BAB II - Tipus AP Revisi

download BAB II - Tipus AP Revisi

of 17

description

Jamban Sehat

Transcript of BAB II - Tipus AP Revisi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesehatan Lingkungan Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimal sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup: perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), rumah hewan ternak (kandang), dan sebagainya.3

Usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimalkan lingkungan hidup manusia agar terwujudnya kesehatan yang optimal bagi manusia yang hidup di dalamnya.Integrasi upaya kesehatan lingkungan dan upaya pemberantasan penyakit berbasis lingkungan semakin relevan dengan diterapkannya Paradigma Sehat. Dengan paradigma ini, maka pembangunan kesehatan lebih ditekankan pada upaya promotif-preventif, dibanding upaya kuratif-rehabilitatif. Melalui Klinik Sanitasi ke tiga unsur pelayanan kesehatan yaitu promotif, preventif, dan kuratif dilaksanakan secara integratif melalui pelayanan kesehatan program pemberantasan penyakit berbasis lingkungan di luar maupun di dalam gedung.3B. Pembuangan TinjaYang dimaksud tinja adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine), dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil dari proses pernapasan.3Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah pokok untuk sedini mungkin diatasi, karena kotoran manusia (faeces) adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang bersumber pada faeces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara antara lain lewat air, tangan, lalat, dan tanah. Beberapa penyakit yang dapat disebabkan oleh tinja manusia antara lain : tifus, disentri, kolera, cacingan (cacing gelang, kremi, pita, dan tambang) serta schistosomiasis. 1. Pengelolaan pembuangan tinja

Untuk mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik yaitu harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan persyaratan sebagai berikut :

a.Tidak mencemari air Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur. Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan, empang, danau, sungai, dan laut.

Gambar 1. Jarak Jamban dengan sumber air bersih

b. Tidak mencemari tanah permukaan

Tidak buang air besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan.

Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.c. Bebas dari serangga

Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah. Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi sarang nyamuk. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang dapat menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering. Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup.d. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan

Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai digunakan. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat oleh air. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus dilakukan secara teratur.e. Aman digunakan oleh pemakainya

Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran dengan pasangan bata atau selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lain yang terdapat di daerah setempat.f. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya

Lantai jamban rata dan miring dari saluran lubang kotoran. Jangan membuang sampah, rokok, atau benda lain ke saluran kotoran karena dapat menyumbat saluran. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan cepat penuh. Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa berdiameter minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2:100.g. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan

Jamban harus berdinding dan berpintu. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari kehujanan dan kepanasan. Tabel 1. Kriteria tingkat jamban yang dapat mencemari lingkungan

NODIAGNOSA

1Apakah penampungan akhir kotoran/jamban berjarak kurang dari 10 meter dengan sumber air? Nilai Ya = 3, Tidak = 0

2Apakah penutup sumur resapan jamban (penampungan akhir kotoran) tidak kedap air? Nilai Ya = 3, Tidak = 0

3Apakah konstruksi jamban memungkinkan binatang penyebar penyakit menjamah kotoran dalam jamban? Nilai Ya = 3, Tidak = 0

4Apakah jamban menimbulkan bau? Nilai Ya = 1, Tidak = 0

5Apakah jamban tidak selalu terjaga kebersihannya? Nilai Ya = 2, Tidak = 0

Tingkat resiko untuk mencemari lingungan:Nilai Ya =0-2Ringan (R)

Nilai Ya =3-4Sedang (S)

Nilai Ya =5-8Tinggi (T)

Nilai Ya =9-11Amat Tinggi (AT)2. Bangunan jamban (latrine / water closet)

Bangunan kakus yang memenuhi syarat kesehatan terdiri dari :

a. Rumah kakus : Syarat syarat rumah kakus antara lain; Sirkulasi udara cukup, Bangunan mampu menghindarkan pengguna terlihat dari luar, Bangunan dapat meminimalkan gangguan cuaca (baik musim panas maupun musim hujan), Kemudahan akses di malam hari, Ketersediaan fasilitas penampungan air dan tempat sabun untuk cuci tangan. b.Lantai kakus : Sebaiknya diplester agar mudah dibersihkan.c.Slab : Berfungsi sebagai penutup sumur tinja (pit) dan dilengkapi dengan tempat berpijak. Pada jamban cemplung, slab dilengkapi dengan penutup, sedangkan pada kondisi jamban berbentuk bowl (leher angsa) fungsi penutup ini digantikan oleh keberadaan air yang secara otomatis tertinggal di didalamnya. Slab dibuat dari bahan yang cukup kuat untuk menopang penggunanya. Bahan-bahan yang digunakan harus tahan lama dan mudah dibersihkan seperti kayu, beton, bambu dengan tanah liat, pasangan bata, dan sebagainya.d.Closet: Lubang tempat faeces masuk.e.Pit : Sumur penampung faeces / cubluk.

f. Bidang resapan.

Gambar 2. Bidang Resapan3. Jenis jenis jamban keluargaa. Jamban cemplung (pit latrine)

Jamban cemplung ini sering dijumpai di daerah pedesaan tapi kurang sempurna, misalnya tanpa rumah jamban. Pada jamban ini, kotoran langsung masuk ke jamban dan tidak boleh terlalu dalam sebab bila terlalu dalam akan mengotori air tanah dibawahnya. Dalamnya pit latrine berkisar antara 1,5 3 meter saja. Jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 15 meter.3

Gambar 3. Jamban CemplungCara dan beberapa syarat pembuatan jamban galian (cemplungan) adalah:4,5 Jauh dari tempat kediaman/perumahan

Lubang digali sedalam 2-3 m dengan garis tengah 80 cm. Dalamnya tergantung keadaan tanah, permukaan air tanah dan lama penggunaan Letaknya diusahakan pada tanah yang agak longgar tapi kokoh hingga tidak memerlukan dinding penahan Pada lubang bagian atas perlu diberi dinding dan pondasi penguat Bila tanahnya terlalu longgar dan mudah runtuh, lubang bagian dalam perlu diberi penahan atau penguat dari beton, batu-batu, kaleng atau drum, anyaman bambu atau bahan lainnya. Pondasi disekitar atas lubang dibuat dari beton, batu bata bersemen, atau balok kayu. Di sekitar lantai dan pondasi ditimbun tanah agar jamban tetap kering. Ditutup yang layak dan memenuhi syarat kesehatan.

b. Jamban cemplung berventilasi (Ventilation Improved Pit Latrine)

Jamban ini hampir sama dengan jamban cemplung, bedanya lebih lengkap, yakni menggunakan ventilasi pipa. Untuk daerah pedesaan pipa ventilasi ini dapat dibuat dengan bambu.

Gambar 4. Jamban Cemplung Berventilasi (Ventilasi Improved Pit Latrine)

c.Watersealed laterine (angsa trine)Jamban tanki septik/leher angsa: Adalah jamban berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air ini sebagai sumbat bau busuk dari cubluk sehingga tidak tercium di ruangan rumah kakus. Bila dipakai, faecesnya tertampung sebentar dan bila disiram air, baru masuk ke bagian yang menurun untuk masuk ke tempat penampungannya (pit). Penampungannya berupa tangki septik kedap air yang berfungsi sebagai wadah proses penguraian/dekomposisi kotoran manusia yang dilengkapi dengan resapannya. Kakus ini yang terbaik dan dianjurkan dalam kesehatan lingkungan.

Gambar 5. Jamban leher angsaLatrin jenis septic tank ini merupakan cara yang paling memenuhi persyaratan, oleh sebab itu, cara pembuangan tinja semacam ini dianjurkan. Septic tank terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air dimana tinja dan air buangan masuk dan mengalami dekomposisi.

Didalam tangki ini, tinja akan berada selama beberapa hari. Selama waktu tersebut tinja akan mengalami 2 proses, yakni :a. Proses kimiawi

Akibat penghancuran tinja akan direduksi dan sebagian besar (60-70 %) zat-zat padat akan mengendap didalam tangki sebagai sludge. Zat-zat yang tidak dapat hancur bersama-sama dengan lemak dan busa akan mengapung dan membentuk lapisan yang menutup permukaan air dalam tanki tersebut. Lapisan ini disebut scum yang berfungsi mempertahankan suasana anaerob dari cairan dibawahnya, yang memungkinkan bakteri-bakteri anaerob dan fakultatif anaerob dapat tumbuh subur, yang akan berfungsi pada proses berikutnya.a. Proses biologis

Dalam proses ini terjadi dekomposisi melalui aktivitas bakteri anaerob dan fakultatif anaerob yang memakan zat-zat organik alam, sludge dan scum. Hasilnya, selain terbentuk gas dan zat cair lainnya, adalah juga mengurangi volume sludge sehingga memungkinkan septic tank tidak cepat penuh. Kemudian cairan enfluent sudah tidak mengandung bagian-bagian tinja. Cairan enfluent ini akhirnya dialirkan keluar melalui pipa dan masuk ke dalam tempat perembesan.Penggunaan Jamban :

Siramkan air pada mangkokan leher angsa supaya tidak lengket

Jongkok atau duduk diatas kloset untuk melaksanakan hajat.

Setelah selesai guyur dengan air secukupnya sampai kotoran bersih

Keuntungan dari jamban ini antara lain :

Menghindarkan atau mengurangi gangguan lalat atau serangga dan binatang lain.

Mengurangi timbul dan tersebarnya bau

Dapat dipakai dengan aman oleh anak-anak

Kebersihan mudah dijaga

Dapat dipasang di luar maupun di dalam rumah

Mudah dibuat dan hemat

Kelemahan jamban leher angsa :

Memerlukan cara penggunaan dan pemeliharaan yg lebih baik,teliti dan teratur Leher angsa dapat rusak atau pecah, memerlukan perbaikan, perlu waktu, biaya dan tenaga Leher angsa dapat tersumbat Kotoran tidak langsung jatuh ke dalam tempat pengumpul, tetapi harus didorong dengan guyuran air tersendiri4. Jamban keluarga di pedesaan Banyak macam jamban yang digunakan tetapi jamban pedesaan di Indonesia pada dasarnya digolongkan menjadi 2 macam yaitu : a. Jamban tanpa leher angsa. Terdapat 2 jenis antara lain :

Jamban cubluk, bila kotoran dibuang ke tanah. Jamban empang, bila kotoran dialirkan ke empang atau kolam. b. Jamban dengan leher angsa. Jamban ini mempunyai 2 cara :1. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl langsung diatas lubang galian penampungan kotoran

2. Tempat jongkok dan leher angsa tidak berada langsung diatas lubang galian penampungan kotoran atau pemasangan slab dan bowl tapi dibangun terpisah dan dihubungkan oleh satu saluran yang miring ke dalam lubang galian penampungan kotoran.3,5Pemilihan jenis jamban :

1. Jamban cemplung digunakan untuk daerah yang sulit air

2. Jamban tangki septik/leher angsa digunakan untuk daerah yang cukup air dan daerah padat penduduk, karena dapat menggunakan multiple latrine yaitu satu lubang penampungan tinja/tangki septik digunakan oleh beberapa jamban (satu lubang dapat menampung kotoran/tinja dari 3-5 jamban).

3. Daerah pasang surut, tempat penampungan kotoran/tinja hendaknya ditinggikan kurang lebih 60 cm dari permukaan air pasang. Setiap anggota rumah tangga harus menggunakan jamban untuk buang airbesar/buang air kecil.

Dalam penentuan letak jamban ada tiga hal yang perlu diperhatikan :1. Keadaan daerah datar atau lereng; Bila daerahnya berlereng, kakus atau jamban harus dibuat di sebelah bawah dari letak sumber air. Andaikata tidak mungkin dan terpaksa di atasnya, maka jarak tidak boleh kurang dari 15 meter dan letak harus agak ke kanan atau kekiri dari letak sumur.

2. Bila daerahnya datar, kakus sedapat mungkin harus di luar lokasi yang sering digenangi banjir. Andaikata tidak mungkin, maka hendaknya lantai jamban (diatas lobang) dibuat lebih tinggidari permukaan air yang tertinggi pada waktu banjir.3. Mudah dan tidaknya memperoleh airC. Manfaat dan Fungsi Jamban Keluarga Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal,5 yaitu: Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit

Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman

Bukan tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit

Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan.

Pembuangan tinja sebagian dari kesehatan lingkungan maka kebiasaan masyarakat memakai jamban harus terlaksana bagi setiap keluargaD. Pemeliharaan JambanJamban hendaknya dipelihara baik dengan cara :

Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering. 1x seminggu bersihkan lantai dan tempat jongkok dengan air dan sabun, sapu lidi dan sikat ijuk.

Tidak ada sampah berserakan dan tersedia alat pembersih

Tidak ada genangan air di sekitar jamban

Rumah jamban dalam keadaan baik dan tidak ada lalat dan kecoa

Tempat duduk selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat

Tersedia air bersih dan alat pembersih di dekat jamban

Bila ada bagian yang rusak harus segera diperbaiki.3

E. Syarat Jamban SehatKementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban sehat. Ada tujuh kriteria yang harus diperhatikan, yaitu :1. Tidak mencemari air. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang kurangnya 10 meter. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur. Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan, empang, danau, sungai dan laut.2. Tidak mencemari tanah permukaan. Tidak buang air besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan. Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.3. Bebas dari serangga. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah. Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi sarang nyamuk. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah celah yang dapat menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering. Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup.4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai digunakan. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat oleh air. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus dilakukan secara teratur.5. Aman digunakan oleh pemakainya.Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran dengan pasangan bata atau selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lain yang terdapat di daerah setempat.

6. Mudah dibersihkan dan tidak menimbulkan gangguan bagi pemakainya. Lantai jamban rata dan miring dari saluran lubang kotoran. Jangan membuang sampah, rokok atau benda lain ke saluran kotoran karena dapat menyumbat saluran. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan cepat penuh. Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa berdiameter minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2:100.7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan. Jamban harus berdinding dan berpintu. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari kehujanan dan kepanasan.Indikator penilaian jamban sehat :

NODIAGNOSA

1Apakah penampungan akhir kotoran/jamban berjarak kurang dari 10 meter dengan sumber air?

Nilai Ya = 3, Tidak = 0

2Apakah penutup sumur resapan jamban (penampungan akhir kotoran) tidak kedap air? Nilai Ya = 3, Tidak = 0

3Apakah konstruksi jamban memungkinkan binatang penyebar penyakit menjamah kotoran dalam jamban? Nilai Ya = 3, Tidak = 0

4Apakah jamban menimbulkan bau? Nilai Ya = 1, Tidak = 0

5Apakah jamban tidak selalu terjaga kebersihannya? Nilai Ya = 2, Tidak = 0

Tabel 2. Kriteria tingkat jamban yang dapat mencemari lingkungan

Tingkat resiko untuk mencemari lingungan:Nilai Ya =0-2Ringan (R)

Nilai Ya =3-4Sedang (S)

Nilai Ya =5-8Tinggi (T)

Nilai Ya =9-11Amat Tinggi (AT)F. Peran Puskesmas Terhadap Ketersediaan Jamban Sehat6

Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum, higinitas dan sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) 2006 2010 menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka. Kondisi seperti ini dapat dikendalikan melalui intervensi terpadu melalui pendekatan sanitasi total.

Perlunya strategi nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) berangkat dari pelaksanaan kegiatan dengan pendekatan sektoral dan subsidi perangkat keras selama ini tidak memberi daya ungkit terjadinya perubahan perilaku higienis dan peningkatan akses sanitasi, sehingga diperlukan strategi yang baru dengan melibatkan lintas sektor sesuai dengan tugas dan pokok dan fungsi masing masing dengan leading sector Departemen Kesehatan karena STBM ini menekankan kepada 5 (lima) perubahan perilaku higienis, yaitu :1. Tidak BAB sembarangan

2. Mencuci tangan dengan sabun

3. Mengelola air minum dan makanan yang aman

4. Mengelola sampah dengan benar

5. Mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman

Peran Puskesmas disini adalah :

1. Berkoordinasi dengan berbagai lapisan masyarakat (perangkat desa atau dusun) dan memberi dukungan pemicu STBM

2. Memelihara database status kesehatan tetap ter-update secara berkala

3. Mengevaluasi dan memonitor kerja lingkungan tempat tinggal

4. Mendukung program STBM dari segi kesehatan

5. Bersama sama membentuk tim fasilitator desa yang anggotanya berasal dari kader desa untuk memfasilitasi gerakan masyarakat

6. Mengajukan proposal kepada kabupaten untuk kemudian dilanjutkan ke pemerintah mengenai desa PAMSIMAS (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat)

Petugas sanitarian bertugas untuk mengubah, mengendalikan, atau menghilangkan semua unsur fisik dan lingkungan yang memberikan pengaruh buruk terhadap kesehatan masyarakat, termasuk mengenai jamban sehat.

Fungsi:

Penyuluhan terhadap masyarakat tentang penggunaan air bersih, jamban keluarga, rumah sehat, kebersihan lingkungan dan pekarangan

Membantu masyarakat dalam pembuatan sumur, perlindunganmata air, penampung air hujan, dan sarana air bersih lainnya

Pengawasan hygienitas, perusahan dan tempat-tempat minum

Melakukan pencatatan dan pelaporan

Aktif memperkuat kerjasama lintas sektoral

Ikut serta dalam puskesling dan kegiatan terpaut yang terkait dengan hidup sehat

Memberikan penyuluhan kesehatan

Pengawasan dan penyehatan perumahan

Pengawasan pembuangan sampah

Pengawasan makanan dan minuman

G. Urutan Dalam Siklus Pemecahan Masalah SHAPE \* MERGEFORMAT

Gambar 5. Kerangka Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah sebaiknya dilakukan berurutan sesuai dengan siklus berikut ini7 :1. Identifikasi masalah dan analisis

Dalam menganalisis masalah digunakan metode pendekatan sistem untuk mencari kemungkinan penyebab dan menyusun pendekatan pendekatan masalah. Dari pendekatan sistem ini dapat ditelusuri hal hal yang mungkin menyebabkan munculnya permasalahan. Adapun sistem yang diutarakan disini adalah sistem terbuka pelayanan kesehatan yang dijabarkan sebagai berikut :

Gambar 6. Analisis Penyebab Masalah dengan Pendekatan Sistem

Masalah yang timbul terdapat pada output dimana hasil kegiatan tidak sesuai standar minimal. Hal yang penting pada upaya pemecahan masalah adalah kegiatan dalam rangka pemecahan masalah harus sesuai dengan penyebab masalah tersebut. Berdasarkan pendekatan sistem, masalah dapat terjadi pada input maupun proses.

Penentuan penyebab masalah digali berdasarkan data atau kepustakaan dengan curah pendapat. Untuk membantu menemukan kemungkinan penyebab masalah dapat dipergunakan diagram fish bone. Metode ini berdasarkan pada kerangka pendekatan sistem, seperti yang tampak pada gambar dibawah ini :

Gambar 7. Diagram fish bone2. Penentuan penyebab masalahPenyebab masalah yang paling mungkin harus dipilih dari sebab sebab yang didukung oleh data atau konfirmasi dan survei lapangan.3. Menentukan alternatif penyebab masalah

Seringkali pemecahan masalah dapat dilakukan dengan mudah dari penyebab yang sudah diidentifikasi. Jika penyebab sudah jelas maka dapat langsung pada alternatif pemecahan masalah.4. Penetapan pemecahan masalah terpilih

Setelah alternatif pemecahan masalah ditentukan, maka dilakukan pemilihan pemecahan terpilih. Apabila ditemukan beberapa alternatif maka digunakan metode kriteria matriks untuk menentukan / memilih pemecahan terbaik.

5. Penyusunan rencana penerapan

Rencana penerapan pemecahan masalah dibuat dalam bentuk POA (Plan of Action) atau rencana kegiatan.6. Monitoring dan evaluasi

Ada dua segi pemantauan yaitu apakah kegiatan penerapan pemecahan masalah yang sedang dilaksanakan sudah diterapkan dengan baik dan menyangkut masalah itu sendiri, apakah permasalahan sudah dapat dipecahkanH. PRIORITAS PEMECAHAN MASALAH8Setelah menemukan alternatif pemecahan masalah, maka selanjutnya dilakukan penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah. Penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria matriks dengan rumus :

Penyelesaian masalah sebaiknya memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Efektivitas Program

Pedoman untuk mengukur efektivitas program :

a. Magnitude (M): Besarnya penyebab masalah yang dapat diselesaikan. Makin besar (banyak) penyebab masalah yang dapat diselesaikan dengan pemecahan masalah maka semakin efektif.

b. Importancy (I): Pentingnya cara penyelesaian masalah

c. Vulnerability (V): Sensitifitas cara penyelesaian masalah.

Kriteria M, I dan V masing masing diberi skor 1 5.

Bila magnitude makin besar maka nilainya juga makin besar, mendekati 5. Begitu juga dalam melakukan penilaian pada kriteria I dan V.

2. Efisiensi Program

Biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan masalah (cost). Kriteria cost (c) diberi nilai 1 5. Bila cost-nya makin kecil maka nilainya mendekati 1.

Tabel 3. Kriteria Matriks

MAGNITUDEIMPORTANCYVULNERABILITYCOST

1 = Tidak magnitude1 = Tidak penting1 = Tidak sensitif1 = Sangat murah

2 = Kurang magnitude2 = Kurang penting2 = Kurang sensitif2 = Murah

3 = Cukup magnitude3 = Cukup penting3 = Cukup sensitif3 = Cukup murah

4 = Magnitude4 = Penting4 = Sensitif4 = Mahal

5 = Sangat magnitude5 = Sangat penting5 = Sangat sensitif5 = Sangat mahal

II.9. PEMBUATAN PLAN OF ACTION DAN GANN CHART8Setelah melakukan penentuan pemecahan masalah maka selanjutnya dilakukan pembuatan Plan of Action (POA) serta Gann chart. Hal ini bertujuan untuk menentukan perencanaan kegiatan.

1. Identifikasi Masalah

2. Penentuan Penyebab Masalah

3. Menentukan alternatif pemecahan masalah

4. Penetapan pemecahan masalah terpilih

5. Penyusunan rencana penerapan

6. Monitoring dan evaluasi

M x I x V

C

18