Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 067-080
© Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
JTRESDA
Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/
*Penulis korespendensi: [email protected]
Studi Pengaruh Sifat Fisik Tanah terhadap
Laju Infiltrasi pada Lahan Pertanian Rifco Ray Firmanda1*, Donny Harisuseno1, Andre Primantyo
Hendrawan1 1 Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya,
Jalan MT. Haryono No. 167, Malang, 65145, INDONESIA
*Korespondensi Email: [email protected]
Abstract: Land-use changes that occur in the Lesti watershed will
indirectly affect the infiltration rate. Reduced land cover vegetation and the
existence of soil processing processes such as compaction will change the
characteristics of the infiltration rate. This study aims to determine the
effect of soil physical properties on the infiltration rate using multiple
linear regression models. This study was conducted on agricultural land in
the Lesti watershed. At each point infiltration data was collected using
a Double Ring Infiltrometer and soil samples were taken. From the results
of correlation and determination analysis, it was found that the
variables ln sand, ln clay, and ln water content have good correlation and
determination coefficient values. After that, several multiple linear
regression models were made. From the results of the analysis, the
regression model using the variables was ln clay and ln moisture
contentable to fulfill the classical assumption test and hypothesis testing
with the strength of the ln clay and ln water content variables together
being able to explain the initial infiltration rate ln variable of 88.4%. The
results of the model validation test, it shows that the regression modeling
value is close to the measurement results in the field.
Keywords: Infiltration Rate, Multiple Linear Regression, Soil Physical
Properties
Abstrak: Perubahan tata guna lahan yang terjadi pada DAS Lesti secara
tidak langsung akan mempengaruhi laju infiltrasi. Berkurangnya vegetasi
penutup lahan dan adanya proses pengolahan tanah seperti pemadatan akan
mengubah karakteristik laju infiltrasi pada suatu lahan. Studi ini ditujukan
untuk mengetahui pengaruh sifat fisik tanah terhadap laju infiltrasi dengan
menggunakan model regresi linear berganda. Kajian ini dilakukan pada
lahan pertanian yang berada di DAS Lesti. Pada setiap titik dilakukan
pengambilan data infiltrasi menggunakan alat Double Ring Infiltrometer
dan pengambilan sampel tanah. Dari hasil analisis korelasi dan determinasi
didapatkan bahwa variabel ln sand, ln clay dan ln kadar air memiliki nilai
Firmanda, R. R. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 067-080
68
koefisien korelasi dan determinasi yang baik. Setelah itu kemudian
dilakukan pembuatan beberapa model regresi linear berganda. Dari hasil
analisis tersebut, model regresi yang menggunakan variabel ln clay dan ln
kadar air mampu memenuhi uji asumsi klasik dan uji hipotesis dengan
kekuatan variabel ln clay dan ln kadar air secara bersama-sama mampu
menjelaskan variabel ln laju infiltrasi awal sebesar 88,4%. Dari hasil uji
validasi model menunjukkan bahwa nilai pemodelan regresi mendekati
dengan hasil pengukuran di lapangan.
Kata kunci: Laju Infiltrasi, Regresi Linear Berganda, Sifat Fisik Tanah
1. Pendahuluan
Dalam siklus hidrologi terdapat beberapa proses yang akan selalu berulang mulai dari
proses menguapnya butiran air ke udara karena adanya radiasi matahari (evaporasi), proses
pengembunan (kondensasi), proses jatuhnya hujan (presipitasi) yang kemudian sebagian
terinfiltrasi dan sebagian menjadi aliran permukaan (runoff) hingga akhirnya mengalir
kembali ke laut [1]. Proses masuknya air ke dalam tanah sebagai akibat adanya pengaruh
gaya gravitasi dan gaya kapiler serta menjadi salah satu konsep dalam hidrologi yang
seringkali dihubungkan dengan pengurangan limpasan di permukaan lahan dengan
mempertimbangkan pengaruhnya terhadap waktu konsentrasi banjir [2],[3]. Dalam proses
infiltrasi terdapat dua istilah yaitu laju infitrasi yang biasa diartikan sebagai total air yang
masuk ke dalam tanah dalam periode waktu yang spesifik dan kapasitas infiltrasi yang biasa
diartikan sebagai batas kecepatan maksimum air dapat meresap ke dalam tanah setelah
tanah mencapai kondisi jenuhnya.
Dalam penerapannya, seringkali infiltrasi digunakan sebagai pertimbangan dalam
penyusunan rencana tata ruang wilayah mengingat perannya dalam menjaga kelestarian air
tanah dan pengendalian limpasan permukaan [4]. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi besarnya infiltrasi diantaranya jenis tanah, kemiringan lahan dan jenis
vegetasi penutup yang ada [5]. Beberapa penelitian menyatakan bahwa sifat fisik tanah
seperti kadar air tanah awal, porositas, tekstur, kandungan bahan organik tanah, serta
struktur tanah mempengaruhi laju infiltrasi, sedangkan kepadatan tanah memiliki pengaruh
yang besar terhadap perilaku infiltrasi di wilayah pemukiman [6],[7]. Ghanshyam et al.
(2018) melakukan penelitian tentang laju infiltrasi dan didapatkan hasil prediksi laju
infiltrasi dengan mengidentifikasi beberapa faktor yang mempengaruhinya antara lain
kadar air tanah, bobot isi tanah (bulk density), tekstur dan kandungan bahan organik [8].
Rashidi et al. (2014) melakukan percobaan lapangan pada lahan pertanian di Karaj, Iran
dan didapatkan hubungan bahwa laju infiltrasi tanah berkaitan dengan sifat fisik tanah
antara lain kandungan debu (silt), kandungan liat (clay), bobot isi tanah, kandungan bahan
organik dan kadar air tanah [9]. Azuka, Mbagwu dan Oyerinde (2013) mengevaluasi
karakteristik laju infiltrasi di sebelah tenggara Nigeria dan melakukan prediksi laju
infiltrasi menggunakan pengaruh kandungan bahan organik, mikroporositas, bobot isi
tanah, kadar air tanah awal, kandungan pasir kasar (coarse sand), debu, dan liat [10].
DAS Lesti merupakan daerah aliran sungai yang berperan penting sebagai resapan air
di wilayah Kabupaten Malang. Kondisi DAS Lesti kini banyak mengalami perubahan tata
Firmanda, R. R. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 2 (2022) p. 067-080
69
guna lahan. Dengan kondisi tata guna lahan yang telah mengalami banyak perubahan, maka
secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap laju infiltrasi pada DAS Lesti. Tanah
yang semula porous dengan adanya proses pengolahan tanah seperti pemadatan maka akan
mengurangi jumlah ruang pori pada tanah tersebut sehingga laju infiltrasinya pun akan
lambat. Maka dari itu diperlukan suatu studi yang membahas mengenai kaitan laju infiltrasi
dengan sifat fisik tanah yang nantinya dapat digunakan sebagai sarana edukasi kepada
masyarakat untuk melakukan tata guna lahan yang tepat dan efektif
Studi ini ditujukan untuk memberikan hasil pengukuran laju infiltrasi lapangan dan
analisis karakteristik tanah khususnya pada lahan pertanian di DAS Lesti serta untuk
memberikan gambaran pengaruh masing-masing sifat fisik tanah dengan variabel tekstur
tanah, kadar air dan porositas terhadap nilai laju infiltrasi awal. Selain itu dalam studi ini
juga akan didapatkan model laju infiltrasi awal yang dipengaruhi beberapa sifat fisik tanah
yang dapat dijadikan referensi pertimbangan dalam mengestimasi nilai laju infiltrasi awal.
2. Bahan dan Metode
2.1 Bahan
2.1.1. Lokasi Studi
Lokasi studi yang dilakukan terletak pada DAS Lesti yang merupakan bagian dari DAS
Brantas bagian hulu yang berada di wilayah Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.
Secara geografis DAS Lesti terletak pada posisi 7o 40’ – 7o55’ Lintang Selatan (LS) dan
112o10’ – 112o25’ Bujur Timur (BT) dengan luas wilayah sekitar ± 381,2 km2. Panjang
sungai kali Lesti yaitu sepanjang ± 55 km. Secara khusus, lokasi studi berada pada 8 titik
lahan pertanian yang ditentukan melalui peta tata guna lahan DAS Lesti. Jenis lahan
pertanian yang diteliti merupakan lahan pertanian kering yang didominasi oleh tanaman
tebu dan jagung. Lokasi studi ditampilkan pada Gambar 1 yang diperoleh melalui citra
satelit dari Google Earth.
Gambar 1: Lokasi Studi pada DAS Lesti
Firmanda, R. R. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 067-080
70
2.1.2. Data yang diperlukan
Data primer yang diperlukan untuk analisis studi ini yaitu :
1. Data laju infiltrasi lapangan pada 8 titik pengukuran dengan menggunakan alat Double
Ring Infiltrometer yang pelaksanaannya mengacu pada SNI 7752:2012.
2. Data sampel tanah pada lokasi yang sama dengan pengukuran laju infiltrasi.
Karakteristik sifat fisik tanah yang diuji adalah tekstur tanah, kadar air tanah awal dan
porositas.
Untuk data sekunder yang diperlukan adalah data peta batas DAS Lesti dan data peta
tata guna lahan DAS Lesti yang didapatkan dari peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) tahun
2014. Data-data ini diperlukan untuk menentukan titik lokasi pengukuran pada lahan
pertanian di DAS Lesti.
2.2 Metode
Data peta batas DAS Lesti dan peta tata guna lahan DAS Lesti digunakan untuk
menentukan titik lokasi pengukuran. Setelah ditentukan titik lokasi pengukuran,
selanjutnya dilakukan pengambilan data primer dalam studi ini yaitu data infiltrasi
lapangan yang didapat dengan alat Double Ring Infiltrometer dan data sampel tanah yang
kemudian diuji melalui pengujian Water Content, Porositas dan Grain Size di Laboratorium
Air Tanah dan Tanah untuk melihat tekstur, kadar air dan porositas tanah. Dari kedua data
tersebut kemudian dilakukan analisis hubungan sifat fisik tanah (tekstur, kadar air dan
porositas) terhadap nilai laju infiltrasi awal dengan menggunakan analisis korelasi dan
determinasi yang didapatkan seberapa kuat hubungan masing-masing variabel sifat fisik
tanah terhadap variabel laju infiltrasi awal. Setelah didapatkan nilai korelasi, kemudian
dibuat beberapa kategori model regresi linear berganda yang terdiri dari beberapa
kombinasi variabel bebas sifat fisik tanah. Model regresi ini nantinya akan diuji asumsi
klasik dan uji hipotesis hingga didapatkan model yang mampu memenuhi kedua uji
tersebut. Untuk mengetahui kecocokan model terpilih dengan hasil pengukuran lapangan
akan dilakukan uji validasi model.
2.3 Persamaan
2.3.1. Analisa Korelasi dan Determinasi
Analisa korelasi dilakukan untuk mengetahui kedekatan hubungan dua unsur atau
komponen yang dilambangkan dalam bentuk koefisien korelasi (r). Koefisien korelasi
memiliki rentang nilai -1 ≤ r ≤ 1.Rumus yang umum digunakan untuk mencari besaran
koefisien korelasi adalah [11] :
rxy = n (∑ XY) − (∑ X)( ∑ Y)
√[n(∑ X2) − (∑ X)2][n(∑ Y2) − (∑ Y)2
]
Pers. 1
Dengan :
rxy : nilai koefisien korelasi
X : nilai pengamatan X
Y : nilai pengamatan Y
n : total data
Firmanda, R. R. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 2 (2022) p. 067-080
71
Sedangkan koefisien determinasi (R2) merupakan bentuk kuadrat dari koefisien
korelasi yang menunjukkan kekuatan unsur X dalam menjelaskan unsur Y. Koefisien
determinasi memiliki rentang nilai antara 0 (nol) sampai dengan 1 (satu). Apabila besaran
koefisien R2 medekati 1 artinya semakin baik kemampuan suatu unsur untuk menjelaskan
unsur yang lainnya.
2.3.2. Analisis Regresi Linear Berganda
Apabila ingin mengetahui keterkaitan hubungan antara dua atau lebih variabel bebas
terhadap variabel terikat maka digunakan analisis regresi linear berganda. Selain itu dalam
analisis ini akan diketahui bagaimana perubahan variabel terikat apabila variabel bebas
dimanipulasi. Berikut adalah persamaan umum regresi linear berganda [12]:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + .... + bnXn + e Pers. 2
Dengan :
Y : nilai variabel terikat
a : intercept
X1, X2, X3, … , Xn : nilai variabel bebas
b1, b2, b3, … , bn : nilai koefisien regresi pada variabel bebas
e : kesalahan karena pengaruh faktor lain
2.3.3. Uji Asumsi Klasik
Suatu persyaratan yang harus dilakukan sebelum menganalisis model regresi lebih
lanjut untuk memberikan kejelasan bahwa model yang dihasilkan memiliki keakuratan
prediksi, tidak bias dan konsisten biasa disebut dengan uji asumsi klasik. Berbagai uji
tersebut diantaranya uji normalitas, uji non heteroskedastisitas dan uji non
multikolinieritas.
1. Uji Normalitas
Untuk mengetahui apakah nilai residual dalam suatu model regresi memiliki distribusi
normal atau tidak maka digunakanlah uji normalitas. Terdapat 3 cara pengujian yang dapat
dilakukan antara lain melihat garis melengkung pada grafik histogram, melihat sebaran titik
data pada normal P-P Plot dan melihat signifikansi nilai residual pada uji Kolmogorov-
Smirnov. Dimana dalam suatu model regresi yang dihasilkan harus memiliki nilai residual
yang berdistribusi normal
2. Uji Non Heteroskedastisitas
Untuk mengetahui apakah dalam suatu model regresi mengalami kesamaan variasi dari
setiap nilai residual atau tidak maka digunakanlah uji non heteroskedastisitas. Terdapat 2
cara pengujian yang dapat dilakukan yaitu dengan cara melihat susunan sebaran titik data
pada Scatterplot ataupun dengan cara melihat signifikansi variabel bebas terhadap nilai
absolut residual pada uji glejser. Dimana dalam suatu model regresi yang dihasilkan harus
memiliki kesamaan variasi dari setiap nilai residual.
3. Uji Non Multikolinieritas
Untuk mengetahui terdapat atau tidaknya korelasi yang kuat antara masing-masing
variabel bebas digunakan uji non multikolinieritas. Pengujian ini dapat dilakukan dengan
cara menganalisis besaran Tolerance dan besaran Variance Inflation Factor (VIF) yang
Firmanda, R. R. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 067-080
72
dihasilkan. Dimana dalam suatu model regresi yang dihasilkan tidak boleh terdapat
kedekatan dari masing-masing variabel bebas.
2.3.4. Uji Hipotesis
Untuk mengetahui apakah hipotesis yang telah dirumuskan bisa diterima atau tidak
maka dilakukan pengujian hipotesis berdasarkan data yang telah diperoleh. Langkah yang
pertama yaitu merumuskan hipotesis. Dimana hipotesis nol (𝐻0) merupakan hipotesis
tentang tidak terdapat pengaruh dari naik turunnya variabel bebas terhadap variabel terikat
dan hipotesis alternatif (𝐻1) merupakan hipotesis tentang terdapatnya pengaruh dari naik
turunnya variabel bebas terhadap variabel terikat [11].
Berikutnya kemudian menetapkan besaran taraf nyata (α) atau yang biasa diartikan
peluang untuk menolak hipotesis nol apabila hipotesis nol adalah benar. Pada umumnya
nilai α yang dipakai adalah sebesar 5%. Berikut adalah pengujian yang digunakan dalam
menguji suatu hipotesis.
1. Uji T (parsial)
Ditujukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh dari naik turunnya masing-
masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Hasil analisis yang akan didapatkan adalah
nilai t hitung dan nilai signifikansi. Jika besaran t hitung yang dihasilkan < t tabel, maka
𝐻0 diterima akan tetapi sebaliknya jika besaran t hitung yang dihasilkan > t tabel, maka 𝐻0
ditolak. Selain itu jika besaran signifikansi yang dihasilkan > taraf nyata yang ditetapkan
maka 𝐻0 diterima sebaliknya jika besaran signifikansi yang dihasilkan < taraf nyata yang
ditetapkan maka 𝐻0 ditolak.
2. Uji F (keseluruhan)
Ditujukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh dari naik turunnya seluruh
variabel bebas terhadap variabel terikat. Hasil analisis yang akan didapatkan adalah nilai f
hitung dan nilai signifikansi. Jika besaran f hitung yang dihasilkan < f tabel, maka 𝐻0
diterima akan tetapi sebaliknya jika besaran f hitung yang dihasilkan > f tabel, maka 𝐻0
ditolak. Selain itu jika besaran signifikansi yang dihasilkan > taraf nyata yang ditetapkan
maka 𝐻0 diterima sebaliknya jika besaran signifikansi yang dihasilkan < taraf nyata yang
ditetapkan maka 𝐻0 ditolak.
2.3.5. Uji Validasi Model
Uji ini ditujukan untuk mengetahui apakah model yang dibangun menyimpang
terlampau jauh dari data pengamatan atau tidak. Terdapat beberapa uji validasi yang
dilakukan diantaranya :
1. Uji Nash-Sutcliffe Efficiency (NSE)
Uji ini digunakan untuk mengetahui tingkat kesahihan model. Model yang baik akan
menghasilkan koefisien NSE yang mendekati angka 1. Berikut adalah rumus untuk mencari
nilai koefisien NSE :
NSE = 1 - ∑ (Yobservasi −n
i=1 Ymodel)²
∑ (Yobservasi −ni=1 Y̅observasi)²
Pers. 3
Dengan :
NSE : nilai koefisien Nash-Sutcliffe Efficiency
Firmanda, R. R. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 2 (2022) p. 067-080
73
n : total data yang diperoleh
Yobservasi : nilai pengamatan
𝑌𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙 : nilai pemodelan
�̅�𝑜𝑏𝑠𝑒𝑟𝑣𝑎𝑠𝑖 : rata-rata nilai pengamatan
2. Uji Mean Absolute Error (MAE)
Untuk melihat besaran rata-rata dari kesalahan absolut dalam suatu model maka
digunakanlah uji ini. Apabila nilai koefisien yang didapatkan mendekati nol maka dapat
diartikan semakin dekat model dari nilai pengamatan. Rumus untuk mencari nilai MAE
adalah sebagai berikut :
MAE = n−1 ∑ |Mod − Obs|ni=1 Pers. 4
Dengan :
MAE : nilai koefisien Mean Absolute Error
Mod : nilai pemodelan
Obs : nilai pengamatan
n : total data yang diperoleh
3. Uji Root Mean Square Error (RMSE)
Uji ini ditujukan untuk mengevaluasi model berdasarkan pada error hasil estimasi.
Apabila nilai koefisien yang didapatkan mendekati nol maka hasil estimasi model
semakin tepat dibandingkan nilai pengamatan. Berikut adalah rumus untuk mencari
nilai RMSE :
RMSE = √∑ (Obs−Mod)2n
i=1
n Pers. 5
Dengan :
RMSE : nilai koefisien Root Mean Square Error (RMSE)
Obs : nilai pengamatan
Mod : nilai pemodelan
n : total data yang diperoleh
4. Uji Kesalahan Relatif (Kr)
Uji ini ditujukan untuk menghitung besarnya simpangan yang terjadi antara nilai
pemodelan dengan nilai pengamatan. Nilai kesalahan relatif dapat dihitung dengan rumus
berikut :
Kr = |(∑ 𝑂𝑏𝑠))𝑛
𝑖=1 −(∑ 𝑀𝑜𝑑)|𝑛𝑖=1
(∑ 𝑂𝑏𝑠)𝑛𝑖=1
X 100% Pers. 6
Dengan :
Kr : nilai kesalahan relatif (%)
Obs : nilai pengamatan
Mod : nilai pemodelan
n : total sampel
Firmanda, R. R. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 067-080
74
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Hasil Pengukuran Laju Infiltrasi dan Karakteristik Sifat Fisik Tanah
Setelah dilakukan proses pengukuran laju infiltrasi di lapangan, didapatkan hasil laju
infiltrasi dalam tabel berikut.
Tabel 1: Hasil Pengukuran laju infiltrasi
Titik Nilai Laju Infiltrasi Awal (𝑓0)
(mm/menit)
Nilai Laju Infiltrasi Konstan (𝑓𝑐)
(mm/menit) Klasifikasi
Titik 1 4 1 Sedang
Titik 2 16 2 Agak Cepat
Titik 3 5 2 Agak Cepat
Titik 4 7 4 Cepat
Titik 5 10 2,5 Cepat
Titik 6 5 2 Agak Cepat
Titik 7 7 2 Agak Cepat
Titik 8 2 1 Sedang
Dari hasil pengukuran dapat dilihat bahwa nilai 𝑓0 paling tinggi ditunjukkan oleh titik
2, hal ini tidak terlepas dari nilai kadar air di titik tersebut yang rendah yaitu sebesar
11,111% dan memiliki kandungan sand yang cukup tinggi hingga 65,975%. Sedangkan
nilai 𝑓0 paling rendah ditunjukkan oleh titik 8, dimana memiliki kadar air sebesar 42,883%
dan kandungan clay sebesar 12,082%. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa pada lahan
pertanian di DAS Lesti, laju infiltrasinya terbagi ke dalam kelas sedang hingga cepat. Hal
ini sesuai dengan kondisi pengukuran yang dilakukan di atas lahan pertanian kering yang
berbeda dengan lahan pertanian sawah karena memiliki jumlah kadar air yang terbatas pada
umumnya dan didominasi oleh tekstur tanah lempung berpasir.
Tabel 2: Sebaran karakteristik sifat fisik tanah
Titik Sand
(%)
Silt
(%)
Clay
(%)
Kadar Air
(%)
Porositas
(%) Kelas Tekstur Tanah
1 59,821 32,249 7,930 16,867 35,272 Sandy Loam
2 65,975 29,126 4,899 11,111 42,934 Sandy Loam
3 68,981 25,575 5,444 23,786 47,277 Sandy Loam
4 66,548 28,312 5,140 21,801 43,837 Sandy Loam
5 78,449 17,012 4,538 26,667 40,536 Loamy Sand
6 83,470 13,651 2,879 23,881 50,886 Loamy Sand
7 33,408 52,518 14,073 43,090 47,865 Silty Loam
8 41,347 46,571 12,082 42,883 51 Loam
Data sampel tanah yang didapatkan kemudian dianalisis pada Laboratorium Tanah dan
Air Tanah (Teknik Pengairan) melalui pengujian Water Content, Porositas dan Grain Size
yang hasilnya ditunjukkan pada Tabel 2. Dari hasil analisis Water Content dan Porositas
Firmanda, R. R. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 2 (2022) p. 067-080
75
terlihat bahwa kadar air awal tanah pada titik 7 merupakan yang tertinggi diantara yang
lainnya yaitu sebesar 42,883% dan titik 2 memiliki kadar air awal tanah yang terendah yaitu
sebesar 11,111%. Untuk nilai porositas tertinggi ditunjukkan oleh titik 8 dengan nilai
sebesar 51% dan nilai porositas terendah ditunjukkan oleh titik 1 dengan nilai sebesar
35,272%. Dari hasil analisis Grain Size didapatkan kandungan sand, silt dan clay pada
masing-masing titik pengukuran dan terlihat bahwa tekstur tanah pada keseluruhan titik
pengukuran didominasi oleh lempung berpasir (sandy loam).
3.2 Analisa Korelasi Laju Infiltrasi Awal dengan Sifat Fisik Tanah
Pada analisa ini yang dianalisis keeratan hubungannya meliputi variabel laju infiltrasi
awal dan variabel sifat fisik tanah diantaranya kandungan sand, silt, clay, kadar air tanah
awal dan porositas. Variabel laju infiltrasi awal dipilih karena pengambilan sampel tanah
dilakukan pada awal sebelum proses pengukuran laju infiltrasi sehingga dianggap sifat fisik
tanah akan mempengaruhi nilai laju infiltrasi awal. Data-data yang akan digunakan terlebih
dahulu dilakukan perubahan bentuk menjadi logaritma natural (ln) untuk menghindari
adanya gejala multikolinieritas dan gejala heteroskedastisitas.
Dikarenakan dari hasil analisis korelasi pada 8 titik pengukuran, hampir seluruh
variabel sifat fisik tanah memiliki korelasi dibawah 0,5 dan tidak dapat merepresentasikan
pengaruh sifat fisik tanah terhadap laju infiltrasi, peneliti memutuskan untuk melakukan
pemilihan kombinasi titik-titik lain dengan cara trial and error kombinasi titik yang
mampu menghasilkan koefisien korelasi dan determinasi yang terbesar. Setelah melakukan
trial and error beberapa kali, didapatkan kombinasi titik 1, 2, 3, 4, 5 dan 8 memiliki nilai
korelasi yang terbesar sebagaimana terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3: Analisis korelasi pada 6 titik pengukuran
Variabel Koefisien Korelasi Keterangan
ln Laju Infiltrasi Awal - ln Sand 0,791 Positif Kuat
ln Laju Infiltrasi Awal - ln Silt -0,683 Negatif Kuat
ln Laju Infiltrasi Awal - ln Clay -0,895 Negatif Kuat
ln Laju Infiltrasi Awal - ln Kadar Air -0,736 Negatif Kuat
ln Laju Infiltrasi Awal - ln Porositas -0,330 Negatif Lemah
Berdasarkan analisis determinasi didapatkan bahwa hanya terdapat tiga variabel sifat
fisik tanah yang mampu menjelaskan variabel ln laju infiltrasi awal dengan baik yaitu
variabel ln sand, ln clay dan ln kadar air sehingga untuk variabel ln silt dan ln porositas
tidak digunakan dalam analisis regresi.
Tabel 4: Analisis determinasi pada 6 titik pengukuran
Variabel Koefisien Determinasi Keterangan
ln Laju Infiltrasi Awal - ln Sand 0,626 Baik
ln Laju Infiltrasi Awal - ln Silt 0,466 Tidak Baik
ln Laju Infiltrasi Awal - ln Clay 0,801 Baik
ln Laju Infiltrasi Awal - ln Kadar Air 0,541 Baik
ln Laju Infiltrasi Awal - ln Porositas 0,109 Tidak Baik
Firmanda, R. R. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 067-080
76
3.3 Model Laju Infiltrasi Awal yang Dipengaruhi oleh Sifat Fisik Tanah
Terdapat 3 kategori model regresi dengan kombinasi variabel bebas yang berbeda.
Model regresi pertama menggunakan variabel bebas yaitu ln clay dan ln kadar air; model
regresi kedua menggunakan variabel bebas yaitu ln sand dan ln kadar air; dan model regresi
ketiga menggunakan variabel bebas yaitu ln sand, ln clay dan ln kadar air. Ketiga model
regresi akan dilakukan uji asumsi klasik dan uji hipotesis. Berikut adalah contoh hasil
analisis model regresi pertama.
Tabel 5: ouput koefisien regresi model pertama
Model Unstandardized Coefficients
B Std. Error
(Constant) 5,995 1,003
ln clay -1,360 0,456
ln kadar air -0,556 0,380
Dari tabel diatas diperoleh persamaan model regresi pertama:
Y = 5,995 - 1,360 X1 - 0,556 X2 Pers. 7
Dengan :
Y = ln laju infiltrasi awal (𝑓0) (mm/menit)
X1 = ln clay (%)
X2 = ln kadar air (%)
Hasil uji normalitas pada model regresi pertama menggunakan grafik histogram
diperlihatkan melalui Gambar 2. Dari grafik histogram tersebut terdapat garis melengkung
yang membentuk seperti sebuah gunung dengan kaki-kaki yang simetris sehingga sesuai
dengan dasar teori dapat dikatakan bahwa nilai residual dalam model regresi ini memiliki
distribusi normal dan model regresi ini dapat dianalisis lebih lanjut.
Gambar 2: Uji normalitas model regresi pertama
Firmanda, R. R. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 2 (2022) p. 067-080
77
Hasil uji non heteroskedastisitas pada model regresi pertama menggunakan Scatterplot
diperlihatkan melalui Gambar 3. Berdasarkan grafik Scatterplot tersebut tampak titik-titik
data tersebar acak di atas dan di bawah angka nol pada garis Y dan titik-titik tersebut tidak
membentuk suatu pola yang beraturan sehingga sesuai dasar teori dapat ditarik kesimpulan
bahwa model regresi pertama tidak mengalami gejala heteroskedastisitas dan layak untuk
dianalisis lebih lanjut.
Gambar 3: Uji non heteroskedastisitas model regresi pertama
Untuk hasil uji non multikolinieritas pada model regresi pertama ditunjukkan pada
Tabel 6. Diperlihatkan pada tabel tersebut, besaran Tolerance untuk variabel ln clay dan
variabel ln kadar air adalah sebesar 0,693. Dapat dilihat pula pada tabel tersebut, besaran
nilai VIF yang dihasilkan adalah Dikarenakan nilai tersebut > 0,10 maka sesuai dengan
dasar teori dapat dikatakan bahwa model regresi pertama tidak mengalami gejala
multikolinieritas dan model regresi ini layak untuk dianalisis lebih lanjut.
Tabel 6: Uji non multikolinieritas model regresi pertama
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
(Constant) - -
ln clay 0,693 1,442
ln kadar air 0,693 1,442
Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis untuk menentukan terdapat atau tidaknya
pengaruh variabel bebas baik sebagai individu maupun keseluruhan terhadap variabel
terikatnya. Pengujian hipotesis dengan uji T ditunjukkan pada Tabel 7. Dari hasil uji
tersebut didapatkan nilai t hitung untuk variabel ln clay dan variabel ln kadar air masing-
masing memiliki nilai -2,980 dan -1,465. Nilai tersebut < t tabel yang bernilai 3,182
sehingga sesuai dasar perumusan hipotesis, 𝐻0 diterima dan dapat diketahui ternyata tidak
Firmanda, R. R. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 067-080
78
terdapat dampak yang signifikan dari naik turunnya variabel ln clay dan variabel ln kadar
air secara individu terhadap variabel ln laju infiltrasi awal.
Tabel 7: Uji T (parsial) model regresi pertama
Model t Sig.
(Constant) 5,978 0,009
ln clay -2,980 0,059
ln kadar air -1,465 0,239
Untuk analisis pengaruh secara keseluruhan variabel bebas ditunjukkan pada Tabel 8.
Nilai f hitung yang didapatkan dalam uji tersebut adalah sebesar 11,437. Nilai tersebut > f
tabel yang bernilai 9,55 sehingga sesuai dasar perumusan hipotesis, 𝐻0 ditolak dan 𝐻1
diterima yang berarti terdapat dampak yang signifikan dari naik turunnya variabel ln clay
dan variabel ln kadar air secara bersama-sama terhadap variabel ln laju infiltrasi awal.
Tabel 8: Uji F (simultan) model regresi pertama
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regression 2,345 2 1,173 11,437 0,039
Residual 0,308 3 0,103
Total 2,653 5 0
a. Variabel terikat: ln laju infiltrasi awal
b. Prediktor: (Constant), ln kadar air, ln clay
Untuk model regresi lainnya juga dilakukan analisis yang sama dengan model regresi
yang pertama. Hasil rekapitulasi analisis ketiga model regresi linear berganda dapat dilihat
pada tabel di bawah.
Tabel 9: Rekapitulasi analisis ketiga model regresi linear berganda
Kategori Model
Uji Asumsi Klasik Uji Hipotesis
Uji Normalitas
Uji Non Heteroskedastisitas
Uji Non Multikolinieritas
Uji T Uji F
Model Pertama Diterima Diterima Diterima Ditolak Diterima
Model Kedua Diterima Diterima Diterima Ditolak Ditolak
Model Ketiga Diterima Diterima Ditolak Ditolak Ditolak
Dari tabel rekapitulasi diatas dapat ditarik kesimpulan model regresi yang dapat
digunakan untuk menjelaskan bahwa sifat fisik tanah berpengaruh terhadap laju infiltrasi
adalah model pertama yang menggunakan variabel ln clay dan ln kadar air sebagai variabel
bebas. Model ini mampu memenuhi uji asumsi klasik sebagai uji yang harus dipenuhi
sebelum analisis lebih lanjut dan uji F meskipun pengujian secara individu (uji T) pada
model regresi ini ditolak. Akan tetapi itu tidak mempengaruhi kualitas hubungan yang
terdapat dalam model regresi tersebut karena suatu model regresi linear berganda dibangun
dari gabungan pengaruh dari beberapa variabel bebas.
Firmanda, R. R. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 2 (2022) p. 067-080
79
3.4 Uji Validasi Model
Uji ini ditujukan agar dapat mengetahui penyimpangan antara hasil pengukuran laju
infiltrasi awal di lapangan (observasi) dengan model regresi laju infiltrasi awal terpilih.
Berikut merupakan hasil rekapitulasi keseluruhan uji validasi model regresi.
Tabel 10: Rekapitulasi uji validasi model regresi linear berganda
No. Uji Validasi Hasil Uji Kesimpulan
1 Nash-Sutcliffe Efficiency (NSE) 0,884 Dikategorikan baik
2 Mean Absolute Error (MAE) 0,216 Model mendekati dengan hasil
observasi
3 Root Mean Square Error (RMSE) 0,226 Model mendekati dengan hasil
observasi
4 Koefisien Korelasi (r) 0,940 Berkorelasi positif kuat
5 Koefisien Determinasi (R2) 0,884
Model memiliki kemampuan
menjelaskan hasil observasi
dengan kekuatan sebesar 88,4%
6 Kesalahan Relatif (%) 0,049 Model mendekati dengan hasil
observasi
Berdasarkan hasil rekapitulasi uji validasi model antara model regresi laju infiltrasi
yang dipengaruhi oleh ln clay dan ln kadar air terhadap hasil pengukuran laju infiltrasi
lapangan didapatkan kesimpulan bahwa nilai pemodelan regresi laju infiltrasi awal
mendekati dengan hasil pengukuran di lapangan.
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis laju infiltrasi pada lahan pertanian di DAS Lesti didapatkan
kesimpulan bahwa kelas laju infiltrasi berkisar antara sedang hingga cepat. Hal ini sesuai
dengan kondisi pengukuran yang dilakukan di atas lahan pertanian kering yang berbeda
dengan lahan pertanian sawah karena memiliki jumlah kadar air yang terbatas pada
umumnya dan didominasi oleh tekstur tanah lempung berpasir.
Dari hasil pemodelan regresi laju infiltrasi awal dengan menggunakan varibel ln clay
dan ln kadar air sebagai variabel bebas didapatkan hasil bahwa model tersebut mampu
memenuhi uji asumsi klasik dan uji hipotesis sehingga dapat dijadikan representasi
pengaruh sifat fisik tanah terhadap laju infilrasi awal. Kemampuan variabel ln clay dan
variabel ln kadar air dalam menjelaskan varian dari variabel ln laju infiltrasi awal adalah
sebesar 88,4% dan sisanya dipengaruhi unsur lain. Dan nilai tersebut dikategorikan kuat
karena mampu menjelaskan lebih dari 50%. Berdasarkan hasil uji validasi model, model
ini mendekati dengan hasil pengukuran di lapangan.
Masih banyak kekurangan dalam studi ini terutama terkait jumlah datanya, untuk itu
disarankan kepada peneliti selanjutnya agar memperbanyak titik-titik pengukuran.
Firmanda, R. R. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 067-080
80
Daftar Pustaka
[1] D. Harisuseno and M. Bisri, Limpasan Permukaan Secara Keruangan (Spatial
Runoff). Malang: UB Press, 2017.
[2] D. Harisuseno and M. Bisri, "Inundation Controlling Practice in Urban Area: Case
Study in Residential Area of Malang, Indonesia," Journal of Water and Land
Development, no. 46 (VII-IX), pp. 112-120, 2020, doi:
10.24425/jwld.2020.134203.
[3] D. N. Khaeruddin, D. Harisuseno and D. S. Krisnayanti, "Time of Concentration
for Drainage Design Characteristics," in Multi-Perspective Water for Sustainable
Development: Proceedings of the 21st International Association for Hydro-
Environment Engineering and Research (IAHR)-Asia Pacific Division (APD),
Yogyakarta, Indonesia, September 2-5, 2018. pp. 59-65.
[4] D. Harisuseno and A. Yudono, "Runoff Modelling for Simulating Inundation in
Urban Area as a Result of Spatial Development Change," Journal of Applied
Environmental and Biological Sciences, vol. 2, no. 1, pp. 22-27, 2020.
[5] S. Harto, Analisis Hidrologi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 1993.
[6] D. Harisuseno, D. N. Khaeruddin and R. Haribowo, "Time of Concentration Based
Infiltration under Different Soil Density, Water Content, and Slope during a Steady
Rainfall," Journal of Water and Land Development, no. 41 (IV-VI), pp. 61-68,
2019, doi: 10.2478/jwld-2019-0028.
[7] D. N. Khaeruddin, Rispiningtati, A. Suharyanto and D. Harisuseno, "Infiltration
Rate for Rainfall and Runoff Process with Bulk Density Soil and Slope Variation
in Laboratory Experiment," Nature Environment and Pollution Technology, vol.
16, no. 1, pp. 219-224, 2017.
[8] Ghansyam et al., “Estimation of infiltration rate from soil properties using
regression model for cultivated land,” Geology, Ecology, and Lancscapes, vol. 3,
no. 1, pp. 1–13, 2019, doi: 10.1080/24749508.2018.1481633.
[9] M. Rashidi, A. Ahmadbeyki and A. Hajiaghaei, ”Prediction of soil infiltration rate
based on some physical properties of soil,” American-Eurasian Journal of
Agricultural and Environmental Science, vol. 14, no. 12, pp. 1359-1367, 2014.
[10] C. V. Azuka, J. S. C. Mbagwu and G. T. Oyerinde, ”Infiltration characteristics and
their prediction on a toposequence at Nsukka, South Eastern Nigeria,”
Internasional Journal of Science and Advanced Technology, vol. 3, pp. 1-7, 2013.
[11] Suharyadi and S. K. Purwanto, Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan. Jakarta:
Salemba Empat, 2016.
[12] D. Harisuseno and E. N. Cahya, "Determination of Soil Infiltration Rate Equation
Based on Soil Properties Using Multiple Linear Regression," Journal of Water and
Land Development, no. 47 (X-XII), pp. 77-88, 2020, doi:
10.24425/jwld.2020.135034.
Top Related