEAN terus tumbuh, mencapai $577,4 miliar USD pada 2018 yang mana meningkat sekitar 250% dibandingkan pada tahun 2008. Mengingat volume perdagangan China secara keseluruhan tumbuh hanya 180% dalam periode yang sama, hubungan ekonomi yang erat antara China dan ASEAN terlihat jelas. Dalam beberapa tahun terakhir, hanya pangsa ASEAN mengalami peningkatan dari total perdagangan China dengan angka 12,6 persen pada tahun 2018 (Suzuki, 2020).

(Sumber : Suzuki, 2020)

Gambar 1. Volume Perdagangan China Dengan Negara Lain.

Kehadiran China dengan kekuatan ekonomi, politik dan militernya di kawasan Asia Pasifik menyadarkan AS mengenai pentingnya geostrategi, geopolitik dan geoekonomi dikawasan tersebut. Strategi FOIP AS dibentuk untuk bersaing dengan China sebagai negara yang memiliki ekonomi terbesar kedua di dunia setelah AS dan berkembang pesat, disertai dengan soft power dan modernisasi militer. Melalui FOIP, AS mencoba melakukan manuver secara diplomatis, militer, dan finansial dalam merespon China (Chandio, 2017).

Fokus jangkauan penelitian ini menganalisis counterstrategy AS merespon OBOR China pada tahun 2017-2019 pada masa kepemimpinan Donald Trump. Dimana Pemerintahan Trump telah mengangkat Indo-Pasifik ke prioritas regional tingkat atas, seperti yang ditunjukkan oleh penempatannya dalam Strategi Keamanan Nasional pada 2017 (Ayres, 2019). Dewan Keamanan Nasional, Departemen Luar Negeri, dan Departemen Pertahanan telah mengembangkan FOIP Amerika Serikat sendiri sebagai strategi kebijakan luar negeri yang komprehensif yang dibangun disekitar tiga pilar keamanan, ekonomi, dan pemerintahan. Versi AS dari FOIP menggabungkan beberapa elemen dari strategi "penyeimbangan kembali ke Asia" oleh pemerintahan Obama (Suzuki, 2020). Rumusan penelitian ini menganalisis sejauh mana counterstrategy AS dalam bentuk geostrategi, geopolitik dam geoekonomi AS dalam merespon China dengan kebijakannya One Belt One Road pada tahun 2017-2019 dikawasan Asia Pasifik. Penelitian ini menggunakan data dekunder yakni dengan studi literatur dengan metode eksplanatif dimana hubungan kausalitas penelitian yakni counterstrategy dari AS dalam menyikapi OBOR china di indo pasifik tahun 2017-2019.

Bentuk Geostrategi AS Merespon OBOR di Kawasan Asia-Pasifik

Pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah membahas program FOIP pada tahun 2017 dalam pidato yang dibawakan oleh Menteri Luar Negeri Rex Tillerson. Dalam pidatonya, Tillerson mengatakan bahwa China merupakan ancaman terbuka bagi kepentingan komunitas internasional. Strategi Keamanan Nasional dan Strategi Pertahanan Nasional pemerintah AS keduanya menekankan persaingan geostrategis dengan China sebagai bentuk pertempuran antara visi yang bebas dan represif tentang tatanan dunia di kawasan Indo-Pasifik. Laporan Strategi Indo-Pasifik Departemen Pertahanan AS tahun 2019 secara khusus menyusun prinsip-prinsip strategis dari free and open Indo-Pacific (Hosoya & Szechenyi, 2019).

Terdapat dua tujuan dari dibentuknya strategi ini yakni: (1) free, yaitu bertujuan untuk memastikan semua bangsa, terlepas dari ukurannya, mampu menjalankan kedaulatannya tanpa paksaan oleh orang lain negara. Hal ini berarti pemerintahan yang baik dan menjamin bahwa warga negara dapat menikmati hak dan kebebasan fundamental', (2) open, yang bertujuan untuk mempromosikan "berkelanjutan pertumbuhan dan konektivitas di wilayah tersebut, semua negara menikmati akses ke perairan internasional, saluran udara, dan dunia maya dan ruang angkasa, dan mampu mengejar resolusi damai sengketa wilayah dan maritime. Fokus dari program ini agar tidak ada satu negara pun yang dapat atau harus mendominasi Indo-Pasifik (U.S. Department of Defense, 2019).

(Sumber : U.S. Department of Defense, Indo-Pacific Strategy Report, 2018)

Gambar 2. Visi Indo-Pasifik AS yang Bebas dan Terbuka

The Asia Reassurance Initiative Act tahun 2018 mencatat beberapa dukungan AS untuk FOIP dan tatanan internasional yang berbasis aturan hukum publik. Mendorong kepentingan keamanan Amerika Serikat di Indo-Pasifik yakni kewenangan pengesahan otorisasi pengalokasian anggaran untuk Departemen Luar Negeri, Badan Amerika Serikat Pembangunan Internasional, dan Departemen Pertahanan, $ 1.500.000.000 untuk setiap tahun fiskal 2019 hingga 2023, yang digunakan untuk meningkatkan kapasitas dan ketahanan pertahanan negara mitra untuk melawan paksaan dan menghalangi serta mempertahankan diri ancaman keamanan, termasuk melalui pembiayaan militer asing dan program pendidikan dan pelatihan militer internasional (Congress.gov, 2018).

Departemen Pertahanan dalam Indo-Pacific Strategy Report (2019) membahas mengenai modernisasi kekuatan untuk memenuhi tuntutan persaingan kelas atas. Contoh ilustratif dari investasi utama meliputi: (1) Percepatan pengembangan dan mengedepankan Multi-Domain angkatan darat AS Satgas, memanfaatkan Brigade Bantuan Satuan Keamanan untuk membangun kapasitas mitra dan memperkuat tim multinasional, dan memperluas jalur Pasifik untuk memperdalam hubungan dengan sekutu serta mitra AS, (2) Peningkatan pencegahan strategis yang terkait dengan investasi di kelas Columbia baru, kapal selam rudal balistik, (3) Pembelian 110 pesawat generasi ke-4 dan ke-5 yang untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas, (4) Pembelian sekitar 400 Rudal Udara-ke-Udara Jarak Menengah Tingkat Lanjut, (5) Pembelian lebih dari 400 Joint Air-Surface Missiles - Extended Range, (6) Investasi dalam dua Kendaraan Permukaan Tak Berawak, tambahan Rudal Anti-Kapal Jarak Jauh, dan tambahan Maritime Strike Tactical Tomahawk, (7) Peningkatan kapasitas dalam Anti-Surface Warfare, Anti-Submarine Warfare, dan Ballistic Missile Defence (BMD) dengan membeli 10 kapal perusak dalam tahun 2020-2024 untuk program pertahanan, (8) Investasi dalam sumber daya untuk mendukung operasi dunia maya yang ofensif dan defensif.

Selain itu, United States Indo-Pacific Command (USINDOPACOM) memiliki lebih dari 2.000 pesawat, 200 kapal dan kapal selam, dan memiliki prajurit lebih dari 370.000 pasukan. Aktor yang terlibat dalam program ini terdiri dari pelaut, marinir, pilot, warga sipil departemen pertahanan, dan kontraktor. Pembagian kekuatan besar difokuskan di Jepang dan Republic of Korea atau Korea Selatan. Sebuah kontingen pasukan yang cukup besar (lebih dari 5.000 setiap hari) juga berbasis di wilayah AS di Guam, yang berfungsi sebagai pusat strategis untuk mendukung operasi dan menyimpan logistik penting untuk semua pasukan AS yang bertugas di kawasan Indo-Pasifik. Wakil Presiden Pence pada 16 November 2018 menyebutkan bahwa AS

tertarik untuk bermitra dengan Papua Nugini dan Australia pada inisiatif bersama mereka di Pangkalan Angkatan Laut Lombrum di Pulau Manus (U.S. Department of Defense, 2019).

(Sumber : Letnan Steve Smith, Angkatan Laut AS melalui Getty Images, dalam Nagau, 2019).

Gambar 3.Formasi gabungan pesawat dari Carrier Air Wing (CVW) 5 dan Carrier Air Wing (CVW) 9 lulus dalam formasi di atas kapal induk kelas Nimitz USS John C. Stennis (CVN 74).

The Nimitz-kapal induk kelas USS John C. Stennis dan USS Ronald Reagan (CVN 76) melakukan dual operasi grup serang kapal induk di area operasi Armada ke-7 A.S. untuk

mendukung keamanan dan stabilitas di Indo-Asia-Pasifik.

AS telah memperkuat aliansi dengan Jepang, Korea Selatan, Australia, Filipina, dan Thailand, aliansi ini diperlukan untuk perdamaian dan keamanan di wilayah tersebut. AS juga telah mengambil langkah untuk memperluas kemitraan dengan Singapura, Taiwan, Selandia Baru, dan Mongolia. Di Asia Selatan, AS bekerja untuk mempertahankan Kemitraan Pertahanan dengan India, serta mengejar kemitraan dengan Sri Lanka, Maladewa, Bangladesh, dan Nepal. AS juga terus memperkuat hubungan keamanan dengan mitra di kawasan Asia Tenggara, termasuk Vietnam, Indonesia, dan Malaysia. AS juga berupaya untuk mempertahankan keterlibatan dengan Brunei, Laos, dan Kamboja. Upaya pemeliharaan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka telah mendekatkan AS dengan sekutu utama nya, termasuk Inggris Raya, Prancis, dan Kanada (U.S. Department of Defense, 2019).

Kemitraan trilateral antara negara Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat sangat penting untuk menjaga perdamaian dan keamanan di Wilayah Indo-Pasifik. Kemitraan trilateral antara Korea Selatan-Jepang-Amerika Serikat berjalan dengan baik dalam program United Nations Security Council Resolution (UNSCR) yang bertujuan untuk berbagi informasi, membahas perang anti-kapal selam, BMD, perang tandingan ranjau, dan upaya Humanitarian Assistance and Disaster Relief (HA/DR). Amerika Serikat berkomitmen untuk lebih memperkuat dan menumbuhkan kerja sama pertahanan trilateral untuk memenuhi tantangan regional dan internasional di masa depan (U.S. Department of Defense, 2019).

(Sumber : Lisa Ferdinando, dalam Deparment Of Defense, 2019)

Gambar 4. Kemitraan Trilateral AS-Jepang-Korea Selatan dalam Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN pada tahun 2018.

AS juga mengembangkan kemitraan trilateral dengan Jepang dan Australia. Melalui kerjasama ini diharapkan dapat meningkatkan keamanan di seluruh wilayah dan meningkatkan interoperabilitas dengan menambah intensitas latihan dan pelatihan, meningkatkan berbagi informasi, dan bangunan kemampuan. Seperti membangun inisiatif baru di kawasan Asia Tenggara dan memastikan bahwa program ini tidak hanya saling melengkapi, tetapi juga dirancang untuk membantu dalam membangun mitra yang lebih mampu secara komprehensif. Pengelompokan ini juga secara efektif meningkatkan interoperabilitas dengan melakukan trilateralisasi dan multilateralisasi latihan militer utama, termasuk Cope North Guam dan Southern Jackaroo (U.S. Department of Defense, 2019).

Bentuk Geopolitik AS Merespon OBOR di Kawasan Asia-Pasifik

Pemerintahan Trump telah mengangkat Indo-Pasifik menjadi perhatian khusus dalam Strategi Keamanan Nasional (NSS) 2017. Strategi tersebut menggambarkan Indo-Pasifik sebagai wilayah dimana persaingan geopolitik antara visi tatanan dunia yang bebas dan represif sedang berlangsung dan China menggunakan bujukan dan hukuman ekonomi, memengaruhi operasi, dan menyiratkan ancaman militer untuk membujuk negara lain untuk mengindahkan agenda politik dan keamanannya (Ayres, 2019).

Dalam konteks melawan BRI, terdapat dua pendekatan yang mungkin dapat dilakukan AS dalam melawan geopolitik China. Pendekatan pertama adalah keseimbangan kolektif. Pendekatan ini menjelaskan bahwa AS harus mengakui dan menerima bagaimana perkembangan dan kebangkitan China yang saat ini terjadi, namun juga melihat bahwa AS dapat memanfaatkan kekuatan kolektif bersama negara-negara sekutu dan negara yang memiliki tujuan yang sama dengan melalui diplomasi yang terintegrasi dalam bidang politik, ekonomi, dan militer dalam upaya melawan BRI China. Pendekatan yang kedua adalah pendekatan simetris yang lebih menekankan melawan BRI secara langsung dengan membentuk program alternatif lain dalam pembangunan infrastruktur publik dan swasta (Brands & Cooper, 2019).

Beberapa hal yang dapat dilakukan AS dalam merespon BRI adalah diantaranya; Pertama, pendekatan multilateral juga perlu dilakukan dengan AS memanfaatkan posisinya dengan para sekutu untuk bersatu dan membentuk koalisi dalam melawan BRI China. Pendekatan multilateral ini dilakukan untuk mengumpulkan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki oleh negara-negara bagian dan membentuk koalisi untuk meningkatkan skala pembangunan yang lebih efektif dan berkualitas (Pacette, 2019). Sejalan dalam laporan U.S Departement of States (2019) Presiden Trump pada November 2017 mengungkapkan “We have been friends, partners, and allies in the Indo-Pacific for a long, long time, and we will be friends, partners, and allies for a long time to come".

Dikutip dari The Overseas Private Investment Corporation (Opic.gov, 2018), pendekatan multilateral dalam pembangunan infrastruktur ini sendiri sudah dilakukan sebelumnyapada November 2018, AS, Jepang, dan Australia menandatangani nota kesepahaman trilateral dalam meningkatkan pembangunan ekonomi dan infrastruktur di wilayah Indo-Pasifik. Kemitraam trilateral AS-Jepang-Australia. Kemitraan trilateral ini mendukung lima kemitraan elektrifikasi negara di Papua Nugini dan pelingkupan proyek prospektif di bidang energi, digital, dan sektor transportasi dari beberapa negara di Asia Tenggara dan Negara-negara Kepulauan Pasifik.

Pada Juli 2018, AS meluncurkan Infrastructure Transaction and Assistance Network (ITAN). ITAN mengkatalisasi investasi sektor swasta dengan mengoptimalkan keuangan pembangunan dan alat bantuan, termasuk layanan persiapan proyek dan advokasi komersial. Sejak ITAN diluncurkan, AS telah meningkatkan kualitas publiknya melalui manajemen keuangan dan memberikan pelatihan tentang arbitrase penghargaan di Maladewa, membantu memperkuat hukum dan kerangka peraturan untuk infrastruktur di Bangladesh dan Nepal, mendukung infrastruktur infrastruktur strategi pembangunan di Filipina, menasihati Vietnam tentang Kekuatan Rencana Pengembangan, termasuk cara menarik investasi, lokakarya yang dilaksanakan di Vietnam dan Indonesia tentang praktik terbaik dalam perencanaan transportasi, pembiayaan, dan pemeliharaan Kemitraan Pemerintah-Swasta (PPP), dan bekerja untuk meningkatkan permintaan proposal dan infrastruktur transparansi pengadaan di seluruh Indo-Pasifik (U.S Departement of States, 2019).

Sumber: Authors Own Creation dalam Pacette (2019).

Gambar 5. Keuntungan Pendekatan Multilateral untuk Pembangunan Infrastruktur

Kedua, melalui pendekatan multilateral, tahap selanjutnya adalah pemerintah AS perlu untuk mengembangkan pembangunan infrastruktur multilateral yang bisa disebut sebagai IDC

(Infrastructure Development Coalition). Koalisi ini tentunya beranggotakan AS dengan sekutunya yaitu Jepang, India, Australia, Selandia Baru, Perancis, dan Jerman. Ini merupakan bentuk demokrasi liberal yang semuanya memiliki tujuan untuk melawan BRI dengan memanfaatkan keunggulan yang dimiliki tiap-tiap negara tersebut dalam upaya pengembangan yang menjangkau di wilayah Indo-Pasifik (Pacette, 2019).

Sumber : Authors Own Creation dalam Pacette (2019).

Gambar 6. Konsep IDC (Infrastructure Development Coalition)

Pembangunan infrakstruktur dibidang energi, AS mengakui bagaimana permintaan energi di kawasan Indo-Pasifik yang cukup mendominasi sehingga menjadikan hal ini masuk dalam strategi FOIP dengan memberikan peran energi pusat dalam komponen ekonomi. Melalui FOIP ini juga AS dan Jepang bekerjasama untuk mendanai dalam pembangunan fasilitas listrik dan impor gas alam di kawasan Indo-Pasifik. Hal ini dikarenakan sumber daya energi dapat dijadikan sebuah komitmen AS untuk memperkuat keamanan energi di kawasan tersebut dan membantu melepas ketergantungan kebutuhan energi dari negara Rusia (Kucharski, 2020).

Tujuan IDC untuk memberikan pilihan alternatif lain dalam mengimbangi BRI dengan menyediakan pilihan yang lebih baik dan menyediakan pembangunan infrastruktur yang lebih berkualitas, terjangkau, dan bermanfaat secara luas. Untuk wilayah yang akan dituju oleh IDC ini mengutamakan wilayah Indo-Pasifik, Asia Selatan, Asia Tenggara. Hal ini dikarenakan wilayah tersebut merupakan wilayah yang saat ini tengah diperebutkan dan diberlakukan BRI China. Selain itu, wilayah ini jumlah penduduk yang cukup tinggi sehingga IDC dapat melakukan pembangunan ekonomi disana. AS juga memiliki peran ekonomi yang penting di wilayah Asia-Pasifik serta negara-negara yang berada di kawasan ini memiliki kemampuan bekerja sama yang cukup baik (Pacette, 2019). Lebih lanjut pelaksanaan BUILD Act, dikutip dalam U.S. International Development Finance Corporation, Presiden AS pada tanggal 5 Oktober 2018 menandatangani undang-undang pemanfaatan yang lebih baik dari investasi menuju pembangunan (BUILD Act) yang didalamnya berisi reformasi dan penguatan kemampuan finansial pembangunan AS dalam mengatasi tantangan pembangunan dan prioritas kebijakan luar negeri AS.

Ketiga, strategi free and open indo-pacific, politik AS mempromosikan program Investing in Human Capital. Pada November 2018, Wakil Presiden meluncurkan Indo-Pacific Transparency Initiative, yang berfokus pada antikorupsi, transparansi fiskal, bantuan

demokrasi, perkembangan pemuda, kebebasan media, dan perlindungan kebebasan fundamental dan hak asasi manusia. Upaya AS dibawah inisiatif transparansi melibatkan lebih dari 200 program lebih dari $600 juta USD sejak awal Pemerintahan Trump. Perusahaan AS juga bertanggung jawab dengan standar transparansi yang tinggi dalam ekonomi di kawasan Indo-Pasifik dan dunia. Untuk mengatasi tantangan tata kelola diseluruh wilayah Indo-Pasifik, program AS memberdayakan masyarakat sipil serta membangun ketahanan terhadap pengaruh asing yang mengancam kedaulatan negara. Di Filipina, P&G membantu anak-anak Filipina hidup, belajar, dan berkembang melalui program "Kesehatan dan Kebersihan", mengajar 3,5 juta siswa agar tetap sehat dan hidup bersih melalui cuci tangan yang benar. Pepsi Co.India berinvestasi dan bekerjasama dengan 24.000 petani untuk mencari sumber daya secara berkelanjutan di India. Perusahaan ini berfokus pada pengisian air dan praktik pertanian konservasi, seperti penyemaian langsung padi dan irigasi mikro (U.S. Department of State, 2019).

AS Menanggapi BRI Dalam Geoekonomi Di Kawasan Asia Pasifik

Strategi BRI yang cenderung mendisortsi pasar, mendorong korupsi, tidak transparan, dan menciptakan lapangan yang tidak seimbang bagi perusahaan Amerika dan pesaing lokal. Wakil senior presiden untuk riset Biro Penelitian Nasional Asia Roy Kamphausen dalam kongres ke 115 (2017) mengatakan bahwa BRI adalah upaya dorongan baru China terhadap geoekonomi yang juga digunakan untuk menompang pertumbuhan ekonomi China. Dalam upaya untuk menyaingi BRI, AS menyediakan lembaga keuangan pembangunan yang memberikan ekuitas, pinjaman, dan dukungan keuangan lainnya pada proyek sektor swasta di negara dengan penghasilan rendah dan menengah. Dengan menyediakan perusahaan bebas dan transparan, investasi sektor swasta melalui peningkatan akses pasar dan daya saing peningkatan hubungan antar-bisnis. Upaya tersebut dilakukan melalui tiga inisiatif: (1) pada bidang infrastruktur strategis, AS memaksimalkan sumber daya untuk menarik lebih banyak investasi sektor swasta ke pasar dalam negara berkembang seperti Development Finance Corporation (DFC) dan United States Agency for International Development (USAID), (2) Blue Dot Network (BDN) merupakan kerjasama antara AS dengan Jepang dan Australia sebagai inisiatif multipihak untuk mensertifikasi proyek investasi infrastruktur yang berkualitas, (3) Tim Kesepakatan, yaitu inisatif untuk meningkatkan kolaborasi antar-lembaga untuk membantu perusahaan AS memenangkan proyek luar negeri (Stilwell, 2020).

US International Development Finance Corporation (DFC) pada 2019 melalui BUILD Act yang merupakan lembaga modern yang terkonsolidasi untuk menyatukan kemampuan OPIC dan Development Credit Authority USAID. Disamping itu juga memperkenalkan produk keuangan baru dan inovatif untuk membawa modal swasta ke negara berkembang dengan lebih baik. DFC membuat Amerika menjadi pemimpin yang lebih kuat dan lebih kompetitif di tahap pembangunan global, dengan kemampuan yang lebih besar untuk bermitra dengan sekutu dalam proyek-proyek transformatif dan memberikan alternatif yang sehat secara finansial. Pekerjaan DFC mengambil pendekatan dalam tiga tujuan. Hal ini karena investasi AS berfokus pada pembangunan global yang memiliki kekuatan, memajukan kebijakan luar negeri AS , dan menghasilkan pengembalian bagi pembayar pajak Amerika.

(Sumber : US International Development Finance Corporation, 2019)

Gambar 7. Tiga Tujuan Development Finance Corporation (DFC)

AS memiliki instrumen keuangan yang dapat menyaingi BRI yaitu lembaga keuangan AS–OPIC, Perusahaan Investasi Swasta Luar Negeri (USTDA) yang merupakan Badan Perdagangan dan Pembangunan AS. Ketua Sub-Komite untuk Asia dan Pasifik, Ted S. Yoho dalam kongres ke 115 (2017) menyebutkan bahwa investasi swasta dapat mendorong pembangunan dan kegiatan ekonomi di luar negeri. Pendekatan melalui bantuan keuangan pembangunan terbentuk karena kepentingan nasional AS dan untuk mempromosikan bisnis luar negeri AS serta untuk membuka peluang ekspor baru untuk industri AS. Undang-Undang Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi akan menjadi landasan untuk menciptakan wadah bagi partisipasi sektor swasta pengembangan di luar negeri yang kemudian akan digunakan untuk mengkonsolidasikan, mereformasi, dan meningkatkan mekanisme AS dalam pembiayaan pembangunan.

Pada Indo-Pacific Business Forum perdana pada Juli 2018, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, Menteri Perdagangan Wilbur Ross, Sekretaris Energi Rick Perry, Badan A.S. untuk Administrator Pembangunan Internasional Mark Green, dan pejabat senior AS lainnya meluncurkan inisiatif baru untuk mengkatalisasi investasi sektor swasta di Indo-Pasifik infrastruktur, pasar energi, dan ekonomi digital. Dukungan ini telah mencakup $ 2,9 miliar melalui Departemen Luar Negeri dan USAID untuk pilar ekonomi strategi Indo-Pasifik sejak awal Administrasi Trump, dan ratusan juta lainnya melalui lembaga lain, termasuk U.S. Millennium Challenge Korporasi (MCC) dan Investasi Swasta Luar Negeri Korporasi (OPIC).

USAID adalah kontributor utama bisnis lainnya pengembangan lingkungan, dengan program-program yang telah berlangsung lama untuk meningkatkan peraturan dan praktik ekonomi. USAID adalah memperluas program yang berfokus pada perdagangan Indo-Pasifik dan daya saing untuk membantu mengurangi hambatan masuk pasar, memperkuat kapasitas regulasi, meningkatkan sektor swasta daya saing, dan meningkatkan perdagangan. Pada 2019, USAID meluncurkan perdagangan baru dan kegiatan daya saing di negara-negara termasuk Bangladesh, Burma, Laos, Mongolia, dan Filipina. Program-program ini dibangun dari keberhasilan USAID. Pada September 2019, USAID mendukung Puerto Kota Princesa di Filipina yang menarik 540 juta USD senilai janji investasi komersial di bidang pariwisata, pangan, pertanian, perikanan, dan pendidikan. Di Timor Leste, USAID membantu otoritas beacukai untuk memotong izin dua kali di sebuah pelabuhan di Dili, dan memindahkan otoritas

beacukai terhadap kepatuhan dengan standar internasional diperlukan untuk aksesi ke organisasi seperti Dunia Organisasi Kepabeanan, Organisasi Perdagangan Dunia, dan ASEAN. Di Vietnam, fasilitasi perdagangan baru USAID Program akan membangun kapasitas bea cukai Vietnam departemen untuk mematuhi norma perdagangan global, mengurangi waktu dan biaya perdagangan.

Pada tahun 2019 Kemitraan United States Agency for International Development (USAID) bekerjasama dengan Asian Development Bank (ADB) untuk memobilisasi investasi sebesar 7 miliar USD untuk proyek energi di Asia dan Pasifik yang merupakan upaya peningkatkan kapasitas sistem energi bersih dan meningkatkan perdagangan energi regional sebesar 10% selama lima tahun ke depan. Di Bangladesh tepatnya kota Pangaon, AS mendukung komisi pembangkit listrik 300 MW. Selain itu AS dan India bekerja sama untuk mengatasi tantangan pembangunan regional dan global. India merupakan mitra energi yang berkembang, dengan pembelian produk bahan bakar mineral AS melonjak 119 persen pada 2018 menjadi $ 6,2 miliar. Dibawah Kemitraan Energi Strategis AS-India, kerja sama energi ini dalam bidang listrik, terbarukan, efisiensi, dan segmen minyak (U.S. Department of State, 2019)

Melalui kebijakan FOIP, AS mempromosikan ekonomi digital generasi kelima telekomunikasi "5G", AS mempromosikan terbuka, dapat dioperasikan, aman, dan internet yang andal. AS berkoordinasi dengan mitranya dalam bekerja sama seperti Australia, Jepang, Republik Korea, Selandia Baru, Singapura, dan Taiwan untuk mendukung tujuan ini. Misalnya, Amerika Serikat dan mitranya mengahdiri Konferensi Keamanan 5G Praha Mei 2019, Konektivitas Digital dan Kemitraan Keamanan Siber ("Kemitraan Digital"), diluncurkan pada 2018 Indo-Pacific Business Forum, adalah upaya untuk membantu seluruh pemerintah mitra mengakses ekonomi digital dan menyebarkan komunikasi informasi yang terbuka dan aman teknologi (U.S. Department of State, 2019).

Perjanjian Perdagangan Digital AS-Jepang. Di bawah AS-Jepang Perjanjian Perdagangan, Jepang akan menghilangkan atau mengurangi tarif pada sekitar 7,2 miliar USD dalam ekspor pertanian AS. Begitu kesepakatan ini diterapkan, lebih dari 90 persen impor pertanian AS ke Jepang akan bebas bea atau menerima akses tarif preferensial. Digital AS-Jepang Perjanjian Dagang mencakup ketentuan berstandar tinggi itu memastikan data dapat ditransfer lintas batas tanpa pembatasan, jaminan perlindungan privasi konsumen, mempromosikan kepatuhan pada prinsip-prinsip umum untuk menangani tantangan keamanan siber, dan mendukung penggunaan yang efektif teknologi enkripsi. Perjanjian tersebut meningkatkan perdagangan digital sekitar 40 miliar USD antara Amerika Serikat dan Jepang.

Kesimpulan

Program counterstrategy AS di kawasan Indo pasifik AS mendokumentasikan dukungan untuk FOIP yang tercermin dalam The Asia Reassurance Initiative Act tahun 2018 dan tatanan internasional berbasis aturan hukum publik. Conterstrategy dalam bentuk geostrategi ini tercermin dalam kerjasama aliansi dibidang militer keamanan baik bilateral, trilateral maupun multilateral dengan program latihan militer, Investasi dalam sistem pertahanan rudal canggih yang dapat dioperasikan dengan sistem sekutu. AS terus memoderinisasi persenjataan militernya terustama di kawasan USINDOPACOM. Serta AS mendemostrasikan komitmen, stabilitas dan peneggakan hukun maritim yang adil

Melalui geopolitik AS mengeluarkan dua inisatif, yaitu pendekatan secara kolektif untuk memanfaatkan kekuatan kolektif negara-negara sekutu, pendekatanmultilateral dilakukan antara AS dengan negara sekutu berupa IDC yang sasarannya adalah kawasan Indo-Pasifik, Asia Selatan dan Asia Tenggara. Program Investing in Human Capital, merupakan strategi politik AS di kawasan asia pasific melalui perusahaan AS dalam program pembangunan berkelanjutan

dalam tatanan liberal yang demokrastis, adil, terbuka, menjunjung tinggi HAM dan kesetaran. Inisiatif AS dalam human capital merupakan promosi pemerintahan yang baik, dimana sejalan dengan visi misi FOIP, 'free' dan'open' yang bebas dari paksaan dari hak hukum kedaulatan negara.

Dalam pandangan geoekonomi, AS menyediakan perusahaan bebas dan transparan yang memberikan ekuitas, pinjaman dan dukungan keuangan sebagai upaya untuk melawan BRI yang cenderung mendistorsi pasar, mendorong korupsi dan tidak transparan. UU Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi AS akan menjadi landasan untuk menciptakan wadah bagi partisipasi sektor swasta dalam pengembangan di luar negeri serta digunakan untuk mengkonsolidasi, mereformasi, dan meningkatkan mekanisme AS dalam pembiayaan pembangunan sebagai upaya untuk menyaingi BRI.

Pandangan penulis sejalan dengan pendapat Ayres (2019) bahwa Strategi Indo-Pasifik perlu melibatkan jalur ekonomi yang menyediakan alternatif untuk kerangka ekonomi regional China yang ekspansif. AS menarik diri dari Trans-Pacific Partnership(TPP) pada 2018 yang mengakibatkan hilangkan kekuatan proaktif AS dalam sektor perdagangan. Pemerintahan AS harus mempertimbangkan kembali bergabung dengan TPP, terutama mengingat keuntungan kepemimpinan yang akan ditimbulkannya dari keterlibatan kembali dengan negara-negara mitra. Strategi ekonomi yang berakar pada TPP untuk wilayah yang lebih luas pada akhirnya dapat mendorong India untuk bergabung dengan pakta perdagangan.

Kesenjangan yang disebutkan Nagao (2019) dimana aktivitas pertahanan dan aktivitas ekonomi AS seharusnya tidak mencoba meniru ambisi OBIR China, tetapi perlu memanfaatkan lagi pada sektor ekonomi, perdagangan, investasi, keuangan, dan pembangunan instrumen kebijakan, termasuk menyatukannya menjadi beberapa proyek showcase bersama dengan sektor swasta, sekutu dan mitra. Program-program yang diusung oleh AS tidak selamanya bisa menggantikan keterlibatan China sebagai negara yang memiliki pengaruh besar dalam dunia politik maupun ekonomi. Sehingga diperlukan persaingan yang sehat antara AS dengan China mengingat AS mengeluarkan banyak program untuk menyelesaikan masalah yang ditimbulkan oleh China. Seperti program AS yaitu DSSI yang bertujuan untuk membantu negara-negara untuk membayar pinjaman dari China. Kesenjangan dalam persepsi ancaman (AS, Jepang dan Australia lebih selaras dengan tantangan komprehensif yang ditimbulkan oleh China dibandingkan yang lain, terutama di Asia Tenggara)

Pandangan kedepannya sebagai pihak ketiga yang menjadi target dari program-program persaingan antara AS dengan China perlu meneliti terlebih dahulu bagaimana program tersebut akan berjalan, mudah dalam pembuatan perjanjian tidak berarti mudah pula dalam menjalankannya. Ada kalanya perlu didiskusikan mengenai kelebihan serta kekurangan dari program tersebut sehingga tidak merasa dirugikan. Amerika Serikat sendiri telah menyediakan program-program yang transparan dan memberikan win-win solution bagi semua pihak. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah untuk mengikut sertakan pandangan dari pihak ketiga sebagai negara yang melakukan kerjasama dengan AS maupun China, apakah program FOIP milik AS lebih efektif atau program OBOR milik China.

Daftar Pustaka

Artikel Jurnal

Cho, Hyun Il., 2019. “Dueling Hegemony; China’s Belt and Road Initiative and America’s Free

and Open Indo-Pacific Strategy”, Journal Of Indo-Pacific Affairs Winter 2019.

Hang, Nguyen Thi Thuy, 2016. “The US Rebalance towards the Asia-Pacific: Really Realist ?”,

Journal of Asian Security and International Affairs, 3 (3): 291–306.

Artikel Jurnal Online

Chandio, H, K., 2017. “US Rebalancing Policy & the Regional Riddle” [online]. dalam

https://ipripak.org/us-rebalancing-policy-the-regional-riddle/# [diakses 6 November

2020].

Chan, Lai-Ha, 2017. “Soft Balancing Against The Us ‘pivot To Asia’: China’s Geostrategic

Rationale For Establishing The Asian Infrastructure Investment Bank, Australian

Journal Of International Affairs” [online]. dalam

http://dx.doi.org/10.1080/10357718.2017.1357679 [diakses 6 November 2020].

DFC, 2018. “US, Japan, Australia Sign First Trilateral Agreement on Development Finance

Colaboration” [online]. dalam https://www.dfc.gov/media/opic-press-releases/us-

japan-australia-sign-first-trilateral-agreement-development-finance. U,S International

Development Finance Corporation [diakses 9 November 2020].

Haddad, Mona, t.t. “Trade Integration in East Asia: The Role of China and Production

Neworks” [online]. dalam

https://openknowledge.worldbank.org/bitstream/handle/10986/7185/wps4160.pdf?s

equence= [diakses 6 November 2020].

Paccate, W.C., 2019. “Competing to Win : A Coalition Approach to Countering the BRI. Center

For Strategic & International Studies” [online]. dalam

https://www.csis.org/analysis/competing-win-coalition-approach-countering-bri

[diakses 9 November 2020].

Prasaja, Hadiedi. “Membangun ASEAN Sebagai Kawasan Berdaulat” [online]. dalam

http://www.spi.or.id/?p=4443 , [diakses 5 November 2020].

Ayres, Alyssa, 2019, The U.S. Indo-Pacific Strategy Needs More Indian Ocean, [online] dalam

https://www.cfr.org/expert-brief/us-indo-pacific-strategy-needs-more-indian-

ocean [diakses 30 Desember 2020].

Brands and Cooper, Zack, 2019. “ After the Responsible Stakeholder, What? Debating Americas

China Strategy, Texas National Security Review 2, no. 2” [online]. dalam

https://tnsr.org/2019/02/after-the-resonsible-stakehold-er-what-debatin-americas-

china-strategy-2/ [diakses 31 Desember 2020].

Congress.Gov, 2018, “Asia Reassurance Initiative Act of 2018” [online]. dalam

https://www.congress.gov/bill/115th-congress/senate-bill/2736/text [diakses 31 Desember

2020].

DFC. n.d. “Overview. U.S International Development Finance Corporation” [online]. dalam

https://www.dfc.gov/who-we-are/overview [diakses 31 Desember 2020].

Hosoya, Y. &Szechenyi., S, 2019, “Working Toward a Free and Open Indo-Pacific” [online].

dalam https://carnegieendowment.org/2019/10/10/working-toward-free-and-open-

indo-pacific-pub-80023 [diakses 29 November 2020].

U.S. Department of Defense, 2019. “Indo-Pacific Strategy Report Preparedness, Partnerships,

and Promoting a Networked Region”

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://media.defense.

gov/2019/Jul/01/2002152311/-1/-1/1/DEPARTMENT-OF-DEFENSE-INDO-

PACIFIC-STRATEGY-

REPORT2019.PDF&ved=2ahUKEwi_r7XRxYLuAhW0mOYKHb2wDzwQFjAAegQIB

BAC&usg=AOvVaw1YQL0bEiMcT8JinedCIAHc [diakses 31 Desember 2020].

Kucharski, J. B. (2020). “Japan , Foip , And The Geopolitics Of Energy In The Indo-Pacific”

[online]. dalam

https://sppga.ubc.ca/wpcontent/uploads/sites/5/2020/07/Kucharski_Japan-FOIP

Geopolitics-Indo-Pacific.pdf, [diakses 31 Desember 2020].

OPIC.gov, 2018, “US, Japan, Australia Sign First Trilateral Agreement on Development

Finance Collaboration” [online]. dalam https://www.opic.gov/press-

releases/2018/us-japan-australiasign-first-trilateral-agreement-develop-ment-

finance-collaboration [diakses 21 Desember 2020].

Song, J.,J., 2019. “China’s One Belt and One Road Initiative Meets ASEAN Economic

Community: Propelling and Deepening Regional Economic Integration?, The

Chinese Economy” [online]. dalam https://doi.org/10.1080/10971475.2018.1457335

[diakses 30 Desember 2020].

Suzuki, H., 2020. “Japan’s Leadership Role in a Multipolar Indo-Pacifi” [online]. dalam

https://www.csis.org/analysis/japans-leadership-role-multipolar-indo-pacific

[diakses 30 Desember 2020].

Yu, Hong, 2016, “Motivation Behind China’s ‘one Belt, One Road’ Initiatives And Establishment

Of The Asian Infrastructure Investment Bank, Journal of Contemporary China”

[online]. dalam http://dx.doi.org/10.1080/10670564.2016.1245894 [diakses 6

November 2020].

Publikasi Pemerintah

U.S. Department of Defense, 2018, “Assessment on U.S. Defense Implications of China’s

Expanding Global Access” [online]. dalam

https://media.defense.gov/2019/Jan/14/2002079292/-1/-1/1/EXPANDING-

GLOBAL-ACCESS-REPORT-FINAL.PDF, Washington, DC: U.S. Department of

Defense [diakses 6 November 2020].

U.S. Department of State, 2019. “A Free And Open Indo-Pacific; Advancing a Shared Vision”

[online]. dalam

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.state.gov/w

p-content/uploads/2019/11/Free-and-Open-Indo-Pacific-

4Nov2019.pdf&ved=2ahUKEwir4YS2uvLsAhU0muYKHViKBq8QFjANegQIBxAB&us

g=AOvVaw0Voeqxs9uGv7bV4KpXiQOt [diakses 6 November 2020].

US Government . “Pembiayaan Pembangunan Di Asia: Strategi Ekonomi AS di Tengah Silk and

Belt Road”. Kongres ke 115 no 115-101. US Government Publishing Office.

USTR. 2015. “Remarks by Ambassador Michael Froman at the CSIS Asian Architecture

Conference”.

Stilwell, David. 2020. “Memajukan Keterlibatan AS dan Melawan China di Indo-Pasifik dan

Sesudahnya”. Washington DC: Komite Senat Hubungan Luar Negeri.