20130129192445 Ke Dung Ombo

download 20130129192445 Ke Dung Ombo

of 17

description

fgdghftrhfgjhfgjgh

Transcript of 20130129192445 Ke Dung Ombo

  • Bendungan Kedung Ombo

    Data teknis bendungan Data umum, hidrologi, waduk, bendungan dan pelimpah Bendungan Kedung Ombo terletak di Desa/Kecamatan Kedung Ombo, Kabupaten Purwodadi-Grobogan, Propinsi Jawa Tengah, yang pada saat ini dikelola oleh Balai PSDA Seluna yang berkedudukan di Kudus, Jawa Tengah dalam daerah SWS Jratun Seluna. Data umum, hidrologi, waduk, bendungan, pelimpah dan bangunan pengeluaran dapat diperiksa pada Tabel 1, 2, 3, 4, 5 dan 6, serta Gambar-gambar 1, 2, 3 dan 4.

    Tabel 1. Data umum Bendungan Kedung Ombo Tabel 2. Data hidrologi dan waduk Bendungan Kedung Ombo SWS Jrateunseluna Data hidrologi : Desa Kedungombo Anak Sungai K. Uter Kecamatan Kedungombo Induk Sungai K. Serang Kabupaten Boyolali, Purwodadi Luas Daerah Aliran (km2) 614,00 Propinsi. Jateng Crh H. Tahunan (mm) 2000-3000 Manf. Irigasi (ha) 59.645,00 Crh H. Desain Peng. (mm) Manf.Listrik (MWH/thn) 22,50 Debit Desain Pengelak (m3/sek) 180,00 Manf. air baku (m3/det ) - Kala Ulang T - Manf. Lain - Data Waduk : Mulai konstruksi 1985 Elev. MAB (m) 95,00 Selesai konstruksi 1989 Elev. MAN (m) 90,00 Biaya Kons (106 Rp) - Elev. MAM (m) 64,50 Biaya Kons.( US$) - Vol. -MAB (106m3) 986,000 Pengelola Proyek PWS Jrateunseluna Vol-MAN (106m3) 723,00 Kon-Desain SMEC Australia Vol-Mati ((106m3) 88,40

    Kontraktor Hazma Gumi, PT Brantas Abipraya Vol-Eff (106m3) 634,60

    Tabel 3. Data kegempaan dan Bendungan Kedung

    Ombo Tabel 4. Data pelimpah dan bangunan pengeluaran Kedung Ombo

    Data kegempaan : Data pelimpah : Zona pada peta 99 Tipe Ogee tanpa pintu, p. darurat ad pada T = 100 tahun 0,14 g Q-Desain (m3/sek) 8.000,00 ad pada T = 5000 tahun 0,24 g T- Ulang (thn) PMF ad pada T = 10000 tahun 0,26 g Kapasitas (m3/sek) 5.540,00 Tingkat kerentanan bencana Sedang Elev-Mercu (m) 90,00 Panjang Mercu (m) 40,00

    Data Bendungan : Bangunan Pengeluaran Irigasi: Menjadi satu dengan bangunan pengeluaran listrik. Tipe UH Data Bangunan Pengelua.ran Listrik/Headrace : tidak ada. Elev.Puncak (m) 80,50 Jagaan MAB (m) 1,75 Jagaan MAN (m) 3,00 Tinggi terh. D.Sungai (m) 37,30 Tinggi terh D.Galian. (m) 38,00 Panj.Puncak (m) 168,00 Lebar Puncak (m) 6,00 Vol.Tubuh (m3) Lereng U/S 2,50 Lereng D/S 3,00

    Tabel 5. Data Bangunan Tangki Pendatar dan Pipa Pesat Bendungan Kedung Ombo

    Tabel 6. Data bangunan pembangkit listrik Kedung Ombo

    Data Bangunan Tangki Pendatar : Tidak ada

    Data Pembangkit Listrik:

    Data Pipa Pesat Tipe permukaan Tipe konduit baja dlm beton

    Dimensi (m) 47,8x31

    Bentuk lingkaran Turbin 2 bh, Kaplan Jumlah jalur 1,00 Kapas.terpasang (MW) 22,50 Grs. tengah (m) 3,80 Energi tahunan (MWH) - Tinggi (m) Generator - Panjang (m) 270,00 Transformeter - Tipe alat operasi katup Kapasitas (m3/detik) 83,50

  • Gambar 1. Denah Bendungan Kedung Ombo

    Rincian volume bagian-bagian urugan dari Bendungan Kedung Ombo adalah sebagai berikut. Urugan acak (randomfill) [zone 4] : 2.570.000 m3 Transisi (transition) [zone 2B] : 520.000 m3 Filter (filter) [zone 2A] : 230.000 m3 Inti bendungan (core / earthfill) [zone 1] : 1.300.000 m3 Urugan batu (rockfill) [zone 3] : 1.000.000 m3 Riprap (riprap) [zone 3A] : 130.000 m3 Blanket I (blanket I) [zone 1] : 210.000 m3 Blanket II (blanket II) [zone 2B] : 20.000 m3.

  • Bendungan Kedung Ombo dilengkapi dengan bangunan pelimpah, bangunan pengeluaran PLTA & irigasi, serta instrumentasi keamanan bendungan. Bangunan pelimpah dibuat dengan tipe Ogee tanpa pintu, dan pelimpah darurat.

    Gambar 2. Potongan memanjang bangunan pelimpah Bendungan Kedung Ombo

    Gambar 3. Potongan memanjang bangunan pengambilan Bendungan Kedung Ombo

    Gambar 4. Profil melintang A-A dan B-B dan tataletak instrumen Bendungan Kedung Ombo

  • Topografi dan geologi regional Sungai Serang bermataair di lereng timurlaut G. Merbabu, sebuah gunung api yang tidak aktif dengan elevasi puncak + 3150 m d.p.l, yang terletak 50 km di selatan Kota Semarang (jarak lurus). Sungai itu mengalir ke arah timur timurlaut di lereng G. Merbabu sampai ke Bukit Kendeng di kaki gunung, menerus menyayat bukit itu ke arah yang sama, menampakkan bentuk meander dalam beberapa seri lengkungan lebar tepat di lokasi Bendungan Kedung Ombo. Lokasi Bendungan Kedung Ombo dan sebagian besar lokasi waduknya tersusun oleh perlapisan batu lempung dan batu pasir berselang-seling dari Formasi Kerek yang berumur Miosen. Kawasan Bukit Kendeng terlipat secara kompleks, banyak di antara sumbu lipatannya berarah baratlaut. Suatu jalur lineasi berarah timurlaut yang menurut interpretasi foto udara adalah sesar mendatar, memotong /melalui pusat lokasi bendungan. Sejumlah sesar naik berarah timur tenggara terdapat di lokasi bendungan dan di sebelah selatannya. Geologi lokal Batuan dasar di lokasi Bendungan Kedung Ombo terdiri atas batu lempung masif yang lemah, berselang-seling dengan 15 % volume batu pasir lempungan dan gampingan yang lemah sampai agak kuat. Keberadaan dua lapisan utama pelapukan dapat diketahui pada batuan yang banyak mengandung material lempung. Lapisan bagian atas berupa hasil pelapukan mekanis (lapuk kuat), dengan ketebalan rata-rata 3 m - 4 m. Lapisan bagian bawah setebal 4 meter berupa hasil pelapukan mekanis (lapuk sedang - batuan segar) yang ternodai oleh limonit. Kedua lapisan tersebut di atas dialasi batuan utuh segar pada kedalaman rata-rata 7 m sampai 8 m. Pada kedua bukit tumpuan bendungan batuannya berkekar. Di bukit tumpuan kanan suatu sesar naik yang mungkin sekali berumur Resen telah tersingkap, miring ke arah selatan dengan sudut kemiringan antara 10o - 25o. Suatu jalur lebar dari batu lempung tergerus di bukit tumpuan kiri bagian bawah berarah utara (bersudut 60o terhadap poros bendungan) dengan kemiringan 70o ke arah barat, namun di lokasi setempat ada yang lebarnya > 40 meter. Geologi teknik Pengujian kelulusan air bertekanan dalam lubang bor inti di sekitar lokasi Bendungan Kedung Ombo menghasilkan koefisien kelulusan air sebesar 0 lugeon - 100 lugeon (rata-rata 21,5 lugeon). Lokasi Bendungan Kedung Ombo secara geologi teknik cukup baik untuk fondasi bendungan urugan. Pengupasan fondasi dilakukan dengan membuang semua jenis material yang sangat lulus air, yang densitasnya rendah dan tidak stabil, termasuk aluvium dan kedua lapisan pelapukan. Di bawahnya tersingkap batu lempung dan batu pasir segar. Oleh karena sesar naik di bukit tumpuan kanan menunjukkan indikasi bahwa mungkin sesar itu berumur Resen (pernah bergerak dalam jangka 250 ribu tahun terakhir), maka sesar itu harus dianggap potensial aktif. Dengan demikian, urugan bendungan sengaja didesain untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya pergerakan sesar pada masa guna Bendungan Kedung Ombo. Longsoran kecil terjadi di kawasan waduk dan sekitarnya, terutama di lereng-lereng yang dipercuram oleh erosi kaki (toe erosion). Longsoran ini diharapkan tidak akan berpengaruh terhadap kapasitas tampung air waduk. Pelaksanaan injeksi (grouting) tirai masuk ke dalam fondasi bendungan, dilaksanakan lebih dalam daripada kedalaman grouting tirai yang biasa dilakukan untuk bendungan setinggi 60 meter, bahkan ada yang sampai ke kedalaman 60 meter di bawah permukaan batuan segar. Batu bahan urugan Sebagai batu bahan urugan untuk pembangunan Bendungan Kedung Ombo digunakan batu gamping kalkarenit dari Juwangi, yang sebenarnya tidak terlalu bagus. Namun, sudah cukup memadai untuk digunakan sebagai batu bahan urugan (rockfill material), setelah melalui serangkaian pengujian lapangan dan laboratorium. Lokasi kuari (quarry area) batu bahan urugan di Juwangi berjarak 13 km dari Bendungan Kedung Ombo ke arah barat laut, lebih kurang 0,5 km dari setasiun kereta api Telawah. Daerah batu gamping ini meliputi areal seluas

  • 1200 x 200 m2, dengan tebal total lapisan batu gamping kalkarenit 50 m (dari data pada lubang bor no. UT 18/5D) dan secara stratigrafis termasuk dalam Formasi Kapung. Keputusan untuk menggunakan batu gamping kalkarenit Juwangi sebagai batu bahan urugan Bendungan Kedung Ombo, baru dapat ditetapkan setelah melalui serangkaian penyelidikan lapangan dan pengujian laboratorium yang cukup panjang dalam beberapa periode. Yang terakhir adalah periode 1984: Pengujian laboratorium oleh SMEC dan Puslitbang Pengairan, serta Evaluasi oleh Tim Asistensi Bendungan Kedung Ombo (tim khusus dalam lingkungan Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum). Setelah keluarnya Laporan Akhir Batu Bahan Urugan (rockfill) dari Juwangi untuk Bendungan Kedung Ombo pada tgl. 20 Juni 1984, yang disiapkan oleh Tim Asistensi Bendungan Kedung Ombo, maka barulah secara resmi ditetapkan bahwa batu gamping kalkarenit Juwangi dapat digunakan sebagai batu bahan urugan Bendungan Serbaguna Kedung Ombo. Tanah bahan urugan Lokasi areal pengambilan tanah bahan urugan zone 1 (borrow area for earthfill) untuk pembangunan Bendungan Kedung Ombo terletak di sekitar lokasi Bendungan Kedung Ombo. Bahan urugan ini terutama berupa tanah pelapukan batu gamping dan batu pasir yang terdapat di bukit tumpuan kanan dan kiri bendungan, serta sedikit dari daerah Platar yang terletak sekitar 700 m di sebelah barat bukit tumpuan kiri bendungan. Bahan urugan acak zone 4 (randomfill) untuk bahan urugan Bendungan Kedung Ombo diambil dari lokasi borrow area, yang terutama terletak di lokasi Pelimpah Darurat Bendungan Kedung Ombo, dan sebagian kecil diambil dari borrow area di daerah Platar tersebut di atas, dengan material berupa batu lempung dan batu pasir berukuran kerakal sampai bongkah dari Formasi Kerek. Inspeksi lapangan 1) Puncak dan bahu bendungan

    Pada saat inspeksi lapangan muka air waduk terletak pada elevasi + 87,58 m (MAN: + 90,00 m). Puncak bendungan secara umum dalam kondisi cukup baik (lihat Gambar 5), termasuk di beberapa lokasi yang pernah mengalami retakan memanjang searah poros bendungan. Namun, retakan tersebut telah diperbaiki dengan cara mengisi campuran lempung+bentonit dan menutupnya dengan aspal pada tahun terjadinya retakan (pengisian pertama tahun 1990/1991). Tidak terlihat adanya gejala deformasi dan longsoran pada puncak dan bahu bendungan. Di puncak bendungan bagian hilir, 10 m 20 m dari pangkal pelimpah ke arah kiri tampak adanya liang binatang yang perlu disumbat, agar tidak membahayakan keamanan bendungan. Pada umumnya rip-rap di bagian udik terlihat cukup baik, namun di beberapa tempat terlihat adanya degradasi kecil yang tidak terlalu mengkhawatirkan.

    Gambar 5. Puncak bendungan difoto ke arah bukit tumpuan kanan. Tampak retakan memanjang pada bagian udik. Pergerakan parapet ke arah udik secara visual tidak

    tampak.

    Gambar 6. Puncak bendungan difoto ke arah bukit tumpuan kiri/ menara operasi. Retakan memanjang di puncak bendungan pada bagian udik tampak dengan jelas,

    pergeseran parapet baja secara visual tidak nampak.

  • Gambar 7. Lereng hilir difoto ke arah bukit tumpuan

    kanan. Tampak permukaan lereng bagian kanan yang rumputnya telah dipangkas.

    Gambar 8. Lereng hilir difoto ke arah bukit tumpuan kiri. Tampak hamparan rumput yang belum dipangkas.

    Gambar 9. Sebelah hilir kaki lereng hilir bendungan dalam kondisi baik, namun tanaman keras banyak

    terdapat di areal ini.

    Gambar 10. Menara pengambilan difoto dari puncak bendungan, kondisi baik.

    2) Lereng hilir

    Pada umumnya kondisi lereng hilir Bendungan Kedung Ombo cukup baik, tidak terlihat adanya gejala deformasi (lihat Gambar 7 dan 8), longsoran maupun rembesan terkonsentrasi. Kondisi seperti ini sesuai dengan hasil evaluasi kontur tekanan air pori (pengamatan dari tahun 1998 s.d tahun 2003), yang lintasan garis freatiknya masuk ke dalam drainase filter. Di beberapa bagian tanaman rumput masih belum tertata dengan rapi, bahkan ada yang masih cukup tebal, sehingga mengganggu pelaksanaan inspeksi lapangan.

    3) Sebelah hilir dari kaki lereng hilir

    Kondisi areal ini pada umumnya cukup baik, tidak terlihat adanya gejala deformasi longsoran maupun rembesan terkonsentrasi. Tanaman keras (lihat Gambar 9) banyak terdapat di areal ini, yang seharusnya tidak diizinkan dari segi keamanan bendungan, sehingga seyogianya tanaman-tanaman keras tersebut perlu ditebang. Rembesan-rembesan yang tampak bening cukup banyak terdapat di areal ini, namun cukup terkendali (masuk ke dalam drainase filter), sehingga tidak terlalu mengkhawatirkan keamanan bendungan. Sayang sekali data debit bocoran yang diukur lewat V-notch tidak berhasil didapatkan.

    4) Ebatmen kiri dan kanan

    Pada umumnya kondisi ebatmen kiri cukup baik, tidak terlihat adanya gejala deformasi, longsoran maupun rembesan terkonsentrasi. Tanaman berupa rumput terlihat cukup tebal di areal ini, sehingga mengganggu pelaksanaan inspeksi lapangan. Longsoran yang pernah

  • terjadi pada saat pelaksanaan konstruksi bendungan, pada saat inspeksi lapangan sudah tidak terlihat lagi (lereng stabil). Perbaikan yang dilakukan berupa pemasangan jangkar batuan dengan kombinasi beton semprot ternyata cukup efektif. Sangat disayangkan bahwa data inklinometer dan patok geser yang dipasang di areal ini tidak berhasil didapatkan. Kondisi ebatmen kanan secara umum cukup baik, namun rerumputan dan tanaman perdu ternyata cukup banyak tumbuh di sepanjang dinding sayap kanan pelimpah, sehingga mengganggu pelaksanaan inspeksi lapangan.

    5) Menara dan terowongan pengeluaran

    Pada umumnya kondisi bangunan menara dan terowongan pengeluaran cukup baik, tidak terlihat adanya gejala kerusakan struktur maupun rembesan terkonsentrasi. Pintu-pintu operasi tampak berfungsi dengan baik, sehingga tidak dikhawatirkan akan terjadi kemacetan dalam pengoperasiannya (lihat Gambar 10 dan 11).

    Gambar 11. Lereng hilir bendungan di atas PLTA dalam kondisi baik, hanya semak-semak belum dirapikan.

    Gambar 12. Pelimpah Bendungan Kedung Ombo, air waduknya belum sampai melimpah di atas mercu, tembok

    pangkal pelimpah dalam kondisi baik.

    Gambar 13. Mercu pelimpah difoto dari atas jembatan penyeberangan, dalam kondisi baik.

    Gambar 14. Bangunan peluncur difoto dari jembatan penyeberangan, dalam kondisi baik.

    6) Pelimpah

    Bangunan pelimpah secara umum kondisinya cukup baik (lihat Gambar 12, 13 dan 14), tidak terlihat adanya gejala kerusakan struktur, longsoran maupun rembesan lewat fondasi dan rembesan lewat samping. Tanaman keras yang tumbuh di sepanjang dinding sayap pelimpah akar-akarnya dapat merusak dinding tersebut, sehingga tanaman-tanaman itu perlu ditebang.

  • Evaluasi hasil pemantauan instrumentasi bendungan 1) Basis data dan grafik hasil pemantauan instrumen

    Untuk dapat melakukan evaluasi keamanan bendungan, maka terlebih dahulu perlu disusun basis data hasil pemantauan instrumen yang terpasang. Pada Bendungan Kedung Ombo terpasang 7 jenis instrumen, yaitu pisometer hidraulik (HP) di tubuh bendungan, pisometer elektrik (EP) pada fondasi bendungan, hydraulic settlement cell (HS) pada tubuh bendungan, horizontal measuring device (HM) pada tubuh bendungan, patok-patok geser pada puncak dan lereng hilir bendungan, inklinometer pada tubuh bendungan di sekitar ebatmen kiri dan V-notch di kaki lereng hilir. Jumlah yang terpasang dan lokasinya dapat dilihat pada Tabel 11.7 dengan waktu pemantauan selama 6 tahun. Lokasi pisometer yang terpasang terbagi dalam 2 bagian, yaitu pada profil A-A dan B-B. Dalam hal ini, yang dikategorikan rusak kemungkinan karena tidak dibaca atau memang rusak namun belum ada penggantian. Data hasil pemantauan pisometer selama 6 tahun pada kedua profil tersebut diperoleh dari pengawas bendungan dalam format digital (EXCELL) sehingga langsung dapat digunakan untuk evaluasi hasil pemantauan. Data instrumen HS, HM, inklinometer dan V-notch tidak ada penjelasan apakah rusak atau tidak, namun untuk patok geser masih tetap bisa diaktifkan kembali karena patok tersebut masih ada di tempat.

    Tabel 7. Jumlah dan lokasi instrumen yang terpasang di Bendungan Kedung Ombo Lokasi Jenis instrumen Fondasi bendungan Tubuh bendungan Waktu pemantauan

    Terpasang Rusak Terpasang Rusak Profil A-A HP(Hydraul.P) 0 0 12 0 6/12/97-5/12/03

    EP(Electric.P) 6 0 0 0 6/12/97-5/12/03 HS (Hydr. Settl cell) 0 0 3 3 - HM (Horiz.Measur.) 0 0 1 1 -

    Profil B-B HP(Hydraul.P) 0 0 21 0 6/12/97-5/12/03 EP(Electric.P) 6 0 5 0 6/12/97-5/12/03 HS (Hydr. Settl cell) 0 0 16 16 - HM (Horiz.Measur.) 0 0 1 1 -

    Puncak Hilir Patok geser 0 0 14 14 - L.Hilir Patok geser 0 0 21 21 -

    Ebatm. kiri P.House Inklinometer 0 0 11 11

    -

    Kaki lereng V-notch 3 3 0 0 Data debit tidak ada

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    100

    06/12/97 06/12/98 06/12/99 05/12/00 05/12/01 05/12/02 05/12/03

    Waktu

    Elev

    asi m

    uka

    Air

    (m)

    Muka air waduk HP 111 HP 112 HP 113 HP 114 HP 118 HP 119

    Gambar 15. Grafik hubungan antara elevasi muka air waduk dan pisometer HP 111 - HP 119 terhadap waktu pada Potongan A-A.

  • 0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    100

    06/12/97 06/12/98 06/12/99 05/12/00 05/12/01 05/12/02 05/12/03

    Waktu

    Elev

    asi m

    uka Air

    (m)

    Muka air waduk HP 120 HP 124 HP 125 HP 126 HP 130 HP 131 Gambar 16. Grafik hubungan antara elevasi muka air waduk dan pisometer HP 120 - HP 131 terhadap waktu

    pada Potongan A-A.

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    100

    06/12/97 06/12/98 06/12/99 05/12/00 05/12/01 05/12/02 05/12/03

    Waktu

    Elev

    asi m

    uka Air

    (m)

    Muka air waduk EP 101 EP 102 EP 103 EP 104 EP 105 EP 106

    Gambar 17. Grafik hubungan antara elevasi muka air waduk dan pisometer EP 101 - EP 106 terhadap waktu pada Potongan A-A.

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    100

    06/12/97 06/12/98 06/12/99 05/12/00 05/12/01 05/12/02 05/12/03

    Waktu

    Elev

    asi m

    uka Ai

    r (m

    )

    Muka air waduk HP 120 HP 124 HP 125 HP 126 HP 130 HP 131 Gambar 18. Grafik hubungan antara elevasi muka air waduk dan pisometer HP 120 - HP 131 terhadap waktu

    pada Potongan A-A.

    Hasil pemantauan ini digambarkan sebagai hubungan antara waktu dan elevasi air waduk dan elevasi air dalam setiap pisometer. Grafik-grafik ini dapat dilihat pada Gambar 15 s.d Gambar 18 untuk Profil A-A, dan Gambar 19 dan 20 untuk Profil B-B.

  • 0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    100

    06/12/97 06/12/98 06/12/99 05/12/00 05/12/01 05/12/02 05/12/03

    Waktu

    Elev

    asi m

    uka air (m)

    Muka air waduk HP 11 HP 12 HP 13 HP 15 HP 18

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    100

    06/12/97 06/12/98 06/12/99 05/12/00 05/12/01 05/12/02 05/12/03

    Waktu

    Elev

    asi m

    uka

    air (

    m)

    Muka air waduk HP 19 HP 20 HP 21 HP 22

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    100

    06/12/97 06/12/98 06/12/99 05/12/00 05/12/01 05/12/02 05/12/03

    Waktu

    Elev

    asi m

    uka air (

    m)

    Muka air waduk HP 24 HP 25 HP 26 HP 27 HP 28

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    100

    06/12/97 06/12/98 06/12/99 05/12/00 05/12/01 05/12/02 05/12/03

    Waktu

    Elev

    asi m

    uka

    air (

    m)

    Muka air waduk HP 29 HP 30 HP 31 HP 32 Gambar 19. Grafik hubungan antara elevasi muka air waduk dan

  • elevasi muka air pisometer hidraulik pada Potongan B-B.

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    100

    06/12/97 06/12/98 06/12/99 05/12/00 05/12/01 05/12/02 05/12/03

    Waktu

    Elev

    asi m

    uka

    air (

    m)

    Muka air waduk EP 1 EP 2 EP 3 EP 5 EP 6 EP 10

    Gambar 20. Grafik hubungan antara elevasi muka air waduk dan elevasi muka air pisometer elektrik (EP) pada Potongan B-B.

    2) Kontur tekanan air pori dan garis freatik

    Untuk keperluan evaluasi keamanan bendungan hasil pemantauan instrumen harus dibuatkan kontur tekanan air pori pada setiap potongan. Evaluasi semacam ini tidak pernah dilakukan oleh pengelola bendungan, walaupun sangat bermanfaat untuk melihat apakah perkiraan tekanan air pori atau pola garis freatik sesuai dengan desain. Hasil evaluasi terhadap kontur tekanan air pori dan garis freatik, dapat dijelaskan sebagai berikut. a) Penggambaran kontur tekanan air pori pada profil A-A dilakukan untuk pemantauan

    setiap bulannya dalam tahun 1998 (tidak diperlihatkan), tahun 2000 (pada Gambar 21), dan tahun 2003 (pada Gambar 22). Hasil penggambaran kontur tekanan air pori menunjukkan bahwa, garis freatik (tekanan air pori 0) mempunyai kecenderungan memotong masuk ke dalam drainase filter pada bidang kontak antara urugan batu dan urugan inti kedap air. Kondisi ini menunjukkan bahwa filter berfungsi dengan baik, sehingga lereng hilir kering, stabil dan tidak ada erosi buluh sesuai dengan perkiraan desain.

    Gambar 21. Kontur tekanan pori pada Profilr A-A, pengamatan tahun 2000

    Gambar 22. Kontur tekanan pori pada Profil A-A, pengamatan tahun 2000

  • b) Penggambaran kontur tekanan air pori juga dilakukan pada Profil B-B, yang hasilnya untuk setiap bulan dalam tahun 1998 (tidak diperlihatkan), tahun 2000 (pada Gambar 23) dan tahun 2003 (pada Gambar 24). Hasil penggambaran kontur tekanan air pori menunjukkan bahwa, garis freatik (tekanan air pori 0) mempunyai kecenderungan memotong masuk ke dalam drainase filter pada bidang kontak antara urugan batu dan urugan inti kedap air. Namun, pada pisometer HP14, HP15 dan HP21 terbaca ada tekanan air pori yang seharusnya sama dengan nol. Kondisi ini menunjukkan bahwa filter drain sebagian tidak berfungsi secara baik. Walaupun demikian, secara keseluruhan garis freatik yang sedikit berubah dari perkiraan desain masih dalam batas yang cukup aman. Lereng hilir tetap kering, stabil dan tidak ada erosi buluh sesuai dengan perkiraan desain.

    Gambar 23. Kontur tekanan pori pada Profil B-B, pengamatan

    tahun 2000 Gambar 24. Kontur tekanan pori pada Profil B-B,

    pengamatan tahun 2003

    3) Perubahan tingkat kelulusan air dalam tubuh dan fondasi bendungan Untuk mengevaluasi perubahan kelulusan air dalam tubuh dan fondasi bendungan, sangat diperlukan penggambaran grafik histeresis hubungan antara elevasi air waduk dan elevasi air pisometer. Peningkatan elevasi air pisometer pada elevasi waduk yang sama pada suatu kurun waktu tertentu secara menerus, menunjukkan koefisien kelulusan air di sekitar pisometer meningkat. Sebaliknya, penurunan elevasi secara menerus menunjukkan koefisien kelulusan air di sekitar pisometer menurun. Peningkatan elevasi air secara menerus perlu diwaspadai, karena pola semacam ini menunjukkan kemungkinan terjadinya erosi buluh. Hasil evaluasi grafik histeresis dapat diuraikan sebagai berikut. a) Grafik histeresis dari pisometer EP 101, EP 102, HP111, HP 112, HP 113, HP 118, HP

    119, HP 124, HP 125, HP 130, HP 114, HP 120, HP 126, HP 131, EP 104 dan EP 105, (tidak diperlihatkan) yang terpasang pada Profil A-A. Hasilnya menunjukkan bahwa pada elevasi waduk tertinggi antara + 88,00 m sampai + 89,00 m, pada umumnya tidak mengalami perubahan besar pada tinggi elevasi air pisometer yang hanya berkisar sekitar 0,50 m. Kondisi ini menunjukkan bahwa, koefisien kelulusan air di sekitar pisometer tidak mengalami perubahan yang besar atau tidak terjadi erosi buluh.

    b) Grafik histeresis dari pisometer EP 1, EP 2, EP 3, HP 11, HP 12, HP 13, HP 18, HP19, HP 24, HP 25, HP 30, EP 5, EP 6, EP 10, HP 15, HP 20, HP 21, HP 26, HP 27, HP 28, HP 29, HP 31, dan HP 32 (tidak diperlihatkan), yang terpasang pada Profil B-B, menunjukkan bahwa pada elevasi waduk tertinggi antara + 88,00 m sampai + 89,00 m, pada umumnya tidak mengalami perubahan besar pada tinggi elevasi air pisometer yang hanya berkisar sekitar 0,50 m. Kondisi ini menunjukkan bahwa, koefisien kelulusan air di sekitar pisometer tidak mengalami perubahan yang besar atau tidak terjadi erosi buluh.

  • Hasil analisis stabilitas pengaruh gempa

    Analisis stabilitas pengaruh gempa dilaksanakan dengan menggunakan prosedur sesuai dengan Pedoman Analisis Stabilitas Bendungan Tipe Urugan Akibat Beban Gempa (Pd T-14-2004-A). Parameter desain untuk analisis stabilitas Bendungan Kedung Ombo ditentukan dengan menggunakan Tabel 8, 9 dan 10. Hasil analisis stabilitas lereng udik dan hilir pada kondisi aliran langgeng tanpa gempa dapat dilihat pada Tabel 11. Pada bidang longsor kritis, dilakukan analisis stabilitas dengan koefisien gempa bervariasi untuk mencari koefisien gempa kritisnya Ky pada faktor keamanan FK=1. Hasil analisis ini dapat dilihat pada ikhtisar untuk setiap Y/H pada Tabel 11. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa Bendungan Kedung Ombo stabil, baik pada kondisi tanpa gempa maupun dengan gempa pada perioda ulang T = 100 tahun dan T = 10000 tahun.

    Tabel 8. Percepatan gempa desain Bendungan Kedung Ombo (koordinat 110.8 BT,7.27 LS) Perioda ulang T

    (tahun) Peta zona 99-Fukushima Peta zona 04-Fukushima

    Peta zona 04-Joyner

    Z ad (g) Z ad (g) Z ad (g) 100 0,9 0,14 0,9 0,163 0,9 0,15 5000 0,9 0,24 0,9 0,26 0,9 0,25

    10000 0,9 0,26 0,9 0,28 0,9 0,27

    Tabel 9. Kelas risiko Bendungan Kedung Ombo No Pengaruh risiko Ukuran Faktor risiko Bobot 1 Kapasitas (106m3) 95,00 FRk 4 2 Tinggi (m) 61,00 FRt 4 3 Kebutuhan evakuasi

    (jumlah orang) Tinggi FRe 8

    4 Tingkat kerusakan hilir Tinggi FRh 10 FRtot 26 Klasifikasi tinggi (III)

    Tabel 10. Percepatan gempa desain untuk analisis dinamik Bendungan Kedung Ombo

    No Perioda ulang T (tahun)

    ad (g)

    Ko = 0,5 *ad (g)

    K pada Y/H

    0,25 0,5 0,75 1,00 1 100 0,163 0,082 0,167 0,139 0,127 0,114 2 5000 0,26 0,131 0,267 0,223 0,203 0,183 3 10000 0,28 0,139 0,282 0,236 0,215 0,194

    Tabe 11. Hasil analisis stabilitas pengaruh gempa kondisi steady seepage

    Lereng Fk tanpa gempa

    Ky T = 100 thn

    T = 10000 thn

    K (100 thn)

    FK (FK izin =

    1,2) K

    (10000 thn) FK

    FK izin = 1

    Deformasi U (m)

    M=7,5 Maks. 3,00 m

    Keterangan

    1. Udik a) Y/H = 0,75 Stabil 0,14 0,127 1,17 0,215 0,80 0,17 Aman b) Y/H = 0,5 Stabil 0,14 0,139 1,05 0,236 0,70 0,47 Aman c) Y/H = 0,25 Stabil 0,22 0,167 1,30 0,282 0,90 0,50 Aman 2. Hilir a) Y/H = 0,75 Stabil 0,27 0,127 1,40 0,215 1,15 0 Aman

    b) Y/H = 0,5 Stabil 0,26 0,139 1,41 0,236 1,05 0 Aman c) Y/H = 0,25 Stabil 0,27 0,167 1,38 0,282 0,95 0,35 Aman

    Indeks risiko total hasil evaluasi keamanan Bendungan Kedung Ombo

    Dengan menggunakan kombinasi hasil inspeksi lapangan, evaluasi hasil pemantauan instrumen dan analisis stabilitas lereng, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut. 1) Pengisian formulir isian perhitungan faktor tingkat kepentingan bendungan (Idam) pada Tabel

    12. 2) Pengisian formulir isian parameter fisik di lapangan dikombinasi dengan evaluasi instrumen

    bendungan pada Tabel 13. 3) Perhitungan indeks faktor penentu utama total kondisi setelah inspeksi ( IRi dan IRtot), pada

    Tabel 14 dengan hasil :

  • Idam = 437,50; IRtot = 92,75; Naman= (437,50 92,75) X100/437,50 = 78,80.

    4 Klasifikasinya termasuk memuaskan, yang berarti masih aman dalam kondisi beban biasa (normal) dan kondisi beban luar biasa (gempa dan banjir). Tidak diperlukan tindak lanjut.

    Tabel 12. Formulir isian untuk perhitungan faktor tingkat kepentingan

    Bendungan Kedung Ombo (Idam) Bendungan : KedungOmbo (18) SWS : Jratun Seluna

    Kabupaten : Boyolali Propinsi: Jawa Tengah

    Tanggal : 18/3/2004 Elev. air waduk : + 87,58 m

    Idam

    Idam = [((I1 + I2 + I3 + I4 ) / 4) x (( E1 + E2 ) / 2 ) x ((D1 + D2 ) / 2)] x H 437,50 No. Parameter

    bendungan Nilai

    Bobot faktor yang ditentukan Parameter

    Bobot Nilai

    Bobot Parameter Bobot 1 Tinggi (m) = H 61,00 45 m 10 10 Tipe bendungan UB Batu (UB) 4 I2 4 Tanah (UT) 10 Fondasi BT Batu (BT) 1 I3 1 Tanah overkonsolidasi (TOC), Batuan Lunak 5 Tanah Aluvium 10 Kapasitas waduk 723,0 < 0,125 106 m3 1 I4

    0,125 -1,25 106 m3 3

    1,25- 100 106 m3 6 >100 106 m3 10 10 2 Umur 15,00 0-9 tahun 10 E1 10-19 tahun 8 8 20-29 tahun 6 30-59 tahun 4 60-99 tahun 2 > 100 tahun 1 Kegempaan C Zona E-F 10 E2 Zona D 8 Zona C 6 6 Zona B 2 Zona A 1 3 Kecukupan kapasitas

    pelimpah KP5 Kondisi diketahui (ada analisis hidrologi) :

    1. Kapasitas pelimpah kurang dari setengah kapasitas yang dibutuhkan (KP1).

    10

    D1

    2. Kapasitas pelimpah lebih besar dari setengah kapasitas yang dibutuhkan (KP2).

    5 2

    3. Kapasitas pelimpah lebih besar dari yang dibutuhkan (KP3).

    1

    Kondisi tidak diketahui 1. Kapasitas pelimpah kurang dari yang

    dibutuhkan (KP4).

    5

    2. Kapasitas pelimpah lebih besar dari yang dibutuhkan (KP5).

    2

    Kecukupan faktor keamanan

    FK5 Kondisi diketahui (ada analisis stabilitas) : 1. Faktor keamanan terhadap keruntuhan

    lereng kurang dari yang disyaratkan (FK1).

    10

    D2

    2. Faktor keamanan terhadap keruntuhan lereng melebihi yang disyaratkan (FK2).

    1 2

    Kondisi tidak diketahui : 1. Faktor keamanan terhadap keruntuhan

    lereng kurang dari yang disyaratkan (FK4).

    7

    2. Faktor keamanan terhadap keruntuhan lereng melebihi yang disyaratkan (FK5).

    2

    4 Faktor bencana S Tinggi sampai sangat tinggi (T sampai ST). 10 H (pakai peta bencana:

    Gambar 1.1) Sedang (S) 5 5

    Rendah sampai sangat rendah (R sampai SR). 1

  • Tabel 13. Formulir isian parameter fisik di lapangan Bendungan Kedung Ombo Bendungan : KedungOmbo (18) SWS : Jratun Seluna

    Kabupaten : Boyolali Propinsi: Jawa Tengah

    Inspeksi tanggal : 18/3/2004 Elevasi air waduk : + 87,58 m

    Idam

    Elevasi air normal : + 90,00 m Elevasi air normal : + 95,00 m Elevasi puncak : + 96,00 m

    437,50

    No. Parameter Inspeksi

    Bobot faktor yang ditentukan Parameter Bobot

    Nilai Bobot

    Parameter Bobot 1 Penghalang pada

    saluran pelimpah Ada penghalang pada saluran pelimpah dalam jumlah yang :

    CF1

    1. Sedikit 7-10 8 2. Sedang 4-7 3. Banyak. 0-4 2 Tinggi jagaan (free

    board) Ada pengurangan pada tinggi jagaan akibat naiknya elevasi muka air.

    CF2

    0 10% Pengurangan 7-10 9 10 25% Pengurangan 4 - 7 > 25% Pengurangan. 0 - 4 3 Penghalang pada

    saluran pengeluaran di bagian bawah bendungan (low-level outlet)

    Ada penghalang pada pipa saluran pengeluaran bendungan : 1. Sedikit

    7-10

    CF3

    9

    2. Sedang 4 - 7 3. Banyak. 0 - 4 Inspeksi terhadap pintu air dan katup pada

    saluran pengeluaran

    1. Berfungsi selayaknya 6-10 2. Jarang dioperasikan 1-5 3. Tidak dioperasikan 0-1 4. Katup dan pintu air tidak dapat dibuka. 0 4 Erosi (erosion) pada

    saluran pelimpah Pengamatan terhadap erosi pada saluran pelimpah :

    CF4

    1. Dari tidak ada erosi s.d ada sedikit erosi 7-10 9 2. Dari sedikit erosi s.d erosi tingkat sedang 4-7 3. Dari erosi tingkat sedang s.d tingkat serius. 1-4 5 Material pelindung

    permukaan bendungan

    Pengamatan pada material proteksi lereng di hulu bendungan 1. Dari tidak ada s.d ada degradasi tingkat

    sedang pada lereng

    4-10

    CF5

    2. Dari tingkat sedang s.d degradasi tingkat serius

    1 - 4

    3. Degradasi tingkat serius (material terlepas). 0 Pengamatan pada material proteksi lereng di

    hilir bendungan

    1. Degradasi tingkat rendah [0 0,3 m] 7 - 10 8 2. Degradasi tingkat sedang [0,3 0,6 m] 5 - 7 3. Degradasi tingkat serius [ > 0,6 m]. 0 - 5 6 Erosi buluh (piping)

    pada tubuh bendungan tipe urugan

    Pengamatan terhadap adanya aliran turbid 1. Kadang-kadang muncul aliran turbid 2. Aliran semakin aktif muncul.

    2-7 0-2

    CF6

    Ada lubang-lubang kecil yang dalam pada permukaan bendungan.

    0-5

    Peningkatan tekanan air pori pada bendungan sebagai akibat dari rembesan (seepage) yang tidak terkontrol.

    1. Tumbuhnya vegetasi pada permukaan bendungan

    5-10

    2. Munculnya area yang basah pada permukaan bendungan

    4-8

    3. Adanya aliran permukaan yang konstan 2-7 4. Meningkatnya aliran permukaan. 0-4 Ada sisa akar pohon yang tertanam di dalam

    bendungan atau munculnya lubang atau sarang binatang kecil.

    0-5 5 5

  • Bendungan : KedungOmbo(18) SWS : Jratun Seluna

    Kabupaten : Boyolali Propinsi: Jawa Tengah

    Inspeksi tanggal : 18/3/2004 Elevasi air waduk : + 87,58 m

    Idam

    Elevasi air normal : + 90,00 m 437,50 No. Parameter

    Inspeksi Bobot faktor yang ditentukan Parameter

    Bobot Nilai

    Bobot Parameter Bobot 7 Erosi buluh (piping)

    pada fondasi bendungan tipe urugan

    Pengamatan pada aliran turbid 1. Kadang-kadang muncul aliran turbid 2. Aliran semakin aktif muncul.

    2-7 0-2

    CF7

    Ada lubang-lubang kecil yang dalam pada bendungan, kaki bendungan, dan ebatmen.

    0-5

    Peningkatan tekanan air pori pada fondasi sebagai akibat dari rembesan (seepage) yang tidak terkontrol pada area kaki bendungan dan area ebatmen.

    1. Tumbuhnya vegetasi pada permukaan bendungan

    5-10 9

    2. Munculnya area yang basah pada permukaan bendungan

    4-8

    3. Adanya aliran permukaan yang konstan 2-7 4. Meningkatnya aliran permukaan. 0-4 8 Longsoran pada

    bendungan tipe urugan

    Peningkatan tekanan air pori pada bendungan sebagai akibat dari rembesan (seepage) yang tidak terkontrol.

    CF8

    1. Tumbuhnya vegetasi pada permukaan bendungan

    5 - 10 9

    2. Munculnya area yang basah pada permukaan bendungan

    4 - 8

    3. Adanya aliran permukaan yang konstan 2 - 7 4. Meningkatnya aliran permukaan. 0 - 4 Keruntuhan lereng (mass movement) yang

    akan terjadi sebagai akibat dari adanya retakan (cracking), longsoran dangkal (shallow slides), pergerakan diferensial tanah pada bendungan atau antara bendungan dan fondasinya.

    1. Efeknya kecil dan terpusat pada suatu area 2 - 8 2. Efeknya besar dan meluas ke seluruh area. 0 - 2 9 Longsoran pada

    bendungan dan fondasinya

    Peningkatan tekanan air pori pada bendungan sebagai akibat dari rembesan (seepage) yang tidak terkontrol.

    CF9

    1. Tumbuhnya vegetasi pada permukaan bendungan

    5 - 10 8

    2. Munculnya area yang basah pada permukaan bendungan

    4 - 8

    3. Adanya aliran permukaan yang konstan 2 - 7 4. Meningkatnya aliran permukaan. 0 - 4 Keruntuhan lereng (mass movement) yang

    akan terjadi sebagai akibat dari adanya retakan (cracking), longsoran dangkal (shallow slides), pergerakan diferensial tanah pada bendungan atau antara bendungan dan fondasinya.

    1. Efeknya kecil dan terpusat pada suatu area 2 - 8 2. Efeknya besar dan meluas ke seluruh area. 0 - 2

  • Tabel 14. Parameter P[ MiF] dan P[ Cj Mi] untuk penilaian keamanan Bendungan Kedung Ombo

    Bendungan : KedungOmbo(18) SWS : Jratun Seluna

    Kabupaten : Boyolali Propinsi: Jawa Tengah

    Tanggal : 18/3/2004 Elevasi air waduk : + 87,58 m ; Elevasi air normal : + 90,00 m

    IRtot

    Idam = 437,50 ; Naman = 78,80 RIi = P [Cj | Mi ] x P[ Mi |F] x Idam ..(2) ; IRi = RIi (10-CFi) /10..(3) ; IRtot = IRi ...(4) ; Naman=((Idam IRtot)/Idam )x100 ..(5)

    92,75

    No Faktor penentu relatif kondisi fisik RIi = P [Cj | Mi ] x P[ Mi |F] x Idam

    Faktor penentu kondisi fisik hasil inspeksi (CFi ) Indeks faktor penentu utama total kondisi

    setelah inspeksi Bentuk

    Kegagalan Prob.

    Kegagalan P [Cj | Mi ]

    Deskripsi kegagalan Prob. Kondisi fisik

    P[ Mi |F] Indeks penentu

    relatif RIi

    Deskripsi Inspeksi Lapangan Bobot CFi IRi = RIi (10-CFi) /10

    1 Limpahan (Overtopping) (1)

    0,49

    Penghalang pada saluran pelimpah (1)

    0,3 64,31 Penghalang pada saluran pelimpah (CF1)

    8 12,86

    Pengurangan tinggi jagaan (2)

    0,1 21,44 Pengurangan tinggi jagaan (CF2)

    9 2,14

    Penghalang pada saluran pengeluaran (3)

    0,6 128,63 Penghalang pada saluran pengeluaran (CF3)

    9 12,86

    2 Erosi permukaan (2)

    0,09

    Erosi pada saluran pelimpah (4)

    0,7 27,56 Erosi pada saluran pelimpah (CF4)

    9 2,76

    Material pelindung pada permukaan bendungan (5)

    0,3 11,81 Material pelindung pada permukaan bendungan (CF5)

    8 2,36

    3 Erosi buluh (3)

    0,32

    Erosi buluh pada tubuh bendungan (6)

    0,7 98,00 Erosi buluh pada tubuh bendungan (CF6)

    5 58,80

    Erosi buluh pada fondasi bendungan (7)

    0,3 42,00 Erosi buluh pada fondasi bendungan (CF7)

    9 4,20

    4 Stabilitas lereng (4)

    0,10

    Stabilitas tubuh bendungan (8)

    0,5 21,88 Stabilitas tubuh bendungan (CF8)

    9 2,19

    Stabilitas tubuh dan fondasi bendungan (9)

    0,5 21,88 Stabilitas tubuh dan fondasi bendungan (CF9)

    8 4,38

    Catatan : Idam adalah faktor tingkat kepentingan awal bendungan, RIi adalah faktor penentu relatif, IRi adalah indeks risiko ke-i, IRtot adalah indeks risiko total, Naman adalah nilai keamanan bendungan. .