DI UNIT BASE MAINTENANCE PT GARUDA MAINTENANCE … · Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner...
Transcript of DI UNIT BASE MAINTENANCE PT GARUDA MAINTENANCE … · Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner...
GAMBARAN IKLIM KESELAMATAN (SAFETY CLIMATE)
DI UNIT BASE MAINTENANCE PT GARUDA MAINTENANCE
FACILITY (GMF) AEROASIA TAHUN 2017
SKRIPSI
OLEH :
Ana Muslima
NIM : 1113101000052
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H / 2017 M
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Desember 2017
Ana Muslima
iii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Desember 2017
Ana Muslima, NIM : 1113101000052
Gambaran Iklim Keselamatan (Safety Climate) di unit Base Maintenance PT
GMF AeroAsia Tahun 2017
xviii + 138 halaman, 23 tabel, 4 gambar, 4 lampiran
ABSTRAK
Iklim keselamatan merupakan kumpulan persepsi bersama para pekerja
mengenai kondisi keselamatan di tempat kerja yang dapat memprediksi kinerja
keselamatan. Hasil studi pendahuluan di unit Base Maintenance PT GMF
AeroAsia menunjukkan bahwa sebagian besar penyebab kecelakaan kerja
dikarenakan perilaku pekerja yang tidak aman dan berdasarkan penilaian persepsi
terhadap 30 responden diketahui bahwa persepsi pekerja mengenai pemberdayaan
keselamatan dan keadilan manajemen keselamatan masih belum dapat dikatakan
baik. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi iklim
keselamatan di unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan desain cross sectional.
Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni – Desember 2017 dengan jumlah
sampel sebanyak 356 pekerja. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode
simple random sampling. Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner NOSACQ-
50 yang terdiri dari tujuh dimensi iklim keselamatan yaitu 1) komitmen dan
kemampuan manajemen keselamatan, 2) pemberdayaan manajemen keselamatan,
3) keadilan manajemen keselamatan, 4) komitmen pekerja terhadap keselamatan
kerja, 5) prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko bahaya, 6)
pembelajaran, komunikasi dan kepercayaan, 7) kepercayaan terhadap keefektifan
sistem keselamatan kerja. Selain itu, iklim keselamatan juga ditinjau berdasarkan
umur, masa kerja, posisi jabatan dan tingkatan pendidikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat empat dimensi yang
membutuhkan peningkatan. Keempat dimensi tersebut yaitu dimensi komitmen
dan kemampuan manajemen keselamatan (2.96), pemberdayaan manajemen
keselamatan (2.86), keadilan manajemen keselamatan (2.82), dan prioritas
keselamatan pekerja serta tidak ditoleransinya risiko bahaya (2.86).
Upaya peningkatan yang dapat dilakukan yaitu menjadikan keselamatan
menjadi bagian dari pekerjaan, meningkatkan komunikasi keselamatan antara
manajemen dengan pekerja, mengupayakan keterlibatan aktif pekerja dalam
melaporkan perilaku dan kondisi tidak aman dan meningkatkan sosialisasi hasil
audit keselamatan dan HIRADC ke seluruh karyawan.
Kata Kunci : iklim keselamatan, pemberdayaan manajemen keselamatan,
keadilan manajemen keselamatan
Daftar Bacaan : 66 (1990 – 2017)
iv
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PROGRAM STUDY OF PUBLIC HEALTH
OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY
Undergraduated Thesis, December 2017
Ana Muslima, NIM : 1113101000052
Description of Safety Climate at Unit of Base Maintenance of PT Garuda
Maintenance Facility (GMF) AeroAsia in 2017
xviii + 138 pages, 23 tables, 4 images, 4 appendixes
ABSTRACT
Safety climate is a summary of employee‟s perceptions about their work
environment. Safety climate can predict safety performance. The results of
preliminary study at Unit of Base Maintenance of PT GMF AeroAsia showed
most of the causal factor of occupational accidents is unsafe employee‟s behavior
and based on the assessment of perception of 30 respondents showed that the
perception of management safety empowerment and perception of management
safety justice were not good enough. Therefore, this study was conducted to
determine the condition of the safety climate at Unit of Base Maintenance of PT
GMF AeroAsia.
The type of this study is descriptive with cross sectional design. This study
was conducted from June until December in 2017 with a total sample of 356
workers at Unit of Base Maintenance of PT GMF AeroAsia. Sampling was taken
by simple random sampling method. The research instrument used was a
questionnaire NOSACQ-50 covering seven dimensions. The seven dimensions
were: 1) management safety priority and ability, 2) management safety
empowerment, 3) management safety justice, 4) management safety commitment,
5) workers safety priority and risk non-acceptance, 6) peer safety communication,
learning and trust in safety ability, 7) workers trust in the efficacy of safety
systems. In addition, safety climate was also reviewed by age, tenure of work,
level of organisation and level of education.
The results showed that there were four dimensions which required
improvement. These four dimensions were the dimensions of management safety
priority and ability (2,96), management safety empowerment (2,86), management
safety justice (2,82) and workers safety priority and risk non-acceptance (2,86).
Some efforts are needed to improve safety as a part in a workplace, to
improve safety communication between management and workers, to seek the
active involvement of workers in reporting unsafe behavior and conditions, and
also to improve the socialization of safety audit and HIRADC results to all
employees.
Keywords : safety climate, management safety empowerment, management safety
justice
References : 66 (1990 – 2017)
v
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Judul Skripsi
GAMBARAN IKLIM KESELAMATAN (SAFETY CLIMATE)
DI UNIT BASE MAINTENANCE PT GARUDA MAINTENANCE
FACILITY (GMF) AEROASIA TAHUN 2017
Telah disetujui, diperiksa, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Sidang
Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, Desember 2017
Oleh :
ANA MUSLIMA
1113101000052
Mengetahui,
Pembimbing Skripsi
Dr. Iting Shofwati, ST, MKKK
NIP. 19760808 200604 2 001
vi
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, Desember 2017
Ketua Sidang,
Yuli Amran, MKM
NIP. 19800506 200801 2 015
Anggota Penguji I,
Siti Rahmah H. Lubis, S.KM, M.KKK
Anggota Penguji II,
Ir. Rulyenzi Rasyid, M.KKK
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS PERSONAL
Nama : Ana Muslima
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 21 Juni 1995
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Lebak Bulus Raya RT 004 RW 04, Kampung
Kapuk, Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan.
No. Hp : 089696112676
Email : [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
2001 – 2007 : MI Al-Husna Jakarta Selatan
2007 – 2010 : SMP Negeri 37 Jakarta Selatan
2010 – 2013 : SMA Negeri 51 Jakarta Timur
2013 – sekarang : Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahhi Rabbil „alaamiin, puji serta syukur kehadirat Allah
Subhanahuwata‟ala atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Iklim Keselamatan (Safety
Climate) di unit Base Maintenance PT Garuda Maintenance Facility (GMF)
AeroAsia Tahun 2017”. Sholawat serta salam semoga dilimpahkkan kepada
junjungan Nabi Besar Muhammad Shallahu‟alaihi wassalam beserta keluarga dan
sahabatnya yang telah membawa kedamaian dan rahmat bagi semesta alam.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah skripsi yang
terdapat pada semester VIII program studi Kesehatan Masyarakat, peminatan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada proses penulisan
skripsi, penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada berbagai pihak yang
turut membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,
diantaranya:
1. Orang tua penulis, yaitu Bapak Rahmat Kamil Hidayat dan Ibu Ayanih
yang senantiasa memberikan doa dan kasih sayang yang tulus serta
bantuan material yang tak terhingga.
2. Ibu Dr. Iting Shofwati M.KKK selaku pembimbing skripsi yang telah
banyak memberikan ilmu yang bermanfaat untuk penulis dan memberikan
arahan, saran, masukan selama penyusunan skripsi serta senantiasa sabar
dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan laporan skripsi ini.
3. Ibu Yuli Amran, MKM dan Ibu Siti Rahmah H. Lubis, S.KM, M.KKK
yang telah bersedia menjadi penguji penulis dari mulai proposal sampai
sidang skripsi dan senantiasa memberikan saran dan masukan untuk hasil
penulisan skripsi yang lebih baik.
4. Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, M.KKK yang telah bersedia menjadi penguji
penulis pada sidang skripsi.
5. Bapak Umar Fauzi S.T selaku HSE General Manager Unit TUK PT GMF
AeroAsia yang telah memberikan kemudahan dan kesediaan waktu untuk
ix
penulis dalam melakukan penelitian dan senantiasa memberikan saran dan
masukannya.
6. Seluruh Dosen Kesmas UIN yang telah banyak menyalurkan ilmu-ilmunya
sebagai bekal menjadi sarjana kesehatan masyarakat.
7. Seluruh staf unit TUK yang telah banyak membantu penulis dalam
memberikan informasi yang berkaitan dengan penelitian.
8. Seluruh responden penelitian yang telah bersedia meluangkan waktunya
untuk mengisi kuesioner dan membantu penulis dalam pengambilan data.
9. Seluruh teman-teman dekat penulis, baik kakak tingkat, teman sejawat,
adik tingkat yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini sehingga dapat berjalan lancar.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
memberikan dukungan dan bantuan yang tak terhingga kepada penulis.
Hanya melalui do‟a kepada Allah Subhanuwata‟ala yang bisa
penulis berikan kepada mereka yang telah terlibat dalam proses
penyelesaian skripsi ini. Semoga segala kebaikan dicatat sebagai amal
sholih dihadapan Allah Subhanuwata‟ala dan menjadi tambahan berat
timbangan kebaikan di akhirat kelak.
Penulis menyadari bahwa hasil skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna dan tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam skripsi ini.
Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk seluruh pihak yang
terlibat dan para pembaca.
Jakarta, Desember 2017
Penulis
x
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI .................................................................. ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ....................................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 6
1.3 Pertanyaan Penelitian ............................................................................... 7
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 8
1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................... 8
1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................................. 8
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 9
1.5.1 Bagi PT GMF AeroAsia ................................................................... 9
1.5.2 Bagi Pekerja PT GMF AeroAsia....................................................... 9
1.5.3 Bagi Peneliti Selanjutnya .................................................................. 9
1.6 Ruang Lingkup ....................................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 11
2.1 Budaya Keselamatan .............................................................................. 11
2.2 Iklim Keselamatan .................................................................................. 13
2.2.1 Dimensi-dimensi Iklim Keselamatan .............................................. 15
2.2.2 Pengukuran Iklim Keselamatan ...................................................... 17
2.2.3 Dimensi Iklim Keselamatan NOSACQ-50 ..................................... 22
2.3 Hubungan Iklim Keselamatan dan Kinerja Keselamatan ....................... 30
xi
2.4 Iklim Keselamatan Berdasarkan Karakteristik Demografi .................... 33
2.5 Strategi Peningkatan Iklim Keselamatan................................................ 41
2.6 Kerangka Teori ....................................................................................... 48
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ............ 50
3.1 Kerangka Konsep ................................................................................... 50
3.2 Definisi Operasional ............................................................................... 52
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 55
4.1 Desain Penelitian .................................................................................... 55
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 55
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................. 55
4.3.1 Populasi Penelitian .......................................................................... 55
4.3.2 Sampel Penelitian ............................................................................ 55
4.4 Pengumpulan Data ................................................................................. 58
4.5 Instrumen Penelitian ............................................................................... 58
4.6 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Kuesioner .......................................... 61
4.6.1 Uji Validitas .................................................................................... 61
4.6.2 Uji Reliabilitas ................................................................................ 62
4.7 Pengolahan Data ..................................................................................... 63
4.8 Analisa Data ........................................................................................... 65
BAB V HASIL ..................................................................................................... 66
5.1 Gambaran Umum PT GMF AeroAsia .................................................... 66
5.1.1 Profil PT GMF AeroAsia ................................................................ 66
5.1.2 Visi, Misi dan Nilai PT GMF AeroAsia ......................................... 67
5.1.3 Struktur Organisasi PT GMF AeroAsia .......................................... 67
5.1.4 Program Kerja K3 dan Lingkungan PT GMF AeroAsia ................ 67
5.2 Gambaran Iklim Keselamatan di Unit Base Maintenance PT GMF
AeroAsia Tahun 2017 ............................................................................... 71
5.2.1 Komitmen dan Kemampuan Manajemen Keselamatan .................. 76
5.2.2 Pemberdayaan Manajemen Keselamatan ........................................ 77
5.2.3 Keadilan Manajemen Keselamatan ................................................. 79
5.2.4 Komitmen Pekerja Terhadap Keselamatan Kerja ........................... 80
5.2.5 Prioritas Keselamatan Pekerja dan Tidak Ditoleransinya Risiko
Bahaya ............................................................................................. 82
xii
5.2.6 Pembelajaran, komunikasi dan kepercayaan................................... 83
5.2.7 Kepercayaan Terhadap Keefektifan Sistem Keselamatan Kerja .... 85
5.3 Gambaran Iklim Keselamatan Berdasarkan Karakteristik Demografi di
Unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia ............................................. 86
5.3.1 Gambaran Iklim Keselamatan Berdasarkan Umur di Unit Base
Maintenance PT GMF AeroAsia .................................................... 88
5.3.2 Gambaran Iklim Keselamatan Berdasarkan Masa Kerja di Unit Base
Maintenance PT GMF AeroAsia .................................................... 89
5.3.3 Gambaran Iklim Keselamatan Berdasarkan Posisi Jabatan di Unit
Base Maintenance PT GMF AeroAsia ........................................... 91
5.3.4 Gambaran Iklim Keselamatan Berdasarkan Tingkat Pendidikan di
Unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia ................................... 93
BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................... 95
6.1 Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 95
6.2 Gambaran Iklim Keselamatan di Unit Base Maintenance PT GMF
AeroAsia Tahun 2017 ............................................................................... 95
6.2.1 Komitmen dan Kemampuan Manajemen Keselamatan ................ 103
6.2.2 Pemberdayaan Manajemen Keselamatan ...................................... 106
6.2.3 Keadilan Manajemen Keselamatan ............................................... 110
6.2.4 Komitmen pekerja terhadap keselamatan kerja ............................ 112
6.2.5 Prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko bahaya
....................................................................................................... 114
6.2.6 Pembelajaran, komunikasi dan kepercayaan................................. 117
6.2.7 Kepercayaan terhadap keefektifan sistem keselamatan kerja ....... 119
6.3 Gambaran Iklim Keselamatan Berdasarkan Karakteristik Demografi di
unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia ............................................ 121
6.3.1 Gambaran Iklim Keselamatan Berdasarkan Umur di unit Base
Maintenance PT GMF AeroAsia .................................................. 121
6.3.2 Gambaran Iklim Keselamatan Berdasarkan Masa Kerja di unit Base
Maintenance PT GMF AeroAsia .................................................. 123
6.3.3 Gambaran Iklim Keselamatan Berdasarkan Posisi Jabatan di unit
Base Maintenance PT GMF AeroAsia ......................................... 125
6.3.4 Gambaran Iklim Keselamatan Berdasarkan Tingkat Pendidikan di
unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia .................................. 126
xiii
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 127
7.1 Simpulan ............................................................................................... 127
7.2 Saran ..................................................................................................... 129
7.2.1 Bagi PT GMF AeroAsia ............................................................... 129
7.2.2 Bagi Pekerja .................................................................................. 132
7.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya .............................................................. 133
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 134
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Daftar Kuesioner Iklim Keselamatan Kerja 19
Tabel 2.2 Ringkasan Hasil Penelitian Iklim Keselamatan Kerja
Berdasarkan Umur
35
Tabel 2.3 Ringkasan Hasil Penelitian Iklim Keselamatan Kerja
Berdasarkan Masa Kerja
37
Tabel 2.4 Ringkasan Hasil Penelitian Iklim Keselamatan Kerja
Berdasarkan Posisi Jabatan
38
Tabel 2.5 Ringkasan Hasil Penelitian Iklim Keselamatan Kerja
Berdasarkan Tingkat Pendidikan
40
Tabel 3.1 Definisi Operasional 52
Tabel 4.1 Distribusi Pertanyaan Positif dan Negatif 59
Tabel 4.2 Skoring Item Pertanyaan dalam Kuesioner NOSAC-50 60
Tabel 4.3 Daftar Kode Variabel 64
Tabel 5.1 Distribusi Proporsi Iklim Keselamatan Kerja di unit Base
Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017
71
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Iklim Keselamatan Kerja di unit Base
Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017
74
Tabel 5.3 Distribusi Rata-rata Dimensi Komitmen dan Kemampuan
Manajemen Terhadap Keselamatan Kerja di unit Base
Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017
75
Tabel 5.4 Distribusi Rata-rata Dimensi Pemberdayaan Manajemen
Terhadap Keselamatan Kerja di unit Base Maintenance PT
GMF AeroAsia Tahun 2017
78
Tabel 5.5 Distribusi Rata-rata Dimensi Keadilan Manajemen Terhadap
Keselamatan Kerja di unit Base Maintenance PT GMF
AeroAsia Tahun 2017
79
xv
Tabel 5.6 Distribusi Rata-rata Dimensi Komitmen Pekerja Terhadap
Keselamatan Kerja di unit Base Maintenance PT GMF
AeroAsia Tahun 2017
81
Tabel 5.7 Distribusi Rata-rata Dimensi Prioritas Keselamatan Pekerja
Dan Tidak Ditoleransinya Risiko Bahaya di unit Base
Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017
82
Tabel 5.8 Distribusi Rata-rata Dimensi Pembelajaran, Komunikasi dan
Kepercayaan di unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia
Tahun 2017
84
Tabel 5.9 Distribusi Rata-rata Dimensi Kepercayaan Terhadap
Keefektifan Sistem Keselamatan Kerja di unit Base
Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017
85
Tabel 5.10 Distribusi Rata-rata Karakteristik Demografi pada pekerja di
Unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017
87
Tabel 5.11 Distribusi Proporsi Iklim Keselamatan Berdasarkan Umur di
Unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia
88
Tabel 5.12 Distribusi Proporsi Iklim Keselamatan Berdasarkan Masa
Kerja di Unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia
Berdasarkan
90
Tabel 5.13 Distribusi Proporsi Iklim Keselamatan Berdasarkan Posisi
Jabatan di Unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia
92
Tabel 5.14 Distribusi Proporsi Iklim Keselamatan Berdasarkan Tingkat
Pendidikan di Unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia
93
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Konsep Budaya Keselamatan 12
Gambar 2.2 Kerangka Teori 49
Gambar 2.3 Kerangka Konsep 51
Gambar 5.1 Gambaran Kondisi Iklim Keselamatan di Unit Base
Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017
73
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Surat Keterangan Izin Penelitian dari PT GMF AeroAsia
Lampiran II Struktur Organisasi Unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia
Tahun 2017
Lampiran III Kuesioner Penelitian
Lampiran IV Output SPSS
xviii
DAFTAR SINGKATAN
APD : Alat Pelindung Diri
ATSB : Australian Transport Safety Bureau
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
BUMN : Badan Usaha Milik Negara
EU-OSHA : European Agency for Safety and Health at Work
GMF : Garuda Maintenance Facility
HIRADC : Hazard Identification, Risk Assessment and Determining Control
HSE : Health Safety Environment
IAEA : International Atomic Energy Agency
ISCRR : Institute for Safety Compensation and Recovery Research
ILO : International Labour Organization
IOR : Internal Occurance Report
K3 : Keselamatan dan Kesehatan Kerja
NOSACQ : Nordic Safety Climate Questionnaire
1
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keselamatan di tempat kerja telah menjadi isu penting dalam
beberapa dekade pada berbagai industri maupun perusahaan. Tujuannya
adalah untuk menyejahterakan kehidupan pekerja, mengurangi kecelakaan
kerja dan meningkatkan produktivitas kerja secara berkelanjutan (Nadhim
dkk., 2016). Pada tahun 2014, ILO memperkirakan setiap tahunnya telah
terjadi lebih dari 2,3 juta manusia meninggal dunia akibat kecelakaan kerja
atau penyakit yang terkait dengan pekerjaan dan telah terjadi lebih dari 313
juta kecelakaan kerja non-fatality (ILO, 2015). Di Indonesia, menurut data
BPJS sampai dengan tahun 2015 tercatat sebanyak 98 – 100 ribu kasus
kecelakaan setiap tahunnya dimana pada 98 ribu kasus tercatat 2.400
meninggal dunia, belum termasuk cacat tetap dan cacat fungsi sebanyak
40% (BPJS, 2016). Namun, perlu diketahui bahwa jumlah kecelakaan kerja
yang tercatat merupakan fenomena gunung es yang mana kemungkinan di
lapangan menunjukkan tingkat kecelakaan kerja yang lebih tinggi.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi kecelakaan di
tempat kerja tersebut yaitu dengan melakukan pendekatan keselamatan
kerja (Hudson, 2007). Pendekatan keselamatan dapat dilakukan melalui
penerapan sistem manajemen keselamatan yang efektif (Krause dkk.,
1999). Sistem manajemen keselamatan yang efektif pada abad kedua puluh
2
satu melibatkan faktor manusia sebagai sebuah komponen sistem yang
banyak berpotensi menimbulkan atau menyimpan sistem yang berbahaya
(Yule, 2003). Dengan memperhatikan faktor manusia, organisasi yang
handal dapat mengidentifikasi dan menangkap potensi bahaya sebelum
akhirnya bermanifestasi menjadi kecelakaan. Salah satu cara pendekatan
keselamatan yang banyak digunakan dan fokus terhadap faktor manusia
yaitu melalui iklim keselamatan (Colley dkk., 2015).
Iklim keselamatan merupakan salah satu aspek dari beberapa
interaksi yang membentuk budaya keselamatan. Menurut Cooper (2001)
aspek budaya keselamatan terdiri dari aspek individu, pekerjaan dan
situasional. Aspek individu tersebut mengacu pada iklim keselamatan.
Iklim keselamatan merupakan persepsi pekerja yang dapat memberikan
informasi penting tentang kondisi keselamatan kerja yang mereka rasakan
(Wiegmann dkk., 2002).
Iklim keselamatan dapat mempengaruhi perilaku dan keterlibatan
pekerja dalam praktek keselamatan (Clarke, 2006). Individu menjadi
terdorong untuk memenuhi praktek kerja aman dan berpartisipasi dalam
kegiatan keselamatan jika mereka merasakan iklim keselamatan yang
positif (Hofmann dan Stetzer, 1996). Iklim keselamatan juga dapat
menginformasikan kepada organisasi tentang masalah potensial dan
memungkinkan tindakan pencegahan yang harus dilakukan sebelum
insiden terjadi (Clarke, 2006). Hal ini memberikan titik fokus untuk
melakukan perubahan dalam meningkatkan keselamatan kerja secara
berkelanjutan.
3
Iklim keselamatan pada pekerja dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor demografi diantaranya usia, masa kerja, posisi jabatan dan tingkat
pendidikan. Faktor demografi tersebut dapat mempengaruhi iklim
keselamatan yang kemudian mempengaruhi perilaku keselamatan individu
(Choudhry dkk., 2009). Beberapa penelitian menunjukkan adanya
perbedaan iklim keselamatan pekerja berdasarkan usia, masa kerja, posisi
jabatan dan tingkat pendidikan (Choudhry dkk., 2009; Vinodkumar dan
Bhasi, 2009; Siu dkk., 2003; Bergh, 2011; Ameko, 2015).
Griffin dan Neal (2000) mengungkapkan bahwa iklim keselamatan
dapat mempengaruhi kinerja keselamatan yang tergambar dalam perilaku
keselamatan yang identik dengan kepatuhan dan partisipasi terhadap
keselamatan. Memprioritaskan dan menilai iklim keselamatan yang positif
dapat mengurangi cedera pekerja dan meningkatkan kinerja keselamatan
(Zohar, 2002). Selain itu, beberapa penelitian iklim keselamatan juga telah
mengungkapkan bahwa faktor iklim keselamatan dapat memprediksi
outcome keselamatan, seperti kecelakaan dan cedera (Zohar 2002; Dejoy
dkk., 2004; Barbaranelli dkk., 2015).
Iklim keselamatan diakui dapat dijadikan alat ukur dan indikator
utama keselamatan untuk memprediksi kinerja keselamatan (Hon dan Liu,
2016). Pengukuran terhadap iklim keselamatan dapat ditentukan oleh
sebuah survei yang meminta pekerja menilai bagaimana atasan mereka
dalam menangani masalah keselamatan dan menilai keterlibatan mereka
dalam kegiatan keselamatan. Bigelow dalam Dubey dkk., (2007)
mengatakan jika perusahaan secara rutin memantau iklim keselamatan dan
4
berusaha memperkuatnya, perusahaan tersebut dapat mengevaluasi
keefektifan program intervensi keselamatan dan menciptakan perbaikan
kinerja keselamatan yang berkelanjutan.
PT GMF AeroAsia merupakan anak perusahaan BUMN PT Garuda
Indonesia yang bergerak di bidang perawatan pesawat terbang. Tugas
utamanya adalah menyediakan jasa perawatan dan perbaikan pesawat
terbang. Dalam pekerjaan perawatan tentunya tidak terlepas dari risiko dan
bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Oleh karena itu,
perusahaan ini telah memiliki komitmen dalam mencegah terjadinya
kecelakaan kerja. Bentuk komitmen tersebut dapat dilihat dari ketercapaian
perusahaan dalam menerapkan manajemen keselamatan melalui OHSAS
18001:2007, ISO 14001:2004 dan SMK3 PP No. 50 Tahun 2012.
Namun berdasarkan data laporan statistik kecelakaan PT GMF
AeroAsia jika dilihat dari jumlah kecelakaan kerja yang tercatat atau TRIR
(Total Recordable Incident Rate) selama periode tahun 2014 sampai 2016
menunjukkan bahwa setiap tahun PT GMF AeroAsia mengalami insiden
kecelakaan. TRIR tahun 2014 sebesar 3.07, tahun 2015 sebesar 5,12 dan
tahun 2016 sebesar 3,31. Meskipun nilai TRIR tidak terlalu besar namun
perlu dilakukan evaluasi bagi PT GMF AeroAsia yang ingin mencapai zero
accident. Salah satu unit kerja yang memiliki jumlah insiden kecelakaan
terbanyak adalah di unit Base Maintenance. Berdasarkan laporan HIRADC
unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia diketahui bahwa risiko
pekerjaan yang mungkin terjadi yaitu jatuh dari ketinggian, tergencet,
tersandung, tertimpa benda dari atas dan lain-lain.
5
Berdasarkan data sekunder yang diperoleh diketahui bahwa tingkat
kepatuhan keselamatan masih kurang. Hal tersebut tergambar dari laporan
insiden kecelakaan dimana penyebab kecelakaan yang terjadi di PT GMF
AeroAsia terbagi menjadi dua, yaitu penyebab langsung dan penyebab
dasar. Sebagian besar penyebab langsung dikarenakan perilaku pekerja
yang tidak sesuai seperti mengambil jalan pintas dalam melakukan
pekerjaan, tidak menggunakan APD atau APD yang digunakan tidak sesuai
dan memiliki kepercayaan diri yang berlebihan sehingga menganggap
bahwa perilaku yang dilakukan telah aman. Sementara itu, penyebab dasar
kecelakaan karena tidak menjalankan prosedur dan kebijakan serta
kurangnya pemahaman terhadap prosedur keselamatan. Selain itu,
didukung juga dari data hasil inspeksi yang menemukan beberapa perilaku
tidak aman yang dilakukan pekerja.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan terhadap 30 pekerja PT GMF
AeroAsia terhadap beberapa dimensi iklim keselamatan diketahui bahwa
persepsi pekerja mengenai pemberdayaan keselamatan kerja (2,99) dan
keadilan manajemen keselamatan (2,89) belum dapat dikatakan baik. Hal
tersebut mendorong perlunya untuk meningkatkan upaya keselamatan
sehingga terciptanya iklim keselamatan yang positif yang akan menentukan
sikap dan perilaku aman dalam bekerja.
Sementara itu, untuk persepsi yang dianggap baik yaitu terletak
pada dimensi kepercayaan terhadap efektifitas sistem keselamatan (3,13),
komitmen dan kemampuan manajemen terhadap keselamatan (3,11),
prioritas keselamatan pekerja dan ditoleransinya risiko (3,10), komitmen
6
pekerja terhadap keselamatan kerja (3,33) dan pembelajaran, komunikasi
serta kepercayaan (3,09). Namun, upaya peningkatan tetap harus dilakukan
untuk mempertahankan persepsi yang baik pada pekerja tersebut agar dapat
secara optimal mengutamakan keselamatan kerja. Dimensi-dimensi iklim
keselamatan tersebut dapat menggambarkan kondisi iklim keselamatan
dalam perusahaan sehingga dapat dijadikan indikator dalam menilai
budaya keselamatan yang ada di perusahaan.
Dengan mempertimbangkan komitmen perusahaan yang telah
menerapkan berbagai sistem manajemen keselamatan baik skala nasional
maupun internasional dan dalam rangka mencapai zero accident maka
perusahaan berupaya untuk menciptakan sistem manajemen keselamatan
yang efektif. Adapun langkah yang perlu dilakukan yaitu dengan
mengetahui bagaimana pandangan pekerja mengenai sistem keselamatan
yang telah ada dan segera mengambil tindakan untuk memperbaikinya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin mengetahui kondisi
iklim keselamatan yang terdapat di PT GMF AeroAsia untuk mencapai
perbaikan yang berkelanjutan agar mengoptimalkan kinerja keselamatan
perusahaan.
1.2 Rumusan Masalah
PT GMF AeroAsia telah berkomitmen untuk mengutamakan
keselamatan kerja dibuktikan dengan sistem manajemen yang telah
dijalankannya, yaitu OHSAS 18001:2007, ISO 14001:2004 dan SMK3 PP
No. 50 Tahun 2012. Sebagai perusahaan perawatan pesawat yang tidak
terlepas dari risiko dan bahaya dimana dapat menyebabkan kecelakaan
7
kerja, maka upaya keselamatan menjadi bagian dari strategi bisnis
perusahaan. Salah satu upaya pendekatan keselamatan adalah melalui iklim
keselamatan. Iklim keselamatan dianggap penting karena dapat digunakan
untuk memprediksi kinerja keselamatan dan berpengaruh terhadap perilaku
pekerja.
Berdasarkan data, diketahui bahwa setiap tahun di unit Base
Maintenance PT GMF AeroAsia mengalami kasus kecelakaan. Selain itu,
dari hasil investigasi insiden dan kecelakaan serta hasil inspeksi
keselamatan ditemukan bahwa kepatuhan keselamatan pada pekerja masih
kurang. Berdasarkan hasil studi pendahuluan juga ditemukan beberapa
dimensi iklim keselamatan pekerja masih belum dikatakan baik. Persepsi
pekerja yang baik akan menentukan sikap dan perilaku aman dalam
bekerja, sehingga peneliti ingin mengetahui bagaimana kondisi iklim
keselamatan di unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran iklim keselamatan di unit Base Maintenance PT
GMF AeroAsia Tahun 2017 berdasarkan Kines dkk., (2011) yang
terdiri dari dimensi-dimensi iklim keselamatan yaitu:
a. Komitmen dan kemampuan manajemen keselamatan?
b. Pemberdayaan manajemen keselamatan?
c. Keadilan manajemen keselamatan?
d. Komitmen pekerja terhadap keselamatan kerja?
e. Prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko
bahaya?
8
f. Pembelajaran, komunikasi dan kepercayaan?
g. Kepercayaan terhadap keefekifan sistem keselamatan kerja?
2. Bagaimana gambaran iklim keselamatan berdasarkan karakteristik
demografi (usia, masa kerja, posisi jabatan dan tingkat pendidikan) di
unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui gambaran iklim
keselamatan (Safety Climate) di unit Base Maintenance PT Garuda
Maintenance Facility (GMF) AeroAsia Tahun 2017
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran iklim keselamatan di unit Base
Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017 berdasarkan Kines
dkk., (2011) yang terdiri dari dimensi-dimensi iklim keselamatan
yaitu:
a. Komitmen dan kemampuan manajemen keselamatan
b. Pemberdayaan manajemen keselamatan
c. Keadilan manajemen keselamatan
d. Komitmen pekerja terhadap keselamatan kerja
e. Prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko
bahaya
f. Pembelajaran, komunikasi dan kepercayaan
g. Kepercayaan terhadap keefekifan sistem keselamatan kerja
9
2. Diketahuinya gambaran iklim keselamatan berdasarkan
karakteristik demografi (usia, masa kerja, posisi jabatan dan
tingkat pendidikan) di unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia
Tahun 2017
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi PT GMF AeroAsia
Memberikan gambaran keseluruhan persepsi pekerja terhadap kondisi
keselamatan yang dirasakan sehingga dapat menjadi pertimbangan
dalam pengembangan upaya keselamatan dan menjadi bahan evaluasi
perusahaan untuk terus meningkatkan kualitas keselamatan demi
tercapainya kinerja keselamatan yang tinggi di unit Base Maintenance
PT GMF AeroAsia Tahun 2017.
1.5.2 Bagi Pekerja PT GMF AeroAsia
Memberikan informasi tambahan mengenai kondisi iklim keselamatan
di perusahaan sehingga dapat dijadikan bahan evaluasi bersama untuk
meningkatkan nilai keselamatan selama bekerja.
1.5.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat dijadikan referensi atau bahan pertimbangan dalam meneliti
iklim keselamatan.
10
1.6 Ruang Lingkup
Iklim keselamatan dipercaya dapat mempengaruhi kinerja
keselamatan dilihat dari kepatuhan keselamatan. Berdasarkan hasil studi
pendahuluan diketahui bahwa persepsi pekerja terhadap pemberdayaan dan
keadilan manajemen keselamatan belum dapat dikatakan baik. Oleh karena
itu, penelitian ini bertujuan mengetahui iklim keselamatan di unit Base
Maintenance PT GMF AeroAsia. Penelitian ini berlangsung pada bulan
Juni - Desember 2017 dengan jumlah sampel sebanyak 356 orang pekerja.
Desain penelitian ini adalah deskriptif cross sectional dengan pendekatan
kuantitatif. Dalam mengukur iklim keselamatan, peneliti menggunakan
instrumen berupa kuesioner yang dikembangkan oleh Nordic, yaitu
NOSACQ-50 dimana terdiri dari 50 item pernyataan yang meliputi tujuh
dimensi pembentuk iklim keselamatan.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Budaya Keselamatan
Istilah budaya keselamatan pertama kali muncul setelah bencana
Chernobyl pada tahun 1986. Berdasarkan hasil investigasi oleh
International Atomic Energy Agency (IAEA) diketahui bahwa budaya
keselamatan yang buruk merupakan salah satu faktor yang berkontribusi
terhadap kecelakaan. Selain itu, kejadian kecelakaan lainnya yang
diidentifikasi bahwa budaya keselamatan termasuk faktor penyebabnya
yaitu kebakaran bawah tanah King‟s Cross di London tahun 1987 dan
ledakan platform produksi minyak „Piper Alpha‟ tahun 1988 (Antonsen,
2009). Sejak saat itu, konsep budaya keselamatan terutama di industri
berisiko tinggi seperti industri nuklir, petrokimia, dan industri transportasi
umum (kereta api, penerbangan), mengakui pentingnya unsur manusia dan
aspek organisasi dalam melakukan pencegahan kecelakaan dan risiko
bahaya (Antonsen, 2009).
Banyak literatur yang telah mendefinisikan budaya keselamatan.
IAEA mendefinisikan budaya keselamatan sebagai serangkaian
karakteristik sikap dan perilaku keselamatan dalam individu dan organisasi
(IAEA, 2002). Cooper (2001) juga mengatakan bahwa budaya keselamatan
sebagai konsep yang menggambarkan nilai perusahaan bersama dalam
suatu organisasi yang mempengaruhi sikap dan perilaku anggotanya.
12
Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh Guldenmund (2000)
bahwa budaya keselamatan akan mempengaruhi sikap dan perilaku yang
berkaitan dengan peningkatan maupun penurunan risiko. Sementara
menurut HSE (2005) budaya keselamatan adalah produk dari nilai, sikap,
persepsi, kompetensi dan pola perilaku yang menentukan komitmen, gaya
dan kemampuan manajemen kesehatan dan keselamatan organisasi.
Menurut Cooper (2001) dengan mengacu pada model hubungan
timbal balik Bandura pada tahun 1986 mencoba menguraikan budaya
keselamatan dalam suatu batasan yang mudah dipahami seperti yang dapat
dilihat pada Gambar 2.1.
Sumber : Cooper (2001)
Gambar 2.1 Konsep Budaya Keselamatan
Berdasarkan konsep hubungan timbal balik budaya keselamatan
diketahui terdapat tiga aspek budaya keselamatan yaitu aspek individu
(person), aspek pekerjaan dan aspek situasional. Aspek individu (person)
mengacu pada “apa yang dirasakan tentang keselamatan” yang merupakan
13
fenomena psikologis dari suatu organisasi karena menekankan pada
persepsi pekerja terhadap sistem manajemen keselamatan yang ada di
organisasinya. Aspek ini biasa dikenal dengan istilah iklim keselamatan
(safety climate). Selain itu, aspek pekerjaan mengacu pada “apa yang
dilakukan orang-orang terkait keselamatan” yang berkaitan dengan
perilaku keselamatan. Sedangkan aspek situasional mengacu pada “apa
yang dimiliki organisasi mengenai keselamatan”. Model timbal balik
budaya keselamatan Bandura (1986) adalah model sempurna untuk
digunakan saat menganalisis budaya keselamatan (Cooper, 2001).
Seiring berkembangnya penelitian terhadap budaya keselamatan,
konsep iklim keselamatan sering digunakan untuk menerangkan hasil
budaya keselamatan yang lebih terukur. Selain itu, Bergh (2011) juga
mengungkapkan bahwa pengukuran terhadap budaya keselamatan lebih
sulit diukur daripada iklim keselamatan yang merupakan bagian dari
budaya dan lebih mudah dimengerti. Oleh karena itu, fokus penelitian ini
yaitu lebih kepada iklim keselamatan.
2.2 Iklim Keselamatan
Konsep iklim keselamatan pertama kali menekankan pada
pentingnya proses sosial dan organisasi dalam mencegah kecelakaan
(Zohar, 1980 dalam O‟Dea dkk., 2010). Konsep ini telah terbukti menjadi
gagasan penting dalam mempelajari kecelakaan dan cedera di tempat kerja
(Barbaranelli dkk., 2015). Iklim keselamatan dapat digunakan sebagai
solusi yang berguna untuk meningkatkan keselamatan pada tempat kerja di
berbagai industri.
14
Beberapa peneliti sebelumnya telah mengemukakan definisi iklim
keselamatan. Zohar (1980) dalam O‟Dea dkk., (2010) mendefinisikan
bahwa iklim keselamatan merupakan kumpulan persepsi bersama para
pekerja mengenai lingkungan kerjanya. Sementara itu, menurut Griffin dan
Neal (2000) iklim keselamatan merupakan persepsi pekerja terhadap
kebijakan keselamatan, prosedur, praktek serta seluruh kepentingan dan
prioritas keselamatan kerja. Kines dkk., (2011) mendefinisikan iklim
keselamatan sebagai persepsi bersama mengenai kebijakan, prosedur dan
praktik keselamatan. Dengan kata lain, iklim keselamatan mencerminkan
persepsi pekerja tentang nilai sebenarnya dari keselamatan dalam sebuah
organisasi.
Iklim keselamatan memiliki fokus utama yang terletak pada
persepsi individu. Menurut Robbins dan Timothy (2008) persepsi adalah
suatu proses untuk mengelola dan menafsirkan kesan indera sehingga
memberikan makna bagi individu terhadap lingkungannya. Proses
pengamatan seseorang tersebut berasal dari komponen kognisi yang
dipengaruhi oleh faktor pengalaman, proses belajar, wawasan dan
lingkungan (Robbins dan Timothy, 2008).
Persepsi terhadap keselamatan berfungsi sebagai kerangka acuan
seseorang dengan membentuk sikap dan perilaku yang diketahui dapat
mempengaruhi tingkat kecelakaan dan cedera (Cooper, 2001). Para ahli
keselamatan menggunakan iklim keselamatan untuk memahami budaya
keselamatan melalui sikap dan perilaku anggota dalam penerapan
manajemen keselamatan dan lingkungan kerjanya (Flin dkk., 2000;
15
Guldenmund, 2000). Oleh karena itu, iklim keselamatan dipandang sebagai
indikator budaya keselamatan melalui sikap dan perilaku anggota
organisasi pada waktu tertentu.
2.2.1 Dimensi-dimensi Iklim Keselamatan
Iklim keselamatan dibangun oleh berbagai faktor/dimensi yang
mendukung terciptanya iklim yang aman tersebut (Flin dkk., 2000).
Berbagai peneliti telah mencoba mengidentifikasi dimensi-dimensi
tersebut. Flin dkk., (2000) mengemukakan bahwa faktor-faktor atau
dimensi iklim keselamatan sangat bervariasi sesuai dengan perbedaan
dalam industri, perusahaan dan praktik kerja.
Berdasarkan tinjauan literatur terhadap beberapa penelitian
iklim keselamatan, tidak ada kesepakatan mengenai faktor-faktor
pembentuk iklim keselamatan. Namun dalam beberapa penelitian iklim
keselamatan ditemukan dimensi umum yang sering muncul yaitu
komitmen manajemen terhadap keselamatan (Griffin dan Neal, 2000;
Seo dkk., 2004; Dejoy dkk., 2004). Hal ini sesuai dengan pernyataan
Cohen (1977) dalam Glendon dan Litherland (2001) yang menyatakan
bahwa komitmen manajemen keselamatan merupakan faktor yang
turut serta dalam keberhasilan program keselamatan. Dimensi iklim
keselamatan lainnya yang sering muncul dalam beberapa penelitian
adalah pentingnya sikap kelompok kerja terhadap keselamatan (Zohar
dan Luria, 2005).
Dalam hasil tinjauannya, Flin dkk., (2000) melaporkan lima
faktor umum yang digunakan dalam beberapa studi, yaitu
16
manager/supervisor attitude toward safety (komitmen pimpinan), risk
(risiko), workplace pressure (tekanan tempat kerja), competence
(kompetensi), dan safety system (sistem keselamatan). Menurut
Australian Transport Safety Bureau (ATSB) (2004) dari hasil
kajiannya terhadap 10 laporan mengenai iklim keselamatan diketahui
bahwa faktor umum yang muncul dalam beberapa penelitian tersebut
antara lain komitmen manajemen, peraturan dan prosedur keselamatan,
pelatihan, serta peralatan dan pemeliharaan. Sedangkan Menurut
O‟Connor dkk., (2011) berdasarkan hasil kajiannya terhadap 23 jurnal
publikasi mengenai iklim keselamatan, diketahui dimensi iklim
keselamatan yang sering muncul yaitu manajemen/supervisi, peraturan
dan prosedur, sistem manajemen keselamatan, pelatihan dan
pembelajaran serta risiko.
Dimensi iklim keselamatan yang digunakan untuk pengukuran
dikembangkan juga oleh Nordic network of occupational safety
researchers (NORDIC). Dimensi pembentuk iklim keselamatan
tersebut terdiri dari tujuh dimensi, antara lain, (1) komitmen dan
kemampuan manajemen keselamatan, (2) pemberdayaan manajemen
keselamatan, (3) keadilan manajemen keselamatan, (4) komitmen
pekerja terhadap keselamatan kerja, (5) prioritas keselamatan pekerja
dan tidak ditoleransinya risiko bahaya, (6) pembelajaran, komunikasi
dan kepercayaan, serta (7) kepercayaan terhadap keefektifan sistem
keselamatan kerja (Kines dkk., 2011).
17
2.2.2 Pengukuran Iklim Keselamatan
Berdasarkan beberapa penelitian menyebutkan pengukuran
iklim keselamatan dapat memberikan snapshot sementara budaya
keselamatan (Flin, 2000). Menurut Cooper (2000) pengukuran iklim
keselamatan yang biasa digunakan adalah dengan menggunakan
angket melalui pelaporan diri dengan pendekatan survei. Hasil survei
terhadap iklim keselamatan menghasilkan gambaran sesaat secara
individual yang jika dikumpulkan sampai pada tingkat kelompok atau
organisasi, maka cenderung dapat digunakan untuk mengukur budaya
keselamatan (Hall dkk., 2013).
Seiring dengan berkembangnya penelitian mengenai iklim
keselamatan, maka terdapat banyak alat ukur iklim keselamatan yang
dikembangkan oleh beberapa peneliti. Institute for Safety
Compensation and Recovery Research (ISCRR) melakukan tinjauan
literatur terhadap 412 jurnal publikasi dari berbagai sumber mengenai
instrumen pengukuran terhadap budaya dan iklim keselamatan.
Berdasarkan hasil tinjauan tersebut, diketahui bahwa terdapat 18
kuesioner yang masuk dalam kategori satisfactory (15 kuesioner iklim
keselamatan; 3 kuesioner budaya keselamatan) (Vu dan Cieri, 2015).
Kuesioner yang masuk dalam kategori satisfactory menunjukkan
bahwa instrumen tersebut telah dikembangkan, dilaporkan sesuai
dengan prakteknya dan tidak ada permasalahan secara signifikan yang
dapat mempengaruhi kuesioner.
18
Pengukuran iklim keselamatan ditujukan untuk menilai sikap
(attitude) individu melalui persepsi individu. Pengukuran yang valid
dan reliabel diharapkan dapat memberikan dasar keputusan kebijakan
dan praktek organisasi. Berdasarkan kesepakatan secara umum para
ahli, diketahui nilai reliabilitas yang dianggap sudah cukup
memuaskan jika bernilai ≥ 0,70 (Vu dan Cieri, 2015).
Saat ini banyak alat ukur yang dikembangkan untuk mengukur
iklim keselamatan. Berdasarkan hasil penilaiannya terhadap beberapa
alat ukur iklim keselamatan yang dilakukan oleh EU-OSHA,
didapatkan enam alat ukur iklim keselamatan yang dibahas dapat
dilihat pada tabel 2.1.
19
Tabel 2.1 Daftar Kuesioner Iklim Keselamatan
No Nama
Kuesioner
Pengembang Struktur Penggunaan
1. Score Your
Safety Culture
Checklist
James Reason
dan John
Wreathall
Survey ini terdiri dari 20
pernyataan yang
mendeskripsikan aspek
budaya keselamatan
organisasi.
Kuesioner ini
dapat
dimodifikasi
untuk digunakan
pada sektor
industri lainnya.
2. Hearts &
Minds
programme -
Understanding
Your Culture
Checklist
Shell
Exploration &
Production
Kuesioner ini terdiri dari
delapan tema budaya
keselamatan yaitu:
- Leadership and
commitment
- Policy and strategic
issues
- Hazards and effect
management
- Organisations/
responsibilities/
resources/ standards/
documents
- Planning and
procedures
- Implementation and
monitoring
- Audit
- Review
Kuesioner ini
digunakan pada
industri lepas
pantai (offshore)
3. Safety Climate
Assessment
Toolkit and
User Guide
(LSCAT)
Loughborough
University
Penilaian LSCAT
menggunakan metode
triangulasi yang meliputi:
- Survei perilaku
- Wawancara mendalam
- FGD
- Pemeriksaan dokumen
Survey terdiri dari 43 item
pertanyaan yang
dikelompokkan berdasarkan:
- Organisational content
- Social environment
- Individual appreciation
- Work environment
LSCAT didesain
khusus untuk
industri lepas
pantai. Namun
bisa
diaplikasikan di
sektor industri
lainnya dengan
uji validitas
kueseioner
terlebih dahulu
4. Safety Health of
Maintenance
Engineering
(SHoMe) Tool
Health and
Safety
Engineering
Consultants
(HSEC) Ltd
atas
kepentingan
Item pertanyaan yang ada di
kuesioner, dibagi menjadi :
- Generic questionnaire
- Job difficulty
questionnaire
- Organisational
questionnaire
Sistem penilaian
kuesioner ini
berbasis
software, hanya
dapat digunakan
untuk industri
penerbangan.
20
No Nama
Kuesioner
Pengembang Struktur Penggunaan
UK Civil
Aviation
Authority
Namun
kuesioner ini
tidak relevan
dengan perilaku
keselamatan.
5. Nordic
Occupational
Safety Climate
Questionnaire
(NOSACQ-50)
Consortium of
some
Scandinavian
institutes
Kuesioner ini terdiri dari 50
item pertanyaan, terdiri dari
tujuh dimensi iklim
keselamatan, yaitu :
- Komitmen dan
kemampuan manajemen
terhadap keselamatan
- Pemberdayaan
manajemen keselamatan
- Keadilan manajemen
keselamatan
- Komitmen pekerja
terhadap keselamatan
- Prioritas keselamatan
pekerja dan tidak
ditoleransinya risiko
bahaya
- Kepercayaan terhadap
keefetifan sistem
keselamatan
Kuesioner ini
dapat digunakan
di berbagai
industri dan telah
teruji reliabel dan
valid.
6. IAEA Guidance
for Use in the
Enhancement
of Safety
Culture
International
Atomic Energy
Agency (IAEA)
Kuesioner ini terdri dari 60 –
80 item pertanyaan dan
dikembangkan berdasarkan
peraturan, tujuan dan
perbaikan dari budaya
keselamatan.
Kuesioner ini
digunakan untuk
industri nuklir.
Sumber : Eeckelaert dkk., (2011)
Berdasarkan beberapa instrumen iklim keselamatan yang telah dijabarkan
pada tabel 2.1, maka pada penelitian ini, instrumen atau kuesioner yang dipilih
yaitu menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh tim Nordic, yaitu Nordic
Safety Climate Questionnaire (NOSACQ-50). Kuesioner ini dikembangkan oleh
tim Nordic dan merupakan kuesioner yang paling mudah digunakan diantara
kuesioner lainnya. Selain itu, untuk analisa kuesioner mulai dari pengkodean data
21
dan analisis manual kuesioner juga telah dikembangkan dan tersedia di web resmi
Nordic. Berikut ini beberapa alasan penulis memilih NOSACQ-50 sebagai
instrumen yang digunakan untuk mengukur iklim keselamatan, yaitu :
1. Memiliki nilai validitas dan reliabilitas yang diakui pada berbagai sektor
industri di beberapa negara.
2. Dapat digunakan pada berbagai industri, terutama industri berisiko tinggi
seperti nuklir dan petrokimia, industri transportasi umum (kereta api dan
penerbangan).
3. Kuesioner ini dapat digunakan untuk umum dan tanpa dipungut biaya.
4. Kuesioner ini mudah digunakan dan mudah diakses melalui web resminya
dan tersedia panduan dalam penggunaannya sehingga dapat digunakan
tanpa bantuan ahli dan memudahkan peneliti lain dalam menggunakannya.
5. Kuesioner ini mudah dimengerti karena tersedia dalam berbagai bahasa,
termasuk bahasa Indonesia.
6. Dapat digunakan pada tingkat kelompok maupun tingkat organisasi.
7. Memiliki database hasil iklim keselamatan dari penelitian sebelumnya
sehingga dapat dijadikan sebagai pembanding.
8. Kuesioner ini dikembangkan berdasarkan teori iklim keselamatan, teori
psikologis, penelitian sebelumnya dan studi empiris sebelumnya.
9. Telah menyajikan semua faktor yang perlu dinilai dalam kuesioner untuk
mengukur iklim keselamatan.
10. Termasuk kuesioner yang direkomendasikan oleh EU-OSHA untuk
digunakan secara universal dan termasuk kuesioner kategori satisfactory
menurut ISCRR.
22
2.2.3 Dimensi Iklim Keselamatan NOSACQ-50
Menurut tim Nordic dengan menggunakan NOSACQ-50
terdapat tujuh dimensi yang dapat menggambarkan persepsi pekerja
terhadap iklim keselamatan (Kines dkk., 2011). Tiga dimensi pertama
terkait dengan persepsi terhadap manajemen keselamatan di dalam
organisasi dan empat dimensi lainnya terkait dengan persepsi terhadap
kelompok kerja. Dimensi iklim keselamatan tersebut, diantaranya :
1. Komitmen dan kemampuan manajemen keselamatan
Teori iklim organisasi menunjukkan bahwa anggota kelompok
kerja akan membentuk perilaku yang diharapkan berdasarkan persepsi
mereka terhadap kebijakan, prosedur dan praktek organisasi (Kines
dkk., 2011). Persepsi-persepsi tersebut memiliki pengaruh terhadap
kinerja anggota organisasi termasuk pengaruhnya terhadap kinerja
keselamatan. Dalam konteks ini, perilaku yang diharapkan adalah
perilaku keselamatan yang mana dapat mempengaruhi kinerja
keselamatan organisasi (Zohar dan Luria, 2005).
Sebagian besar prioritas organisasi biasanya dikomunikasikan
melalui manajer. Oleh karena itu, perilaku manajer menjadi sumber
informasi utama. Jika manajer merasa bahwa keselamatan merupakan
hal yang penting maka perilaku keselamatan akan dihargai serta
senantiasa didukung (Kines dkk., 2011). Namun, jika manajer hanya
memberikan tidak lebih dari sekedar lip service untuk keselamatan
kerja, maka pekerja akan memiliki sikap bertentangan dengan
keselamatan kerja (Winarsunu, 2008).
23
Iklim keselamatan yang baik akan tercipta apabila manajemen
memiliki komitmen dan kompetensi terhadap keselamatan dan
memprioritaskan keselamatan. Selain itu, manajemen juga memiliki
wewenang terhadap keselamatan dengan merancang sistem
keselamatan yang dapat diaplikasikan pekerja di tempat kerja,
sehingga menumbuhkan kepercayaan pekerja terhadap kemampuan
sistem manajemen (Mulyasari, 2013). Studi komperatif yang dilakukan
oleh Boughaba dalam Hosny dkk., (2017) mengemukakan bahwa
keterlibatan pekerja dan komitmen manajemen merupakan faktor
penting untuk membangun budaya keselamatan yang sesuai.
Begitupula, pada beberapa penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa
dimensi ini merupakan salah satu faktor terpenting dalam iklim
keselamatan (Flin dkk, 2000; Hosny dkk., 2017).
Dimensi komitmen dan kemampuan manajemen merupakan
tema yang paling umum digunakan dalam beberapa penelitian
mengenai iklim keselamatan. Oleh karena itu, dimensi ini masuk ke
dalam penilaian di kuesioner NOSACQ-50. Dimensi ini menangkap
persepsi pekerja terhadap manajemen tentang beberapa hal yaitu
prioritas terhadap keselamatan, jaminan manajemen agar setiap orang
menerima informasi keselamatan yang dibutuhkan, respon terhadap
perilaku tidak aman dan kompetensi manajemen dalam menangani
keselamatan.
24
2. Pemberdayaan manajemen keselamatan
Salah satu cara bagi manajer untuk menyampaikan
kepercayaan adalah dengan memberdayakan pekerja. Pemberdayaan
merupakan sebuah proses untuk meningkatkan kemampuan dan
menunjukkan bahwa manajer percaya terhadap kemampuan dan
penilaian dari pekerja serta manajer menghargai kontribusi pekerja
(Kines dkk., 2011). Wibowo (2012) menjelaskan pemberdayaan
sebagai suatu proses untuk menjadikan orang menjadi lebih berdaya
atau lebih berkemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri
dengan cara memberikan kepercayaan dan kewenangan sehingga
menumbuhkan rasa tanggung jawabnya. Pemberdayaan tersebut akan
memperkuat pertukaran sosial lebih lanjut dan pada perusahaan yang
berkomitmen terhadap keselamatan, maka pemberdayaan akan
mendorong terjadinya kerjasama dan memperkuat perilaku
keselamatan.
Shannon dkk dalam Kines dkk (2011) menjelaskan bahwa
dalam tinjauan terhadap sepuluh studinya menemukan pemberdayaan
pekerja dan safety representative memiliki hubungan yang signifikan
terhadap penurunan angka cedera. Selain itu, menurut Torner dan
Pousette (2009) dalam studinya juga mengemukakan bahwa kerjasama
antara level hirarki dalam struktur dan fungsi organisasi, dukungan
melalui pemberdayaan dan kepercayaan akan menunjang keselamatan
di tempat kerja. Oleh karena itu, penilaian terhadap pemberdayaan
keselamatan keselamatan kerja dimasukkan ke dalam kuesioner iklim
25
keselamatan Nordic (NOSACQ-50) sebagai dimensi pembentuk iklim
keselamatan. Dimensi ini menangkap persepsi pekerja terhadap
pemberdayaan dan dukungan partisipasi pekerja yang dilakukan oleh
manajemen, seperti diantaranya melibatkan pekerja untuk
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
keselamatan dan upaya manajemen agar setiap pekerja memiliki
kompetensi yang tinggi berkaitan dengan keselamatan dan risiko.
3. Keadilan manajemen terhadap keselamatan kerja
Jeffcott dkk., (2006) menyatakan bahwa menyalahkan
seseorang merupakan hambatan dalam proses pembelajaran. Weiner
dkk., (2008) menyatakan bahwa gagal dalam mendisiplinkan pekerja
yang berperilaku tidak aman, akan menimbulkan persepsi bahwa
perilaku tersebut diterima secara luas. Reason (1997) dalam Kines
dkk., (2011) menyatakan bahwa untuk mencapai budaya keselamatan
perlu ada garis yang jelas antara perilaku yang dapat diterima dan tidak
dapat diterima. Penindakan yang adil terkait perilaku keselamatan
perlu dilakukan.
Oleh karena itu, penilaian terhadap keadilan manajemen
keselamatan masuk ke dalam kuesioner NOSACQ-50. Dimensi ini
menangkap persepsi pekerja terhadap cara manajemen dalam
memperlakukan pekerja yang terlibat kecelakaan, diantaranya apakah
manajemen mengumpulkan yang akurat dalam investigasi kecelakaan,
memperlakukan pekerja yang terlibat dalam kecelakaan secaran adil
atau menyalahkan pekerja ketika terjadi kecelakaan.
26
4. Komitmen pekerja terhadap keselematan kerja
Membangun hubungan dalam lingkungan sosial yang dapat
berkontribusi dalam penurunan stress tak ubahnya dengan persepsi
bahwa keselamatan menjadi nilai dan hal penting dalam organisasi
yang berkontribusi dalam pengembangan norma-norma terkait
keselamatan. Norma tersebut kemudian menjadi isyarat perilaku
keselamatan individu karena mereka menganggap bahwa perilaku
dihargai secara sosial dalam kelompok (Kines dkk., 2011). Clarke
(2006) dalam analisisnya terhadap 19 penelitian mengenai iklim
keselamatan mengemukakan bahwa individu merasa lebih komitmen
terhadap kelompok kerjanya dibandingkan dengan organisasi. Oleh
karena itu, persepsi dalam kelompok kerja menjadi hal yang paling
menentukan dalam iklim keselamatan.
Menurut Dedobbeleer dkk., (1991), pengukuran iklim
keselamatan harus mencakup kondisi dalam kelompok kerja.
Andriessen dalam Kines dkk., (2011) menemukan bahwa motivasi
keselamatan tidak hanya ditentukan oleh faktor kepemimpinan
maupun ketentuan pemimpin terkait keselamatan tapi juga oleh
ketentuan dan keakraban kelompok. Dua hal tersebutlah yang
kemudian dapat menentukan perilaku keselamatan. Pentingnya
interaksi atau dukungan dalam kelompok kemudian menjadi salah satu
dimensi utama dalam pengukuran iklim keselamatan di banyak
penelitian (Seo dkk., 2004). Oleh karena itu, peneliti dari NORDIC
dalam desain kuesionernya memasukkan tema ini dimana menjadi
27
bagian yang terpisah dengan persepsi terhadap manajemen. Dimensi
ini menangkap persepsi pekerja tentang bagaimana mereka berkaitan
dengan keselamatan kerja dalam hal apakah mereka pada umumnya
menunjukkan komitmen terhadap keselamatan kerja, aktif dalam
promosi keselamatan kerja dan peduli terhadap keselamatan orang
lain.
5. Prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko bahaya
Konsep risiko diketahui dapat membantu dalam memahami dan
mengatasi bahaya dan ketidakpastian yang mana jika terjadi suatu
keadaan yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan kerugian (Krallis
dan Csontos, 2006). Menurut National Safety Council, risiko adalah
sebuah ukuran probabilitas dan tingkat keparahan dari dampak yang
merugikan. Penilaian risiko akibat dari tindakan yang dilakukan
bergantung pada persepsi risiko dan toleransi risiko individu tersebut
(Inouye, 2014).
Persepsi risiko adalah kemampuan seseorang dalam memahami
sejumlah risiko tertentu sedangkan toleransi risiko mengacu pada
kapasitas seseorang dalam menerima risiko tersebut (Inouye, 2014).
Persepsi risiko yang rendah dapat menyebabkan tingkat toleransi risiko
menjadi lebih tinggi yang mana dapat meningkatkan perilaku berisiko.
Meskipun, persepsi risiko dinilai tidak tetap namun dapat memberikan
pertimbangan dalam melihat perbedaan penilaian terhadap paparan,
probabilitas, konsekuensi dan keseluruhan risiko (Krallis dan Csontos,
2006). Oleh karena itu, memahami risiko dan bagaimana persepsi
28
terhadap risiko merupakan langkah penting untuk meningkatkan
kesadaran akan pentingnya keselamatan melalui program atau upaya
keselamatan (Inouye, 2014).
Dimensi ini menangkap persepsi pekerja tentang bagaimana
mereka berkaitan dengan keselamatan kerja dalam hal apakah mereka
pada umumnya memprioritaskan keselamatan diatas target pekerjaan,
tidak menerima kondisi berisiko atau tidak mengambil risiko dan tidak
menunjukkan keberanian yang bertentangan dengan aspek
keselamatan.
6. Pembelajaran, komunikasi dan kepercayaan
Budaya pembelajaran dan pelaporan merupakan dua hal yang
dapat membentuk budaya keselamatan yang diinginkan (Kines dkk.,
2011). Jeffcott dkk., (2006) menekankan pentingnya pembelajaran
untuk menciptakan budaya keselamatan yang positif, yaitu dengan
mengumpulkan, menganalisis dan mendesiminasi/menyebarkan
informasi secara terus-menerus di lingkungan kerja sehingga timbul
keinginan untuk melaporkan kejadian-kejadian tidak aman. Dengan
demikian, komunikasi bukan hanya pertukaran informasi melainkan
juga menjadi bagian dari pembelajaran dan ide-ide inovatif baru yang
muncul.
Komunikasi memegang peran yang penting terutama dalam
menciptakan interaksi sosial seperti iklim organisasi. Selain itu,
komunikasi juga memegang peranan penting dalam pekerjaan untuk
perbaikan iklim keselamatan, sehingga sarana komunikasi perlu
29
dipertimbangkan dalam organisasi (Bergh, 2011). Oleh karena itu,
pembelajaran, komunikasi dan kepercayaan masuk ke dalam dimensi
yang terdapat pada kuesioner NOSACQ-50.
Dimensi ini menangkap persepsi pekerja tentang bagaimana
mereka berkaitan dengan keselamatan di tempat kerja dalam hal
berdiskusi mengenai isu-isu keselamatan, belajar dari pengalaman
kerja, menolong satu sama lain untuk dapat bekerja secara aman,
menerima masukan terkait keselamatan dengan baik dan percaya
terhadap kemampuan satu sama lain dalam menjamin keselamatan saat
bekerja.
7. Kepercayaan terhadap keefektifan sistem keselamatan kerja
Zohar (1980) dalam Kines dkk., (2011) mendefinisikan
beberapa aspek sistem manajemen keselamatan organisasi
diidentifikasi sebagai tema utama, yaitu status petugas keselamatan
yang tinggi, pemeriksaan keselamatan yang sering dan penekanan
keselamatan. Kemudian, Flin dkk (2000) berdasarkan hasil kajiannya
terhadap 18 skala ukur iklim keselamatan diidentifikasi pentingnya
pelatihan keselamatan dan persepsi sistem keselamatan
(status/kekuatan safety officer, safety committee dan lain-lain) menjadi
tema utama. Iklim keselamatan merupakan sebuah konsep sosial
sehingga untuk melihat sistem tidak bisa dilakukan dengan audit
melainkan menangkap persepsi pekerja mengenai keefektifan sistem
manajemen keselamatan yang berlaku disebuah organisasi.
30
Oleh karena itu, Nordic memasukkan dimensi ini ke dalam
desain kuesioner yang akan diuji coba secara empiris. Dimensi ini
menangkap persepsi pekerja mengenai efektifitas sistem keselamatan
kerja yang dijalankan seperti safety officers, safety representatives,
komite keselamatan dan safety rounds. Persepsi tentang bagaimana
mereka dalam melihat keefektifan, manfaat dari perencanaan, manfaat
dari pelatihan dari sistem keselamatan kerja yang berjalan dan manfaat
dari sasaran dan tujuan keselamatan yang jelas.
2.3 Hubungan Iklim Keselamatan dan Kinerja Keselamatan
Iklim keselamatan dipandang sebagai leading indicator dari kinerja
keselamatan dan outcome keselamatan (Alnoaimi, 2015). Leading
indicator merupakan proses pengukuran yang dapat memprediksi kinerja
keselamatan untuk mengambil tindakan yang diperlukan sebelum insiden
terjadi (Colley dkk., 2015). Hon dan Liu (2016) dalam hasil penelitiannya
juga menyampaikan bahwa iklim keselamatan dapat berpengaruh positif
terhadap perilaku keselamatan dan diakui dapat dijadikan alat ukur
indikator keselamatan.
Definisi kinerja sendiri menurut Griffin dan Neal (2000) adalah
perilaku aktual individu di tempat kerja. Griffin dan Neal (2000)
menyatakan bahwa kinerja keselamatan adalah perilaku kerja yang relevan
dengan keselamatan yang dapat dikonseptualisasikan sama dengan
perilaku-perilaku kerja lain yang merupakan hasil kerja. Komponen kinerja
menggambarkan perilaku aktual yang dilakukan individu di tempat kerja.
Komponen tersebut terdiri dari :
31
1. Safety compliance atau kepatuhan keselamatan
Menjelaskan aktivitas-aktivitas keselamatan yang perlu dilakukan oleh
individu untuk menjaga keselamatan kerja. Perilaku ini seperti
menerapkan peraturan dan prosedur keselamatan yang benar serta
melaksanakan pekerjaan secara aman seperti memakai peralatan
keselamatan atau alat pelindung diri.
2. Safety participation atau partisipasi keselamatan
Menggambarkan perilaku yang mungkin tidak berkontribusi secara
langsung terhadap keselamatan pribadi individu tapi perilaku ini
mendukung keselamatan dalam konteks organisasi yang lebih luas
yaitu membantu mengembangkan lingkungan yang mendukung
keselamatan. Perilaku ini meliputi kegiatan seperti berpartisipasi dalam
kegiatan keselamatan secara sukarela, mempromosikan program
keselamatan di tempat kerja serta membantu rekan kerja mengenai hal-
hal yang terkait dengan keselamatan.
Berdasarkan hasil penelitian Griffin dan Neal (2000) diketahui
bahwa iklim keselamatan dapat mempengaruhi kinerja keselamatan yang
diperantarai oleh pengetahuan dan motivasi pekerja. Selain dapat
memprediksi kinerja keselamatan, beberapa penelitian iklim keselamatan
juga telah mengungkapkan bahwa faktor iklim keselamatan dapat
memprediksi outcome keselamatan, seperti kecelakaan dan cedera. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Zohar (2002) yang mengemukakan bahwa
memprioritaskan dan menilai iklim keselamatan yang positif telah
32
ditunjukkan untuk meningkatkan kinerja keselamatan dan mengurangi
cedera pekerja.
Pengaruh iklim keselamatan terhadap perilaku keselamatan
individu yang berdampak pada kinerja keselamatan disebut sebagai cara
yang efektif (Fang dkk, 2006). Iklim keselamatan biasanya dianggap
sebagai subset dari iklim organisasi. Demikian pula, kinerja keselamatan
dianggap sebagai subsistem kinerja organisasi. Bukti metaanalitik terbaru
telah mengkonfirmasi bahwa iklim keselamatan dikaitkan dengan kinerja
keselamatan yang lebih baik dan tingkat kecelakaan dan cedera yang
menurun (Gittleman dkk., 2010). Iklim keselamatan memiliki keunggulan
dalam mengidentifikasi kekurangan praktek manajemen keselamatan
sebelum akhirnya menjadi kecelakaan (Mearns dkk., 2003)
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi hubungan
iklim keselamatan dengan outcome keselamata/kinerja keselamatan mulai
dari perilaku yang tidak aman (Hofmann & Stetzer, 1996), keterlibatan
dalam kegiatan keselamatan (Cheyne dkk, 1998), perilaku keselamatan
(Glendon dan Litherland, 2001; Seo dkk., 2004; Cooper dan Philips,
2004), kejadian hampir celaka/nearmiss (Morrow dan Crum, 2004),
pelanggaran keselamatan dan motivasi keselamatan (Kines dkk., 2011),
persepsi risiko (Tharaldsen dkk., 2008), dan tingkat kecelakaan (Dejoy
dkk., 2004).
Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti dan
Nur‟aini (2016) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
iklim keselamatan dengan perilaku berbahaya pada karyawan produksi.
33
Artinya, semakin positif iklim keselamatan kerja, maka semakin rendah
perilaku berbahaya karyawan. Cooper dan Phillips (2004) mengatakan
pencapaian dan pemeliharaan dari iklim keselamatan yang positif akan
mampu menciptakan suasana atau lingkungan kerja dimana peningkatan
kinerja keselamatan bisa terus dicapai oleh suatu organisasi. Berdasarkan
hal tersebut, menunjukkan pentingnya mengetahui iklim keselamatan guna
mencapai perbaikan yang berkelanjutan terhadap kinerja keselamatan.
2.4 Iklim Keselamatan Berdasarkan Karakteristik Demografi
Iklim keselamatan merupakan kumpulan persepsi individu pekerja
terhadap gambaran keselamatan kerja yang dirasakan. Kumpulan persepsi
keselamatan individu tersebut jika dikumpulkan sampai pada tingkat
kelompok atau organisasi, maka cenderung dapat digunakan untuk
mengukur budaya keselamatan (Hall dkk., 2013). Sedangkan karakteristik
demografi digambarkan sebagai karakteristik personal atau individu
responden seperti usia, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat
pendidikan, jabatan dalam organisasi, pengalaman bekerja dan informasi
personal lainnya. Karakteristik demografi telah diidentifikasi dapat
mempengaruhi iklim keselamatan yang kemudian mempengaruhi perilaku
keselamatan individu (Choudhry dkk., 2009). Selain itu, didukung juga
dengan adanya beberapa penelitian yang menghubungkan karakteristik
personal pekerja dengan iklim keselamatan dalam suatu organisasi.
Karakteristik demografi yang diteliti, yaitu:
34
1. Jenis kelamin
Menurut Muchlas (2005) mengatakan bahwa karakteristik individu
seseorang seperti jenis kelamin dapat mempengaruhi seseorang dalam
memberikan intrepretasi persepsi pada suatu objek atau stimulus yang
dilihatnya. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin laki-
laki dalam mempersepsikan tentang sesuatu objek atau stimulus berbeda
dengan perempuan. Perbedaan jenis kelamin ini cenderung membentuk
persepsi yang berbeda sehingga mempengaruhi sikap yang berbeda pula
antara laki-laki dan perempuan.
Pada beberapa penelitian variabel jenis kelamin juga diteliti
tentang kaitannya dengan iklim keselamatan di tempat kerja. Beberapa
penelitian tersebut diantaranya dilakukan oleh Fang dkk (2006), Bergh
(2011), dan Restuputri (2015). Berdasarkan hasil Bergh (2011) ditemukan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap iklim keselamatan.
Begitu pula, dengan penelitian yang dilakukan oleh Fang dkk (2006) dan
Restuputri (2015) yang mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan yang
signikan antara jenis kelamin dengan iklim keselamatan.
2. Umur
Menurut Kozier (2004), umur merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi persepsi seseorang. Umur dapat mempengaruhi daya
tangkap seseorang dan pola pikir seseorang. Seseorang melihat sebuah
target dan mencoba untuk memberikan interpretasi persepsi dari objek
yang dilihatnya dengan berbeda-beda. Semakin bertambah usia seseorang
maka semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya.
35
Pada beberapa penelitian iklim keselamtan menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan antara umur dengan persepsi keselamatan. Berikut ini
merupakan ringkasan hasil penelitian dari beberapa penelitian yang
menggambarkan perbedaan kelompok umur dengan iklim keselamatan
dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Ringkasan Hasil Penelitian Iklim Keselamatan
Berdasarkan Umur
No Peneliti Umur
(tahun)
Keterangan
1. Choudhry
dkk., 2009
< 20
21-30
31-40
41-50
>50
Survei iklim keselamatan memberikan dampak
positif terhadap persepsi pekerja yang lebih tua,
yang sudah menikah, dan memiliki lebih
banyak anggota keluarga untuk
mendukungnya, namun memiliki dampak kecil
pada mereka yang berada di usia termuda,
tunggal, atau tidak memiliki anggota keluarga
untuk mendukungnya.
2. Vinodkuma
r dan Bhasi,
2009
≤ 35
36 – 50
>50
Ditemukan bahwa semua nilai iklim berkurang
dan kemudian meningkat seiring bertambahnya
usia. Pada variabel komitmen dan tindakan
manajemen, pengetahuan pekerja dan
kepatuhan terhadap keselamatan, partisipasi
dan komitmen pekerja terhadap keselamata,
dan pembenaran risiko berbeda secara
signifikan satu sama lain untuk kelompok usia.
3. Siu dkk,
2003
< 34,7
≥ 34,7
Pekerja yang lebih tua menunjukkan sikap
keselamatan yang lebih positif daripada yang
lebih muda.
4. Ameko,
2015
20 – 29
30 – 39
40 – 49
Responden berusia 20-an, lebih mungkin
merasa aman saat bekerja, daripada usia 30-an
(OR = 0,389, C.I = 0.158-0962) dan 40an (OR
= 0,395, C.I = 0,1447- 1,063). Namun, ada
hubungan yang signifikan antara iklim
keselamatan dan usia; 30-39 tahun (p = 0,041).
5. Bergh, 2011 Tahun
kelahiran:
1940-1959
1960-1979
1980-1995
Persepsi terhadap dimensi iklim keselamatan
yaitu prioritas keselamatan pekerja dan
pengambilan risiko pada usia muda (kelahiran
1980 – 1995) masih kurang dibandingkan
dengan usia yang lebih tua (kelahiran 1940 –
1979)
36
No Peneliti Umur
(tahun)
Keterangan
6. Fang dkk,
2006
< 20
21 – 30
31 – 40
41 – 50
>50
Pekerja yang lebih tua memiliki persepsi iklim
keselamatan yang lebih positif daripada pekerja
yang berusia muda.
7. Restuputri,
2015
20 – 25
26 – 30
30 – 35
>35
Terdapat perbedaan iklim keselamatan
berdasarkan kelompok umur tersebut pada
dimensi komitmen dan kemampuan
keselamatan kerja dan kepercayaan terhadap
keefektifikan sistem keselamatan kerja
3. Masa kerja
Masa kerja dipercaya dapat mempengaruhi iklim keselamatan. Hal
ini karena lamanya seseorang bekerja dan pengalaman kerja yang
dilaluinya dipercaya dapat untuk memperbaiki keterampilan,
meningkatkan efisiensi dan mempengaruhi sikap terhadap pekerjaan dan
terutama terhadap keselamatan di tempat kerja. Beberapa penelitian
menunjukkan hubungan antara iklim keselamatan kerja pada beberapa
kelompok masa kerja. Berikut ini merupakan ringkasan hasil penelitian
dari beberapa penelitian yang menggambarkan perbedaan kelompok masa
kerja dengan iklim keselamatan dapat dilihat pada tabel 2.3.
37
Tabel 2.3 Ringkasan Hasil Penelitian Iklim Keselamatan Kerja
Berdasarkan Masa Kerja
No Peneliti Masa Kerja Keterangan
1. Vinodkumar
dan Bhasi,
2009
≤ 10 tahun
11– 20 tahun
>20 tahun
Persepsi karyawan mengenai faktor
iklim keselamatan tentang (1)
komitmen manajemen dan tindakan
untuk keselamatan, (2) pengetahuan
pekerja dan kepatuhan terhadap
keselamatan, (3) partisipasi dan
komitmen pekerja terhadap
keselamatan dan (4) pembenaran
risiko memiliki perbedaan secara
signifikan satu sama lain untuk ketiga
kelompok.
2. Ameko, 2015 1 – 3 tahun
4 – 6 tahun
7 – 9 tahun
≥ 10 tahun
Terdapat hubungan yang signifikan
antara lamanya bekerja dengan iklim
keselamatan dimana pekerja yang
bekerja selama 4 sampai 6 tahun, lima
kali lebih baik melihat iklim kerja
yang aman, begitupula yang bekerja
selama 7 sampai 9 tahun dan selama
10 tahun ke atas dibandingkan dengan
yang bekerja selama 1 sampai 3 tahun.
3. Bergh, 2011 0 – 5 tahun
6 – 15 tahun
>16 tahun
Terdapat perbedaan yang signifikan
antara persepsi iklim keselamatan
dengan lamanya bekerja. Perbedaan
tersebut terlihat dari persepsi pekerja
dalam menilai risiko bahaya, dimana
pekerja yang telah bekerja lebih dari
16 tahun memiliki skor iklim
keselamatan yang lebih tinggi.
5. Fang dkk,
2006
< 1 tahun
1 – 5 tahun
6 – 10 tahun
11 – 15 tahun
>15 tahun
Tidak ditemukan hubungan yang
signifikan dengan persepsi iklim
keselamatan.
4. Posisi Jabatan
Posisi jabatan seseorang dalam suatu organisasi dapat memberikan
perbedaan persepsi dalam menilai suatu objek. Hal itu dikarenakan
kemampuan dalam menilai suatu keadaan berbeda karena pengalaman
38
kerja yang dirasakan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iklim
keselamatan kerja berbeda antara manajerial dengan pekerja pelaksana.
Berikut ini merupakan ringkasan hasil penelitian dari beberapa penelitian
yang menggambarkan perbedaan posisi jabatan dengan iklim keselamatan
dapat dilihat pada tabel 2.4
Tabel 2.4 Ringkasan Hasil Penelitian Iklim Keselamatan Kerja
Berdasarkan Posisi Jabatan
No Peneliti Posisi Jabatan Keterangan
1 Vinodkumar
dan Bhasi,
2009
Supervisory staff
Workmen
Staff pengawas mencetak nilai
lebih tinggi daripada semua faktor
iklim keselamatan kecuali faktor
pembenara risiko.
2 Bergh, 2011 Workers
Managers/supervis
ors
Terdapat perbedaan yang
signifikan persepsi iklim
keselamatan antara manajerial
dengan pekerja, dimana pada
manajerial memperoleh skor yang
lebih tinggi daripada skor yang
didapatkan pekerja terutama pada
persepsi terhadap manajemen
dalam melakukan penanganan
mengenai keselamatan.
3 Restuputri,
2015
Manajerial
Pekerja
Terdapat perbedaan yang
signifikan untuk dimensi prioritas
keselamatan pekerja dan tidak
ditoleransinya risiko bahaya dan
dimensi kepercayaan terhadap
keefektifan sistem keselamatan.
4 Huang dkk.,
2016
Manajerial atau
supervisor
Pekerja
Persepsi iklim keselamatan antara
pekerja dengan
supervisor/manajerial memiliki
perbedaan yang signifikan,
dimana iklim keselamatan pada
manajerial memberikan skor yang
lebih tinggi.
39
5. Tingkat pendidikan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan
untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat
sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan
(Notoatmodjo, 2007). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseoarang akan
semakin mudah dalam menerima informasi sehingga diharapkan makin
banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Tingkat pendidikan juga
merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi iklim keselamatan
(Fang dkk., 2006). Berikut ini merupakan ringkasan hasil penelitian dari
beberapa penelitian yang menggambarkan perbedaan tingkat pendidikan
dengan iklim keselamatan dapat dilihat pada tabel 2.5.
40
Tabel 2.5 Ringkasan Hasil Penelitian Iklim Keselamatan Kerja
Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Peneliti Tingkat Pendidikan Keterangan
1. Choudhry
dkk.,
2009
1. Advanced degree
2. College graduates
3. Secondary
education
4. Primary
education
5. Did not have a
primary education
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tingkat pendidikan di
bawah primer memiliki
persepsi iklim keselamatan
yang kurang dibandingkan
tingkat pendidikan diatasnya.
2. Vinodku
mar dan
Bhasi,
2009
1. 10 tahun
(primary, upper
primary,
secondary)
2. > 10 tahun
sampai sarjana
3. Sarjana ke atas
Persepsi pekerja terhadap
iklim keselamatan berbeda
secara signifikan satu sama
lain untuk tiga kelompok
pendidikan. Pekerja dengan
tingkat pendidikan yang lebih
tinggi lebih mudah menerima
dan memahami peraturan
keselamatan.
3. Ameko,
2015
1. Primary
2. Middle/JHS
3. Secondary/
Vocational
4. Diploma
5. Degree
Persepsi iklim kerja yang
aman kian meningkat sesuai
dengan tingkat pendidikannya.
4. Fang dkk,
2006
1. Below primary
2. Primary
3. Secondary
4. Certificated/diplo
ma
5. College atau
higher
Adanya hubungan yang
signifikan secara statistik
antara iklim keselamatan
dengan tingkatan pendidikan
dimana pekerja yang tingkat
pendidikan pada below
primary memiliki persepsi
iklim positif yang jauh lebih
kecil dibandingkan tingkat
pendidikan yang lainnya.
41
2.5 Strategi Peningkatan Iklim Keselamatan
Untuk menciptakan iklim keselamatan yang positif sehingga
mempengaruhi kinerja keselamatan perusahaan maka diperlukan berbagai
strategi atau upaya keselamatan yang perlu diterapkan. Banyak strategi
yang telah dilakukan beberapa perusahaan dalam menciptakan sistem
manajemen yang efektif. OSHA mendorong perusahaan untuk menerapkan
dan memelihara program yang menyediakan kebijakan, prosedur dan
praktek sistematis yang memadai untuk melindungi pekerja dari bahaya
keselamatan. Program tersebut akan membantu memastikan bahwa ada
komunikasi yang jelas kepada semua pekerja dalam penerapan kebijakan
dan prosedur keselamatan yang konsisten. Adapun beberapa upaya
keselamatan berdasarkan standar sistem manajemen keselamatan yang
efektif menurut OSHA, yaitu (Roughton dan Mercurio, 2002):
1. Komitmen kepemimpinan manajemen
Komitmen kepemimpinan manajemen dari atas ke bawah adalah
bagian terpenting dari segala proses. Jika manajemen menunjukkan
komitmen dan memberikan kekuatan memberikan sumber daya yang
dibutuhkan untuk mengelola keselamatan, maka sistem yang efektif dapat
dikembangkan dan akan dipertahankan. Menurut OSHA, komitmen
manajemen harus mencakup unsur-unsur berikut yang konsisten dengan
program keselamatan, yaitu :
a. Menetapkan tanggung jawab program terhadap manajer, supervisor
dan pekerja mengenai keselamatan dan meminta pertanggungjawaban
mereka untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut.
42
b. Memberikan wewenang, akses terhadap informasi, pelatihan dan
sumber daya yang relevan kepada manajer, supervisor dan pekerja
untuk melaksanakan tanggung jawab keselamatan mereka.
c. Mengidentifikasi setidaknya satu manajer, supervisor atau pekerja
untuk menerima dan melaporkan kondisi keselamatan dan melakukan
tindakan perbaikan jika memungkinkan.
2. Partisipasi karyawan
Untuk menciptakan sistem yang berhasil, maka pekerja harus
diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam menetapkan,
mengimplementasikan dan mengevaluasi program keselamatan. Adanya
partisipasi karyawan memungkinkan karyawan tersebut untuk
menunjukkan komitmen keselamatan mereka kepada diri sendiri atau
rekan kerja. Untuk memenuhi dan meningkatkan partisipasi karyawan,
manajemen harus menerapkan beberapa bentuk elemen sebagai berikut:
a. Secara teratur berkomunikasi dengan semua karyawan terkait masalah
keselamatan
b. Memberikan akses kepada karyawan tentang informasi yang relevan
dengan sistem keselamatan
c. Menyediakan cara bagi karyawan untuk terlibat dalam identifikasi dan
penilaian bahaya, memprioritaskan bahaya, pelatihan keselamatan dan
evaluasi sistem manajemen
d. Menetapkan prosedur di mana karyawan dapat melaporkan kejadian
yang berkaitan dengan pekerjaan segera dan cara mereka dapat
43
membuat rekomendasi tentang solusi tepat untuk mengendalikan
bahaya yang teridentifikasi.
e. Memberikan tanggapan yang cepat terhadap laporan dan rekomendasi.
Penting untuk diingat bahwa di bawah sistem manajemen yang efektif,
atasan tidak membuat karyawan enggan melaporkan bahaya terhadap
keselamatannya dan membuat rekomendasi tentang insiden atau
bahaya, atau berpartisipasi dalam program keselamatan.
3. Identifikasi dan penilaian bahaya
Analisis bahaya praktis dari lingkungan kerja melibatkan berbagai
elemen untuk mengidentifikasi bahaya dan kondisi yang ada serta operasi
yang dapat berubah yang mungkin menciptakan bahaya baru. Manajemen
yang efektif ditambah dengan partisipasi karyawan dan terus menganalisis
lingkungan kerja untuk mengantisipasi dan mengembangkan program
untuk membantu mencegah kejadian berbahaya akan membantu
mengidentifikasi bahaya. Langkah-langkah berikut direkomendasikan
untuk membantu mengidentifikasi keberadaan dan potensi bahaya, yaitu:
a. Melakukan penilaian dasar di tempat kerja yang menyeluruh,
memperbarui penilaian secara berkala, dan membiarkan karyawan
berpartisipasi dalam penilaian
b. Menganalisis fasilitas terencana dan / atau baru, bahan proses, dan
peralatan
c. Melakukan analisis bahaya pekerjaan rutin
d. Menilai faktor risiko aplikasi ergonomi terhadap tugas karyawan
44
e. Melakukan pemeriksaan keselamatan dan kesehatan kerja secara
teratur sehingga bahaya yang baru atau yang sebelumnya tidak
terjawab dapat diidentifikasi dan diperbaiki
f. Menyediakan sistem yang andal bagi karyawan untuk memberi tahu
manajemen tentang kondisi yang tampak berbahaya dan menerima
tanggapan tepat waktu dan tepat serta mendorong karyawan untuk
menggunakan sistem tanpa rasa takut akan pembalasan; Sistem ini
memanfaatkan wawasan dan pengalaman karyawan dalam
keselamatan dan memungkinkan masalah karyawan ditangani
g. Menginvestigasi insiden dan "near miss" sehingga penyebab dan cara
pencegahannya dapat diidentifikasi
h. Menganalisis kecenderungan kejadian untuk mengidentifikasi pola
dengan penyebab umum sehingga dapat ditinjau dan dicegah.
Unsur-unsur ini akan membantu mengidentifikasi isu-isu
keamanan potensial. Setelah area diidentifikasi, maka dapat membuat
kasus untuk pelatihan karena sesuai dengan operasi. Setiap kejadian yang
berkaitan dengan pekerjaan dengan potensi menyebabkan kerusakan fisik
pada karyawan harus diselidiki. Rekaman bahaya yang diidentifikasi,
penilaian, dan tindakan yang diambil atau rencana untuk mengendalikan
bahaya tersebut harus didokumentasikan.
4. Pencegahan dan pengendalian bahaya
Perencanaan yang efektif dari tempat kerja atau tugas pekerjaan
dapat membantu mencegah bahaya. Bila tidak memungkinkan untuk
menghilangkan bahaya, perencanaan tindakan dapat membantu
45
mengendalikan kondisi yang tidak aman. Pengendalian harus dilakukan
tepat waktu bila bahaya atau potensi bahaya diidentifikasi. Adapun
tahapan-tahapannya sebagai berikut :
a. Menggunakan teknik-teknik yang layak dan sesuai
b. Menetapkan praktik dan prosedur yang aman yang dapat dipahami dan
diikuti oleh semua karyawan yang terkena dampak
c. Menyediakan APD bila kontrol teknik tidak layak dilakukan
d. Menggunakan kontrol administratif, misalnya, mengurangi durasi
paparan
e. Mempertahankan fasilitas dan peralatan untuk mencegah kerusakan
peralatan
f. Merencanakan dan mempersiapkan keadaan darurat dan melakukan
pelatihan darurat, jika diperlukan, untuk memastikan bahwa tanggapan
yang tepat terhadap keadaan darurat akan menjadi “sifat kedua” bagi
semua orang yang terlibat.
g. Menetapkan program surveilans medis yang mencakup penanganan
kasus pertolongan pertama di tempat untuk mengurangi risiko insiden
yang mungkin terjadi.
5. Informasi dan Pelatihan
Pelatihan keselamatan merupakan komponen penting dari program
keselaamtan yang efektif. Pelatihan ini harus membahas peran dan
tanggung jawab manajemen dan karyawan. Hal ini akan sangat efektif bila
digabungkan dengan pelatihan lain seperti mengenai persyaratan kinerja
dan praktik kerja. Kompleksitasnya tergantung pada ukuran dan sifat
46
bahaya dan potensi bahaya yang ada. Pelatihan merupakan bagian penting
dari setiap program untuk memastikan bahwa semua karyawan memahami
persyaratan program keselamatan dan potensi bahaya operasional.
a. Pelatihan Karyawan
Program pelatihan karyawan harus dirancang untuk
memastikan bahwa semua karyawan memahami dan menyadari bahaya
yang mungkin mereka hadapi dan metode yang tepat untuk
menghindari bahaya tersebut. Informasi dan pelatihan berikut ini harus
diberikan kepada semua karyawan, yaitu :
a) Sifat bahaya dan cara mengidentifikasinya
b) Cara untuk mengendalikan bahaya
c) Tindakan perlindungan apa yang dapat digunakan untuk mencegah
dan atau meminimalkan paparan bahaya
d) Siapapun yang memiliki tanggung jawab untuk mendapatkan
informasi dan pelatihan harus diberi tingkat pelatihan yang
diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawab keselamatan
mereka.
b. Pelatihan Manajemen
Manajemen harus dilatih untuk memahami peran dan tanggung
jawab dalam keselamatan dan memungkinkan mereka melaksanakan
tanggung jawab keselamatan secara efektif. Program pelatihan untuk
manajemen yaitu:
a) Menganalisis pekerjaan di bawah pengawasan untuk
mengantisipasi dan mengidentifikasi potensi bahaya
47
b) Mempertahankan perlindungan fisik di area kerja mereka
c) Memperkuat pelatihan karyawan mengenai sifat bahaya potensial
yang terkait dengan pekerjaan mereka dan tindakan perlindungan,
penguatan dilakukan melalui umpan balik dan jika perlu melalui
penegakan praktek kerja yang aman
d) Memahami tanggung jawab keselamatan mereka
6. Evaluasi keefektifan program
Sistem manajemen harus dievaluasi untuk memastikan efektif dan
sesuai dengan kondisi di tempat kerja tertentu. Sistem harus direvisi secara
berkala untuk memperbaiki kekurangan yang telah diidentifikasi. Evaluasi
dapat dilakukan dengan mengembangkan sasaran dan tujuan yang terukur,
seperti prosedur kerja (manajemen, pengawasan dan aktivitas karyawan),
survei persepsi, penilaian diri dan independent review. Untuk keberhasilan
evaluasi program, maka perlu melibatkan pekerja, manager dan
supervisor.
48
2.6 Kerangka Teori
Dimensi pembentuk iklim keselamatan tersebut terdiri dari tujuh
dimensi, antara lain, (1) komitmen dan kemampuan manajemen
keselamatan, (2) pemberdayaan manajemen keselamatan, (3) keadilan
manajemen keselamatan, (4) komitmen pekerja terhadap keselamatan
kerja, (5) prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko
bahaya, (6) pembelajaran, komunikasi dan kepercayaan, dan (7)
kepercayaan terhadap keefektifan sistem keselamatan kerja (Kines dkk.,
2011). Menurut Choudry, dkk., (2009), karakteristik demografi telah
diidentifikasi dapat mempengaruhi iklim keselamatan yang kemudian
mempengaruhi perilaku keselamatan individu, diantaranya usia, jenis
kelamin, posisi jabatan, masa kerja dan tingkat pendidikan.
49
Gambar 2.2 Kerangka Teori
Sumber : Modifikasi dari Choudhry dkk.,
(2009), Kines dkk., (2011), Bergh (2011),
Ameko (2015)
Iklim Keselamatan :
1) Komitmen dan kemampuan
manajemen keselamatan
2) Pemberdayaan manajemen
keselamatan
3) Keadilan manajemen keselamatan
4) Komitmen pekerja terhadap
keselamatan kerja
5) Prioritas keselamatan pekerja dan
tidak ditoleransinya risiko bahaya
6) Pembelajaran, komunikasi dan
inovasi
7) Kepercayaan terhadap keefektifan
sistem keselamatan kerja Tingkatan
Pendidikan
Usia
Jenis
kelamin
Posisi
Jabatan
Masa Kerja
50
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran iklim
keselamatan di unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa iklim keselamatan dapat
digambarkan melalui beberapa dimensi iklim keselamatan. Dalam penelitian
ini, untuk menggambarkan iklim keselamatan digunakan dimensi iklim
keselamatan yang dikemukakan oleh Nordic dan menggunakan instrumen
yang dikembangkannya berupa kuesioner iklim keselamatan yaitu
NOSACQ-50 (Kines dkk., 2011). Iklim keselamatan kemudian juga ditinjau
berdasarkan karakteristik demografi, yaitu usia, lama kerja, posisi jabatan
dan tingkatan pendidikan. Dalam penelitian ini, tidak mencari hubungan
antara karakteristik demografi pekerja dengan tingkat iklim keselamatan
melainkan hanya mendeskripsikan dimensi iklim keselamatan pada berbagai
karakteristik demografi pekerja. Berikut ini kerangka konsep penelitian
yang dapat dilihat pada gambar 3.1.
51
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Iklim Keselamatan :
1. Komitmen dan kemampuan
manajemen keselamatan
2. Pemberdayaan manajemen
keselamatan
3. Keadilan manajemen keselamatan
4. Komitmen pekerja terhadap
keselamatan kerja
5. Prioritas keselamatan pekerja dan
tidak ditoleransinya risiko bahaya
6. Pembelajaran, komunikasi dan
inovasi
7. Kepercayaan terhadap keefektifan
sistem keselamatan kerja
Usia
Masa Kerja
Posisi
Jabatan
Tingkatan
Pendidikan
52
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
1. Komitmen dan
kemampuan manajemen
keselamatan
Persepsi tenaga kerja mengenai
cara manajemen dalam
memprioritaskan keselamatan,
menjamin bahwa setiap orang
menerima informasi keselamatan
yang dibutuhkan, merespon
perilaku tidak aman dan menilai
kompetensi manajemen dalam
menangani keselamatan.
Kuesioner
NOSAC-50
Penyebaran
kuesioner
1. Kurang, jika mean
skor < 2,70
2. Cukup, jika mean
skor 2,70 – 2,99
3. Baik, jika mean skor
≥ 3,00
Ordinal
2. Pemberdayaan
manajemen
keselamatan
Persepsi tenaga kerja mengenai
cara manajemen dalam
meningkatkan kemampuan
keselamatan dan keterlibatan
pekerja dalam menjalankan
upaya keselamatan.
Kuesioner
NOSAC-50
Penyebaran
kuesioner
1. Kurang, jika mean
skor < 2,70
2. Cukup, jika mean
skor 2,70 – 2,99
3. Baik, jika mean skor
≥ 3,00
Ordinal
3. Keadilan Manajemen
Keselamatan
Persepsi tenaga kerja mengenai
cara manajemen dalam
memperlakukan pekerja yang
terlibat kecelakaan
Kuesioner
NOSAC-50
Penyebaran
kuesioner
1. Kurang, jika mean
skor < 2,70
2. Cukup, jika mean
skor 2,70 – 2,99
Ordinal
53
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
3. Baik, jika mean skor
≥ 3,00
4. Komitmen Pekerja
Terhadap Keselamatan
Kerja
Persepsi tenaga kerja tentang
bagaimana mereka dalam
memprioritaskan keselamatan
kerja dan peduli terhadap
keselamatan orang lain
Kuesioner
NOSAC-50
Penyebaran
kuesioner
1. Kurang, jika mean
skor < 2,70
2. Cukup, jika mean
skor 2,70 – 2,99
3. Baik, jika mean skor
≥ 3,00
Ordinal
5. Prioritas Keselamatan
Pekerja dan Tidak
Ditoleransinya Risiko
Bahaya
Persepsi tenaga kerja mengenai
bagaimana mereka berhubungan
terhadap keselamatan
Kuesioner
NOSAC-50
Penyebaran
kuesioner
1. Kurang, jika mean
skor < 2,70
2. Cukup, jika mean
skor 2,70 – 2,99
3. Baik, jika mean skor
≥ 3,00
Ordinal
6. Pembelajaran,
Komunikasi dan
Kepercayaan
Persepsi tenaga kerja tentang
bagaimana mereka berkaitan
dengan keselamatan di tempat
kerja
Kuesioner
NOSAC-50
Penyebaran
kuesioner
1. Kurang, jika mean
skor < 2,70
2. Cukup, jika mean
skor 2,70 – 2,99
3. Baik, jika mean skor
≥ 3,00
Ordinal
7. Kepercayaan Terhadap
Keefektifan Sistem
Keselamatan Kerja
Persepsi tenaga kerja mengenai
efektifitas sistem keselamatan
kerja yang dijalankan
Kuesioner
NOSAC-50
Penyebaran
kuesioner
1. Kurang, jika mean
skor < 2,70
2. Cukup, jika mean
Ordinal
54
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
skor 2,70 – 2,99
3. Baik, jika mean skor
≥ 3,00
8. Usia Lamanya waktu hidup seseorang
terhitung dari mulai tanggal lahir
sampai berulang tahun terakhir
Kuesioner Penyebaran
kuesioner
1. ≤ 35 tahun
2. 36 – 50 tahun
3. > 50 tahun
Ordinal
9. Posisi Jabatan Kedudukan tenaga kerja dalam
susunan organisasi perusahaan
Kuesioner Penyebaran
kuesioner
1. Manajerial
2. Pekerja pelaksana
Nominal
10. Masa Kerja Lamanya seseorang telah bekerja
di unit base maintenance hingga
tahun terakhir saat dilakukan
penelitian
Kuesioner Penyebaran
kuesioner
1. 0 – 5 tahun
2. 6 – 15 tahun
3. ≥ 16 tahun
Ordinal
11. Tingkat Pendidikan Pendidikan terakhir yang
ditempuh pekerja terhitung saat
dilakukan penelitian
Kuesioner Penyebaran
kuesioner
1. SLTP
2. SLTA
3. Perguruan Tinggi
Ordinal
55
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
pendekatan kuantitatif. Desain penelitian yang digunakan yaitu Cross
Sectional. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran iklim
keselamatan dan mendeskripsikannya berdasarkan karakteristik
demografi di unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di unit Base Maintenance PT GMF
AeroAsia yang berada di kawasan Bandara Internasional Soekarno
Hatta, Cengkareng pada bulan Juni sampai Desember 2017.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja di unit Base
Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017 yang berjumlah 2.137
orang.
4.3.2 Sampel Penelitian
Menurut Lemeshow dkk., (1990), untuk menentukan jumlah
sampel yang diteliti dimana diketahui jumlah populasinya
56
menggunakan rumus besar sampel proporsi. Pada penelitian ini,
besar sampel yang diperoleh menggunakan rumus besar sampel
proporsi tersebut, yaitu:
Keterangan :
n = besar sampel
N = jumlah populasi
P = probabilitas dari penelitian terdahulu
(karena tidak diketahui besarnya nilai p, maka peneliti
menggunakan nilai p sebesar 0,5)
D = presisi / ketepatan sebesar 5%
Z1-α/2 = derajat kepercayaan 95% (1,96)
Berdasarkan perhitungan sampel, nilai P yang digunakan
sebesar 0.5. Hal tersebut dikarenakan dalam penentuan besar
sampel, besar nilai P yang akan menghasilkan jumlah sampel
paling besar adalah 0,5 (Lemeshow dkk., 1990). Oleh karena itu,
menurut Lemeshow dkk., (1990), jika peneliti tidak mengetahui
besarnya P dalam populasi maka dapat memilih P sebesar 0,5 yang
akan memberikan jumlah sampel yang cukup.
57
Selain itu, dari hasil perhitungan sampel tersebut juga
diperoleh besar sampel minimal 326 pekerja. Untuk mengantisipasi
data yang kurang lengkap, maka jumlah sampel ditambahkan
sehingga menjadi 356 pekerja. Krejcie dan Morgan (1970) dalam
Choudhry dkk (2009) mengemukakan bahwa dalam menentukan
besar sampel melaporkan bahwa pada CI 5%, ukuran sampel
minimal untuk populasi 2000 orang adalah sebesar 322.
Setelah ditentukan besar sampel penelitian, maka tahap
selanjutnya yaitu menentukan teknik dalam pengambilan sampel.
Pada penelitian ini, teknik yang digunakan dalam pengambilan
sampel yaitu menggunakan teknik sampel acak sederhana (simple
random sampling). Maksud dari teknik tersebut adalah masing-
masing individu memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih
menjadi sampel.
Pengambilan sampel menggunakan teknik tersebut diawali
dengan membuat kerangka sampel dari daftar nama pekerja yang
tersedia di unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia yang
berjumlah 2.137. Setelah daftar nama didapatkan, maka
pengambilan sampel dilakukan secara acak (random)
menggunakan microsoft excel sehingga terpilih sebanyak 356
responden dari tiga hangar dengan 21 sub unit kerja yang ada di
unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia.
58
4.4 Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data
primer. Data primer yaitu data yang didapatkan langsung dari pekerja di
unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia. Data primer yang dimaksud
yaitu mengenai data karakteristik responden dan beberapa pertanyaan
yang berkaitan dengan dimensi iklim keselamatan yang dikembangkan
oleh NORDIC, yaitu penilaian persepsi pekerja terhadap 1) komitmen
dan kemampuan manajemen keselamatan, 2) pemberdayaan manajemen
keselamatan, 3) keadilan manajemen keselamatan, 4) komitmen pekerja
terhadap keselamatan kerja, 5) prioritas keselamatan pekerja dan tidak
ditoleransinya risiko bahaya, 6) pembelajaran, komunikasi dan
kepercayaan, dan 7) kepercayaan terhadap keefektifan sistem
keselamatan kerja. Teknik pengambilan data yaitu dengan menyebarkan
kuesioner pada beberapa sampel penelitian di unit Base Maintenance PT
GMF AeroAsia Tahun 2017.
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan dalam
penelitian untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Instrumen
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kuesioner.
Tujuannya untuk mengetahui persepsi pekerja mengenai iklim
keselamatan sehingga dapat menggambarkan bagaimana iklim
keselamatan yang ada di GMF AeroAsia. Kuesioner yang digunakan
59
adalah kuesioner yang dikembangkan oleh Nordic, yaitu NOSACQ-50
yang berisi 50 item pernyataan.
Kuesioner NOSACQ-50 terdiri dari tujuh dimensi pengukuran
iklim keselamatan dengan masing-masing dimensinya berisi 6 – 9 item
pernyataannya. Item pernyataan dibagi menjadi dua kelompok
pernyataan, yaitu pernyataan positif dan negatif. Berikut distribusi
pembagian kelompok pernyataan pada kuesioner:
Tabel 4.1 Distribusi Pernyataan Positif dan Negatif
No Dimensi Nomor Pernyataan
Positif Negatif
1. Komitmen dan Kemampuan
Manajemen Keselamatan (9
item)
A1, A2, A4,
A6, A7
A3, A5, A8,
A9
2. Pemberdayaan Manajemen
Keselamatan (7 item)
A10, A11,
A12, A14, A16
A13, A15
3. Keadilan Manajemen
Keselamatan (6 item)
A17, A19,
A20, A22
A18, A21
4. Komitmen Pekerja Terhadap
Keselamatan Kerja (6 item)
A23, A24, A27 A25, A26,
A28
5. Prioritas Keselamatan Pekerja
dan Tidak Ditoleransinya
Risiko Bahaya (7 item)
A33 A29, A30,
A31, A32,
A34, A35
6. Pembelajaran, Komunikasi,
dan Inovasi (8 item)
A36, A37,
A38, A39,
A40, A42, A43
A41
7. Kepercayaan Terhadap
Keefektifan Sistem
Keselamatan Kerja (7 item)
A44, A46,
A48, A50
A45, A47,
A49
60
Semua jawaban dari item pernyataan dalam kuesioner dianalisis
dengan 4 poin skala likert yaitu “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”,
“setuju”, dan “sangat setuju”. Oleh karena itu, responden diminta untuk
menjawab setiap pernyataan. Skor dengan skala tinggi mengindikasikan
tanggapan yang positif. Adapun ketentuan pemberian skor nilai pada
kuesioner dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Skoring Item Pertanyaan dalam Kuesioner NOSAC-50
Sangat
Tidak Setuju Tidak
Setuju Setuju Sangat
Setuju
Skor item positif 1 2 3 4
Skor item negatif 4 3 2 1
Berikut adalah contoh cara melakukan skoring untuk mengetahui
rata-rata nilai satu orang untuk dimensi pertama iklim keselamatan, yaitu:
(A1+A2+A3+A4+A5+A6+A7+A8+A9) / 9
Jumlah item yang masuk dalam perhitungan adalah hanya item
yang dijawab. Jika responden menjawab keseluruhan item maka
denominatornya adalah 9. Jika responden hanya menjawab 7 maka
denominatornya adalah 7. Namun jika responden menjawab kurang dari
setengah dari jumlah item tiap dimensi maka tidak akan diikutkan dalam
perhitungan total rata-rata.
61
Contoh perhitungan total rata-rata dari rata-rata dimensi 1:
a. 5 orang mempunyai skor rata-rata untuk dimensi 1 masing-masing
sebagai berikut: 2,67 ; 2,33 ; 2,44 ; 2,56 ; 2,67
b. Maka total rata-rata populasi menjadi:
(2,67+2,33+2,44+2,56+2,67)/5 = 2,53
c. Dan begitu seterusnya untuk dimensi lainnya
Adapun mengenai interpretasi hasil yang didapat menggunakan
panduan skoring dari kuesioner NORDIC (Kines, dkk., 2011) adalah
sebagai berikut:
a. Skor lebih dari sama dengan 3,00 = baik, dengan ketentuan :
a. 3,00 – 3,30 = butuh sedikit peningkatan
b. > 3,30 = hanya perlu dipelihara
b. Skor antara 2,70 – 2,99 : cukup dan butuh peningkatan
c. Skor di bawah 2,70: kurang dan butuh peningkatan yang besar.
4.6 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Kuesioner
4.6.1 Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan sejauh
mana ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data
(Hastono, 2006). Pada dasarnya, kuesioner NOSACQ-50 merupakan
kuesioner baku untuk mengukur iklim keselamatan. Kuesioner ini
juga telah dikeluarkan dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa
Indonesia dan telah teruji validitasnya pada beberapa penelitian.
62
Oleh karena itu, peneliti berasumsi bahwa tidak harus melakukan uji
validitas kembali hingga proses pengolahan data selesai. Namun
ternyata karena karakteristik sampel yang berbeda, maka kuesioner
tetap harus memerlukan uji validitas sehingga uji validitas dilakukan
pada sampel penelitian yaitu sebanyak 356 responden.
Hasil uji dinyatakan valid apabila skor yang diperoleh lebih
dari r tabel yaitu 0,104. Berdasarkan uji validitas yang dilakukan,
diketahui bahwa seluruh pernyataan dalam kuesioner telah
dinyatakan valid karena memiliki skor lebih dari 0,104. Oleh karena
itu, kuesioner NOSACQ-50 yang telah digunakan penulis dapat
digunakan dan teruji valid dalam menggambarkan iklim
keselamatan.
4.6.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan sejauh
mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran
dua kali atau lebih dengan alat ukur yang sama (Hastono, 2006). Uji
reliabilitas menggunakan alpha Cronbach, dimana instrumen
penelitian akan dinyatakan reliabel jika memperoleh skor ≥ 0,70 (Vu
dan Cieri, 2015). Berdasarkan uji reliabilitas yang dilakukan,
diketahui bahwa keseluruhan pernyataan kuesioner memiliki skor >
0,94. Oleh karena itu, kuesioner NOSACQ dinyatakan reliabel untuk
menggambarkan iklim keselamatan.
63
4.7 Pengolahan Data
Berikut ini merupakan tahap-tahap dalam melakukan pengolahan
data, yaitu :
1. Menyunting Data (Editing)
Melakukan pemeriksaan terhadap kuesioner yang telah diisi dengan
cara melihat kelengkapan jawabannya, sebelum dilakukan proses
pemasukan data ke dalam komputer sehingga ditemukan data yang
salah atau meragukan dapat ditelusuri kembali kepada responden
yang bersangkutan.
2. Mengkode Data (Coding)
Kegiatan membuat klasifikasi data dan memberi kode atau nilai pada
jawaban dari setiap pernyataan dalam kuesioner. Tabel 4.3
menunjukkan daftar kode variabel penelitian.
64
Tabel 4.3 Daftar Kode Variabel
No Variabel Kode
1 Dimensi iklim keselamatan kerja :
a. komitmen dan
kemampuan manajemen
keselamatan
b. pemberdayaan manajemen
keselamatan
c. keadilan manajemen
keselamatan
d. komitmen pekerja
terhadap keselamatan
kerja
e. prioritas keselamatan
pekerja dan tidak
ditoleransinya risiko
bahaya
f. pembelajaran, komunikasi
dan kepercayaan
g. kepercayaan terhadap
keefektifan sistem
keselamatan kerja
1 = STS
2 = TS
3 = S
4 = SS
2 Usia ... Tahun
3 Tingkatan Manajemen 0 = Manajerial
1 = Pekerja pelaksana
4 Masa Kerja ... Tahun
5 Tingkat Pendidikan 0 = SMP
1 = SMK atau sederajat
2 = Perguruan Tinggi
3. Memasukkan Data (Entry)
Kegiatan memasukkan data hasil kuesioner yang sudah diberikan ke
dalam software statistik (SPSS). Data yang dimasukkan adalah data
pada kuesioner yang tidak missing.
65
4. Membersihkan Data (Cleaning)
Kegiatan yang dilakukan untuk memeriksa kembali dan memastikan
bahwa tidak ada kesalahan data atau data yang tidak lengkap ketika
proses entry. Setelah melakukan pembersihan data, maka data dapat
diolah dan dianalisis.
4.8 Analisa Data
Penelitian ini menggunakan analisa secara univariat untuk
mendeskripsikan seluruh dimensi iklim keselamatan yang terdiri dari 1)
komitmen dan kemampuan manajemen keselamatan, 2) pemberdayaan
manajemen keselamatan, 3) keadilan manajemen keselamatan, 4)
komitmen pekerja terhadap keselamatan, 5) prioritas keselamatan
pekerja dan tidak ditoleransinya risiko bahaya, 6) pembelajaran,
komunikasi dan inovasi, dan 7) kepercayaan terhadap keefektifan sistem
keselamatan kerja. Data dianalisis dengan melihat rata-rata atau mean
( ̅), standar deviasi, variasi pada variabel dependen dimensi iklim
keselamatan. Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel bertujuan
untuk mendeskripsikan dan menggambarkan skor rata-rata dari masing-
masing dimensi iklim keselamatan.
66
BAB V HASIL
HASIL
5.1 Gambaran Umum PT GMF AeroAsia
5.1.1 Profil PT GMF AeroAsia
PT GMF AeroAsia merupakan salah satu perusahaan yang
bergerak dibidang perawatan pesawat terbang dan berperan sebagai anak
perusahan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Garuda Indonesia Tbk.
Tugas utama PT GMF AeroAsia adalah penyediaan jasa perawatan dan
perbaikan pesawat terbang yang mencakup rangka pesawat, mesin,
komponen dan jasa pendukung lainnya secara terintegrasi. PT GMF
AeroAsia berlokasi di area Bandara Soekarno Hatta Internasional,
Cengkareng, Tangerang, Kabupaten Banten dengan luas 114.084 m2.
Salah satu area produksi dan jasa perawatan yang ada di PT GMF
AeroAsia adalah unit Base Maintenance. Pada unit ini terdiri dari tiga
hangar dengan 21 sub unit kerja. Jenis pekerjaan pada unit ini termasuk
yang memiliki aktivitas tinggi seperti heavy check rutin, modifikasi besar,
pengecatan dan finishing pesawat terbang, perbaikan stuktur besar serta
overhaul pesawat. Pekerjaan tersebut didukung dengan jumlah pekerja di
unit Base Maintenance yaitu sebanyak 2.137 pekerja.
67
5.1.2 Visi, Misi dan Nilai PT GMF AeroAsia
Visi PT GMF AeroAsia Tahun 2016 – 2020 adalah menjadi 10
perusahaan MRO terbaik di dunia (top 10 MRO in the world). Sedangkan
misi yang dimiliki PT GMF AeroAsia adalah menyediakan solusi
perawatan pesawat terbang yang terpadu dan handal sebagai kontribusi
dalam mewujudkan lalu lintas udara yang aman dan menjamin kualitas
kehidupan umat manusia (to provide integrated & reliable aircraft
maintenance solutions for a safer sky and secure quality of life of
mankind). Demi mewujudukan visi dan misi tersebut, PT GMF AeroAsia
memiliki nilai utama perusahaan, yaitu Concern for People, Integrity,
Professional, Teamwork, dan Customer Focused.
5.1.3 Struktur Organisasi PT GMF AeroAsia
Struktur organisasi PT GMF AeroAsia terdiri dari direktur utama
yang merupakan pemimpin tertinggi dan dibantu oleh lima orang direksi.
Salah satu unit kerja yang dimiliki PT GMF AeroAsia adalah unit Base
Maintenance. Struktur organisasi unit Base Maintenance PT GMF
AeroAsia yang dapat dilihat pada lampiran II.
5.1.4 Program Kerja K3 dan Lingkungan PT GMF AeroAsia
Program kerja K3 dan Lingkungan yang ada di PT GMF AeroAsia
dibawahi oleh Departemen TUK sebagai unit kerja yang mengurus segala
sesuatu yang berhubungan dengan K3 dan Lingkungan. Selain itu, terdapat
juga anggota P2K3, dokter dan paramedis yang bersertifikat hiperkes dan
68
Management Representative (MR). Adapun program kerja khusus K3 PT
GMF AeroAsia adalah sebagai berikut :
1. Pengelolaan Kompetensi, Pelatihan dan Kepedulian
Unit K3 PT GMF AeroAsia dalam memberikan kompetensi, pelatihan dan
kepedulian dilakukan dengan menyusun Training Need Analysis guna
menganalisa kebutuhan pelatihan sesuai dengan jenis pekerjaan di masing-
masing unit. Setelah dianalisa, hasil tersebut kemudian ditulis dalam
bentuk matriks pelatihan. Selanjutnya unit K3 bekerja sama dengan unit
Learning Services untuk menentukan waktu dan tempat pelaksanaan
pelatihan tersebut. Program ini dibuat untuk mengevaluasi kompetensi
SDM, menganalisa kebutuhan pelatihan dan evaluasi hasil dan evaluasi
kesadaran terhadap SMK3.
2. Pengelolaan Komunikasi, Partisipasi dan Konsultasi
Program komunikasi PT GMF AeroAsia terdiri dari komunikasi verbal
dan non verbal. Komunikasi verbal yaitu Monthly Operating Report
(MOR), P2K3 Meeting, Weekly Meeting, Internal Occurance Report,
Safety Induction, Health Promotion, Health Seminar, Safety Promotion,
dan HSE Patrol. Sedangkan untuk komunikasi non verbal yaitu Safety
Board, Intranet, Majalah Penity (Pengetahuan dan Informasi Safety),
Safety Sign, Poster, Spanduk dan Banner. Selanjutnya, untuk kegiatan
partisipasi mencakup pembuatan HIRADC, pelaporan IOR, dan Bulan K3.
Sedangkan untuk kegiatan konsultasi terbagi menjadi dua, yaitu internal
69
dan eksternal. Konsultasi internal dilakukan dengan P2K3 dan pekerja
terkait, sedangkan konsultasi eksternal dilakukan bersama Disnaker.
3. Pemantauan dan Pengukuran Kinerja K3L
Parameter pemantauan dan pengukuran kinerja khusus K3 terdiri dari
indikator kinerja yang bersifat reaktif (lagging indicator) dan indikator
proaktif (leading indicator). Pada lagging indicator yang diukur yaitu
number of fatalities, lost time injuries, illness, cidera berat, cidera ringan,
fatal accident rate, total recordable incident rate, cumulative LTI, days
lost due to accident, total accident rate dan occupational illness.
Sedangkan pengukuran pada leading indicator meliputi safety patrol,
investigasi insiden, audit internal, rapat P2K3, HSE Awareness dan
emergency drill.
4. Pengendalian Operasional
Pengendalian operasional dilakukan untuk mengelola risiko terhadap
kegiatan operasi dan aktivitas kerjanya. Program yang dijalankan
mencakup penyediaan APD, sistem izin kerja, perlengkapan P3K, MSDS,
pengelolaan pihak ketiga, pekerjaan angkat angkut, pekerjaan pengelasan,
dan penggunaan scaffolding.
5. Program Kesiapsigaan dan Tanggap Darurat
Program yang dijalankan mencakup Emergency Response Plan. Kegiatan
ini berkaitan dengan keamanan dan keselamatan serta bencana alam yang
berkaitan dengan proses bisnis. Selain itu, PT GMF AeroAsia juga
memiliki tim khusus untuk menanggapi keadaan darurat.
70
6. Pelaporan dan Investigasi Insiden
Kegiatan yang bertujuan untuk menetapkan suatu standar pelaporan dan
penyelidikan insiden di seluruh lingkungan perusahaan. Kegiatan yang
termasuk dalam program ini meliputi, pelaporan insiden, pelaporan
kecelakaan, pelaporan PAK, pembentukan tim investigasi insiden dan
PAK, persiapan dan pelaksanaan penyelidikan insiden dan PAK, analisa
penyebab insiden, kecelakaan dan PAK, pertemuan hasil analisa
penyelidikan insiden dan PAK serta menentukan rekomendasi tindakan
perbaikan dan komunikasi hasil investigasi insiden dan PAK.
7. 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin)
5R merupakan budaya tentang bagaimana seseorang mengelola tempat
kerjanya secara benar. Program ini bertujuan agar seluruh karyawan
memperhatikan, membersihkan, memeriksa, meringkas, merawat dan
memelihara seluruh area kerja, peralatan dan perlengkapan yang
digunakan yang telah didefinisikan secara jelas dan diberlakukan dengan
jelas agar keselamatan dan kesehatan tetap terjaga.
71
5.2 Gambaran Iklim Keselamatan di Unit Base Maintenance PT GMF
AeroAsia Tahun 2017
Gambaran iklim keselamatan dilihat berdasarkan tujuh dimensi iklim
keselamatan yang digambarkan melalui 50 item pernyataan dalam
kuesioner. Ketujuh dimensi tersebut yaitu 1) komitmen dan kemampuan
manajemen keselamatan, 2) pemberdayaan manajemen keselamatan, 3)
keadilan manajemen keselamatan, 4) komitmen pekerja terhadap
keselamatan kerja, 5) prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya
risiko bahaya, 6) pembelajaran, komunikasi dan kepercayaan, dan 7)
kepercayaan terhadap keefektifan sistem keselamatan kerja. Distribusi
proporsi dari masing-masing dimensi iklim keselamatan di unit Base
Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017 dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1 Distribusi Proporsi Iklim Keselamatan di unit Base
Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017
No Dimensi Mean SD 95% CI n
1 Komitmen dan kemampuan
manajemen keselamatan
2,96 0,42 2,91 – 3,00 356
2 Pemberdayaan manajemen
keselamatan
2,86 0,39 2,81 – 2,90 356
3 Keadilan manajemen keselamatan 2,82 0,48 2,77 – 2,87 356
4 Komitmen pekerja terhadap
keselamatan kerja
3,23 0,42 3,19 – 3,28 356
5 Prioritas keselamatan pekerja dan
tidak ditoleransinya risiko bahaya
2,86 0,43 2,81 – 2,90 356
6 Pembelajaran, komunikasi dan
kepercayaan
3,09 0,33 3,05 – 3,12 356
7 Kepercayaan terhadap keefektifan
sistem keselamatan kerja
3,02 0,35 2,98 – 3,05 356
Sumber : Hasil Olahan Primer, 2017
72
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa dari 356 responden
memperoleh skor rata-rata dimensi iklim keselamatan berkisar antara 2,82 –
3,23 dengan simpangan baku berkisar 0,33 – 0,48. Dimensi yang
memperoleh skor rata-rata tertinggi sebesar 3,23 adalah dimensi komitmen
pekerja terhadap keselamatan. Sedangkan dimensi yang memperoleh skor
rata-rata terendah sebesar 2,82 adalah dimensi keadilan manajemen
terhadap keselamatan.
Setelah melakukan perhitungan skor rata-rata dimensi iklim
keselamatan, maka selanjutnya melakukan interpretasi hasil pengukuran
berdasarkan penilaian dimensi iklim keselamatan yang dikeluarkan Nordic
(Kines dkk., 2011) yaitu:
a. Skor lebih dari sama dengan 3,00 = baik, dengan ketentuan :
a. 3,30 = butuh sedikit peningkatan
b. > 3,30 = hanya perlu dipelihara
b. Skor antara 2,70 – 2,99 : cukup dan butuh peningkatan
c. Skor di bawah 2,70: kurang dan butuh peningkatan yang besar.
Berdasarkan hasil perhitungan skor rata-rata dimensi iklim
keselamatan, maka dapat digambarkan kondisi dimensi iklim keselamatan
secara keseluruhan dalam bentuk radar yang dapat dilihat pada gambar
5.1.
73
Sumber : Hasil Olahan Primer, 2017
Gambar 5.1 Gambaran Kondisi Iklim Keselamatan di Unit Base
Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017
Gambar 5.1 menunjukkan bahwa dari tujuh dimensi iklim
keselamatan diketahui bahwa terdapat tiga dimensi dengan kategori baik,
yaitu dimensi komitmen pekerja terhadap keselamatan kerja (3,23),
pembelajaran, komunikasi dan kepercayaan (3,09) dan kepercayaan
terhadap keefektifan sistem keselamatan kerja (3,02). Sedangkan empat
dimensi lainnya masuk kategori cukup, yaitu komitmen dan kemampuan
manajemen terhadap keselamatan kerja (2,96), pemberdayaan manajemen
terhadap keselamatan kerja (2,86), keadilan manajemen terhadap
2,96
2,86
2,82
3,23
2,86
3,09
3,02
Komitmen dankemampuanmanajemenkeselamatan
Pemberdayaanmanajemenkeselamatan
Keadilan manajemenkeselamatan
Komitmen pekerjaterhadap
keselamatan kerja
Prioritas keselamatanpekerja dan tidak
ditoleransinya risikobahaya
Pembelajaran,komunikasi dan
kepercayaan
Kepercayaanterhadap keefektifansistem keselamatan
kerja
74
keselamatan kerja (2,83) dan prioritas keselamatan pekerja dan tidak
ditoleransinya risiko bahaya (2,86).
Untuk melihat besaran distribusi frekuensi dari masing-masing
dimensi iklim keselamatan di unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia
Tahun 2017 dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Iklim Keselamatan Kerja di unit Base
Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017
No Dimensi Iklim Keselamatan (n = 356)
Kurang (%) Cukup (%) Baik (%)
1 Komitmen dan kemampuan
manajemen keselamatan 24,2 20,8 55,1
2 Pemberdayaan manajemen
keselamatan 21,9 29,8 48,3
3 Keadilan manajemen
keselamatan 39,3 14,0 46,6
4 Komitmen pekerja terhadap
keselamatan kerja 7,3 10,4 82,3
5 Prioritas keselamatan
pekerja dan tidak
ditoleransinya risiko bahaya
28,4 33,7 37,9
6 Pembelajaran, komunikasi
dan kepercayaan 4,2 25,8 69,9
7 Kepercayaan terhadap
keefektifan sistem
keselamatan kerja
13,5 22,2 64,3
Sumber : Hasil Olahan Primer, 2017
75
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa dari ketujuh dimensi iklim
keselamatan, pada kategori iklim keselamatan baik dengan persentase
tertinggi adalah pada dimensi komitmen pekerja terhadap keselamatan
kerja dengan persentase sebesar 82,3%. Sementara itu, pada kategori iklim
keselamatan cukup dengan persentase tertinggi adalah pada dimensi
prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko bahaya
sebesar 33,7%. Sedangkan pada kategori iklim keselamatan kurang dengan
persentase tertinggi adalah pada dimensi keadilan manajemen terhadap
keselamatan kerja sebesar 39,3%.
Setelah mengetahui distribusi proporsi kategori dimensi iklim
keselamatan, maka perlu dilakukan analisis terhadap dimensi-dimensi
tersebut. Tujuan melakukan analisis dimensi-dimensi iklim keselamatan
yaitu untuk mengetahui item-item mana yang perlu diperbaiki atau
diperhatikan lebih lanjut. Analisis ini dilakukan dengan melihat skor rata-
rata yang diperoleh pada tiap-tiap item pernyataan. Item-item tersebut
terdiri dari item pernyataan positif dan item pernyataan negatif. Pada item
pernyataan positif dikatakan baik apabila memberikan jawaban setuju atau
sangat setuju. Sedangkan untuk item pernyataan negatif dikatakan baik
apabila memberikan jawaban tidak setuju atau sangat tidak setuju. Berikut
ini hasil perhitungan masing-masing item pernyataan yang diperoleh pada
ketujuh dimensi iklim keselamatan.
76
5.2.1 Komitmen dan Kemampuan Manajemen Keselamatan
Pada dimensi ini terdiri dari 9 item pernyataan yang terbagi
menjadi 5 item pernyataan positif (A1, A2, A4, A6, A7) dan 4 item
pernyataan negatif (A3, A5, A8, A9). Distribusi rata-rata item pernyataan
tersebut dapat dilihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.3 Distribusi Rata-rata Dimensi Komitmen dan Kemampuan
Manajemen Keselamatan di Unit Base Maintenance PT GMF
AeroAsia Tahun 2017
Item Pernyataan Mean SD 95% CI Kategori
Komitmen dan Kemampuan Manajemen
Keselamatan 2,96 0,42 2,91– 3,00 Cukup
A1
Manajemen mendorong pekerja di sini
untuk bekerja sesuai aturan
keselamatan walaupun jadwal kerja
sedang padat
3,20 0,54 3,14 – 3,25 Baik
A2
Manajemen menjamin setiap orang
menerima informasi yang dibutuhkan
berkaitan dengan keselamatan
3,08 0,52 3,02 – 3,13 Baik
A3 Manajemen tidak peduli ketika seorang
pekerja mengabaikan keselamatan 3,01 0,64 2,94 – 3,08 Baik
A4 Manajemen lebih mementingkan
keselamatan dibandingkan produksi 2,88 0,65 2,82 – 2,95 Cukup
A5
Manajemen mentoleransi pekerja di
sini melakukan tindakan yang
berbahaya ketika jadwal kerja sedang
padat
2,91 0,70 2,84 – 2,99 Cukup
A6
Kami yang bekerja di sini yakin pada
kemampuan manajemen untuk
menangani keselamatan
2,87 0,57 2,81 – 2,93 Cukup
A7
Manajemen menjamin masalah
keselamatan yang ditemukan ketika
pemeriksaan/evaluasi keselamatan
ditangani dengan segera
2,89 0,58 2,83 – 2,95 Cukup
A8
Ketika risiko bahaya terdeteksi,
manajemen mengabaikannya tanpa
melakukan tindakan apapun
3,02 0,65 2,95 – 3,09 Baik
A9 Manajemen kurang mampu menangani
keselamatan dengan cara yang benar 2,79 0,66 2,73 – 2,86 Cukup
Sumber : Hasil Olahan Primer, 2017
77
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa skor rata-rata secara keseluruhan
pada dimensi ini memperoleh skor 2,96. Pada item-item pernyataan
diketahui bahwa terdapat lima item dimensi yang memperoleh skor di
antara 2,70 – 3,00. Kelima item tersebut yaitu persepsi dalam hal
menganggap bahwa manajemen lebih mementingkan keselamatan
dibandingkan produksi (A4), respon manajemen terhadap tindakan
berbahaya (A5), dan kemampuan manajemen dalam menangani
keselamatan (A6, A7, A9). Oleh karena itu, secara keseluruhan dimensi ini
membutuhkan upaya peningkatan terutama pada kelima item tersebut.
5.2.2 Pemberdayaan Manajemen Keselamatan
Pada dimensi ini terdiri dari 7 item pernyataan yang terdiri dari 5
item pernyataan positif (A10, A11, A12, A14, A16) dan 2 item pernyataan
negatif (A13, A15). Distribusi rata-rata item pernyataan tersebut dapat
dilihat pada tabel 5.4.
78
Tabel 5.4 Distribusi Rata-rata Dimensi Pemberdayaan Manajemen
Keselamatan di Unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017
Item Pernyataan Mean SD 95% CI Kategori
Pemberdayaan Manajemen Keselamatan 2,86 0,39 2,81 – 2,90 Cukup
A10
Manajemen berjuang untuk mendesain
kegiatan keselamatan yang bermakna dan
terlaksana dengan benar
2,90 0,55 2,85 – 2,96 Cukup
A11 Manajemen menjamin setiap orang dapat
mempengaruhi keselamatan kerja mereka 2,93 0,48 2,88 – 2,98 Cukup
A12
Manajemen mendorong pekerja di sini
untuk berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan yang berdampak pada
keselamatan mereka
2,94 0,51 2,89 – 3,00 Cukup
A13 Manajemen tidak peduli saran pekerja
berkaitan dengan keselamatan 2,84 0,64 2,77 – 2,90 Cukup
A14
Manajemen berjuang agar setiap orang
memiliki kompetensi yang tinggi berkaitan
dengan keselamatan dan risiko bahaya
2,89 0,53 2,83 – 2,94 Cukup
A15
Manajemen tidak pernah menanyakan
pendapat pekerja sebelum mengambil
keputusan yang berhubungan dengan
keselamatan
2,71 0,71 2,63 – 2,78 Cukup
A16
Manajemen melibatkan pekerja dalam
pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan keselamatan
2,81 0,57 2,75 – 2,87 Cukup
Sumber : Hasil Olahan Primer, 2017
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa secara keseluruhan skor rata-rata
dimensi pemberdayaan manajemen terhadap keselamatan sebesar 2,86.
Pada item-item pernyataan diketahui bahwa ketujuh item dimensi ini
memperoleh skor antara 2,70 – 3,00. Adapun item yang perlu ditingkatkan
yaitu mengenai persepsi pekerja terhadap manajemen kaitannya dengan
keterlibatan pekerja ketika mengambil keputusan (A12, A13, A15, A16)
dan pemberdayaan pekerja oleh manajemen dalam hal mendesain kegiatan
keselamatan yang benar (A10), menjamin setiap orang dapat
79
mempengaruhi keselamatan kerjanya (A11) dan menjamin kompetensi
yang tinggi terhadap keselamatan dan risiko (A14). Berdasarkan nilai 95%
CI, upaya peningkatan yang perlu ditekankan terdapat pada A15 karena
terdapat pekerja yang memperoleh skor 2,63.
5.2.3 Keadilan Manajemen Keselamatan
Pada dimensi ini terdiri dari 6 item pernyataan yang terdiri dari 4
item pernyataan positif (A17, A19, A20, A22) dan 2 item pernyataan
negatif (A18, A21). Distribusi rata-rata item pernyataan tersebut dapat
dilihat pada tabel 5.5.
Tabel 5.5 Distribusi Rata-rata Dimensi Keadilan Manajemen
Keselamatan di Unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017
Item Pernyataan Mean SD 95% CI Kategori
Keadilan Manajemen Keselamatan 2,82 0,48 2,77 – 2,87 Cukup
A17 Manajemen mengumpulkan informasi
yang akurat dalam investigasi kecelakaan 3,02 0,53 2,97 – 3,08 Baik
A18
Ketakutan terhadap sanksi (konsekuensi
negatif) dari manajemen membuat
pekerja enggan melaporkan kejadian yang
hampir menyebabkan kecelakaan (near-
miss accidents)
2,60 0,71 2,53 – 2,68 Kurang
A19
Manajemen mendengarkan dengan
seksama semua orang yang terlibat dalam
sebuah kecelakaan
2,86 0,61 2,80 – 2,92 Cukup
A20
Manajemen mencari penyebab, bukan
orang yang bersalah, ketika suatu
kecelakaan terjadi
2,84 0,75 2,76 – 2,92 Cukup
A21 Manajemen selalu menyalahkan pekerja
ketika terjadi kecelakaan 2,77 0,78 2,69 – 2,85 Cukup
A22 Manajemen memperlakukan pekerja yang
terlibat dalam kecelakaan secara adil 2,87 0,62 2,80 – 2,93 Cukup
Sumber : Hasil Olahan Primer, 2017
80
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa secara keseluruhan skor rata-rata
dimensi keadilan manajemen terhadap keselamatan kerja sebesar 2,82.
Beberapa item pernyataan diketahui memperoleh skor antara 2,70 – 3,00
yaitu mengenai persepsi pekerja terhadap manajemem dalam penyelidikan
terhadap semua orang yang terlibat kecelakaan (A19), perlakuan
manajemen terhadap pekerja yang terlibat kecelakaan (A21, A22), dan
dalam mencari penyebab kecelakaan (A20). Selain itu, item yang
memperoleh skor < 2,70 yaitu pada anggapan pekerja terhadap sanksi dari
manajemen yang membuat pekerja enggan melaporan kejadian nearmiss
(A18).
5.2.4 Komitmen Pekerja Terhadap Keselamatan Kerja
Pada dimensi ini terdiri dari 6 item pernyataan yang terdiri dari 3
item pernyataan positif (A23, A24, A27) dan 3 item pernyataan negatif
(A25, A26, A28). Distribusi rata-rata item pernyataan tersebut dapat
dilihat pada tabel 5.6.
81
Tabel 5.6. Distribusi Rata-rata Dimensi Komitmen Pekerja Terhadap
Keselamatan Kerja di Unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia
Tahun 2017
Item Pernyataan Mean SD 95% CI Kategori
Komitmen Pekerja Terhadap Keselamatan
Kerja 3,23 0,42 3,19 – 3.28 Baik
A23
Kami yang bekerja di sini bersama-sama
berusaha keras untuk mencapai tingkat
keselamatan kerja yang tinggi
3,25 0,56 3,19 – 3,31 Baik
A24
Kami yang bekerja di sini bertanggung
jawab untuk selalu menjaga kerapian tempat
kerja
3,24 0,49 3,19 – 3,29 Baik
A25 Kami yang bekerja di sini tidak peduli
terhadap keselamatan orang lain 3,35 0,63 3,29 – 3,42 Baik
A26
Kami yang bekerja di sini menghindar untuk
menangani risiko bahaya yang telah
ditemukan
3,08 0,58 3,02 – 3,14 Baik
A27 Kami yang bekerja di sini membantu satu
sama lain untuk bekerja dengan aman 3,33 0,53 3,28 – 3,39 Baik
A28 Kami yang bekerja di sini tidak bertanggung
jawab terhadap keselamatan orang lain 3,17 0,72 3,09 – 3,24 Baik
Sumber : Hasil Olahan Primer, 2017
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa secara keseluruhan skor rata-rata
dimensi komitmen pekerja terhadap keselamatan kerja sebesar 3,23.
Keseluruhan item-item pernyataan pada dimensi ini menunjukkan kategori
yang baik. Artinya, pekerja telah bersama-sama berusaha keras untuk
mencapai tingkat keselamatan kerja yang tinggi (A23), bertanggung jawab
terhadap kerapian tempat kerja (A24), peduli terhadap keselamatan orang
lain (A25), tidak menghindar dalam menangani risiko bahaya yang telah
ditemukan (A26), membantu rekan kerja lain untuk bekerja dengan aman
(A27) dan bertanggung jawab terhadap keselamatan orang lain (A28).
Adapun hal yang dilakukan adalah meningkatkan agar lebih optimal dan
mempertahankan komitmen tersebut.
82
5.2.5 Prioritas Keselamatan Pekerja dan Tidak Ditoleransinya Risiko
Bahaya
Pada dimensi ini terdiri dari 7 item pernyataan yang terdiri dari 1
item pernyataan positif (A33) dan 6 item pernyataan negatif (A29, A30,
A31, A32, A34, A35). Distribusi rata-rata item pernyataan tersebut dapat
dilihat pada tabel 5.7.
Tabel 5.7 Distribusi Rata-rata Dimensi Prioritas Keselamatan Pekerja
dan Tidak Ditoleransinya Risiko Bahaya di Unit Base Maintenance
PT GMF AeroAsia Tahun 2017
Item Pernyataan Mean SD 95% CI Kategori
Prioritas Keselamatan Pekerja dan Tidak
Ditoleransinya Risiko Bahaya 2,86 0,43 2,81 – 2,90 Cukup
A29
Kami yang bekerja di sini menganggap
risiko bahaya sebagai hal yang tidak dapat
dihindari dalam bekerja
2,54 0,76 2,46 – 2,62 Kurang
A30
Kami yang bekerja di sini menganggap
kecelakaan ringan sebagai bagian dari
pekerjaan harian kami
2,79 0,65 2,72 – 2,85 Cukup
A31
Kami yang bekerja di sini menerima
perilaku yang berbahaya selama tidak
menimbulkan kecelakaan
3,01 0,69 2,94 – 3,09 Baik
A32
Kami yang bekerja di sini melanggar
aturan keselamatan demi menyelesaikan
pekerjaan tepat waktu
2,99 0,76 2,91 – 3,07 Cukup
A33
Kami yang bekerja di sini tidak pernah
mau mengambil tindakan yang berbahaya
walaupun jadwal kerja sedang padat
3,17 0,58 3,11 – 3,23 Baik
A34
Kami yang bekerja di sini menganggap
pekerjaan kami tidak sesuai untuk para
penakut
2,75 0,71 2,68 – 2,82 Cukup
A35 Kami yang bekerja disini mau mengambil
risiko yang berbahaya saat bekerja 2,80 0,74 2,72 – 2,88 Cukup
Sumber : Hasil Olahan Primer, 2017
83
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa secara keseluruhan skor rata-rata
dimensi prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko
bahaya sebesar 2,86. Beberapa item pernyataan memperoleh skor di antara
2,70 – 3,00 yaitu terkait persepsi terhadap prioritas keselamatan dimana
tidak melanggar aturan keselamatan saat bekerja (A32), kecelakaan ringan
bukan merupakan bagian dari pekerjaan (A30) dan tidak mengambil risiko
berbahaya saat bekerja (A34, A35). Sementara itu, item yang memperoleh
skor < 2,70 yaitu persepsi terhadap risiko bahwa bahaya tidak dapat
dihindari (A29). Hal ini menunjukkan bahwa penilaian pekerja terhadap
risiko bahaya perlu ditingkatkan agar pekerja senantiasa memberikan
perhatian yang lebih terhadap keselamatan saat bekerja.
5.2.6 Pembelajaran, komunikasi dan kepercayaan
Pada dimensi ini terdiri dari 8 item pernyataan yang terdiri dari 7
item pernyataan positif (A36, A37, A38, A39, A40, A42, A43) dan 1 item
pernyataan negatif (A41). Distribusi rata-rata item pernyataan tersebut
dapat dilihat pada tabel 5.8.
84
Tabel 5.8 Distribusi Rata-rata Dimensi Pembelajaran, Komunikasi dan
Kepercayaan di Unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017
Item Pernyataan Mean SD 95% CI Kategori
Pembelajaran, Komunikasi dan Kepercayaan 3,09 0,33 3,05 – 3,12 Baik
A36 Kami yang bekerja di sini mencoba untuk
mencari solusi jika seseorang
memberitahukan masalah keselamatan
3,16 0,46 3,11 – 3,21 Baik
A37 Kami yang bekerja di sini merasa aman ketika
bekerja bersama-sama
3,11 0,51 3,06 – 3,16 Baik
A38 Kami yang bekerja di sini memilki
kepercayaan yang tinggi terhadap satu sama
lain untuk memastikan keselamatan
3,13 0,50 3,08 – 3,18 Baik
A39 Kami yang bekerja di sini belajar dari
pengalaman untuk mencegah terjadinya
kecelakaan
3,22 0,49 3,17 – 3,27 Baik
A40 Kami yang bekerja di sini menganggap serius
saran dan pendapat orang lain berkaitan
dengan keselamatan
3,14 0,49 3,09 – 3,19 Baik
A41 Kami yang bekerja di sini jarang berbicara
tentang keselamatan
2,93 0,63 2,86 – 3,00 Cukup
A42 Kami yang bekerja di sini selalu
mendiskusikan isu-isu keselamatan saat isu-
isu tersebut muncul
2,96 0,47 2,91 – 3,01 Cukup
A43 Kami yang bekerja disini dapat berbicara
dengan bebas dan terbuka tentang
keselamatan
3,08 0,46 3,03 – 3,13 Baik
Sumber : Hasil Olahan Primer, 2017
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa secara keseluruhan skor rata-rata
dimensi prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko
bahaya sebesar 3.09. Enam dari delapan item pernyataan menunjukkan
persepsi yang baik, namun terdapat dua item yang memiliki persepsi yang
cukup dimana memperoleh skor < 3.00, yaitu bahwa pekerja jarang
berbicara tentang keselamatan (A41) dan persepsi bahwa pekerja dapat
berbicara dengan bebas dan terbuka tentang keselamatan (A42). Hal
tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja disini belajar dari
85
pengalaman untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Namun masih ada
pekerja yang merasa pembicaraan mengenai keselamatan jarang
dilakukan, sehingga hal ini menjadi perhatian dan perlu ditingkatkan.
5.2.7 Kepercayaan Terhadap Keefektifan Sistem Keselamatan Kerja
Pada dimensi ini terdiri dari 7 item pernyataan yang terdiri dari 4
item pernyataan positif (A44, A46, A48, A50) dan 3 item pernyataan
negatif (A45, A47, A49). Distribusi rata-rata item pernyataan tersebut
dapat dilihat pada tabel 5.9.
Tabel 5.9 Distribusi Rata-rata Dimensi Kepercayaan Terhadap
Keefektifan Sistem Keselamatan Kerja di Unit Base Maintenance PT
GMF AeroAsia Tahun 2017
Item Pernyataan Mean SD 95% CI Kategori
Kepercayaan Terhadap Keefektifan Sistem
Keselamatan Kerja 3,02 0,35 2,98 – 3,05 Baik
A44
Kami yang bekerja di sini menganggap bahwa
seorang staf keselamatan kerja yang baik
memegang peranan penting dalam mencegah
terjadinya kecelakaan
2,92 0,60 2,86 – 2,98 Cukup
A45
Kami yang bekerja di sini menganggap
penilaian/audit keselamatan tidak berdampak
pada keselamatan
2,80 0,62 2,74 – 2,87 Cukup
A46
Kami yang bekerja di sini menganggap
pelatihan keselamatan merupakan hal yang
baik untuk mencegah terjadinya kecelakaan
3,15 0,55 3,09 – 3,21 Baik
A47
Kami yang bekerja di sini menganggap
perencanaan awal mengenai keselamatan tidak
ada gunanya
2,94 0,57 2,88 – 3,00 Cukup
A48
Kami yang bekerja di sini menganggap
penilaian/audit keselamatan membantu
menemukan bahaya yang serius
3,00 0,54 2,94 – 3,05 Baik
A49 Kami yang bekerja di sini menganggap
pelatihan keselamatan tidak ada gunanya 3,12 0,57 3,06 – 3,18 Baik
A50 Kami yang bekerja di sini menganggap
penting adanya tujuan keselamatan yang jelas 3,22 0,50 3,16 – 3,27 Baik
Sumber : Hasil Olahan Primer, 2017
86
Tabel 5.9 menunjukkan bahwa secara keseluruhan skor rata-rata
dimensi prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko
bahaya sebesar 3,02. Namun, berdasarkan skor rata-rata item pernyataan
terdapat tiga dimensi yang memperoleh skor < 3,00, yaitu persepsi
mengenai mengenai pentingnya fungsi staf atau petugas keselamatan
(A44), penilaian terhadap audit keselamatan (A45) dan perencanaan
awal/penilaian risiko dalam mencegah terjadinya kecelakaan (A47). Hal
tersebut menjadi perhatian penting untuk meningkatkan anggapan bahwa
evaluasi keselamatan memberikan dampak bagi upaya keselamatan di
perusahaan.
5.3 Gambaran Iklim Keselamatan Berdasarkan Karakteristik Demografi
di Unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia
Gambaran iklim keselamatan di unit Base Maintenance PT GMF
AeroAsia Tahun 2017 juga ditinjau berdasarkan karakteristik demografi
pekerja, diantaranya dilihat dari umur, masa kerja, posisi jabatan dan tingkat
pendidikan. Berikut ini adalah hasil analisis distribusi frekuensi
karakteristik demografi pada pekerja di unit Base Maintenance PT GMF
AeroAsia Tahun 2017 seperti pada tabel 5.10.
87
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Karakteristik Demografi Pekerja di
Unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017
No Variabel Kategori Total (n = 356)
Persentase (%)
1 Umur ≤ 35 tahun 86,0
36 – 50 tahun 9,6
> 50 tahun 4,5
2 Masa Kerja 0 – 5 tahun 70,8
6 – 15 tahun 19,1
≥ 16 tahun 10,1
3 Posisi Jabatan Manajerial 9,6
Pekerja Pelaksana 90,4
4 Tingkat Pendidikan SLTP 2,2
SLTA 52,2
Perguruan Tinggi 45,5
Sumber : Hasil Olahan Primer, 2017
Berdasarkan tabel 5.10, diketahui bahwa pekerja yang berusia ≤ 35
tahun mendominasi jumlah responden dalam penelitian ini dengan
persentase sebesar 86%. Dilihat dari masa kerjanya, diketahui persentase
pekerja dengan lama kerja terbanyak yaitu antara 0 – 5 tahun sebesar 70,8%.
Sementara itu, berdasarkan posisi jabatan, persentase pekerja pelaksana
yang menjadi responden sebesar 90,4% sedangkan manajerial sebesar 9,6%.
Selain itu, jika dilihat dari tingkat pendidikan diketahui bahwa persentase
terbanyak yaitu SLTA sebesar 52,2% dan perguruan tinggi sebesar 45,5%.
Berikut ini merupakan gambaran iklim keselamatan ditinjau berdasarkan
umur, masa kerja, posisi jabatan dan tingkat pendidikan di unit Base
Maintenance PT GMF AeroAsia:
88
5.3.1 Gambaran Iklim Keselamatan Berdasarkan Umur di Unit Base
Maintenance PT GMF AeroAsia
Informasi mengenai umur diperoleh melalui kuesioner dalam
bentuk tanggal lahir dan kemudian dihitung lamanya hidup sampai
penelitian dilakukan. Setelah informasi mengenai umur pekerja telah
diperoleh, selanjutnya umur dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu :
≤ 35 tahun, 36 – 50 tahun dan > 50 tahun. Adapun skor rata-rata dimensi
iklim keselamatan berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 5.11.
Tabel 5.11 Skor Rata-rata Iklim Keselamatan Berdasarkan Umur di
Unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017
No Dimensi Iklim Keselamatan, ̅ (Kategori)
≤ 35 th 36 – 50 th > 50 th
1 Komitmen dan kemampuan
manajemen keselamatan 2,93 (C) 3,09 (B) 3,25 (B)
2 Pemberdayaan manajemen
keselamatan 2,83 (C) 2,98 (C) 3,05 (B)
3 Keadilan manajemen
keselamatan 2,79 (C) 2,96 (C) 3,17 (B)
4 Komitmen pekerja terhadap
keselamatan kerja 3,22 (B) 3,26 (B) 3,43 (B)
5 Prioritas keselamatan pekerja
dan tidak ditoleransinya risiko
bahaya
2,84 (C) 2,97 (C) 3,01 (C)
6 Pembelajaran, komunikasi dan
kepercayaan 3,08 (B) 3,08 (B) 3,17 (B)
7 Kepercayaan terhadap
keefektifan sistem keselamatan
kerja
3,00 (B) 3,05 (B) 3,21 (B)
Keterangan : K = Kurang ; C = Cukup ; B = Baik
Sumber : Hasil Olahan Primer, 2017
89
Berdasarkan tabel 5.11 diketahui skor rata-rata tertinggi terdapat
pada dimensi komitmen pekerja terhadap keselamatan yaitu pada kategori
umur ≤ 35 tahun dengan skor 3,22, kategori umur 36 – 50 dengan skor
3.26 dan kategori umur > 50 dengan skor 3,43. Sedangkan skor rata-rata
terendah terdapat pada dimensi keadilan manajemen terhadap keselamatan
untuk kategori umur ≤ 35 tahun dengan skor 2,79 dan kategori umur 36 –
50 dengan skor 2,96. Sementara itu, pada kelompok umur > 50 tahun
memiliki skor rata-rata terendah pada dimensi prioritas keselamatan
pekerja dan tidak ditoleransinya risiko bahaya sebesar 3,01. Selain itu, jika
dibandingkan antar kategori umur diketahui skor rata-rata ketujuh dimensi
iklim keselamatan mengalami peningkatan seiring meningkatnya kategori
umur. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kelompok umur yang lebih
tua cenderung memiliki iklim keselamatan yang lebih positif.
5.3.2 Gambaran Iklim Keselamatan Berdasarkan Masa Kerja di Unit Base
Maintenance PT GMF AeroAsia
Informasi mengenai masa kerja diperoleh melalui kuesioner dalam
bentuk tahun. Setelah infornasi mengenai masa kerja selama di unit Base
Maintenance telah terkumpul, maka masa kerja dikelompokkan menjadi 3
kategori, yaitu : 0 – 5 tahun, 6 – 15 tahun dan > 16 tahun. Skor rata-rata
dimensi iklim keselamatan berdasarkan masa kerja dapat dilihat pada tabel
5.12.
90
Tabel 5.12 Skor Rata-rata Iklim Keselamatan Berdasarkan Masa
Kerja di Unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017
No Dimensi Iklim Keselamatan, ̅ (Kategori)
0 – 5 th 6 – 15 th ≥ 16 th
1 Komitmen dan kemampuan
manajemen keselamatan 2,95 (C) 2,84 (C) 3,21 (B)
2 Pemberdayaan manajemen
keselamatan 2,84 (C) 2,81 (C) 3,01 (B)
3 Keadilan manajemen keselamatan 2,81 (C) 2,75 (C) 3,08 (B)
4 Komitmen pekerja terhadap
keselamatan 3,20 (B) 3,27 (B) 3,36 (B)
5 Prioritas keselamatan pekerja dan
tidak ditoleransinya risiko bahaya 2,83 (C) 2,90 (C) 2,99 (C)
6 Pembelajaran, komunikasi dan
kepercayaan 3,08 (B) 3,07 (B) 3,16 (B)
7 Kepercayaan terhadap keefektifan
sistem keselamatan kerja 3,02 (B) 2,94 (C) 3,02 (B)
Keterangan : K = Kurang ; C = Cukup ; B = Baik
Sumber : Hasil Olahan Primer, 2017
Berdasarkan tabel 5.12 diketahui skor rata-rata tertinggi terdapat
pada dimensi komitmen pekerja terhadap keselamatan yaitu pada kategori
masa kerja 0 – 5 tahun dengan skor 3,20, kategori masa kerja 6 – 15 tahun
dengan skor 3,27 dan kategori masa kerja ≥ 16 tahun dengan skor 3,36.
Sedangkan skor rata-rata terendah terdapat pada dimensi keadilan
manajemen terhadap keselamatan untuk kategori masa kerja 0 – 5 tahun
dengan skor 2,81 dan kategori masa kerja 6 – 15 tahun dengan skor 2,75.
Sementara itu, pada kelompok masa kerja ≥ 16 tahun memiliki skor rata-
rata terendah pada dimensi prioritas keselamatan pekerja dan tidak
ditoleransinya risiko bahaya sebesar 2,99.
91
Selain itu, jika dibandingkan antar kategori masa kerja diketahui
hanya tiga dimensi yang mengalami peningkatan seiring meningkatnya
kategori masa kerja yaitu pemberdayaan manajemen terhadap
keselamatan, komitmen pekerja terhadap keselamatan dan prioritas
keselamatan & tidak ditoleransinya risiko bahaya. Namun, pada pekerja
dengan masa kerja ≥ 16 tahun memiliki skor rata-rata tertinggi pada
ketujuh dimensi. Oleh karena itu, diketahui bahwa pekerja dengan masa
kerja ≥ 16 tahun memiliki iklim keselamatan yang lebih positif.
5.3.3 Gambaran Iklim Keselamatan Berdasarkan Posisi Jabatan di Unit
Base Maintenance PT GMF AeroAsia
Informasi mengenai posisi jabatan dibedakan menjadi dua kategori
yaitu pada tingkat manajerial dan tingkat pekerja pelaksana. Skor rata-rata
dimensi iklim keselamatan berdasarkan posisi jabatan dapat dilihat pada
tabel 5.13.
92
Tabel 5.13 Skor Rata-rata Iklim Keselamatan Berdasarkan Posisi
Jabatan di Unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017
No Dimensi Iklim Keselamatan, ̅ (Kategori)
Manajerial Pelaksana
1 Komitmen dan kemampuan
manajemen keselamatan 3,22 (B) 2,93 (C)
2 Pemberdayaan manajemen
keselamatan 3,10 (B) 2,83 (C)
3 Keadilan manajemen keselamatan 3,08 (B) 2,80 (C)
4 Komitmen pekerja terhadap
keselamatan kerja 3,35 (B) 3,22 (B)
5 Prioritas keselamatan pekerja dan
tidak ditoleransinya risiko bahaya 2,98 (C) 2,85 (C)
6 Pembelajaran, komunikasi dan
kepercayaan 3,18 (B) 3,08 (B)
7 Kepercayaan terhadap keefektifan
sistem keselamatan kerja 3,13 (B) 3,00 (B)
Keterangan : K = Kurang ; C = Cukup ; B = Baik
Sumber : Hasil Olahan Primer, 2017
Berdasarkan tabel 5.13 diketahui skor rata-rata tertinggi terdapat
pada dimensi komitmen pekerja terhadap keselamatan yaitu pada tingkat
manajerial dengan skor 3,35 dan pada tingkat pekerja pelaksana dengan
skor 3,22. Sedangkan skor rata-rata terendah terdapat pada dimensi
keadilan manajemen terhadap keselamatan untuk tingkat pelaksana dengan
skor 2,80. Sementara itu, pada tingkat manajerial memiliki skor rata-rata
terendah pada dimensi prioritas keselamatan pekerja dan tidak
ditoleransinya risiko bahaya sebesar 2,98. Selain itu, diketahui bahwa skor
rata-rata pada tingkat manajerial terhadap ketujuh dimensi memiliki skor
yang lebih tinggi dibandingkan tingkat pelaksana. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa tingkat manajerial cenderung memiliki persepsi iklim
keselamatan yang lebih positif.
93
5.3.4 Gambaran Iklim Keselamatan Berdasarkan Tingkat Pendidikan di
Unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia
Informasi mengenai tingkat pendidikan dibagi menjadi 3 kategori
yaitu SLTP, SLTA, Perguruan Tinggi. Skor rata-rata iklim keselamatan
berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 5.14.
Tabel 5.14 Skor Rata-rata Iklim Keselamatan Berdasarkan Tingkat
Pendidikan di Unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017
No Dimensi Iklim Keselamatan, ̅ (Kategori)
SLTP SLTA PT
1 Komitmen dan kemampuan
manajemen keselamatan 2,94 (C) 2,93 (C) 2,99 (C)
2 Pemberdayaan manajemen
keselamatan 2,75 (C) 2,86 (C) 2,85 (C)
3 Keadilan manajemen
keselamatan 2,70 (C) 2,80 (C) 2,85 (C)
4 Komitmen pekerja terhadap
keselamatan kerja 3,14 (B) 3,23 (B) 3,24 (B)
5 Prioritas keselamatan pekerja
dan tidak ditoleransinya risiko
bahaya
2,78 (C) 2,87 (C) 2,86 (C)
6 Pembelajaran, komunikasi dan
kepercayaan 2,92 (C) 3,09 (B) 3,09 (B)
7 Kepercayaan terhadap
keefektifan sistem keselamatan
kerja
2,98 (C) 3,02 (B) 3,02 (B)
Keterangan : K = Kurang ; C = Cukup ; B = Baik
Sumber : Hasil Olahan Primer, 2017
Berdasarkan tabel 5.14 diketahui skor rata-rata tertinggi terdapat
pada dimensi komitmen pekerja terhadap keselamatan yaitu pada tingkat
pendidikan SLTP dengan skor 3,14, tingkat SLTA dengan skor 3,23 dan
tingkat perguruan tinggi dengan skor 3,24. Sedangkan skor rata-rata
94
terendah terdapat pada dimensi keadilan manajemen keselamatan pada
tingkat pendidikan SLTP sebesar 2,70, tingkat SLTA sebesar 2,80.
Sementara itu, pada tingkat perguruan tinggi skor rata-rata terendah
terdapat pada dimensi keadilan manajemen keselamatan dan
pemberdayaan manajemen keselamatan dengan masing-masing
memperoleh skor rata-rata sebesar 2,85. Apabila dibandingkan pada
masing-masing tingkat pendidikan, maka skor rata-rata yang diperoleh
tidak jauh berbeda atau cenderung sama.
95
BAB VI PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
1. Saat pengisian kuesioner oleh responden sebagian besar dibawah
pengawasan peneliti dan sebagian tidak berada dalam pengawasan peneliti
melainkan melalui perantara sehingga ada kemungkinan bahwa pekerja
bekerja sama dengan pekerja lain. Hal tersebut dapat menyebabkan
kemungkinan kesamaan jawaban antara pekerja satu dengan yang lain.
2. Waktu pengambilan data pada beberapa responden dilakukaan saat jadwal
kerja sedang padat sehingga dikhawatirkan pekerja tidak fokus ketika
memberikan jawaban di lembar kuesioner. Hal tersebut dapat
mempengaruhi konsentrasi pekerja dalam memberikan jawaban.
6.2 Gambaran Iklim Keselamatan di Unit Base Maintenance PT GMF
AeroAsia Tahun 2017
Iklim keselamatan merupakan salah satu aspek yang membentuk
budaya keselamatan dimana fokus terhadap persepsi pekerja tentang kondisi
keselamatan yang dirasakan. Persepsi ini berfungsi sebagai kerangka acuan
seseorang dengan membentuk sikap dan perilaku yang diketahui dapat
mempengaruhi tingkat kecelakaan dan cedera (Cooper, 2001). Penelitian ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran iklim keselamatan
yang diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan diskusi untuk
96
dipertimbangkan dalam pengembangan dan perbaikan upaya keselamatan
serta menjadi bahan evaluasi bagi perusahaan untuk terus meningkatkan
kualitas keselamatan di perusahaan sehingga tercapainya kinerja
keselamatan yang tinggi dimana akan mempengaruhi kualitas produksi
organisasi.
Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Griffin dan Neal (2000)
menunjukkan bahwa iklim keselamatan dapat mempengaruhi kinerja
keselamatan yang diperantarai oleh pengetahuan dan motivasi pekerja.
Kinerja keselamatan itu sendiri terdiri dari kepatuhan keselamatan dan
partisipasi keselamatan. Selain dapat memprediksi kinerja keselamatan,
beberapa penelitian telah mengevaluasi hubungan iklim keselamatan dengan
outcome keselamatan mulai dari perilaku yang tidak aman (Hofmann &
Stetzer, 1996), perilaku keselamatan (Glendon dan Litherland, 2001; Seo
dkk., 2004; Cooper dan Philips, 2004), persepsi risiko (Tharaldsen dkk.,
2008) kejadian hampir celaka/nearmiss (Morrow dan Crum, 2004),
pelanggaran keselamatan dan motivasi keselamatan (Kines dkk., 2011), dan
tingkat kecelakaan (Dejoy dkk., 2004). Cooper dan Phillips (2004) pun
menambahkan bahwa pencapaian dan pemeliharaan dari iklim keselamatan
yang positif akan mampu menciptakan suasana atau lingkungan kerja
dimana peningkatan kinerja keselamatan bisa terus dicapai oleh suatu
organisasi.
Pada penelitian ini, pengukuran iklim keselamatan dilakukan dengan
mengacu pada pedoman iklim keselamatan yang dikembangkan oleh
97
Nordic. Iklim keselamatan yang dikembangkan memiliki tujuh dimensi
iklim keselamatan kerja yang dipercaya dapat menggambarkan kondisi
iklim keselamatan di suatu perusahaan. Ketujuh dimensi iklim keselamatan
tersebut yaitu 1) komitmen dan kemampuan manajemen keselamatan, 2)
pemberdayaan manajemen keselamatan, 3) keadilan manajemen
keselamatan, 4) komitmen pekerja terhadap keselamatan kerja, 5) prioritas
keselamatan pekerja & tidak ditoleransinya risiko, 6) pembelajaran
komunikasi & kepercayaan, dan 7) kepercayaan terhadap keefektifan sistem
keselamatan kerja.
PT GMF AeroAsia sebagai perusahaan jasa yang bergerak di bidang
perawatan, perbaikan, dan overhaul pesawat udara. Dalam setiap aktivitas
bisnis yang dijalankan akan terdapat bahaya yang berpotensi terhadap
terjadinya kecelakaan, cedera dan penyakit akibat kerja. Oleh karena itu,
GMF melakukan pengelolaan pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja
sebagai bagian dari strategi bisnis perusahaan. Untuk menunjang upaya
tersebut dan menciptakan budaya keselamatan yang baik, maka
dilakukannya penelitian mengenai iklim keselamatan di PT GMF AeroAsia
khususnya unit Base Maintenance.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada ketujuh dimensi iklim
keselamatan di PT GMF AeroAsia terdapat tiga dimensi yang mendapatkan
skor diatas 3,00. Artinya pada ketiga dimensi ini sudah masuk kategori
iklim keselamatan yang baik. Ketiga dimensi tersebut yaitu pada dimensi
komitmen pekerja terhadap keselamatan kerja (3,24), pemberdayaan,
98
komunikasi dan kepercayaan (3,09), serta kepercayaan terhadap keefektifan
sistem keselamatan kerja (3,02). Sementara itu, terdapat empat dimensi
yang mendapatkan skor rata-rata antara 2,70 – 2,99 yaitu dimensi komitmen
dan kemampuan manajemen keselamatan (2,96), pemberdayaan manajemen
keselamatan (2,86), keadilan manajemen keselamatan (2,82) dan prioritas
keselamatan pekerja & tidak ditoleransinya risiko bahaya (2,86). Keempat
dimensi ini termasuk kategori iklim keselamatan yang cukup dan
membutuhkan upaya peningkatan.
Dimensi komitmen dan kemampuan manajemen keselamatan
memperoleh skor 2,96. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat
ketidakyakinan pekerja terhadap kemampuan manajemen dalam hal
memprioritaskan keselamatan, merespon perilaku yang tidak aman dan
dalam menangani keselamatan. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi
persepsi pekerja dimana apabila persepsi pekerja terhadap manajemen
kurang dapat berdampak pada tingkat kepercayaaan pekerja terhadap
manajemen. Langford dkk., (2000) mengemukakan bahwa ketika pekerja
percaya bahwa manajemen peduli terhadap keselamatan mereka, maka
pekerja akan lebih bisa bekerja sama untuk meningkatkan dan memperbaiki
kinerja keselamatan.
Dimensi pemberdayaan manajemen keselamatan memperoleh skor
2,86. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat keyakinan bahwa pekerja
kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan dalam
memberdayakan pekerja seperti menjamin kompetensi pekerja terhadap
99
keselamatan dan risiko. Choudhry (2011) menunjukkan bahwa upaya
manajemen yang tinggi perlu melibatkan pekerja terutama dalam kegiatan
keselamatan. Hal tersebut dilakukan karena dapat membantu pelaksanaan
sistem manajemen keselamatan yang efektif. Selain itu, setiap karyawan
juga memperoleh pengetahuan keselamatan yang dapat mengembangkan
kemampuan untuk bekerja aman di lokasi kerja dan menumbukan persepsi
yang positif terhadap keselamatan.
Dimensi keadilan manajemen keselamatan memperoleh skor 2,82.
Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat ketidakdisiplinan dalam
perlakuan manajemen terhadap pekerja yang terlibat kecelakaan dan
menindak pekerja yang berperilaku tidak aman. Kondisi tersebut dapat
menyebabkan hambatan dalam proses pembelajaran terhadap keselamatan
(Jeffcott dkk., 2006).
Dimensi prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya
risiko bahaya memperoleh skor 2,86. Hal ini menunjukkan masih belum
optimalnya pemahaman pekerja mengenai risiko bahaya di tempat kerja.
Kondisi tersebut dapat mempengaruhi tingkat persepsi pekerja terhadap
risiko, apabila persepsi risiko rendah dapat menyebabkan tingkat toleransi
risiko menjadi lebih tinggi dan meningkatkan perilaku berisiko (Inouye,
2014).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
ketiga dimensi yang mengukur persepsi pekerja terhadap manajemen
keselamatan di dalam organisasi memiliki skor yang lebih rendah
100
dibandingkan dengan keempat dimensi yang berkaitan dengan persepsi
keselamatan terhadap kelompok kerja. Kondisi tersebut sesuai dengan
analisis penelitian iklim keselamatan yang dilakukan Clarke (2006), dimana
dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa individu akan merasa lebih
berkomitmen terhadap kelompok kerjanya dibandingkan dengan organisasi
sehingga persepsi dalam kelompok kerja memiliki skor yang lebih tinggi.
Selain itu, proses komunikasi juga dapat mempengaruhi perbedaan skor
iklim keselamatan. Proses komunikasi akan lebih sering terjadi di antara
pekerja karena berada dalam pekerjaan yang sama dibandingkan
komunikasi antara pekerja dengan manajemen. Hal tersebut menyebabkan
adanya perbedaan skor iklim keselamatan antara persepsi terhadap
manajemen dengan kelompok kerja.
Hasil penelitian ini juga dapat menunjukkan faktor yang
mempengaruhi masih adanya kejadian kecelakaan atau insiden di PT GMF
AeroAsia terutama unit Base Maintenance. Berdasarkan analisis terhadap
tujuh dimensi iklim keselamatan, diketahui bahwa sebagian besar pekerja
menganggap risiko bahaya sebagai hal yang tidak dapat dihindari dalam
bekerja yang menyebabkan kecelakaan ringan menjadi bagian dari
pekerjaan harian mereka. Hal tersebut dapat menyebabkan perilaku berisiko
pekerja meningkat. Selain itu, sebagian pekerja juga merasa takut terhadap
sanksi dari manajemen yang membuat pekerja enggan melaporkan kejadian
yang hampir menyebabkan kecelakaan. Kondisi tersebut menyebabkan
kejadian kecelakaan masih terulang setiap tahun.
101
Penelitian ini juga meninjau gambaran iklim keselamatan
berdasarkan karakteristik demografi pekerja. Menurut Choudhry dkk.,
(2009), karakteristik demografi diidentifikasi dapat mempengaruhi iklim
keselamatan yang kemudian mempengaruhi perilaku keselamatan individu.
Karakteristik demografi yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi umur,
masa kerja, posisi jabatan dan masa kerja. Beberapa penelitian sebelumnya
telah membuktikan adanya perbedaan antara karakteristik demografi dengan
tingkat iklim keselamatan yang diterima. Penelitian terhadap karakteristik
demografi juga ditujukan untuk menyesuaikan program intervensi yang
diberikan dan sebagai teknik validasi karakteristik demografi dalam
pengembangan penelitian iklim keselamatan (Cooper dan Phillips, 2004).
Berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran iklim keselamatan
ditinjau dari karateristik demografi diketahui bahwa semakin bertambah
umur, maka skor rata-rata terhadap dimensi-dimensi iklim keselamatan
cenderung meningkat. Sementara untuk variabel masa kerja, diketahui
bahwa pekerja dengan masa kerja > 16 tahun memiliki skor rata-rata iklim
keselamatan yang lebih tinggi. Selain itu, posisi jabatan juga menentukan
tingkat persepsi iklim keselamatan yang dirasakan dimana hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat manajerial memperoleh skor rata-rata yang
melebihi tingkat pekerja pelaksana. Namun, untuk variabel tingkat
pendidikan ditemukan bahwa pada ketiga tingkat pendidikan memperoleh
skor rata-rata yang tidak jauh berbeda pada keseluruhan dimensi.
102
Pekerja yang berusia lebih tua, memiliki pengalaman kerja yang
lebih lama dan berada pada posisi manajerial memiliki iklim keselamatan
yang lebih positif. Kondisi tersebut dapat dikarenakan pekerja tersebut telah
menguasai housekeeping perusahaan dan lebih memahami mengenai
pemeriksaan peralatan keselamatan dengan cara yang benar serta merasakan
dukungan dari manajemen (Siu dkk., 2003). Oleh karena itu, upaya
peningkatan persepsi iklim keselamatan dapat dilakukan pada kelompok
pekerja usia muda, memiliki pengalaman kerja yang tidak lama dan
merupakan pekerja pelaksana.
Berdasarkan uraian hasil di atas dapat diketahui bahwa iklim
keselamatan di PT GMF AeroAsia masih memerlukan langkah peningkatan
atau perbaikan pada beberapa dimensi iklim keselamatan yang dianggap
kurang. Selain itu, perlu dipertahankan dan dipelihara persepsi terhadap
dimensi iklim keselamatan yang dianggap telah baik. Tujuannya agar
terciptanya iklim keselamatan yang positif diperusahaan dimana dapat
berdampak pada kinerja keselamatan dan produksi perusahaan yang tinggi
Dalam penelitian ini, pengukuran iklim keselamatan hanya
berdasarkan kuesioner penelitian dan tidak melakukan wawancara maupun
observasi. Hal tersebut menyebabkan hasil penelitian ini bersifat subjektif
dari pekerja dalam menilai kondisi keselamatan di lingkungan kerjanya.
Oleh karena itu, diharapkan menjadi perhatian bagi peneliti selanjutnya
apabila ingin meneliti mengenai iklim keselamatan di tempat kerja untuk
melihat dari sisi manajemen secara lebih mendalam. Selain itu, perlu juga
103
didukung berdasarkan pengamatan terhadap kondisi keselamatan di
lapangan secara langsung sehingga hasil penelitian akan lebih dapat
menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Adapun mengenai pembahasan
mengenai iklim keselamatan yang ada di PT GMF AeroAsia akan dijelaskan
sebagai berikut.
6.2.1 Komitmen dan Kemampuan Manajemen Keselamatan
Komitmen dan kemampuan manajemen keselamatan merupakan
dimensi pertama dalam kuesioner NOSAC-50. Dimensi ini terdiri dari 9
item pernyataan yang bertujuan menangkap persepsi pekerja terhadap cara
manajemen dalam memprioritaskan keselamatan, menjamin manajemen
agar setiap orang menerima informasi keselamatan yang dibutuhkan,
respon terhadap perilaku tidak aman dan kompetensi manajemen dalam
menangani keselamatan. Dimensi ini telah menjadi salah satu faktor
terpenting dalam iklim keselamatan dan diterima secara luas dalam
beberapa penelitian (Flin dkk, 2000; Kines dkk., 2011; Hosny dkk., 2017).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi pekerja terhadap
komitmen dan kemampuan manajemen keselamatan masuk kategori cukup
dimana memperoleh skor rata-rata sebesar 2,96. Berdasarkan analisis item
pernyataan yang membentuk dimensi ini diketahui persepsi pekerja yang
termasuk kategori cukup dan butuh peningkatan yaitu persepsi pekerja
mengenai prioritas keselamatan diatas produksi oleh manajemen (A4),
respon manajemen terhadap perilaku tidak aman (A5) dan kemampuan
manajemen dalam menangani keselamatan (A6, A7, A9).
104
Sebagian besar prioritas organisasi dikomunikasikan melalui
manajer. Oleh karena itu, perilaku manajer menjadi sumber informasi
utama sehingga informasi yang diperoleh pekerja dapat mempengaruhi
tingkat persepsi pekerja terhadap komitmen dan kemampuan yang
dilakukan manajemen (Kines dkk., 2011). Berdasarkan teori pertukaran
sosial, nilai dan dukungan dari atasan mereka dapat menimbulkan
kewajiban tersirat dari pihak pekerja. Dukungan manajemen merupakan
salah satu kontribusi terkuat dalam membentuk persepsi iklim keselamatan
(Dejoy dkk., 2004).
Apabila persepsi pekerja terhadap manajemen kurang dapat
berdampak pada tingkat kepercayaan pekerja terhadap kemampuan
manajemen. Langford dkk (2000) mengemukakan bahwa ketika pekerja
percaya bahwa manajemen peduli terhadap keselamatan mereka, maka
pekerja akan lebih bisa bekerja sama untuk meningkatkan atau
memperbaiki kinerja keselamatan.
Beberapa strategi untuk peningkatan persepsi pekerja mengenai
komitmen dan kemampuan manajemen dapat dilakukan terutama dalam
persepsi pekerja terhadap prioritas keselamatan diatas produksi. Strategi
yang dapat dilakukan yaitu sebelum melakukan pekerjaan, sebaiknya
manager/supervisor dan pekerja memastikan kembali standar operasional
prosedur untuk mengutamakan keselamatan. Sebagai contoh, manajer
memastikan pekerja sudah memakai APD yang sesuai dengan jenis
pekerjaannya.
105
Strategi lain untuk meningkatkan persepsi pekerja terhadap
manajemen dalam memprioritaskan keselamatan yaitu dengan
meningkatkan program safety promotion dimana menjadikan keselamatan
dalam bekerja sebagai bagian dari pekerjaan mereka atau nilai/value
perusahaan bukan hanya sebagai prioritas dalam melakukan pekerjaan.
Sebagai contoh, menerapkan slogan “safe production is our only
standard” yang artinya tidak masalah melaksanakan pekerjaan sebanyak
dan secepat mungkin sepanjang tidak meninggalkan nilai keselamatan dan
dapat diselesaikan dengan aman (Roughton dan Mercurio, 2002).
Selain itu, bagi pekerja sebaiknya juga turut menerapkan nilai keselamatan
dalam pekerjaan sehari-sehari seperti memastikan lingkungan kerja aman,
mengikuti prosedur APD yaitu menggunakan body harness saat bekerja
diketinggian, bekerja tidak dalam kondisi lelah dan lain-lain. Dengan
begitu, bagaimana pun kondisi yang dihadapi saat bekerja, keselamatan
kerja tidak akan pernah ditinggalkan ataupun dikalahkan oleh kepentingan
lain. Sebab dengan menerapkan keselamatan kerja akan mendorong
keberhasilan proses produksi.
Strategi lainnya dilakukan untuk meningkatkan persepsi mengenai
kemampuan manajemen terhadap perilaku tidak aman dan persepsi
mengenai kemampuan manajemen dalam menangani keselamatan dengan
cara yang benar. Strategi tersebut yaitu dengan meningkatkan keterlibatan
manajemen dalam melakukan inspeksi keselamatan/HSE patrol secara
rutin saat pekerjaan berlangsung. Melihat kondisi secara langsung di
106
lapangan dapat memberikan kesan kepada seluruh pekerja bahwa
manajemen peduli terhadap aktivitas yang dilakukan pekerja dan
bagaimana pekerja melakukannya (Roughton dan Mercurio, 2002). Selain
itu, meningkatkan pemberian tanggapan yang cepat terhadap laporan
maupun temuan dan memberikan rekomendasi yang sesuai.
6.2.2 Pemberdayaan Manajemen Keselamatan
Pemberdayaan manajemen keselamatan dalam kuesioner NOSAC-
50 terdiri dari 7 item pernyataan. Tujuannya yaitu menangkap persepsi
pekerja terhadap manajemen mengenai upaya keselamatan yang telah
dilakukan manajemen dalam hal melibatkan pekerja untuk berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan keselamatan dan
upaya manajemen agar pekerja memiliki kompetensi tinggi berkaitan
dengan keselamatan dan risiko. Keterlibatan pekerja adalah
memberdayakan pekerja untuk dilibatkan dalam proses kerja dan proses
keselamatan terkait (Hosny dkk., 2017). Dimensi ini berperan penting bagi
pekerja untuk meningkatkan keselamatan dan hal tersebut telah didukung
oleh beberapa penelitian (Kines dkk., 2011; Hosny dkk., 2017). Penelitian
yang dilakukan Christina (2012) juga menunjukkan bahwa keterlibatan
dan kompetensi pekerja memiliki pengaruh terhadap kinerja keselamatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi pekerja terhadap
pemberdayaan manajemen keselamatan masuk kategori cukup yang
artinya butuh peningkatan yaitu dengan memperoleh skor rata-rata sebesar
2,86. Hal ini dapat mempengaruhi proses peningkatan kemampuan dan
107
penilaian dari pekerja serta proses kerja sama dengan manajer dalam
memperkuat perilaku keselamatan (Kines dkk., 2011). Adapun item dari
dimensi ini yang perlu ditingkatkan yaitu mengenai persepsi pekerja
terhadap manajemen kaitannya dengan keterlibatan pekerja ketika
mengambil keputusan (A12, A13, A16).
Item mengenai persepsi pekerja bahwa manajemen tidak pernah
menanyakan pendapat pekerja sebelum mengambil keputusan yang
berhubungan dengan keselamatan (A15) perlu menjadi perhatian karena
berdasarkan nilai 95% CI terdapat pekerja yang memperoleh skor 2,63
yang artinya membutuhkan upaya peningkatan yang lebih besar. Selain
itu, pemberdayaan pekerja oleh manajemen dalam hal mendesain kegiatan
keselamatan yang benar (A10), menjamin setiap orang dapat
mempengaruhi keselamatan kerjanya (A11) dan menjamin kompetensi
yang tinggi terhadap keselamatan dan risiko (A14) juga membutuhkan
upaya peningkatan. Selain komitmen manajemen, keterlibatan pekerja
juga berkontribusi dalam membentuk iklim keselamatan yang positif
(Hosny dkk., 2017).
Choudhry (2011) menunjukkan bahwa upaya manajemen yang
tinggi perlu melibatkan pekerja terutama dalam kegiatan yang berkaitan
dengan keselamatan. Hal tersebut dilakukan karena dapat membantu
pelaksanaan sistem manajemen keselamatan yang efektif. Selain itu, setiap
karyawan juga memperoleh pengetahuan keselamatan yang dapat
108
mengembangkan kemampuan untuk bekerja aman di lokasi kerja dan
menumbukan persepsi yang positif terhadap keselamatan.
Vredenburgh dalam Hosny dkk (2017) mengemukakan yang
termasuk keterlibatan pekerja meliputi pelatihan keselamatan, praktek
perekrutan, sistem penghargaan, sistem komunikasi dan feedback. Selain
itu, keterlibatan pekerja juga mencakup isu-isu seperti prosedur untuk
melaporkan cedera dan situasi yang berpotensi berbahaya (Khandan,
2012). Hal tersebut dapat membantu meningkatkan kondisi keselamatan
karena bahaya telah diidentifikasi di area kerja. Dengan kata lain,
meningkatkan iklim keselamatan dapat dilakukan dengan meningkatkan
keterlibatan pekerja dalam memberikan masukan untuk pengambilan
keputusan.
Strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan persepsi
pekerja mengenai keterlibatan pekerja dalam pengambilan keputusan yaitu
dengan melakukan komunikasi secara rutin dan teratur dengan beberapa
pekerja terkait masalah keselamatan (Roughton dan Mercurio, 2002).
Bentuk komunikasi rutin yang melibatkan pekerja di PT GMF AeroAsia
yaitu melalui rapat P2K3, safety briefing, MOR dan lainnya. Pada
pelaksanaan komunikasi tersebut sebaiknya manajemen segera
menindaklanjuti saran yang diterima dari pekerja atau meluangkan waktu
untuk menjelaskan mengapa hal itu tidak dapat dilaksanakan. Selain itu,
pastikan bahwa pekerja mendengarkan gagasan rekan kerja yang berhasil
diterapkan. Sedangkan bagi pekerja sebaiknya ikut aktif dalam
109
berpartisipasi terhadap kegiatan-kegiatan keselamatan yang telah
dijalankan perusahaan, seperti pelaporan insiden, bahaya dan temuan di
lapangan.
Strategi untuk meningkatkan persepsi pekerja mengenai
pemberdayaan pekerja oleh manajemen dalam hal mendesain kegiatan
keselamatan yang benar dan persepsi mengenai jaminan bahwa setiap
orang dapat mempengaruhi keselamatan kerjanya yaitu dapat dilakukan
dengan memberikan akses kepada karyawan untuk melaporkan informasi
yang berkaitan dengan keselamatan kerja, seperti menyediakan
narahubung untuk masalah keselamatan pada tiap area kerja. Selain itu,
mempertahankan dan melakukan inovasi mengenai informasi keselamatan
melalui majalah pengetahuan dan informasi safety (Penity) PT GMF
AeroAsia dan mensosialisasikannya ke seluruh karyawan. Dengan begitu,
pekerja akan lebih memiliki pengetahuan yang luas dan terbuka terhadap
keselamatan di tempat kerja sehingga dapat mempengaruhi perilaku
keselamatan kerjanya.
Strategi lainnya dalam meningkatkan persepsi mengenai jaminan
kompetensi yang tinggi terhadap keselamatan dan risiko yaitu sebaiknya
setiap pelatihan/training yang diberikan PT GMF AeroAsia tidak terlepas
dari isu-isu keselamatan seperti informasi risiko pekerjaan, insiden,
kecelakaan dan cara penanganan masalah keselamatan yang ada di PT
GMF AeroAsia sehingga bertambahnya kompetensi pekerja dalam
menghadapi masalah keselamatan. Bagi pekerja sebaiknya meningkatkan
110
keaktifan dalam mencari informasi-informasi keselamatan dan aktif dalam
mendiskusikan isu-isu keselamatan. Selain itu, pekerja sebaiknya lebih
kooperatif pada arahan yang diberikan manajemen dan kegiatan-kegiatan
keselamatan yang dilakukan manajemen seperti pelatihan/training dengan
menghadiri jadwal pelatihan yang telah ditetapkan.
6.2.3 Keadilan Manajemen Keselamatan
Dimensi ini terdiri dari 6 pernyataan dalam kuesioner NOSAC-50.
Tujuannya menangkap persepsi pekerja terhadap cara manajemen dalam
memperlakukan pekerja yang terlibat kecelakaan, diantaranya apakah
manajemen mengumpulkan informasi yang akurat dalam investigasi
kecelakaan, memperlakukan pekerja yang terlibat dalam kecelakaan secara
adil atau menyalahkan pekerja ketika terjadi kecelakaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi pekerja terhadap
keadilan manajemen keselamatan kerja masuk kategori cukup yang artinya
butuh peningkatan yaitu dengan memperoleh skor rata-rata sebesar 2,82.
Jeffcott dkk (2006) menyatakan bahwa menyalahkan seseorang yang
terlibat kecelakaan merupakan hambatan dalam proses pembelajaran
terhadap keselamatan, sehingga penindakan yang adil perlu dilakukan.
Adapun item dari dimensi ini yang perlu dilakukan upaya peningkatan dan
penguatan yaitu mengenai persepsi pekerja terhadap manajemen dalam
melakukan penyelidikan terhadap semua orang yang terlibat kecelakaan
(A19), perlakuan manajemen terhadap pekerja yang terlibat kecelakaan
(A21, A22), dan dalam mencari penyebab kecelakaan (A20). Namun,
111
upaya peningkatan juga perlu ditekankan pada persepsi pekerja mengenai
sanksi dari manajemen yang membuat pekerja enggan melaporan kejadian
nearmiss (A18) dikarenakan berdasarkan skor rata-rata diketahui item A18
masuk kategori kurang dan butuh upaya peningkatan yang lebih besar.
Adapun strategi yang telah dilakukan PT GMF AeroAsia sendiri
sudah baik, dimana terdapat sistem pelaporan Internal Occurance Report
(IOR). Sistem pelaporan ini bertujuan untuk mencari sumber kesalahan
dan menyelesaikannya dengan perbaikan, karena kepedulian personel
dalam melaporkan kondisi yang tidak aman sangat dibutuhkan. Untuk
meningkatkan persepsi pekerja terhadap sanksi dari manajemen yang
membuat pekerja enggan melaporkan kejadian nearmiss yaitu meyakinkan
pelapor bahwa laporan yang disampaikan melalui IOR akan ditindaklanjuti
dengan melakukan perbaikan dan menjamin kerahasiaan identitas pelapor.
Penerapan IOR sebaiknya juga digalakkan secara berkelanjutan agar
inisiatif melaporkan kejadian yang berpotensi bahaya dapat diketahui
segera dan diperbaiki. Saran bagi pekerja agar lebih aktif dalam pelaporan
IOR untuk perbaikan kerja yang lebih baik.
Penyelidikan terhadap semua saksi merupakan sumber informasi
yang penting ketika melakukan investigasi kecelakaan (Roughton dan
Mercurio, 2002). Berdasarkan hasil informasi yang diperoleh diketahui
bahwa di PT GMF AeroAsia dalam melakukan penyelidikan insiden dan
kecelakaan masih dilakukan secara berkelompok. Oleh karena itu, upaya
yang perlu dilakukan untuk meningkatkan persepsi pekerja mengenai
112
penyelidikan kecelakaan terhadap semua orang yang terlibat, yaitu saat
melakukan wawancara dalam kegiatan penyelidikan kecelakaan tidak
dilakukan dalam kelompok, melainkan secara privat agar infomasi yang
diperoleh lebih terbuka. Investigasi insiden merupakan cara yang baik
untuk melibatkan pekerja dalam proses keselamatan karena selain
menambah pengetahuan juga dapat dimanfaatkan sebagai cara
pembelajaran pekerja mengenai potensi bahaya dan pengalaman biasanya
membuat mereka percaya pentingnya keselamatan sehingga memperkuat
budaya keselamatan organisasi.
Upaya lainnya untuk meningkatkan persepsi pekerja mengenai
perlakuan manajemen terhadap pekerja yang terlibat kecelakaan yaitu saat
melakukan wawancara, investigator harus menjelaskan secara singkat
bahwa tujuan wawancara adalah untuk mengetahui apa yang terjadi dan
bagaimana hal itu terjadi sehingga kemungkinan insiden serupa dapat
dicegah. Kepastian harus diberikan agar tujuan wawancara bukan untuk
menyalahkan karyawan yang terluka. Saran bagi pekerja yaitu pekerja
sebaiknya memberikan informasi yang sebenarnya, sesuai fakta yang
terjadi tanpa menutupi-nutupi dan tanpa paksaan pihak manapun.
6.2.4 Komitmen pekerja terhadap keselamatan kerja
Dimensi ini menangkap persepsi pekerja tentang bagaimana
mereka berkaitan dengan keselamatan kerja dalam hal apakah mereka pada
umumnya menunjukkan komitmen terhadap keselamatan kerja, aktif
dalam promosi keselamatan kerja dan peduli terhadap keselamatan orang
113
lain. Clarke (2006) mengemukakan dalam analisisnya terhadap iklim
keselamatan bahwa individu merasa lebih berkomitmen terhadap
kelompok kerjanya dibandingkatan dengan organisasi sehingga persepsi
dalam kelompok kerja menjadi hal yang paling menentukan iklim
keselamatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi komitmen pekerja
terhadap keselamatan kerja merupakan dimensi dengan dengan skor rata-
rata tertinggi sebesar 3,23. Artinya, pekerja telah bersama-sama berusaha
keras untuk mencapai tingkat keselamatan kerja yang tinggi (A23),
bertanggung jawab terhadap kerapian tempat kerja (A24), peduli terhadap
keselamatan orang lain (A25), menangani risiko bahaya yang telah
ditemukan (A26), membantu rekan kerja lain untuk bekerja dengan aman
(A27) dan bertanggung jawab terhadap keselamatan orang lain (A28).
Andriessen dalam Kines dkk (2011) menemukan bahwa motivasi
keselamatan tidak hanya ditentukan oleh faktor kepemimpinan maupun
ketentuan pemimpin terkait keselamatan, tapi juga ditentukan oleh
keakraban kelompok. Pentingnya interaksi atau dukungan dalam
kelompok kemudian menjadi salah satu dimensi utama dalam pengukuran
iklim keselamatan di banyak penelitian (Seo dkk., 2004). Oleh karena itu,
komitmen pekerja dengan rekan kerjanya juga merupakan tema yang
penting dalam menentukan persepsi yang terbentuk di tempat kerja.
Upaya untuk meningkatkan persepsi pekerja terkait penanganan
risiko bahaya yang telah ditemukan yaitu dapat melalui personal risk tools
114
atau pada beberapa organisasi mengenalnya dengan pre start risk
assessment atau take five (Krallis dan Csontos, 2006). Upaya tersebut
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran kesalamatan pekerja sebelum
memulai pekerjaan. Kegiatannya yaitu melakukan penilaian tentang
bahaya fisik yang teramati dan kemungkinan bahaya psikologis yang
mungkin terjadi akibat pekerjaan tersebut dan mengetahui cara
penanganan terhadap risiko yang ditemukan.
6.2.5 Prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko bahaya
Dimensi ini menangkap persepsi pekerja tentang bagaimana
mereka berkaitan dengan keselamatan kerja dalam hal apakah mereka pada
umumnya memprioritaskan keselamatan diatas target pekerjaan, tidak
menerima kondisi berisiko atau tidak mengambil risiko dan tidak
menunjukkan keberanian yang bertentangan dengan aspek keselamatan.
Persepsi pekerja terhadap suatu risiko dapat mempengaruhi perilaku
berisiko pada pekerja yang dapat memberikan konsekuensi terjadinya
kecelakaan (Inouye, 2014).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi prioritas keselamatan
dan tidak ditoleransinya risiko bahaya masuk kategori cukup yang artinya
butuh peningkatan dengan skor rata-rata secara keseluruhan sebesar 2,86.
Upaya peningkatan perlu dilakukan terkait persepsi pekerja terhadap
prioritas keselamatan untuk tidak melanggar aturan keselamatan saat
bekerja (A32), menganggap kecelakaan ringan merupakan bagian dari
pekerjaan (A30) dan tidak mengambil risiko berbahaya saat bekerja (A35).
115
Namun, upaya peningkatan perlu ditekankanp pada persepsi pekerja dalam
menilai risiko bahaya. Hal tersebut karena berdasarkan 95% CI terdapat
pekerja yang menganggap bahwa risiko bahaya tidak dapat dihindari
(A29) dan menganggap pekerjaan mereka tidak sesuai untuk para pekerja
yang tidak berani mengambil risiko (A34).
Persepsi risiko yang rendah dapat menyebabkan tingkat toleransi
risiko menjadi lebih tinggi yang mana dapat meningkatkan perilaku
berisiko (Inouye, 2014). Penelitian yang dilakukan Garcia dkk dalam
Krallis dan Csontos (2006), menemukan adanya hubungan antara
pemenuhan aturan keselamatan oleh pekerja dan penurunan perilaku
berisiko dengan skor iklim keselamatan yang tinggi. Oleh karena itu,
penting untuk dipahami bahwa dalam menjalankan intervensi keselamatan
perlu mempertimbangkan persepsi risiko. Hal tersebut karena perbaikan
K3 dapat dicapai bukan dari teknologi yang tersedia melainkan dari nilai
keselamatan yang dimiliki (Krallis dan Csontos, 2006).
Penilaian risiko di PT GMF AeroAsia dilakukan melalui Hazard
Identification, Risk Assessment and Dermining Control (HIRADC).
Pelaksanaan HIRADC dilakukan oleh Personal Development Center
Associates (PDCA) HSE sebagai perwakilan yang bertanggung jawab
mengenai K3L unit kerja masing-masing. Dalam pelaksanaanya, setiap
temuan yang didapatkan dari HIRADC akan dilakukan tindak lanjut oleh
unit terkait. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada dimensi
ini, upaya peningkatan perlu ditekankan dalam hal persepsi risiko oleh
116
pekerja. Kondisi yang menggambarkan kurangnya persepsi pekerja dalam
menilai risiko dapat dikarenakan kurangnya komunikasi antara PDCA
HSE dengan seluruh karyawan terkait risiko yang ada di lapangan. Hal ini
terjadi karena PDCA HSE yang ditunjuk untuk mewakili unit Base
Maintenance hanya sebanyak 1 orang.
Strategi yang perlu dilakukan untuk meningkatkan persepsi risiko
dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara yang dapat dilakukan yaitu
dengan meningkatkan sosialisasi terkait hasil HIRADC keseluruh
karyawan terutama unit kerja masing-masing dan mempertajam konteks
yang dicakup dalam penilaian bahaya. Selain itu, terdapat beberapa cara
alternatif yang juga dapat dilakukan (Inouye, 2014), yaitu melibatkan
pekerja untuk mendukung manajemen keselamatan melalui specific
auditing sessions dimana meminta bantuan pekerja dalam meningkatkan
kesadaran risiko mereka dan menekankan peran pekerja dalam menjaga
lingkungan kerja tetap aman, mengadakan pelatihan yang melibatkan
pekerja dan manajemen lini dalam penilaian risiko dengan benar sesuai
hirarki pengendalian, membentuk Corporate Risk Management yang
berfungsi untuk mengidentifikasi dan mengelola risiko yang tak terduga
pada seluruh operasi pekerjaan, dan mempertahankan intranet perusahaan
untuk semua pekerja agar memiliki akses langsung ke prosedur operasi
standar. Selain itu, bagi pekerja sebaiknya lebih mengenal bahaya dan
risiko yang ada sesuai dengan aktivitas pekerjaan dan turut berpartisipasi
117
serta berkontribusi dalam identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian
risiko.
6.2.6 Pembelajaran, komunikasi dan kepercayaan
Dimensi ini menangkap persepsi pekerja tentang bagaimana
mereka berkaitan dengan keselamatan di tempat kerja dalam hal berdiskusi
mengenai isu-isu keselamatan, belajar dari pengalaman kerja, menolong
satu sama lain untuk dapat bekerja secara aman, menerima masukan terkait
keselamatan dengan baik dan percaya terhadap kemampuan satu sama lain
dalam menjamin keselamatan saat bekerja. Proses pembelajaran individu
cenderung memainkan peran kunci dalam proses peningkatan keselamatan
yang berkelanjutan (Zwetsloot dkk., 2017). Selain itu, komunikasi juga
memegang peranan penting dalam pekerjaan untuk perbaikan iklim
keselamatan, sehingga sarana komunikasi perlu dipertimbangkan dalam
organisasi (Bergh, 2011). Pada beberapa penelitian, komunikasi sering
dianggap sebagai faktor pendukung iklim keselamatan yang positif
(Griffin dan Neal, 2000; DeJoy dkk., 2004; Kines dkk., 2011).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi ini sudah baik yaitu
memperoleh skor rata-rata dari keseluruhan item sebesar 3,09 dan hanya
butuh sedikit peningkatan. Pekerja menganggap bahwa proses
pembelajaran dari pengalaman sebelumnya (A39), respon terhadap
masalah keselamatan (A36, A40) dan kepercayaan terhadap kemampuan
rekan kerja dalam bekerja aman (A37, A38) sudah baik. Upaya
peningkatan hanya perlu dilakukan dalam hal membangun komunikasi
118
yang terbuka terutama dalam mendiskusikan isu-isu keselamatan (A41,
A42, A43).
PT GMF AeroAsia memiliki program komunikasi keselamatan
melalui fasilitas pelaporan bahaya yaitu Internal Occurance Report (IOR).
Tujuan program tersebut yaitu mengidentifikasi potensi bahaya yang
mengancam keselamatan, memicu pelanggaran dan keadaan tidak
beraturan di area kerja yang dapat menimbulkan bahaya. Pelaksanaan IOR
dapat dilakukan dengan menggunakan hardcopy seperti form pelaporan
ataupun melalui media elektronik seperti email, whatsapp, dan SMS. Oleh
karena pelaksanaan IOR yang telah berlangsung tersebut yang
menyebabkan dimensi ini memperoleh skor yang baik.
Pelaksanaan komunikasi harus berlangsung efektif tidak hanya
sebagai interaksi antara manajemen dengan pekerja, melainkan juga
diantara pekerja. Pekerja yang memiliki interaksi keselamatan yang positif
dengan rekan kerjanya cenderung memiliki persepsi keselamatan yang
lebih positif sehingga dapat melakukan pekerjaan dengan lebih aman
(Mullen, 2004 dalam Inouye, 2014). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Mearns dkk (2003), kualitas komunikasi merupakan salah satu
faktor yang memiliki hubungan signifikan dengan terjadinya kecelakaan
kerja. Saran yang dapat diberikan dalam membangun komunikasi yang
efektif baik sesama pekerja maupun antara pekerja dengan
manajer/supervisor atau manajemen K3 yaitu dengan terus melakukan
inovasi dan mengembangkan cara dalam melaporkan bahaya dan
119
melakukan evaluasi terhadap keefektifan sistem komunikasi yang telah
dilakukan.
6.2.7 Kepercayaan terhadap keefektifan sistem keselamatan kerja
Dimensi ini menangkap persepsi pekerja mengenai efektifitas
sistem keselamatan kerja yang dijalankan oleh safety officers, safety
representatives, dan komite keselamatan. Persepsi tentang bagaimana
mereka dalam melihat keefektifan audit keselamatan, manfaat dari
perencanaan/penilaian risiko, manfaat dari pelatihan dari sistem
keselamatan kerja yang berjalan dan manfaat dari sasaran dan tujuan
keselamatan yang jelas. Menurut Zohar (1980) dalam Kines dkk (2011)
untuk mendefinisikan dimensi iklim keselamatan maka beberapa aspek
dalam sistem manajemen keselamatan harus diidentifikasi sebagai tema
umum, yaitu kedudukan staf atau petugas keselamatan, frekuensi
pemeriksaan keselamatan dan penekanan terhadap pelatihan keselamatan.
Pentingnya dimensi ini agar sistem keselamatan dapat berfungsi dengan
baik dibenarkan dalam penelitian lainnya (Torner dan Pousette, 2009).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi pekerja terhadap
keefektifan sistem keselamatan sudah baik dan hanya butuh sedikit
peningkatan yaitu dengan skor rata-rata sebesar 3,02. Pekerja menganggap
bahwa pelatihan keselamatan berguna untuk mencegah terjadinya
kecelakaan (A46, A49) sehingga menganggap penting adanya tujuan
keselamatan yang jelas (A50). Adapun upaya peningkatan diperlukan
dengan memperkuat persepsi mengenai pentingnya fungsi staf atau
120
petugas keselamatan (A44), penilaian terhadap audit keselamatan (A48,
A45) dan perencanaan awal/penilaian risiko dalam mencegah terjadinya
kecelakaan (A47).
Dimensi ini memperoleh skor yang baik. Salah satu pencapaiannya
dikarenakan PT GMF AeroAsia telah melakukan audit keselamatan baik
internal maupun eksternal dimana hasil temuan dari audit telah dilakukan
tindak lanjut. Selain itu, pelaksanaan HIRADC pun telah dilakukan PT
GMF AeroAsia. Peningkatan hanya perlu dilakukan dalam hal sosialisasi
temuan audit dan hasil HIRADC ke seluruh karyawan serta meningkatkan
diskusi dengan petugas keselamatan, seperti komite keselamatan dan
safety officer dalam menjalin komunikasi yang terbuka.
Keberhasilan efetifitas sistem keselamatan juga membutuhkan
kerjasama dari pekerja. Oleh karena itu, pekerja sebaiknya secara aktif
melakukan analisis perubahan yaitu memantau unit kerja dan area
sekitarnya jika terjadi perubahan karena bahaya potensial berhubungan
dengan fasilitas/alat, bahan dan proses baru sehingga dapat mengerti
bahaya yang ada dan cara mengendalikannya (Roughton dan Mercurio,
2002). Selain itu, pekerja juga berhak menolak pekerjaan jika aktivitas
yang dilaksanakan belum dilakukan identifikasi bahaya, penilaian dan
pengendalian risiko serta melaporkan apabila terdapat pekerjaan yang
tidak berjalan sesuai aturan keselamatan.
121
6.3 Gambaran Iklim Keselamatan Berdasarkan Karakteristik Demografi
di unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia
Selain menggambarkan ketujuh dimensi secara keseluruhan, dalam
penelitian ini juga dilakukan tinjauan terhadap karakteristik demografi
pekerja yang mengikuti penelitian ini. Tujuannya agar dapat membantu
dalam penentuan intervensi program keselamatan sehingga tercapainya
iklim keselamatan yang positif. Selain itu, menurut Cooper dan Phillips
(2004), justifikasi empiris dengan menggunakan karakteristik demografi
sebagai teknik validasi juga dibutuhkan jika penelitian mengenai iklim
keselamatan sedang dikembangkan. Choudhry dkk (2009) menambahkan
bahwa karakteristik demografi telah diidentifikasi dapat mempengaruhi
iklim keselamatan yang kemudian mempengaruhi perilaku keselamatan
individu. Karakteristik demografi yang dicakup dalam penelitian ini
meliputi umur, masa kerja, posisi jabatan dan tingkat pendidikan
6.3.1 Gambaran Iklim Keselamatan Berdasarkan Umur di unit Base
Maintenance PT GMF AeroAsia
Persepsi seseorang dapat dipengaruhi oleh karakteristik individu
seperti usia termasuk dalam daya tangkap dan pola pikir pada suatu objek
atau stimulus. Semakin bertambah usia seseorang akan semakin
berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya (Kozier, 2004).
Begitupula, terhadap persepsi seseorang terhadap keselamatan kerja yang
dirasakan di tempat kerja.
122
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dimensi pemberdayaan
manajemen keselamatan dan prioritas keselamatan pekerja dan tidak
ditoleransinya risiko bahaya masih membutuhkan peningkatan. Apabila
dibandingkan antar kelompok umur diketahui bahwa semakin
bertambahnya umur, maka skor rata-rata terhadap dimensi-dimensi iklim
keselamatan cenderung meningkat. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Vinodkumar dan Bhasi (2009) dimana dalam penelitiannya
ditemukan bahwa skor iklim keselamatan meningkat seiring bertambahnya
usia, yaitu dalam hal komitmen dan tindakan yang dilakukan manajemen,
pengetahuan pekerja dan kepatuhan terhadap keselamatan, partisipasi dan
komitmen pekerja terhadap keselamatan serta pembenaran risiko.
Berdasarkan beberapa penelitian juga ditemukan hasil yang
konsisten yang menunjukkan perbedaan tingkat persepsi iklim
keselamatan dengan usia seseorang (Choudhry dkk., 2009; Vinodkumar
dan Bhasi, 2009; Siu dkk., 2003, Ameko, 2015; Bergh, 2011; Fang dkk,
2006; Restuputri, 2015). Hasil tersebut menandakan bahwa pekerja dengan
usia yang lebih tua memiliki persepsi iklim keselamatan yang lebih positif
dibandingkan dengan pekerja yang berusia muda.
Pekerja dengan usia yang lebih tua memiliki iklim keselamatan
yang lebih positif daripada pekerja dengan usia muda. Hal tersebut dapat
dikarenakan pekerja yang berusia tua lebih menguasai tentang
housekeeping perusahaan dan lebih memahami mengenai pemeriksaan
peralatan keselamatan dengan cara yang benar serta merasakan dukungan
123
dari manajemen (Siu dkk., 2003). Selain itu, pekerja yang lebih tua
memiliki pengalaman yang lebih terhadap kondisi lingkungan kerja
sehingga mereka mengalami penurunan risiko ditempat kerja. Alasan
lainnya pekerja yang tua lebih peduli karena kesempatan bekerja lebih
sedikit untuknya sehingga mereka berkomitmen dalam bekerja dan
bersedia untuk memenuhi peraturan keselamatan. Berdasarkan hal
tersebut, maka dapat dijadikan masukan bagi PT GMF AeroAsia bahwa
upaya peningkatan keselamatan kerja terutama pada dimensi keadilan
manajemen keselamatan dan prioritas keselamatan pekerja dan tidak
ditoleransinya risiko bahaya dapat difokuskan kepada pekerja dibawah <
50 tahun terutama untuk kelompok usia ≤ 35 tahun.
6.3.2 Gambaran Iklim Keselamatan Berdasarkan Masa Kerja di unit Base
Maintenance PT GMF AeroAsia
Masa kerja merupakan lamanya seseorang bekerja. Lama kerja itu
juga dapat mempengaruhi persepsi pekerja terhadap keselamatan yang
dirasakan. Lin (2012) dalam Uhuegho dan Melbourne (2017)
mengemukakan bahwa ketika pekerja sadar akan pentingnya keselamatan
dan pekerja tersebut lebih berpengalaman dalam menerapkan keselamatan
kerja, maka dukungan untuk rekan kerjanya semakin meningkat dan
memperkuat iklim keselamatan, produktivitas dan kepuasan kerja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi komitmen pekerja
terhadap keselamatan menjadi dimensi dengan skor tertinggi pada ketiga
kelompok masa kerja. Adapun dimensi dengan skor terendah pada
124
kelompok masa kerja 0 – 5 tahun dan 6 – 15 tahun terdapat pada dimensi
keadilan manajemern keselamatan, pemberdayaan manajemen
keselamatan, komitmen dan kemampuan manajemen terhadap
keselamatan dan prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya
risiko bahaya. Jika dibandingkan antar kelompok masa kerja diperoleh
hasil bahwa pekerja dengan masa kerja ≥ 16 tahun memiliki skor rata-rata
iklim keselamatan yang lebih tinggi pada ketujuh dimensi dibandingkan
pekerja dengan masa kerja 0 – 5 tahun maupun 6 – 15 tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh Bergh (2011) menunjukkan hasil
yang sama dimana ditemukan perbedaan yang signifikan antara persepsi
iklim keselamatan dengan lamanya bekerja. Perbedaan tersebut terlihat
dari persepsi pekerja dalam menilai risiko bahaya, dimana pekerja yang
telah bekerja lebih dari 16 tahun memiliki skor iklim keselamatan yang
lebih tinggi. Kecenderungan pekerja memiliki persepsi iklim keselamatan
yang lebih tinggi sesuai dengan masa kerjanya juga dibuktikan pada
penelitian yang dilakukan oleh Vinodkumar dan Bhasi (2009) dan Ameko
(2015). Saran yang dapat diberikan yaitu upaya peningkatan pada dimensi
keadilan manajemen keselamatan, pemberdayaan manajemen keselamatan,
komitmen dan kemampuan manajemen terhadap keselamatan dan prioritas
keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko bahaya dapat
difokuskan pada kelompok masa kerja 0 – 5 tahun dan 6 – 15 tahun.
125
6.3.3 Gambaran Iklim Keselamatan Berdasarkan Posisi Jabatan di unit
Base Maintenance PT GMF AeroAsia
Menurut Gonzalez-Roma., dkk (1999) dalam Seo, dkk (2004)
pekerja dengan tingkat hirarki atau jabatan yang berbeda dapat memiliki
persepsi dan sikap yang berbeda, termasuk dalam hal ini persepsi pada
keselamatan dan sikap kerja aman. Berdasarkan hasil penelitian iklim
keselamatan diketahui bahwa pihak manajerial memiliki skor rata-rata
iklim keselamatan yang melebihi tingkat pekerja pelaksana, yaitu pada
ketujuh dimensi. Pada tingkat manajerial dan tingkat pekerja pelaksana,
dimensi prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko
bahaya memiliki persentase terendah.
Beberapa penelitian juga telah menemukan hasil yang konsisten
dimana menunjukkan perbedaan tingkat persepsi iklim keselamatan antara
pihak manajerial dengan pekerja (Vinodkumar dan Bhasi, 2009; Bergh,
2011; Restuputri, 2015; Huang dkk., 2014). Hasil tersebut menandakan
bahwa pihak manajerial memiliki persepsi iklim keselamatan yang lebih
positif dibandingkan dengan pekerja pelaksana. Perbedaan ini dapat terjadi
karena para manajer mendasarkan persepsi mereka di dalam kelompok
manajemen dan lebih banyak mengenai kebijakan, prosedur dan praktek
ideal. Sedangkan pekerja mendasarkan persepsi mereka pada praktek
sehari hari dengan manager dan rekan kerja mereka. Oleh karena itu,
upaya peningkatan pada tiap-tiap dimensi iklim keselamatan dapat
difokuskan kepada pekerja pelaksana.
126
6.3.4 Gambaran Iklim Keselamatan Berdasarkan Tingkat Pendidikan di
unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia
Tingkat pendidikan juga merupakan faktor penting yang dapat
mempengaruhi iklim keselamatan (Fang dkk., 2006). Namun, dalam
penelitian ini persentase iklim keselamatan di antara tingkat pendidikan
cenderung menunjukkan hasil tidak jauh berbeda atau cenderung sama.
Adapun dimensi terendah terendah pada ketiga kategori tingkat pendidikan
terdapat pada dimensi keadilan manajemen terhadap keselamatan, prioritas
keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko bahaya, dan
pemberdayaan manajemen terhadap keselamatan.
Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda pada
penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan Choudhry
dkk., (2009), Vindokumar dan Bhasi (2009), Ameko (2015) dan Fang
dkk., (2006) menunjukkan adanya hubunga yang signifikan antara tingkat
iklim keselamatan dengan tingkat pendidikan seseorang. Perbedaan hasil
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dapat dikarenakan, di PT
GMF AeroAsia tingkat pendidikan seseorang bukan menjadi acuan
pekerja tersebut menjadi seorang manajer/supervisor atau senior. Namun,
didasarkan pada pengalaman kerja individu tersebut selama bekerja di
perusahaan. Oleh karena itu, diketahui bahwa pekerja dengan tingkat
pendidikan tinggi tidak mempengaruhi tingkat iklim keselamatan. Adapun
saran yang diberikan yaitu bahwa dalam pelaksanaan upaya keselamatan
tidak perlu mempertimbangkan tingkat pendidikan pekerja.
127
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Gambaran iklim keselamatan di unit Base Maintenance PT GMF
AeroAsia Tahun 2017 dilihat dari ketujuh dimensi iklim keselamatan
adalah sebagai berikut :
a. Dimensi komitmen dan kemampuan manajemen keselamatan
memperoleh skor rata-rata sebesar 2,96. Artinya, dimensi ini
membutuhkan upaya peningkatan terutama dalam menganggap bahwa
manajemen lebih mementingkan keselamatan dibandingkan produksi,
respon manajemen terhadap tindakan berbahaya dan kemampuan
manajemen dalam menangani keselamatan.
b. Dimensi pemberdayaan manajemen keselamatan memperoleh skor
rata-rata sebesar 2,86. Artinya, dimensi ini membutuhkan upaya
peningkatan terutama pada persepsi pekerja terhadap manajemen
kaitannya dengan keterlibatan pekerja ketika mengambil keputusan
dan dalam upaya pemberdayaan pekerja oleh manajemen.
c. Dimensi keadilan manajemen keselamatan memperoleh skor rata-rata
sebesar 2,82. Artinya, dimensi ini membutuhkan upaya peningkatan
terutama pada persepsi pekerja terhadap sanksi dari manajemen yang
membuat pekerja enggan melaporan kejadian nearmiss, penyelidikan
128
terhadap semua orang yang terlibat kecelakaan, perlakuan manajemen
terhadap pekerja yang terlibat kecelakaan dan dalam mencari penyebab
kecelakaan.
d. Dimensi komitmen pekerja terhadap keselamatan kerja memperoleh
skor rata-rata sebesar 3,23. Seluruh item dimensi ini sudah dapat
dikatakan baik namun hanya membutuhkan sedikit peningkatan pada
persepsi pekerja terkait penanganan risiko bahaya yang telah
ditemukan.
e. Dimensi prioritas keselamatan pekerja & tidak ditoleransinya risiko
bahaya memperoleh skor rata-rata sebesar 2,86. Dimensi ini
membutuhkan peningkatan dalam hal penilaian pekerja terhadap risiko
bahaya.
f. Dimensi pembelajaran, komunikasi dan kepercayaan memperoleh skor
rata-rata sebesar 3,09. Artinya, dimensi ini sudah termasuk kategori
baik hanya butuh sedikit peningkatan mengenai pembicaraan
keselamatan yang dianggap masih jarang dilakukan.
g. Dimensi kepercayaan terhadap keefektifan sistem keselamatan kerja
memperoleh skor rata-rata sebesar 3,02. Artinya, dimensi ini sudah
termasuk kategori baik hanya butuh sedikit peningkatan yaitu pada
persepsi mengenai mengenai pentingnya fungsi staf atau petugas
keselamatan, penilaian terhadap audit keselamatan, dan perencanaan
awal/penilaian risiko dalam mencegah terjadinya kecelakaan.
129
2. Gambaran iklim keselamatan berdasarkan karakteristik demografi pekerja
di unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017, sebagai
berikut:
a. Berdasarkan umur, pekerja dengan umur > 50 tahun memiliki skor
rata-rata tertinggi pada ketujuh dimensi iklim keselamatan
dibandingkan dengan pekerja yang berumur dibawah 50 tahun.
b. Berdasarkan masa kerja, diketahui bahwa pekerja dengan masa kerja >
16 tahun memiliki skor rata-rata yang melebihi pekerja dengan masa
kerja 0 – 5 tahun dan 6 – 15 tahun yaitu pada ketujuh dimensi iklim
keselamatan.
c. Berdasarkan posisi jabatan, diketahui bahwa tingkat manajerial
memiliki skor rata-rata melebihi tingkat pekerja pelaksana yaitu pada
ketujuh dimensi iklim keselamatan.
d. Berdasarkan tingkat pendidikan, skor rata-rata secara keseluruhan yang
diperoleh pada masing-masing dimensi iklim keselamatan hampir
sama di tiap-tiap tingkat pendidikan.
7.2 Saran
7.2.1 Bagi PT GMF AeroAsia
a. Untuk meningkatkan persepsi pekerja terhadap komitmen dan
kemampuan manajemen keselamatan dapat dilakukan dengan cara:
a. Memastikan pekerja telah menggunakan APD yang sesuai
dengan jenis bahayanya sebelum melakukan pekerjaan
130
b. Menerapkan slogan “safe production is our only standard”
sebagai tanda bahwa keselamatan menjadi standar yang
harus dipenuhi sebelum bekerja
c. Meningkatkan frekuensi keterlibatan manajemen dalam
melakukan inspeksi keselamtan/HSE patrol
b. Untuk meningkatkan persepsi pekerja terhadap pemberdayaan
manajemen keselamatan dapat dilakukan dengan cara:
a. Meningkatkan komunikasi dengan semua karyawan terkait
masalah keselamatan melalui safety briefing, Monthly
Report, Rapat P2K3 dan lain-lain secara rutin
b. Menyediakan narahubung untuk masalah keselamatan pada
tiap area kerja
c. Melakukan inovasi mengenai informasi keselamatan melalui
majalah pengetahuan dan informasi safety (Penity) PT GMF
AeroAsia
d. Meningkatkan isu-isu keselamatan seperti informasi risiko
pekerjaan, insiden, kecelakaan dan cara penanganan masalah
keselamatan melalui pelatihan-pelatihan yang diberikan.
c. Untuk meningkatkan persepsi pekerja terhadap keadilan manajemen
keselamatan dapat dilakukan dengan cara:
a. Meyakinkan pelapor bahwa laporan yang disampaikan akan
ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan dan menjamin
kerahasiaan identitas pelapor
131
b. Saat melakukan wawancara dalam kegiatan penyelidikan
kecelakaan tidak dilakukan secara privat agar infomasi yang
diperoleh lebih terbuka dan menyampaikan kepastian tujuan
wawancara agar tujuan wawancara bukan untuk
menyalahkan pekerja.
d. Untuk mempertahankan dan meningkatkan persepsi pekerja
terhadap komitmen pekerja terhadap keselamatan kerja yaitu
dengan melakukan penilaian personal risk tools dimana menilai
bahaya fisik yang teramati dan bahaya psikologis yang mungkin
terjadi akibat pekerjaan tersebut dan mengetahui cara penanganan
terhadap risiko yang ditemukan.
e. Untuk meningkatkan persepsi terhadap prioritas keselamatan
pekerja dan tidak ditoleransinya risiko bahaya dapat dilakukan
dengan cara:
a. Mengkomunikasikan hasil audit keselamatan dan HIRADC
keseluruh karyawan
b. Mempertajam konteks yang dicakup dalam penilaian
bahaya.
c. Melakukan beberapa cara alternatif yang telah teruji
dibeberapa perusahaan seperti specific auditing sessions dan
membentuk Corporate Risk Management.
f. Untuk mempertahankan dan meningkatkan persepsi pekerja
terhadap pembelajaran, komunikasi dan kepercayaan dapat
132
dilakukan dengan mengembangkan dan mempertahankan sistem
laporan melalui saluran atau media seperti whatsapp, email, IOR
dan lainnya yang dapat meningkatkan dan membangun komunikasi
yang efektif baik sesama pekerja maupun antara pekerja dengan
manajer/supervisor atau manajemen K3.
g. Untuk mempertahankan dan meningkatkan persepsi pekerja
terhadap kepercayaan mereka terhadap keefektifan sistem
keselamatan kerja dapat dilakukan dengan meningkatkan diskusi
dengan petugas keselamatan, seperti komite keselamatan dan safety
officer untuk menjalin komunikasi yang terbuka.
7.2.2 Bagi Pekerja
a. Menerapkan nilai keselamatan dalam pekerjaan sehari-sehari seperti
memastikan lingkungan kerja aman, mengikuti prosedur APD yaitu
menggunakan body harness saat bekerja diketinggian, bekerja tidak
dalam kondisi lelah dan lain-lain
b. Berpartisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan keselamatan seperti
pelaporan bahaya maupun pelaporan insiden dan kecelakaan
c. Meningkatkan keaktifan dalam mencari informasi-informasi
keselamatan dan aktif dalam mendiskusikan isu-isu keselamatan
d. Memberikan informasi yang berkaitan dengan insiden dan
kecelakaan yang sebenarnya, sesuai fakta yang terjadi tanpa
menutupi-nutupi dan tanpa paksaan pihak manapun.
133
e. Secara aktif melakukan analisis perubahan yaitu memantau unit
kerja dan area sekitarnya jika terjadi perubahan.
7.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Peneliti selanjutnya sebaiknya melakukan wawancara dan observasi
serta penilaian dari tanggapan manajemen terkait kondisi
keselamatan yang telah diterapkan sehingga dapat diperoleh hasil
penelitian iklim keselamatan yang lebih mendalam.
b. Peneliti selanjutnya dapat melakukan analisis faktor untuk melihat
kontribusi dari masing-masing dimensi terhadap iklim keselamatan.
c. Apabila peneliti selanjutnya akan melanjutkan penelitian di tempat
yang sama sebaiknya memperluas area kerja dan membandingkan
perbedaan jenis pekerjaan.
134
DAFTAR PUSTAKA
Alnoaimi, M., 2015. Safety Climate and Safety Outcomes in Aircraft
Maintenance: A Mediating Effect of Employee Turnover and Safety
Motivation.
Ameko, F.N., 2015. Assessment of Safety Climate at La General Hospital.
Antonsen, S., 2009. Safety culture: theory, method and improvement. Ashtage
Publishing, Aldershot.
Barbaranelli, C., Petitta, L., Probst, T.M., 2015. Does safety climate predict safety
performance in Italy and the USA? Cross-cultural validation of a theoretical
model of safety climate. Accident Analysis and Prevention 77, 35–44.
doi:10.1016/j.aap.2015.01.012
Bergh, M., 2011. Safety Climate - An evaluation of the safety climate at
AkzoNobel Site Stenungsund.
BPJS, 2016. Kliping Berita BPJS Ketenagakerjaan Melalui Media Cetak dan
Online.
Choudhry, R.M., Fang, D., Lingard, H., 2009. Measuring Safety Climate of a
Construction Company. Journal of Construction Engineering and
Management 135, 890–899. doi:10.1061/?ASCE?CO.1943-7862.0000063
CE
Christina, W.Y., 2012. Pengaruh Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
terhadap Kinerja Proyek Konstruksi. Jurnal Rekayasa Sipil 6.
Clarke, S., 2006. The relationship between safety climate and safety performance:
A meta-analytic review. Journal of Occupational Health Psychology 11,
315–327. doi:10.1037/1076-8998.11.4.315
Colley, S., Lincolne, J., Roux, N. le, 2015. Measuring the effective measurement
of Safety from Lag- to Lead- Indicators. Pockets of Brilliance.
doi:10.1016/S0925-7535(00)00012-6
Cooper, M.., 2000. Towards a model of Safety Culture Towards a model of Safety
Culture. Safety Science 36, 111–136.
Cooper, M.D., Phillips, R.A., 2004. Exploratory analysis of the safety climate and
safety behavior relationship. Journal of Safety Research 35, 497–512.
doi:10.1016/j.jsr.2004.08.004
Dejoy, D.M., Schaffer, B.S., Wilson, M.G., Vandenberg, R.J., Butts, M.M., 2004.
Creating safer workplaces : assessing the determinants and role of safety
climate 35, 81–90. doi:10.1016/j.jsr.2003.09.018
135
Dubey, A., Smith, P., Van-Kruistum, R., 2007. Institute viewed as a top work-
health research centre globally. At Work.
Eeckelaert, L., Starren, A., van Scheppingen, A., Fox, D., Bruck, C., 2011.
Occupational Safety and Health culture assessment - A review of main
approaches and selected tools, European Agency for Safety and Health at
Work. doi:10.2802/53184
Fang, D., Chen, Y., Wong, L., 2006. Safety Climate in Construction Industry : A
Case Study in Hong Kong. Journal of Construction Engineering and
Management 132, 573–584. doi:10.1061/?ASCE?0733-
9364?2006?132:6?573?
Flin, R., Mearns, K., O‟Connor, P., Bryden, R., 2000. Measuring safety climate:
Identifying the common features, in: Safety Science. doi:10.1016/S0925-
7535(00)00012-6
Gittleman, J.., Gardner, P.., Haile, E., Sampson, J.., K.P, C., 2010. [Case Study]
City Center and Cosmopolitan Construction Projects, Las Vegas, Nevada:
Lessons learned from the use of multiple sources and mixed methods in a
safety needs assessment. Journal of Safety Science 263–281.
Glendon, A.I., Litherland, D.K., 2001. Safety climate factors , group differences
and safety behavior in road construction. Safety Science 39, 157–188.
doi:10.1016/S0925-7535(01)00006-6
Griffin, M.A., Neal, A., 2000. Perceptions of safety at work: a framework for
linking safety climate to safety performance, knowledge, and motivation.
Journal of occupational health psychology 5, 347–358. doi:10.1037/1076-
8998.5.3.347
Guldenmund, F.W., 2000. The nature of safety culture : a review of theory and
research 34.
Hall, M.E., Blair, E.H., Smith, S.M., Gorski, J.D., 2013. Development of a
Theory-Based Safety Climate Instrument. Journal of Safety, Health &
Environmental Research 9.
Hastono, S.P., 2006. Analisis Data. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia, Depok.
Hofmann, D.., Stetzer, A., 1996. A cross-level investigation of factors influencing
unsafe behaviors and accidents. Personnel Psychology 49, 307–339.
Hon, C.K.H., Liu, Y., 2016. Exploring typical and atypical safety climate
perceptions of practitioners in the repair, maintenance, minor alteration and
addition (RMAA) sector in Hong Kong. International Journal of
Environmental Research and Public Health 13. doi:10.3390/ijerph13100935
136
Hosny, G., Ea, E., Ea, S., 2017. A COMPARATIVE ASSESSMENT OF
SAFETY CLIMATE AMONG PETROLEUM COMPANIES. Egyptian
Journal of Occupational Medicine 41, 307–324.
HSE, 2005. A review of safety culture and safety climate literature for the
development of the safety culture inspection toolkit.
Huang, H., Wang, X., Hu, G., 2016. Traffic safety in China: Challenges and
countermeasures. Accident Analysis and Prevention 95, 305–307.
doi:10.1016/j.aap.2016.07.040
Hudson, P., 2007. Implementing a safety culture in a major multi-national. Safety
Science 45 (6), 697–722.
IAEA, 2002. International Atomic Energy Agency, Safety Culture in Nuclear
Installations: Guidance for Use in the Enhancement of Safety Culture, in:
TECDOC. Vienna.
ILO, 2015. Investigation of Occupational Accidents and Diseases: A Practical
Guide for Labour Inspectors.
Inouye, J., 2014. Risk Perception: Theories, Strategies, and Next Steps. Campbell
Institute National Safety Council, New Zealand.
Jeffcott, S., Pidgeon, N., Weyman, A., Walls, J., 2006. Risk, Trust, and Safety
Culture in UK Train Operating Companies. Risk Analysis 26.
Khandan, M., 2012. Evaluation of Safety Climate Factors - a Macroergonomics
Approach : a Case Study in Iran 10, 43–46.
Kines, P., Lappalainen, J., Mikkelsen, K.L., Olsen, E., Pousette, A., Tharaldsen,
J., Tómasson, K., Törner, M., 2011. Nordic Safety Climate Questionnaire
(NOSACQ-50): A new tool for diagnosing occupational safety climate.
International Journal of Industrial Ergonomics 41, 634–646.
doi:10.1016/j.ergon.2011.08.004
Kozier, B., 2004. Fundamental of Nursing: Concept, Process, and Practic, 7 ed.
Pearson Education Inc, New Jersey.
Krallis, D., Csontos, A., 2006. From Risk Perception to Safe Behaviour. Deloitte
Touche Tohmatsu, Sydney.
Krause, T.R., Seymour, K.J., Sloat, K.C.M., 1999. Long-term evaluation of a
behavior-based method for improving safety performance: a meta-analysis of
73 interrupted time-series replications. Safety Science 32, 1–18.
doi:10.1016/S0925-7535(99)00007-7
Langford, D., Rowlinson, S., Sawacha, E., 2000. Safety behavior and safety man-
agement: its influence on the attitudes of workers in the UK construction
industry. Engineering, Construction and Architectural Management 133–140.
137
Lemeshow, S., Jr, D.W.H., Klar, J., Lwanga, S.K., 1990. Adequacy of sample size
in health studies. John Wiley & Sons Ltd., United States of America.
Mearns, K., Whitaker, S.., Flin, R., 2003. Safety climate, safety management
practice and safety performance in offshore environments. Safety Science 41,
641–680.
Morrow, P.., Crum, M.R., 2004. Antecedents of fatigue, close calls, and crashes
among commercial motor-vehicle drivers. Journal of Safety Research 35,
59–69.
Muchlas, M., 2005. Perilaku Organisasi. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Mulyasari, W., 2013. Pengembangan Model Iklim Keselamatan Terhadap
Kecelakaan Kerja Dan Penyakit Akibat Kerja (Pak). Prosiding Seminar
Nasional Manajemen Teknologi XVIII 1–9.
Nadhim, E., Hon, C., Xia, B., Lecturer, S., 2016. Investigating The Relationships
Between Safety Climate And Safety Performance Of Retrofitting, in: In
Proceedings of the 40th Australasian Universities Building Education
Association (AUBEA). Central Queensland University, Cairns, Australia,
hal. 479–490.
Notoatmodjo, S., 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta,
Jakarta.
O‟Connor, P., O‟Dea, A., Kennedy, Q., Buttrey, S.E., 2011. Measuring safety
climate in aviation: A review and recommendations for the future. Safety
Science 49, 128–138. doi:10.1016/j.ssci.2010.10.001
O‟Dea, A., O‟Connor, P., Buttrey, S.L., Oliver, D.T., Connor, P., 2010. A Review
of the Safety Climate Literature as it Relates to Naval Aviation.
Restuputri, D.P., 2015. Pengukuran Iklim Keselamatan Kerja (Studi Kasus RS X
Malang), in: Proceeding Seminar Nasional dan Kongres PEI 2015. Penerbit
Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Robbins, S.P., Timothy, A.J., 2008. Perilaku Organisasi, ke-12. ed. Salemba
EMpat, Jakarta.
Roughton, J., Mercurio, J., 2002. Developing an Effective Safety Culture: A
Leadership Approach.
Seo, D., Torabi, M.R., Blair, E.H., Ellis, N.T., 2004. A cross-validation of safety
climate scale using confirmatory factor analytic approach 35, 427–445.
doi:10.1016/j.jsr.2004.04.006
Siu, O.L., Phillips, D.R., Leung, T.W., 2003. Age differences in safety attitudes
and safety performance in Hong Kong construction workers. Journal of
138
Safety Research 34, 199–205. doi:10.1016/S0022-4375(02)00072-5
Tharaldsen, J.E., Olsen, E., Rundmo, T., 2008. A longitudinal study of safety
climate on the Norwegian continental shelf 46, 427–439.
doi:10.1016/j.ssci.2007.05.006
Torner, M., Pousette, A., 2009. Safety in construction – a comprehensive
description of the characteristics of high safety standards in construction
work, from the combined perspective of supervisors and experienced
workers. Journal of Safety Research 40, 399–409.
Uhuegho, K.O., Melbourne, F., 2017. Examining the Safety Climate of U.S.
Based Aviation Maintenance, Repair, and Overhaul (MRO) Organizations
Florida Institute of Technology as part of the degree requirements for a
Doctor of Philosophy in Aviation Sciences.
Vinodkumar, M.., Bhasi, M., 2009. Safety climate factors and its relationship with
accidents and personal attributes in the chemical industry. Safety Science 47
(5), 659–667.
Vu, T., Cieri, H. De, 2015. A review and evaluation of safety culture and safety
climate measurement tools.
Weiner, B.., Hobgood, C., Lewis, M.., 2008. The meaning of justice in safety
incident reporting. Social Science & Medicine 19.
Wibowo, 2012. Manajemen Kinerja, Edisi ke-3. ed. PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Wiegmann, D. a, Zhang, H., Thaden, T. Von, Sharma, G., Mitchell, A., 2002.
Aviation Research Lab Institute of Aviation. Federal Aviation
Administration Atlantic City International Airport NJ.
Winarsunu, T., 2008. Psikologi keselamatan kerja. UMM Press, Yogyakarta.
Yule, S., 2003. Safety culture and safety climate: A review of the literature.
Zohar, D., 2002. Modifying supervisory practices to improve subunit safety: A
leadership-based intervention model. Journal of Applied Psychology 87,
156–163.
Zohar, D., Luria, G., 2005. A multilevel model of safety climate: Cross-level
relationships between organization and group-level climates. Journal of
Applied Psychology 90.
Zwetsloot, G.I.J.M., Kines, P., Ruotsala, R., Drupsteen, L., Merivirta, M.,
Bezemer, R.A., 2017. The importance of commitment , communication ,
culture and learning for the implementation of the Zero Accident Vision in
27 companies in Europe. Safety Science 96, 22–32.
doi:10.1016/j.ssci.2017.03.001
Lampiran I
Surat Keterangan Izin Penelitian PT GMF AeroAsia
Lampiran II
Struktur Organisasi Unit Base Maintenance PT GMF AeroAsia Tahun 2017
Lampiran III
KUESIONER PENELITIAN
PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Assalamu’alaikum Wr. Wb,
Saya Ana Muslima, mahasiswa jurusan Kesehatan Masyarakat, peminatan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bermaksud akan
melakukan penelitian mengenai “Gambaran Iklim Keselamatan Kerja di unit Base
Maintenance PT Garuda Maintenance AeroAsia (GMF) Tahun 2017”. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui pandangan Amda mengenai keselamatan kerja di tempat kerja.
Berdasarkan hal tersebut, saya mengharapkan kesediaannya untuk menjawab kuesioner ini.
Jawaban Anda akan dijamin kerahasiaannya. Apabila ada hal-hal yang tidak berkenan, maka
Anda berhak mengajukan pengunduran diri dari kegiatan penelitian.
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama atau inisial :
Nomor Hp :
Bersedia secara sukarela untuk menjadi responden dalam penelitian ini dan saya
menyadari bahwa penelitian ini bersifat rahasia dan tidak akan mempengaruhi atau
mengakibatkan kerugian bagi saya dan saya akan memberikan jawaban dengan sejujur-
jujurnya tanpa paksaan pihak manapun.
Saya telah membaca pengantar kuesioner di atas dan menyetujui untuk Ya
mengisi kuesioner berdasarkan kondisi yang telah ditentukan
Tangerang, Oktober 2017
Responden ______________________________
KUESIONER IKLIM KESELAMATAN KERJA NORDIC
Contoh Untuk Menjawab Pertanyaan Penelitian
Beri satu tanda (X) pada setiap pertanyaan
i. Manajemen mendorong pekerja di sini untuk
bekerja sesuai aturan keselamatan walaupun
jadwal kerja sedang padat
ii. Kami yang bekerja di sini melanggar aturan
keselamatan demi menyelesaikan pekerjaan tepat
waktu Jika Anda ingin mengganti jawaban Anda, beri arsir
pada kotak (X) yang telah dipilih sebelumnya,
kemudian berilah tanda (X) yang baru pada kotak
yang lebih sesuai
Informasi Latar Belakang
A. Tanggal Lahir : ........ / ......... / ...........
B. Jenis Kelamin : [ ] Laki-laki
[ ] Perempuan
C. Unit Kerja : TB............ (Hangar ......... / Line ..........)
D. Jabatan / Job Title : ..................
E. Apakah Anda memiliki posisi manajerial, misalnya manajer, supervisor?
[ ] Tidak
[ ] Ya, Apakah posisi Anda? ..................................
F. Pendidikan Terakhir / Sedang Berlangsung : [ ] SD
[ ] SLTP
[ ] SLTA
[ ] DI/II/III
[ ] DIV/Sarjana
[ ] Magister/Doktor
G. Kapan Anda mulai bekerja di PT GMF AeroAsia? Tahun ........... / Bulan ..............
H. Kapan Anda mulai bekerja di Unit Base Maintenance? Tahun ........... / Bulan ..............
I. Kapan Anda mulai berada di posisi Jabatan / Job Title Anda saat ini?
Tahun ........... / Bulan ..............
Sangat Tidak Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju Setuju
Pada bagian ini, silakan nilai bagaimana Anda melihat atasan Anda dalam
melakukan penanganan keselamatan di tempat kerja.
Walaupun beberapa pertanyaan tampak serupa, dimohon untuk tetap menjawab
setiap pertanyaan tersebut.
Sangat Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Setuju
Setuju
Beri satu tanda (X) pada setiap pertanyaan
1. Manajemen mendorong pekerja di sini
untuk bekerja sesuai aturan keselamatan
walaupun jadwal kerja sedang padat
2. Manajemen menjamin setiap orang
menerima informasi yang dibutuhkan
berkaitan dengan keselamatan
3. Manajemen tidak peduli ketika seorang
pekerja mengabaikan keselamatan
4. Manajemen menempatkan keselamatan
lebih dahulu dibandingkan produksi
5. Manajemen mentoleransi pekerja di sini
melakukan tindakan yang berbahaya
ketika jadwal kerja sedang padat
6. Kami yang bekerja di sini yakin pada
kemampuan manajemen untuk menangani
masalah keselamatan
7. Manajemen menangani dengan segera
setiap permasalahan k3 yang ditemukan
saat inspeksi/audit.
8. Ketika risiko dari bahaya terdeteksi,
manajemen mengabaikannya tanpa
melakukan tindakan apapun
9. Manajemen kurang mampu menangani
masalah keselamatan dengan cara yang
benar
Walaupun beberapa pertanyaan tampak serupa, dimohon untuk tetap menjawab
setiap pertanyaan tersebut
Sangat Tidak Setuju Setuju Sangat Tidak Setuju
Setuju
Beri satu tanda (X) pada setiap pertanyaan
10. Manajemen berusaha untuk mendesain
kegiatan K3 rutin yang berguna dan
terlaksana dengan benar 11. Manajemen menjamin setiap orang dapat
menyebarkan cara kerja yang selamat
dalam pekerjaan mereka 12. Manajemen mendorong pekerja di sini
untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada keselamatan mereka
13. Manajemen tidak pernah
mempertimbangkan saran dari pekerja
yang berkaitan dengan keselamatan
14. Manajemen berusaha agar setiap orang
memiliki kompetensi yang tinggi
berkaitan dengan keselamatan dan risiko 15. Manajemen tidak pernah
menanyakan pendapat pekerja
sebelum mengambil keputusan yang berhubungan
dengan keselamatan
16. Manajemen melibatkan pekerja dalam
pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan keselamatan
17. Manajemen mengumpulkan informasi
yang akurat dalam investigasi kecelakaan
18. Ketakutan terhadap sanksi
(konsekuensi negatif) dari manajemen
membuat pekerja enggan melaporkan
kejadian yang hampir menyebabkan
kecelakaan (near-miss accidents)
19. Manajemen mendengarkan dengan
seksama semua orang yang
terlibat dalam sebuah kecelakaan
Walaupun beberapa pertanyaan tampak serupa, dimohon untuk tetap menjawab setiap
pertanyaan tersebut
Sangat Tidak Setuju Setuju Sangat Tidak Setuju
Setuju
Beri satu tanda (X) pada setiap pertanyaan
20. Manajemen mencari penyebab
kecelakaan, bukan orang yang
bersalah, ketika suatu kecelakaan
terjadi 21. Manajemen selalu menyalahkan pekerja
ketika terjadi kecelakaan
22. Manajemen memperlakukan pekerja
yang terlibat dalam kecelakaan secara
adil
Pada bagian ini, silakan nilai bagaimana Anda melihat staff di tempat kerja dalam
melakukan penanganan keselamatan.
23. Kami yang bekerja di sini bersama-
sama berusaha keras untuk mencapai
tingkat keselamatan kerja yang tinggi
24. Kami yang bekerja di sini bertanggung
jawab untuk selalu menjaga
kebersihan dan kerapian tempat kerja
25. Kami yang bekerja di sini tidak peduli
terhadap keselamatan orang lain
26. Kami tidak menangani risiko bahaya yang ditemukan
27. Kami yang bekerja di sini saling
membantu satu sama lain untuk bekerja
dengan selamat
28. Kami yang bekerja di sini
tidak bertanggung jawab
terhadap keselamatan orang
lain
Walaupun beberapa pertanyaan tampak serupa, dimohon untuk tetap menjawab setiap
pertanyaan tersebut
Sangat Tidak Setuju Setuju Sangat Tidak Setuju
Setuju
Beri satu tanda (X) pada setiap pertanyaan
29. Kami yang bekerja di sini menganggap risiko dari bahaya sebagai hal yang tidak dapat dihindari dalam bekerja
30. Kami yang bekerja di sini menganggap
kecelakaan ringan sebagai hal yang wajar dari pekerjaan sehari-hari kami
31. Kami yang bekerja di sini tidak keberatan
menerima perilaku yang berbahaya selama tidak menimbulkan kecelakaan
32. Kami yang bekerja di sini melanggar
aturan keselamatan demi menyelesaikan pekerjaan tepat waktu
33. Kami tetap bekerja aman walaupun
jadwal kerja sedang padat
34. Kami yang bekerja di sini menganggap pekerjaan kami tidak sesuai untuk para penakut
35. Kami yang bekerja di sini mau
mengambil risiko yang berbahaya saat bekerja
36. Kami yang bekerja di sini mencoba untuk
mencari solusi jika seseorang
menemukan masalah keselamatan 37. Kami yang bekerja di sini merasa
aman ketika bekerja bersama-sama 38. Kami yang bekerja di sini memilki
kepercayaan yang tinggi terhadap
kemampuan satu sama lain untuk
menjamin keselamatan
Walaupun beberapa pertanyaan tampak serupa, dimohon untuk tetap menjawab setiap
pertanyaan tersebut
Sangat Tidak Setuju Setuju Sangat Tidak Setuju
Setuju
Beri satu tanda (X) pada setiap pertanyaan
39. Kami yang bekerja di sini belajar dari
pengalaman untuk mencegah terjadinya
kecelakaan 40. Kami yang bekerja di sini menganggap
serius saran dan pendapat orang lain berkaitan dengan keselamatan
41. Kami yang bekerja di sini jarang
membahas tentang keselamatan
42. Kami yang bekerja di sini selalu
mendiskusikan isu-isu keselamatan saat
isu-isu tersebut muncul 43. Kami yang bekerja di sini dapat berbicara
dengan bebas dan terbuka tentang
keselamatan 44. Kami yang bekerja disini menganggap
bahwa seorang staf keselamatan kerja
yang baik memegang peranan penting
dalam mencegah terjadinya kecelakaan 45. Kami yang bekerja di sini menganggap
penilaian/audit keselamatan tidak
berdampak pada keselamatan 46. Kami yang bekerja di sini menganggap
pelatihan keselamatan merupakan hal
yang baik untuk mencegah terjadinya
kecelakaan 47. Kami yang bekerja di sini menganggap
perencanaan awal atau HIRADC
mengenai keselamatan tidak ada gunanya 48. Kami yang bekerja di sini menganggap
penilaian/audit keselamatan membantu
dalam menemukan bahaya yang serius 49. Kami yang bekerja di sini menganggap
pelatihan keselamatan tidak ada gunanya 50. Kami yang bekerja di sini menganggap
penting adanya tujuan keselamatan yang
jelas
Jika Anda ingin menjabarkan jawaban, ataupun memilki komentar mengenai penelitian
ini, silakan tuliskan di sini.
Komentar:
_______________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
Terimakasih telah mengisi kuesioner ini. Pastikan Anda memberi tanda
checklist (√) pada kotak di halaman depan untuk menunjukan bahwa
Anda sudah memberikan persetujuan untuk mengikuti studi ini
Lampiran IV
OUTPUT SPSS
1. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 356 100.0
Excludeda 0 .0
Total 356 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.943 50
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
A1 145.81 233.661 .499 .942
A2 145.93 234.034 .501 .942
A3R 145.99 232.380 .482 .942
A4 146.12 232.431 .476 .942
A5R 146.09 232.426 .430 .942
A6 146.13 232.179 .561 .942
A7 146.12 231.082 .607 .941
A8R 145.98 229.805 .600 .941
A9R 146.21 230.272 .572 .941
A10 146.10 233.255 .517 .942
A11 146.07 234.096 .533 .942
A12 146.06 232.822 .585 .942
A13R 146.17 231.863 .512 .942
A14 146.12 232.581 .574 .942
A15R 146.30 228.429 .617 .941
A16 146.19 232.803 .520 .942
A17 145.98 233.411 .521 .942
A18R 146.40 233.226 .391 .943
A19 146.14 231.239 .575 .941
A20 146.16 228.490 .582 .941
A21R 146.23 228.076 .574 .941
A22 146.13 231.109 .573 .942
A23 145.75 232.143 .567 .942
A24 145.76 233.033 .598 .942
A25R 145.65 232.504 .485 .942
A26R 145.92 234.383 .420 .942
A27 145.67 232.497 .581 .942
A28R 145.83 230.854 .499 .942
A29R 146.46 237.939 .158 .945
A30R 146.22 233.905 .394 .943
A31R 145.99 234.338 .351 .943
A32R 146.02 227.572 .611 .941
A33 145.83 232.732 .510 .942
A34R 146.25 233.547 .372 .943
A35R 146.20 233.351 .368 .943
A36 145.85 233.494 .597 .942
A37 145.89 236.867 .324 .943
A38 145.87 234.766 .470 .942
A39 145.78 235.129 .450 .942
A40 145.86 235.006 .463 .942
A41R 146.07 232.259 .498 .942
A42 146.04 236.646 .365 .943
A43 145.92 234.532 .528 .942
A44 146.08 234.691 .385 .943
A45R 146.20 232.770 .479 .942
A46 145.85 235.122 .400 .943
A47R 146.06 232.261 .554 .942
A48 146.01 233.149 .534 .942
A49R 145.88 233.543 .481 .942
A50 145.79 236.315 .364 .943
2. Distribusi Proporsi Dimensi Iklim Keselamatan
Statistics
DIMENSI1 DIMENSI2 DIMENSI3 DIMENSI4 DIMENSI5 DIMENSI6 DIMENSI7
N Valid 356 356 356 356 356 356 356
Missing 0 0 0 0 0 0 0
Mean 2.9616 2.8600 2.8282 3.2378 2.8644 3.0920 3.0209
Median 3.0000 2.8571 2.8333 3.1667 2.8571 3.0000 3.0000
Std. Deviation .42404 .39724 .48099 .42727 .43272 .33575 .35808
KAT_DIMENSI1
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid BAIK 196 55.1 55.1 55.1
CUKUP 74 20.8 20.8 75.8
KURANG 86 24.2 24.2 100.0
Total 356 100.0 100.0
KAT_DIMENSI2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid BAIK 172 48.3 48.3 48.3
CUKUP 106 29.8 29.8 78.1
KURANG 78 21.9 21.9 100.0
Total 356 100.0 100.0
KAT_DIMENSI3
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid BAIK 166 46.6 46.6 46.6
CUKUP 50 14.0 14.0 60.7
KURANG 140 39.3 39.3 100.0
Total 356 100.0 100.0
KAT_DIMENSI4
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid BAIK 293 82.3 82.3 82.3
CUKUP 37 10.4 10.4 92.7
KURANG 26 7.3 7.3 100.0
Total 356 100.0 100.0
KAT_DIMENSI5
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid BAIK 135 37.9 37.9 37.9
CUKUP 120 33.7 33.7 71.6
KURANG 101 28.4 28.4 100.0
Total 356 100.0 100.0
KAT_DIMENSI6
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid BAIK 249 69.9 69.9 69.9
CUKUP 92 25.8 25.8 95.8
KURANG 15 4.2 4.2 100.0
Total 356 100.0 100.0
KAT_DIMENSI7
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid BAIK 229 64.3 64.3 64.3
CUKUP 79 22.2 22.2 86.5
KURANG 48 13.5 13.5 100.0
Total 356 100.0 100.0
One-Sample Test
Test Value = 0
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
DIMENSI1 131.778 355 .000 2.96161 2.9174 3.0058
DIMENSI2 135.842 355 .000 2.85995 2.8185 2.9014
DIMENSI3 110.942 355 .000 2.82818 2.7780 2.8783
DIMENSI4 142.981 355 .000 3.23783 3.1933 3.2824
DIMENSI5 124.897 355 .000 2.86437 2.8193 2.9095
DIMENSI6 173.759 355 .000 3.09199 3.0570 3.1270
DIMENSI7 159.176 355 .000 3.02087 2.9835 3.0582
3. Distribusi Proporsi Per Item Dimensi Iklim Keselamatan
Statistics
A1 A2 A3R A4 A5R A6 A7 A8R A9R
N Valid 356 356 356 356 356 356 356 356 356
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 3.20 3.08 3.01 2.88 2.91 2.87 2.89 3.02 2.79
Median 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00
Std. Deviation .542 .517 .641 .646 .709 .569 .585 .658 .663
One-Sample Test
Test Value = 0
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
A1 111.307 355 .000 3.197 3.14 3.25
A2 112.215 355 .000 3.076 3.02 3.13
A3R 88.608 355 .000 3.011 2.94 3.08
A4 84.221 355 .000 2.885 2.82 2.95
A5R 77.552 355 .000 2.913 2.84 2.99
A6 95.160 355 .000 2.868 2.81 2.93
A7 93.129 355 .000 2.888 2.83 2.95
A8R 86.635 355 .000 3.022 2.95 3.09
A9R 79.544 355 .000 2.795 2.73 2.86
Statistics
A10 A11 A12 A13R A14 A15R A16
N Valid 356 356 356 356 356 356 356
Missing 0 0 0 0 0 0 0
Mean 2.90 2.93 2.94 2.84 2.89 2.71 2.81
Median 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00
Std. Deviation .548 .484 .511 .638 .535 .712 .573
One-Sample Test
Test Value = 0
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
A10 99.936 355 .000 2.904 2.85 2.96
A11 114.155 355 .000 2.930 2.88 2.98
A12 108.592 355 .000 2.944 2.89 3.00
A13R 83.888 355 .000 2.837 2.77 2.90
A14 101.891 355 .000 2.888 2.83 2.94
A15R 71.671 355 .000 2.705 2.63 2.78
A16 92.654 355 .000 2.812 2.75 2.87
Statistics
A17 A18R A19 A20 A21R A22
N Valid 356 356 356 356 356 356
Missing 0 0 0 0 0 0
Mean 3.02 2.60 2.86 2.84 2.77 2.87
Median 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00
Std. Deviation .536 .710 .607 .749 .781 .616
One-Sample Test
Test Value = 0
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
A17 106.484 355 .000 3.022 2.97 3.08
A18R 69.160 355 .000 2.604 2.53 2.68
A19 88.826 355 .000 2.860 2.80 2.92
A20 71.604 355 .000 2.843 2.76 2.92
A21R 66.974 355 .000 2.772 2.69 2.85
A22 87.817 355 .000 2.868 2.80 2.93
Statistics
A23 A24 A25R A26R A27 A28R
N Valid 356 356 356 356 356 356
Missing 0 0 0 0 0 0
Mean 3.25 3.24 3.35 3.08 3.33 3.17
Median 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00
Std. Deviation .565 .490 .630 .583 .533 .716
One-Sample Test
Test Value = 0
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
A23 108.664 355 .000 3.253 3.19 3.31
A24 124.828 355 .000 3.242 3.19 3.29
A25R 100.289 355 .000 3.351 3.29 3.42
A26R 99.737 355 .000 3.081 3.02 3.14
A27 117.911 355 .000 3.331 3.28 3.39
A28R 83.521 355 .000 3.169 3.09 3.24
Statistics
A29R A30R A31R A32R A33 A34R A35R
N Valid 356 356 356 356 356 356 356
Missing 0 0 0 0 0 0 0
Mean 2.54 2.79 3.01 2.99 3.17 2.75 2.80
Median 2.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00
Std. Deviation .759 .654 .690 .763 .588 .717 .741
One-Sample Test
Test Value = 0
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
A29R 63.217 355 .000 2.542 2.46 2.62
A30R 80.408 355 .000 2.787 2.72 2.85
A31R 82.440 355 .000 3.014 2.94 3.09
A32R 73.792 355 .000 2.986 2.91 3.07
A33 101.843 355 .000 3.171 3.11 3.23
A34R 72.317 355 .000 2.750 2.68 2.82
A35R 71.326 355 .000 2.801 2.72 2.88
Statistics
A36 A37 A38 A39 A40 A41R A42 A43
N Valid 356 356 356 356 356 356 356 356
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 3.16 3.11 3.13 3.22 3.14 2.93 2.96 3.08
Median 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00
Std. Deviation .466 .511 .500 .496 .491 .631 .476 .462
One-Sample Test
Test Value = 0
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
A36 127.753 355 .000 3.157 3.11 3.21
A37 114.798 355 .000 3.110 3.06 3.16
A38 118.160 355 .000 3.132 3.08 3.18
A39 122.469 355 .000 3.222 3.17 3.27
A40 120.710 355 .000 3.143 3.09 3.19
A41R 87.637 355 .000 2.930 2.86 3.00
A42 117.402 355 .000 2.963 2.91 3.01
A43 125.711 355 .000 3.079 3.03 3.13
Statistics
A44 A45R A46 A47R A48 A49R A50
N Valid 356 356 356 356 356 356 356
Missing 0 0 0 0 0 0 0
Mean 2.92 2.80 3.15 2.94 3.00 3.12 3.22
Median 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00
Std. Deviation .607 .621 .554 .571 .539 .568 .504
One-Sample Test
Test Value = 0
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
A44 90.776 355 .000 2.919 2.86 2.98
A45R 85.109 355 .000 2.801 2.74 2.87
A46 107.168 355 .000 3.149 3.09 3.21
A47R 97.175 355 .000 2.941 2.88 3.00
A48 104.988 355 .000 2.997 2.94 3.05
A49R 103.747 355 .000 3.124 3.06 3.18
A50 120.293 355 .000 3.216 3.16 3.27
4. Distribusi Frekuensi Umur, Masa Kerja, Tingkat Manajemen, Tingkat
Pendidikan
KAT_UMUR2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 0 306 86.0 86.0 86.0
1 34 9.6 9.6 95.5
2 16 4.5 4.5 100.0
Total 356 100.0 100.0
KAT_MASAKERJA
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 0 252 70.8 70.8 70.8
1 68 19.1 19.1 89.9
2 36 10.1 10.1 100.0
Total 356 100.0 100.0
Kat_Jabatan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid manajerial 34 9.6 9.6 9.6
pekerja pelaksana 322 90.4 90.4 100.0
Total 356 100.0 100.0
Ting_Pendidikan2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SLTP 8 2.2 2.2 2.2
SLTA 186 52.2 52.2 54.5
Perguruan Tinggi 162 45.5 45.5 100.0
Total 356 100.0 100.0
5. Compare Means Iklim Keselamatan Berdasarkan Umur
Report
Kat_Umur DIMENSI1 DIMENSI2 DIMENSI3 DIMENSI4 DIMENSI5 DIMENSI6 DIMENSI7
<= 35 Mean 2.9314 2.8361 2.7952 3.2244 2.8436 3.0878 3.0065
N 306 306 306 306 306 306 306
Std. Deviation .41184 .39182 .47678 .42393 .43023 .32815 .34987
36 - 50 Mean 3.0948 2.9832 2.9608 3.2647 2.9790 3.0882 3.0588
N 34 34 34 34 34 34 34
Std. Deviation .47546 .40523 .48384 .44781 .43662 .38254 .38384
> 50 Mean 3.2569 3.0536 3.1771 3.4375 3.0179 3.1797 3.2143
N 16 16 16 16 16 16 16
Std. Deviation .39694 .40700 .38234 .42109 .42976 .38451 .41731
Total Mean 2.9616 2.8600 2.8282 3.2378 2.8644 3.0920 3.0209
N 356 356 356 356 356 356 356
Std. Deviation .42404 .39724 .48099 .42727 .43272 .33575 .35808
6. Compare Means Iklim Keselamatan Berdasarkan Masa Kerja
Report
Kat_MasaKerja DIMENSI1 DIMENSI2 DIMENSI3 DIMENSI4 DIMENSI5 DIMENSI6 DIMENSI7
0 - 5 Mean 2.9572 2.8492 2.8128 3.2090 2.8356 3.0858 3.0232
N 252 252 252 252 252 252 252
Std. Deviation .41263 .39626 .46278 .42391 .43303 .33883 .36072
6 - 15 Mean 2.8415 2.8151 2.7500 3.2794 2.9013 3.0772 2.9433
N 68 68 68 68 68 68 68
Std. Deviation .40007 .35430 .51229 .41971 .41978 .28244 .31622
>= 16 Mean 3.2191 3.0198 3.0833 3.3611 2.9960 3.1632 3.1508
N 36 36 36 36 36 36 36
Std. Deviation .44720 .45066 .47726 .44810 .43664 .40180 .38324
Total Mean 2.9616 2.8600 2.8282 3.2378 2.8644 3.0920 3.0209
N 356 356 356 356 356 356 356
Std. Deviation .42404 .39724 .48099 .42727 .43272 .33575 .35808
7. Compare Means Iklim Keselamatan Berdasarkan Posisi Jabatan
Report
Kat_Jabatan DIMENSI1 DIMENSI2 DIMENSI3 DIMENSI4 DIMENSI5 DIMENSI6 DIMENSI7
manajerial Mean 3.2222 3.1008 3.0882 3.3578 2.9874 3.1801 3.1345
N 34 34 34 34 34 34 34
Std. Deviation .43336 .38611 .43661 .42666 .40767 .40615 .37210
pekerja
pelaksana
Mean 2.9341 2.8345 2.8007 3.2252 2.8514 3.0827 3.0089
N 322 322 322 322 322 322 322
Std. Deviation .41424 .39037 .47785 .42602 .43384 .32680 .35505
Total Mean 2.9616 2.8600 2.8282 3.2378 2.8644 3.0920 3.0209
N 356 356 356 356 356 356 356
Std. Deviation .42404 .39724 .48099 .42727 .43272 .33575 .35808
8. Compare Means Iklim Keselamatan Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Report
Ting_Pendidikan2 DIMENSI1 DIMENSI2 DIMENSI3 DIMENSI4 DIMENSI5 DIMENSI6 DIMENSI7
SLTP Mean 2.9444 2.7500 2.7083 3.1458 2.7857 2.9219 2.9821
N 8 8 8 8 8 8 8
Std. Deviation .51434 .42344 .62202 .32657 .47072 .23085 .44156
SLTA Mean 2.9331 2.8648 2.8073 3.2339 2.8710 3.0961 3.0200
N 186 186 186 186 186 186 186
Std. Deviation .44223 .41022 .50915 .47502 .44638 .34717 .37612
Perguruan
Tinggi
Mean 2.9952 2.8598 2.8580 3.2469 2.8607 3.0957 3.0238
N 162 162 162 162 162 162 162
Std. Deviation .39771 .38229 .43967 .37162 .41701 .32600 .33408
Total Mean 2.9616 2.8600 2.8282 3.2378 2.8644 3.0920 3.0209
N 356 356 356 356 356 356 356
Std. Deviation .42404 .39724 .48099 .42727 .43272 .33575 .35808