Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata...

153

Transcript of Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata...

Page 1: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,
Page 2: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

vManifesto Gerakan Intelektual Profetik

Prakata

Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan

hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt, atas

berkah, rahmat dan pertolongan-Nya sehingga buku

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik dapat terselesaikan

sesuai dengan waktunya. Karena tanpa pertolongan dan

hidayah-Nya buku tersebut tidak mungkin hadir ditangan

pembaca.

Buku tersebut merupakan jawaban atas paradigma Ikatan

yang selama ini berbeda masing-masing pimpinan dari

tingkatan Pusat hingga Komisariat. Buku ini juga melengkapi

literatur Ikatan yang sudah jarang ditemukan serta menjadi

bahan bacaan bagi yang mengkaji paradigma profetik serta

gerakan kemahasiswaan. Buku ini mengkaji nilai-nilai yang

ada dalam diri Ikatan serta bagaimana menghadirkan nilai

tersebut sebagai jatidiri yang membedakan Ikatan dengan

gerakan mahasiswa yang lain. Nilai tersebut menjadi alat

pandang dan cara menyelesaikan proses dehumanisasi disaat

ini, dengan membawanya pada cita-cita ideal yang diingin-

kan.

Beroganisasi merupakan suatu pilihan untuk mengem-

bangkan diri menuju kedewasaan, hal tersebut dikarenakan

dalam beroganisasi mendapatkan segala hal yang diingikan

seperti pengalaman hidup bahkan pendamping hidup. Sebagai

orang yang bergelut dalam organisasi pergerakan mahasiswa

lebih dari delapan tahun, telah memiliki pengalaman tertentu

dengan organisasi yang ditekuninya. Pengalaman tersebut

vi Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

menjadi bekal utama sehingga lahirlah tulisan Manifesto

Gerakan Intelektual Profetik (GIP). Manifesto GIP

merupakan tulisan yang mengupas tentang paradigma Ikatan

Mahasiswa Muhammadiyah dalam merespon realitas makro,

mezo dan mikro, respon tersebut merupakan jawaban Ikatan

atas proses dehumanisasi yang terjadi sampai saat ini. Kerja

nyata yang dilakukan oleh ikatan dalam realitas ini,

merupakan kerja kemanusiaan dalam bingkai nilai transenden

dalam rangka beribadah kepada Allah (taqarub ilallah).

Buku tersebut, terdiri dari sebelas bagian dimana bagian

satu dengan yang lain mencapai satu kesatuan pemahaman

yang utuh. Bagian pertama, membahas tentang manusia

sebagai personal manusia ideal yang digambarkan oleh Ikatan.

Bagian kedua, mengupas tentang simbol Ikatan sebagai

paradigma atau nilai-nilai serta tujuan ikatan dalam

melakukan perubahan. Bagian ketiga, membahas tentang

profil kader secara personal dalam sebuah organisasi. Bagian

keempat, mengupas tentang realitas sekarang atau kondisi saat

ini yang mengambarkan dehumanisasi. Dengan penggambar-

an tersebut, sehingga mengetahui apa yang harus dilakukan

oleh Ikatan. Bagian kelima, membahas tentang Muhammad-

iyah yang selayaknya mengkaji kembali pemikiran Kiai

Ahmad Dahlan untuk menjawab realitas yang mengalami

dehumanisasi. Bagian keenam, menganalisis kesadaran dalam

melakukan transformasi sosial dengan nilai-nilai yang

diidealkan. Bagian ketujuh, mengupas tentang indikator serta

metodologi dalam melakukan transformasi profetik. Bagian

kedelapan, mengulas tentang etos profetis dalam mewujudkan

cita-cita profetis. Bagian kesembilan, membahas tentang teori

sosial yang digunakan dalam melakukan transformasi profetis.

Page 3: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

viiManifesto Gerakan Intelektual Profetik

Bagian kesepuluh, menganalisis filsafat gerakan yang

dilakukan intelektual profetik dalam melakukan transformasi.

Dan bagian kesebelas, membahas transformasi profetik yang

dilakukan oleh ikatan guna mewujudkan masyarakat yang

diidealkan.

Penulis menyampaikan terimakasih kepada Prof. Dr.

Abdul Munir Mulkhan, ditengah kesibukannya meluangkan

waktu untuk menuliskan kata pengantar dalam buku ini,

selanjutnya kepada Dr. Zakiyuddin Baidhawy, MA salah satu

Cendekiawan Muda Muslim, yang telah memberikan epilog

pada buku yang berada ditangan pembaca. Selanjutnya

penulis mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang

telah konsen diskusi tentang Paradigma Profetik dalam

Wisma Diaspora yakni Muttaqidul Fahmi, Moh. Mudzakkir,

Muadin Wasis, Iskam Triwibowo, Arief Rahman, dan Husnul

Muttaqin yang telah mengenalkan konsep profetik. Penulis

untuk sekian kalinya mengucapkan terimakasih pada teman-

teman Ikatan dari tingkatan Pusat hingga Komisariat, “Kaulah

tempat aku berproses sehingga menjadi seperti sekarang ini”,

mereka itulah motivasi serta teman dalam berbagi yang tidak

dapat saya tuliskan satu persatu. Penulis secara mendalam

menyampaikan terimakasih pada Korps Instruktur DPP IMM

yakni Khotimun Sutanti, Susanti Faipri Salegi, Muhammad

Sobar, Khuratul A’yuni, Rizky Fauzy, Hafidz Fakhrudin, Asri

Kusuma Ningrum, Tinuk, Ilyas Daud, Malik, kaulah yang

telah memberikan makna dalam mengisi hari-hariku bersama

Ikatan. Mudah-mudahan karya sederhana ini dapat bermanfat

bagi kader. Untuk sekian kali penulis menyampaikan terima

kasih pada Ifa Rachim yang telah mengajarkan bagaimana

berbagi dan memberi tanpa menuntut balas. Sekian kalinya

viii Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

penulis mengucapkan terimakasih kepada segenap keluarga

yang memberikan dukungan secara moral dalam mengem-

bangkan pemikiran Intelektual, yakni Ibunda (Tumirah),

Ayahanda (Muhammad Jubaidi (alm)) dan Kakak-kakak ku

tercinta (Muhammad Taufiqul Hidayat dan Muhammad

Abdul Basir Imam Basuki) serta Ade’ ku (Muhammad

Abdullah Saefuddin (alm)). Selanjutnya penulis menyampaikan

terimakasih kepada saudara seikatanku Muhammad Naim

yang telah bekerja dengan keras menyelesaikan pengeditan

buku ini. Sekian kali penulis mengucapkan terimakasih pada

DPD IMM Kalimantan Timur yang telah membantu

mencarikan dana agar buku tersebut terbit, yakni Immawan

Andre dan teman-teman. Selanjutnya pada Immawan

Miftachul Huda yang telah membantu mencetak buku ini,

sehingga dapat dibaca oleh pembaca yang budiman. Penulis

juga mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang

tidak dapat dituliskan satu persatu, semoga amal teman-teman

semuanya dapat diterima dan mendapatkan balasan yang

maksimal dari Allah Swt.

Beji Timur-Depok, Awal tahun 2011

Muhammad Abdul Halim Sani

Page 4: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

ix

Makna Profetis dan Suara Kenabian dalam Gerakan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Kata PengantarOleh : Abdul Munir Mulkhan

Makna Profetis dan Suara Kenabiandalam Gerakan1

Untuk memahami lebih jernih buku karya Muhammad

Abdul Halim Sani berjudul ”Manifesto Gerakan Intelektual

Profetis” dengan latar belakang gerakan IMM (Ikatan

Mahasiswa Muhammadiyah) ini kiranya perlu dikaji lebih

dahulu dua hal atau dua permasalahan. Pertama, persoalan

yang berkaitan dengan pemaknaan kata dan istilah profetis

yang seringkali dipandang seolah selalu identik dan paralel

dengan kata dan istilah nabi atau kenabian. Kedua, persoalan

pemaknaan gerakan Muhammadiyah yang lahir tahun 1912

dalam kandungan gagasan besar mujtahid Kiai Ahmad

Dahlan. Ini penting agar selain memperoleh pijakan konsep-

tual akademik, juga pijakan kultural dan historis, selain pijak-

an teologis yang otentik. Apalagi judul bukunya mengguna-

kan kata yang cukup gagah, yakni ”manifesto” yang saat

mendengar saja banyak orang bisa jadi salah paham dengan

maksudnya.

1. Abdul Munir Mulkhan, Dakwah Profetis Etika Welas-Asih Kiai Dahlan Dalam DinamikaKeagamaan Dan Kebangsaan semula disusun dan disampaikan dalam acara “SekolahProphetic IMM FISIP UMY” dengan tema “Menghidupkan kembali Misi Profetik Ummat diTengah Arus Perubahan” di UMY 2 November 2010. Makalah ini semula disusun dandisampaikan dalam acara Seminar “Kontekstualisasi Ideologi Profetik dalam TransformasiSosial” dalam rangka Semiloknas dan Rakornas DPP IMM 7-10 Desember 2006, tanggal 8Desember 2006 di Wisma Depsos Jakarta Selatan.

x

Makna Profetis dan Suara Kenabian dalam Gerakan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Kiai Dahlan lah yang mulai memobilisasi gerakan filan-

tropi (kedermawanan melalui ”sekularisasi” praktik zakat,

infak, sedekah (sodakoh), ibadah sosial seperti fitrah dan

korban) secara terorganisasi yang peruntukannya bagi kepen-

tingan sosial publik umat.2 Gerakan guru keliling, kemudian

lebih populer disebut tabligh dan berkembang menjadi peng-

ajian di kampung-kampung hampir tiap jam sepanjang hari

merupakan karya pembaruan sosial keagamaan lain dari Kiai

Ahmad Dahlan. Melalui program guru keliling itu tradisi

belajar yang semula dengan pola murid mendatangi guru atau

kiai menjadi guru atau kiai mendatangi murid di seluruh

kawasan perkotaan dan atau pedesaan. Di kawasan-kawasan

perkotaan atau pedesaan tersebut, beberapa umat dan masya-

rakat kemudian membentuk kelompok-kelompok pengajian,

diantaranya berkembang menjadi sekolah atau madrasah

formal yang terlembaga secara moderen.

Prof. Dr. Kuntowijoyo menyatakan ”Tabligh yang se-

karang tampak sebagai perbuatan yang biasa, pada waktu itu

(tahun 1912-an/pen) adalah perbuatan luar biasa. Setidaknya

tabligh mempunyai dua implikasi, yaitu perlawanan tak

langsung terhadap idolatri (pemujaan tokoh) ulama dan per-

lawanan tak langsung terhadap mistifikasi agama (agama

dibuat misterius). Seperti diketahui pada waktu itu keduduk-

an ulama dalam masyarakat sangat tinggi. Mereka adalah

mediator antara manusia dengan Tuhan, elite agama dalam

masyarakat, dan tuanku, guru, kiai, tuan guru (baca: guru)

yang menyampaikan agama. Kalau kedudukan sebagai elite

2. Abdul Munir Mulkhan, Jejak Pembaruan Sosial dan Kemanusiaan Kiai Ahmad Dahlan, Buku

Kompas, Jakarta, 2010.

Page 5: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

xi

Makna Profetis dan Suara Kenabian dalam Gerakan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dan guru adalah konsekuensi sosial dari keulamaan mereka,

maka kedudukan sebagai mediator itulah yang terancam oleh

tabligh, menjadikan penyampai agama sebagai orang sehari-

hari yang tidak keramat. Kegiatan menyiarkan agama telah

dibuat kamanungsan, kekeramatan ulama badhar (batal) oleh

tabligh. Monopoli ulama atas agama, yang dimungkinkan oleh

budaya lisan, dihilangkan oleh tabligh.”3

Dalam kesempatan yang sama, Kuntowijoyo menyatakan:

”Selanjutnya tabligh juga merupakan perlawanan tak langsung

terhadap mistifikasi agama, yaitu pengaburan agama, agama

dianggap misterius, tinggi, dan adiluhung yang hanya patut

diajarkan oleh orang-orang terpilih (tuanku, guru, kiai, tuan

guru). Dengan tabligh agama yang semula misterius menjadi

agama yang sederhana, terbuka, dan accesible bagi setiap

orang. Agama yang semula bersifat esoteris-mistis milik kaum

virtuosi (spesialis) menjadi agama etis-rasional milik orang

awam.”4

Gerakan keagamaan profetis dapat diartikan dalam dua

makna. Makna pertama, ialah gerakan atau sikap kritis atas

kecenderungan pelemahan pemihakan lembaga keagamaan

pada kelas akar rumput atau kelompok yang menderita saat

elite gerakan keagamaan mulai berkolaborasi dengan

penguasa. Pengertian pertama ini muncul sebagai reaksi

kecenderungan pemimpin agama di Eropa pada sekitar abad

ke-19 yang lebih status-quo.5 Makna kedua, ialah basis

3. Kuntowijoyo, “Menghias Islam” dalam Abdul Munir Mulkhan, Marhaenis Muhammadiyah,GalangPress, Yogjakarta, 2010, hlm 19.

4. Kuntowijoyo, “Menghias Islam” dalam Abdul Munir Mulkhan, Marhaenis Muhammadiyah,GalangPress, Yogjakarta, 2010, hlm 19-20.

5. Robert A. (W) Friedrichs dalam bukunya Sociology of Sociology terbitan Free Press, NewYork, 1970 membedakan Sosiologi Imam (priestly) dengan Sosiologi Profetis. “Model profetis

xii

Makna Profetis dan Suara Kenabian dalam Gerakan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

kenabian bagi gerakan kemanusiaan sebagai wujud dari ajaran

dan tradisi serta sunah nabi sebagai suara kenabian yang lebih

otentik ketika memihak kaum dhuafa sebagai sebuah gerakan

kemanusiaan (humanis). Faktanya acap kali gerakan keagama-

an (Islam) di satu sisi lebih tertarik melakukan gerakan

perlawan terhadap dominasi bangsa-bangsa maju tetapi di sisi

lain melupakan nasib kaum tertindas.

Bincangan teori dan kata profetis barangkali lebih

menarik dikaitkan dengan ide dan pemikiran Robert W.

Firedrichs. Sosiolog ini mulai membedakan antara sosiologi

”profetis” dan sosiologi ”imam” (priestly), yang berbeda satu

sama lain dalam sikap dan dukungan implisitnya terhadap

status-quo. ”Model profetis mempunyai satu pendirian kritis

terhadap status-quo; kelompok ini berpendapat bahwa peran-

an sosiologi yang dapat diterima adalah mengidentifikasi

kekurangan-kekurangan dan hal-hal yang tidak karuan dalam

struktur sosial, dan memberikan suatu kecerahan yang mem-

berikan peluang pada kemungkinan-kemungkinan yang lebih

manusiawi. Model imam cocok untuk kerangka struktur yang

sudah mapan. Ahli sosilogi dalam kelompok imam ini tidak

perlu sadar akan implikasi nilai dalam pekerjaan mereka.

Tetapi kritikan-kritikan terhadap mereka, yang muncul dari

ahli sosiologi ”baru” atau yang berhaluan radikal, akan

mengemukakan bahwa karena para ahli sosiologi itu gagal

memberikan kritik terhadap status-quo, maka mereka yang

mempunyai satu pendirian kritis terhadap status-quo; kelompok ini berpendapat bahwaperanan sosiologi yang dapat diterima adalah mengidentifikasi kekurangan-kekuarangan danhal-hal yang tidak karuan dalam struktur sosial, dan memberikan suatu kecerahan yangmemberikan peluang pada kemungkinan-kemungkinan yang lebih menusiawi. Model imamcocok untuk kerangka struktur yang sudah mantap.” (Doyle Paul Johnson, Teori SosiologiKlasik dan Modern Jld I, 1988, Gramedia, Jakarta, hlm 51).

Page 6: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

xiii

Makna Profetis dan Suara Kenabian dalam Gerakan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dari kelompok sosiologi imam atau yang sudah mantap ini

memberikan dukungan diam-diam terhadap status-quo

karena kelalaiannya. Pengecam-pengecam dari kelompok

profetis mengemukakan bahwa netralitas dan sikap tidak

memihak (impartiality) benar-benar tidak mungkin dan

bahkan seorang ahli sosiologi secara eksplisit tidak berjuang

meningkatkan struktur sosial menjadi lebih manusiawi, pada

dasarnya ia menerima legitimasi status-quo.”6

Satu hal yang mungkin sering dilupakan bagi mereka

penganut ideologi jihad yang anti Eropa dan Amerika atau

anti Negara dan Bangsa-Bangsa Barat, bahwa apapun ideologi

yang dianut, praktik kehidupan seseorang, hubungan sosial

orang yang bersangkutan dengan orang lain tergantung ada

tidaknya empati kemanusiaan di dalam hati si penganut ideo-

logi tersebut. Keterpincutan dr. Soetomo ketika mengamati

sepak-terjang Kiai Ahmad Dahlan justru lebih didasari oleh

apa yang ia sebut sebagai Etika Welas Asih yang ia pahami

dari aksi-aksi kemanusiaan Kiai Dahlan. Soetomo bahkan

sampai pada kesimpulan bahwa Etika Welas Asih merupakan

gagasan orisinal Kiai Ahmad Dahlan yang secara sengaja

dikemas sebagai oposisi (perlawanan) ide Darwinian yang

menguasai pikiran dunia Barat dan menjadi akar peradaban

moderen saat ini. Bukan yang kuat harus menang, tapi

bagaimana yang lemah memperoleh ruang dan peluang

mengembangkan diri. Itulah hakikat Etika Welas Asih Kiai

Ahmad Dahlan.

6. Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Gramedia, Jakarta, 1986, hlm 51-52. lihat juga Robert W. Fiedrichs, A Sociology of Sociology, The Free Press, New York,1970, p. 67, 70, 72-73, 107-108, 111, 124, 127, 133, 136, 292-293, 310, 328.

xiv

Makna Profetis dan Suara Kenabian dalam Gerakan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Berdasar prinsip etis itulah mengapa Kiai Ahmad Dahlan

dengan gampang dan begitu cair berdialog dengan peradaban

Barat Nasrani-sekuler yang kapitalistik serta kolonial. Kiai ini

tidak segan mengambil manfaat pengalaman orang-orang

Eropa yang penjajah, kafir, dan kapitalis serta Nasrani. Model

komunikasi itu pula yang membuat Kiai Ahmad Dahlan tidak

merasa terganggu memenuhi posisi sebagai pejabat Kerajaan

Jogjakarta yang menjadi pusat orientasi kebudayaan Jawa

yang kejawen tanpa kehilangan keluhuran kesalehan religius-

nya. Hanya dalam periode pasca wafat Kiai, Muhammadiyah

mulai anti tradisi Jawa dan Kejawen.7

Uraian di atas merupakan petunjuk tentang transformasi

sosial ideologi profetik yang tampaknya lebih mementingkan

segi atau empati kemanusiaan daripada legalitas ritual

keagamaan. Dari sini pula pentingnya pendekatan kebudaya-

an dalam merealisasi ideologi profetik atau pun ideologi jihad

yang anti Barat. Khusus bagi mahasiswa, perlu dipertimbang-

kan untuk menyiapkan diri agar bisa mempelajari budaya,

tradisi dan iptek di negara maju yang Barat itu tanpa biaya

atau dengan biaya dari negara maju itu sendiri. Caranya ialah

menguasai bahasa asing khususnya Inggris dengan nilai toefl

600, maka anda akan bebas memilih negara yang dituju

dengan beasiswa sekitar 1500 dolar perbulan.

Di sisi lain bisa saja seseorang anti Barat yang sekuler,

kafir atau dekaden, tapi bisa jadi orang tersebut lebih kafir,

dekaden dan penindas sesamanya walaupun de jure beragama.

Mari kita lihat praktik berpolitik dan berbangsa dan beragama

di negeri seribu masjid ini. Tidak ada jaminan di negeri

7. Lihat laporan penelitian Tesis Ahmad Najib Burhani yang terbit dengan judul MuhammadiyahJawa, Al-Wasat, Jakarta, 2010.

Page 7: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

xv

Makna Profetis dan Suara Kenabian dalam Gerakan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

berpenduduk muslim dengan jamaah haji terbesar di dunia ini

orang miskin hidup terjamin, dan para pemimpin memikirkan

nasib rakyat dan umatnya. Kecenderungan demikian dengan

gampang kita saksikan setiap hari di koran atau lapangan.

Di masa bencana gempa dahsyat melanda Yogyakarta

tahun 2006 lalu, muncul pemandangan menarik. Korban

gempa Jogja mulai kedinginan tidur di tenda yang mulai bocor

di awal musim hujan. Warga Merapi mulai cemas oleh

ancaman lahar dingin tumpahan material erupsi gunung itu

sebelumnya. Banyak anak-anak gagal menatap masa depan

tidak bisa sekolah akibat kemiskinan, banyak anak-anak

menjadi pengamen jalanan akibat ditinggal orang-tua mereka.

Di saat-saat seperti itu, ternyata anggota dewan Jogja begitu

bersemangat menaikkan gaji menjadi 200 %.

Di saat ribuan warga diberbagai kota digusur dan terusir

dari tempat mencari nafkah oleh kebijakan politik dewan,

alangkah bijak jika anggota dewan itu bercakap dengan rakyat

yang memilihnya sebelum menyetujui APBN atau APBD.

Pemerintah dan pejabat negara dengan tugas utama sebagai

pelayan kehidupan warga, justru merasa benar menggusur

atau membangun tanpa bertanya lebih dahulu kepada warga

tentang apa yang mereka perlukan dan bagaimana pendapat

warga itu. Di negeri yang bertuhan ini, rakyat seolah tak

perlu dihitung kecuali di masa pemilu, itupun sekedar

melegitimasi apa kehendak sang penguasa dan wakil rakyat

yang tak pernah mengerti kemauan rakyat.

Alangkah bijak jika separuh saja dari kenaikan gaji dewan

itu dihibahkan kepada anak-anak jalanan, untuk SPP anak-

anak miskin atau merekosntruksi rumah-rumah warga yang

diwakilinya. Di saat ribuan atau jutaan orang menderita

xvi

Makna Profetis dan Suara Kenabian dalam Gerakan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

akibat luapan lumpur Lapindo, anggota dewan yang juga

aktivis gerakan Islam dengan tertawa dan senyum penuh

kemenangan merekam adegan mesum dengan wanita bukan

istrinya. Apa yang tersisa di negeri ini untuk dapat dijadikan

harapan bagi orang-orang tertindas, miskin dan terlantar?

Paradaban global dengan kacanggihan teknologi trans-

portasi dan informasi telah membuka ruang rahasia kehidup-

an privat manusia. Penganut agama yang paling saleh sangat

terpukul oleh gaya hidup manusia global. Seolah syahwat

menjadi ideologi baru yang mewarnai kehidupan politik, eko-

nomi, bahkan juga praktik keagamaan ketika TV menjadikan

simbol-simbol keagamaan sebagai komoditi yang ternyata

ratingnya tinggi. Budaya artifisial (apus-apusan/Jw) seolah-

olah enak dan bahagia menjadi lebih penting daripada

memecahkan problem secara otentik.

Dalam situasi demikian, manusia terperangkap pada

budaya artifisial dan mimpi. Ironi dan celakanya budaya

fatamorgana itu lebih mudah menarik minat dan partisipasi

publik ketika dibungkus simbol religi dan surgawi. Fenomena

ini juga melibatkan partai dan gerakan keagamaan, termasuk

IMM dan partai-partai Islam. Pertanyaan yang lebih penting

dijawab ialah adakah organisasi dimana kita aktif di dalamnya

itu benar-benar mempunyai fungsi bagi kemanusiaan?

A. Gerakan Budaya yang Terlupakan8

Permasalahan utama yang dihadapi gerakan Muhammad-

iyah dan gerakan Islam yang sudah mapan (seperti halnya

IMM) ialah kegagalan membaca pesan sentral pendiri gerakan

8. Abdul Munir Mulkhan, Gerakan Budaya yang Terlupakan, Harian Kompas, 4 Desember 2009,hlm 7

Page 8: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

xvii

Makna Profetis dan Suara Kenabian dalam Gerakan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

tersebut. Pada umumnya aktivis gerakan ini (Muhammadiyah

dan IMM) lebih memahami gerakan tersebut sebagai gerakan

pemberantasan TBC yang jauh dari minat membela kaum

dhuafa hanya karena kecenderungan tradisi kehidupan kelas

bawah itu diselimuti aura TBC. Banyak orang kurang me-

mahami dan bisa membedakan antara hasil (meninggalkan

tradisi pemberoson) dengan bagaimana proses sosial-budaya

yang mendorong tumbuhnya kesadaran rasional dan laku

obyektif seseorang atau sekelompok orang (umat dan

masyarakat).

Dalam hubungan itulah kiranya kritik Kuntowijoyo ter-

hadap gerakan pembaruan Islam dan gerakan Islam pada

umumnya patut dicerna. Kritik Kuntowijyo (Muslim Tanpa

Masjid) bahwa Muhammadiyah adalah gerakan budaya tanpa

kebudayaan, penting menjadi catatan abad keduanya. Ini

terlihat ketika Muhammadiyah sekedar meniru Kiai Ahmad

Dahlan tanpa memahami gagasan dan etos gerakannya. Daya

kreatif ijtihad (pembaharuan) bagi kemajuan dan kesejahtera-

an umat membeku, terperangkap birokrasi organisasi, gurita

pendidikan dan rumah sakit, sehingga terasing dari kehidupan

rakyat. Hal serupa dihadapi bangsa ini ketika praktik pen-

didikan nasional menjadi ritual dan kehilangan etos budaya

kreatif.

Awalnya, gerakan ini sibuk memberdayakan fakir miskin

melalui pendidikan, kesehatan, dan berbagai aksi sosial.

Seperti tesis Max Weber tentang Etika Protestan dengan para-

digma this worldly, aktivis gerakan ini memandang kesalehan

surgawi bisa dicapai dengan memajukan dan menyejahterakan

rakyat yang tertindas. Tahun 1930-an lebih sebagai gerakan

kelas menengah kota ketika purifikasi dipahami sebagai

xviii

Makna Profetis dan Suara Kenabian dalam Gerakan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

pembersihan Islam dari tradisi bermuatan virus TBC (tahyul,

bid’ah, k(c)hurafat). Akibatnya, semakin kehilangan nuansa

budaya dan terasing dari dinamika kehidupan mayoritas

penduduk.

Citra anti tradisi yang secara keras memberantas TBC

seperti Wahabi itu adalah episode generasi kedua sesudah Kiai

Ahmad Dahlan wafat pada Februari 1923. Posisi Kiai sebagai

abdi dalem kraton yang saat itu menjadi pusat tradisi dan ikon

budaya rakyat tidak memungkinkannya melancarkan kritik

dan memberantas tradisi secara terbuka.

Posisi Kiai tersebut lebih jelas dalam paparan GBPH

Joyokusumo, adik Sri Sultan Hamengku Buwono X pada

Sidang Tanwir ’Aisyiyah 2002, tentang peran Hamengku

Buwono VII dalam kelahiran Muhammadiyah. Rajalah yang

memberangkatkan Kiai Ahmad Dahlan naik haji, mengganti

nama Mohammad Darwis menjadi Ahmad Dahlan, dan

mendorong Kiai terlibat dalam Budi Utomo. Problem yang

dihadapi generasi pendiri bukanlah tradisi lokal, tetapi

penolakan umat terhadap sistem pendidikan dan kesehatan

moderen, penerjemahan Alquran ke dalam bahasa Melayu

atau Jawa, pembagian zakat, fitrah, dan korban kepada fakir

miskin.

Saat didirikan tujuan Muhammadiyah ialah: ”a. Memaju-

kan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama

Islam, b. memajukan dan menggembirakan cara kehidupan

sepanjang kemauan agama Islam.” Kegiatannya meliputi: ”a.

mendirikan dan memeliharakan atau membantu sekolah-

sekolah yang diberi pengajaran agama Islam juga, lain dari

ilmu-ilmu yang biasa diajarkan di sekolah; b. mengadakan

perkumpulan sekutu-sekutunya dan orang-orang yang suka

Page 9: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

xix

Makna Profetis dan Suara Kenabian dalam Gerakan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

datang; dibicarakan perkara-perkara agama Islam; c.

mendirikan dan memeliharakan atau membantu tempat sem-

bahyang, yang dipakai melakukan agama buat orang banyak;

dan d. menerbitkan serta membantu terbitnya kitab-kitab,

sebaran khotbah, surat kabar yang muat perkara ilmu agama

Islam, ilmu ketertiban cara Islam dan i’tikad cara Islam, tetapi

sekali-kali tiada boleh menyalahi undang-undang tanah di

sini dan tiada boleh melanggar keamanan umum atau

ketertiban.”

Masa itu anggotanya terbagi menjadi; anggota biasa,

kehormatan, dan donatur. Anggota biasa ialah semua orang

Islam, kehormatan ialah orang yang berjasa besar pada

Muhammadiyah, donatur ialah siapa saja tanpa memandang

agama dan kebangsaan yang bersedia memberi bantuan.

Sasaran kegiatan Muhammadiyah masa generasi pendiri

ialah mengubah cara pandang umat tentang kehidupan

duniawi melalui pendidikan, dakwah, penerbitan, pendirian

tempat ibadah, penerjemahan Alquran, penerbitan buku,

pelatihan dan pendidikan guru desa dan guru keliling,

santunan kesehatan dan ekonomi bagi fakir-miskin. Zakat mal

dan fitrah, korban dan infak dikelola secara moderen bagi

peningkatan taraf hidup rakyat kebanyakan sehingga

berkemajuan dan sejahtera. Selanjutnya dengan sendirinya

umat akan menanggalkan tradisi TBC diganti ilmu dan

teknologi.

Pengelolaan rumah sakit melibatkan dokter-dokter

Nasrani Belanda yang bekerja sukarela, sekolah dikelola

secara moderen guna meningkatkan taraf hidup dan berperan

dalam dunia moderen. Umat mulai menyadari manfaat

bekerjasama dengan semua pihak tanpa melihat agama dan

xx

Makna Profetis dan Suara Kenabian dalam Gerakan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

kebangsaannya, bagi kemajuan dan kesejahteraan rakyat.

Citra gerakan berubah setelah Dahlan wafat ketika orientasi

budaya digeser orientasi legal-formal. TBC diberantas secara

keras dan terbuka bersamaan pembentukan lembaga tarjih

tahun 1927.

Orientasi budaya bisa dibaca dari naskah ”Tali Pengikat

Hidup Manusia”, Pidato Kiai Ahmad Dahlan dalam Kongres

1922 (Almanak Muhammadiyah 1923; lihat ”The Humanity

of Human Life” dalam Charles Kurzman Modernist Islam: A

Sourcebook). Kiai Ahmad Dahlan menyatakan: “Kebanyakan

pemimpin-pemimpin belum menuju kepada baik dan enaknya

segala manusia, baru kaumnya (golongannya) sendiri.

Marilah, lekas kita pemimpin-pemimpin berkumpul mem-

bicarakan benar itu (hak) tak usah memilih-milih bangsa,

Orang itu harus dan wajib mencari tambahnya pengetahuan,

jangan sekali merasa cukup dengan pengetahuannya sendiri,

apakah pula menolak pengetahuan orang lain.”

Bersediakah Muhammadiyah melakukan kritik budaya

mengaktualkan kembali peran kreatif ijtihad membela dluafa?

Saatnya menjawab “untuk siapa gerakan ini bekerja, untuk

anggota atau bangsa dan kemanusiaan?” Dari sini Muham-

madiyah bisa berperan bagi kemajuan bangsa dan pemelihara-

an martabat kemanusiaan universal.

B. Nabinya Mustadl’afin9

9. Lihat Abdul Munir Mulkhan, “Teologi Kiri dalam Kebertuhanan Siti Jenar” dalam Makrifat SitiJenar; Teologi Pinggiran dalam Kehidupan Wong Cilik, Grafindo Khazanah Ilmu, Jakarta,2004, hlm 279-290. Lihat juga Teologi Kiri; Landasan Gerakan Membela Kaum Mustadl’afin,Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2002.

Page 10: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

xxi

Makna Profetis dan Suara Kenabian dalam Gerakan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Tuhan mengecam Nabi Muhammad Saw karena bermuka

cemberut (menunjukkan rasa kurang suka) ketika datang

kepadanya orang-orang yang buta padahal mereka sedang

berusaha membersihkan diri dan mencari pembelajaran

dengan penuh ketundukan. Hal yang sama terjadi saat Nabi

tampak lebih berkenan menerima dan melayani orang-orang

yang berkecukupan harta dan kekuasaan. Kritik keras Tuhan

terhadap sikap Muhammad yang kurang berpihak pada kaum

dhuafa dan lebih berpihak pada kelas lebih tinggi ini bisa

dikaji dalam surat ‘Abasa ayat 1-11.

Dalam surat Kahfi ayat 28 Tuhan berfirman “sabarkanlah

dirimu jika berkumpul dengan orang-orang yang senantiasa

berdoa pada Tuhan di waktu pagi atau sore semata mengharap

keridhaan Tuhan dan jangan memalingkan muka dari mereka

hanya karena memandang kekayaan duniawi (karena miskin).

Tuhan berfirman dalam surat al Dluhaa ayat 9-10: Adapun

terhadap anak yatim janganlah kaum paksakan dan kepada

peminta-minta janganlah kau bentak. Dalam surat al Maa’un

ayat 1-3 Allah berfirman: Tahukah engkau orang yang

mendustakan hari pembalasan? Mereka itulah orang-orang

yang menolak anak yatim dan tidak suka menganjurkan

memberi makan pada orang msikin.

Sa’ad bin Abi Waqqash ra berkata, ketika kami berenam

sedang duduk di sisi Nabi Saw, datanglah pemuka-pemuka

kaum musyrikin dan berkata kepada nabi: “Usirlah orang-

orang yang berada di sisimu agar mereka tidak berlaku kurang

ajar kepada kami” Keenam orang itu ialah saya sendiri,

Abdullah bin Mas’ud, seorang suku Hudzail, Bilal, dan dua

orang yang sengaja tidak saya sebutkan namanya. Nabi

tampak tergerak untuk memenuhi tuntutan pemuka kaum

xxii

Makna Profetis dan Suara Kenabian dalam Gerakan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

musyrikin tersebut. Tiba-tiba turunlah ayat wa laa tathrudi

alladziina yad’uuna rabbahum bi alghadaati wa al’asyiyyi

yuriiduuna wajhahu (dan janganlah kamu mengusir orang-

orang yang selalu berdoa kepada Tuhan di waktu pagi dan

sore karena hanya mengharap keridhaan Allah (riwayat

Muslim, Riadhus Shalihin, I, hlm 264).

‘An Haaritsata ibni Wahab r.a qaala: sami’tu rasulullaah

Saw yaquulu: alaa uhbirukum bi ahli al jannati? Kullu

dha’iifin mutadla’afin lau aqsama ‘alaa al llaahi laabarrahu,

alaa uhbirukum bi ahli al naari? Kullu ‘utullin jawwaadlin

mustakbirin. (muttafaq alaihi) Artinya: Dari Harits bin Wahb

r.a berkata, saya telah mendengar Rassulullah Saw bersabda:

“Sukakah saya beritahukan kepadamu tentang ahli surga?

Mereka seluruhnya adalah orang-orang dhaif dan didhaifkan,

tapi jika mereka meminta sesuatu kepada Allah pasti

permintaan mereka itu akan dipenuhi. Sukakah engkau saya

beritahu siapa ahli neraka? Mereka adalah orang-orang yang

keras hati, tabi’atnya kaku dan berlaku sombong” (riwayat

Bukhari, Riadhus Shalihin, I, hlm 254-255).

Abul Abbas Sahl bin Sa’ad Asaa’idy ra berkata, ketika

Rasul sedang duduk lewatlah seseorang (di depannya). Rasul

lalu bertanya kepada orang yang duduk di sebelahnya:

“bagaimana pendapatmu tentang orang itu?” jawab orang di

sebelah Rasul: “itulah seorang bangsawan yang demi Allah

pinangannya layak diterima dan jika meminta seseorang

mengerjakan sesuatu pasti dipenuhi”. Rasul diam mendengar

jawaban itu. Tak berapa lama lewat lagi seseorang di

depannya. Rasul bertanya lagi pada orang yang sama:

“bagaimana pendapatmu tentang orang ini?” Teman duduk

Rasul itu pun menjawab: “Ya Rasul itulah orang miskin yang

Page 11: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

xxiii

Makna Profetis dan Suara Kenabian dalam Gerakan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

pinangannya jika ia meminang patut ditolak dan jika meminta

melakukan sesuatu tidak akan dipenuhi”. Rasul lalu bersabda:

“orang inilah yang lebih baik dari sepenuh bumi orang-orang

bangsawan” (riwayat Bukhari, Riadhus Shalihin, I, hlm 255-

256).

Abu Said Al Khudry ra berkata, bersabda Nabi Saw:

“suatu ketika terjadi perdebatan antara surga dan neraka.

Neraka berkata bahwa dirinya akan dipenuhi oleh orang-

orang besar yang berkuasa dan sombong. Sementara surga tak

kalah berkata bahwa dirinya akan dipenuhi kaum dlu’afaa dan

miskin. Allah lalu memutuskan perdebatan neraka dan surga

itu dengan menyatakan bahwa “Kau surga! Kau adalah tempat

rakhmat-Ku. Aku merakhmati dengan surga kepada siapa

yang Kukehendaki. Kau neraka! Kau adalah tempat siksa-Ku,

Aku menyiksa dengan siapa yang Kukehendaki dan bagi

kaum neraka dan surga pasi akan Aku penuhkan isimu”

(riwayat Muslim, Riadhus Shalihin, I, hlm 256).

Abu Hurairah ra berkata, ada seorang tukang sapu masjid

yang selama beberapa hari belakangan tidak dilihat

Rasulullah. Rasul lalu bertanya tentang si tukang sapu masjid

tersebut. Ketika Rasul mendapat jawaban bahwa si tukang

sapu telah mati, Nabi bersabda: “mengapa engaku tidak mem-

beritahukan kematiannya kepadaku? Tunjukanlah kepadaku

dimana tempat kuburnya!” Orang-orang pun segera menun-

jukkan kepada Nabi Saw di mana kuburan si tukang sapu

tersebut. Nabi segera pergi ke kuburan si tukang sapu itu lalu

melakukan shalat jenazah. Nabi pun bersabda: “sesungguhnya

kuburan ini penuh kegelapan dan Allah telah menerangi

dengan salatku pada mereka” (riwayat Bukhari-Muslim,

Riadhus Shalihin, I, hlm 257).

xxiv

Makna Profetis dan Suara Kenabian dalam Gerakan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Abu Hurairah ra berkata bersabda Rasulullah Saw:

“kadangkala seseorang yang rambutnya kusam dan terurai,

betolak dari satu pintu ke pintu rumah (meminta-minta) dan

dipandang rendah oleh manusia, tapi jika ia meminta kepada

Allah dengan penuh kesungguhan, pasti Allah akan meme-

nuhinya” (riwayat Muslim, Riadhus Shalihin, I, hlm 257-258).

Usamah bin Zaid ra berkata, bersabda Rasulullah Saw:

“saya berdiri di depan pintu surga, tiba-tiba masuklah ke

dalamnya orang-orang yang pada umumnya miskin, ketika

orang-orang yang kaya masih tertahan oleh perhitungan

kekayannya. Dan, ketika saya berdiri di dekat pintu neraka

yang telah dibuka, tiba-tiba kebanyakan orang yang masuk ke

dalamnya kaum perempuan” (riwayat Bukhari-Muslim,

Riadhus Shalihin, I, hlm 258).

Sayangnya dalam ajaran Islam formal, Tuhan tak mudah

didekati bagaikan subyek pelaku yang tak dapat disentuh oleh

makhluknya sendiri; manusia, yang diciptakan penuh kesem-

purnaan. Wajah tuhan tercitrakan sebagai wajah penindas

yang kejam tanpa welas asih yang hanya bisa dibujuk dengan

ritus-ritus pengorbanan. Politik keagamaan dan negara-negara

bangsa merupakan sebuah sistem pelestari wajah buruk

Tuhan di abad peradaban moderen.

Ada semacam ghirah dan semangat pemihakan ke-

manusiaan dari buku Muhammad Abdul Halim Sani dalam

uraian sepanjang bukunya ini. Demikian pula gagasan tentang

kader IMM, juga kader gerakan Muhammadiyah yang ia beri

simbol profetis atau juga kenabian. Persoalannya, seberapa

pembaca dan penulis buku ini sendiri bisa menangkap pesan

kenabian dalam bingkai gerakan profetis tersebut secara

Page 12: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

xxv

Makna Profetis dan Suara Kenabian dalam Gerakan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

otentik? Tentu semuanya terpulang pada para pembaca, selain

kritik kenabian kepada penulis buku ini. Selamat membaca.

Kotagede awal tahun 2011

Page 13: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

xxvManifesto Gerakan Intelektual Profetik

Daftar Isi

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Prakata – v

Kata Pengantar – ix

Daftar Isi – xxv

Bagian 1. Manusia dalam Perfektif Ikatan – 1

A. Pengungkapan Manusia – 1

B. Hakekat Manusia – 2

C. Kedudukan dan Peran Manusia – 15

D. Tujuan Hidup Manusia dalam Ikatan – 19

Bagian 2. Menggali Makna Ikatan;

Interpretasi terhadap Simbol IMM – 23

A. Prawacana Ikatan – 23

B. Tujuan Ikatan – 25

C. Semboyan Ikatan – 28

D. Trilogi Ikatan – 32

Bagian 3. Upaya Mewujudkan Kader Ikatan; Profil Kader

Ikatan – 41

A. Landasan Illahiah – 41

B. Pengungkapan Intelektual Profetik Ikatan – 46

1. Intelektual – 46

2. Profetik – 48

3. Intelektual Profetik (IP) Ikatan – 50

C. Sejarah Intelektual Profetik – 50

xxvi Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

D. Kenapa Harus Intelektual Profetik ? – 52

1. Realitas Mikro (Diri atau Ikatan) – 53

2. Realitas Makro – 56

3. Realitas Lokal – 58

E. Tugas Intelektual Profetik – 59

1. Humanisasi – 60

2. Liberasi – 61

3. Transendensi – 62

F. Kompetensi Dasar Intelektual Profetik – 63

1. Basis Ideology – 64

2. Basis Knowledge – 64

3. Basis Skill – 65

Bagian 4. Realitas Sekarang; Globalisasi dan

Multikulturalism – 66

A. Prawacana Globalisasi dan Multikulturalism

– 66

B. Globalisasi – 69

C. Multikulturalisme – 75

Bagian 5. Realitas Muhammadiyah; Bercermin pada Pendiri

Muhammadiyah – 84

A. Prawacana Muhammadiyah – 84

B. Sejarah Muhammadiyah – 87

1. Faktor Internal – 89

2. Faktor Eksternal – 91

C. Sistem Pemikiran Kiyai Ahmad Dahlan – 92

1. Akal – 94

2. Relativisme dalam Pemahaman

Keagamaan – 96

Page 14: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

xxviiManifesto Gerakan Intelektual Profetik

3. Filsafat Toleransi – 97

4. Penafsiran Agama tidak Absolut – 98

5. Iman dan Tanggungjawab Sosial – 99

6. Shalat, Amal dan Tanggungjawab Sosial

– 100

D. Realitas Muhammadiyah – 102

E. Relevansi Pemikiran Kiyai Ahmad Dahlan

– 108

Bagian 6. Pentingnya Kesadaran, dari Kesadaran Kritis

Menuju Kesadaran Profetis – 112

A. Prawacana Kesadaran – 112

B. Proses Kesadaran – 115

1. Kesadaran Magis – 118

2. Kesadaran Naif – 119

3. Kesadaran Kritis – 120

4. Kesadaran Profetik – 122

C. Etika Profetis – 127

1. Konsep Umat yang Terbaik – 131

2. Kesadaran Sejarah dalam Ikatan – 133

3. Konsep Profetis – 135

Bagian 7. Indikator dan Metodelogi Intelektual Profetik,

Penjelasan Manifesto Gerakan Intelektual

Profetik Ikatan – 138

A. Indikator Cendekiawan Profetis – 138

1. Individu Kader – 139

2. Ikatan dalam Bentuk Kolektif – 143

B. Metodologi Transformasi Profetis – 146

1. Refleksi, Belajar dari Pengalaman – 147

xxviii Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

2. Dialogis – 147

3. Kontekstualisasi Doktrin Agama – 147

C. Indikator Transformasi Profetis – 149

1. Perubahan Sistematis – 150

2. Partisipatoris – 150

3. Perubahan Spritual dan Material – 150

4. Alur Metodelogi Profetis – 151

D. Aksi Transformasi Profetis – 151

1. Prioritas Isu/Program/Kasus – 152

2. Pemilihan Pemihakan – 152

3. Membentuk Kelompok Inti – 153

4. Merancang Sasaran dan Strategi – 153

5. Menggalang Sekutu dan Pendukung–154

6. Membentuk Pendapat Umum – 155

7. Pemantauan dan Evaluasi Program Aksi

– 155

Bagian 8. Etos Profetis; Upaya Mewujudkan Kebudayaan

Ilmu dalam Ikatan – 156

A. Prawacana Etos – 156

B. Etos dan Kebudayaan – 157

C. Bercermin pada Sejarah Muhammadiyah dan

Ikatan – 161

1. Tajdid dalam Masalah Keagamaan – 164

2. Tajdid dalam Masalah Kemasyarakatan –

165

3. Sejarah Ikatan – 166

4. Pengungkapan Diri Ikatan – 167

5. Realitas Ikatan – 168

6. Kontekstualisasi Ikatan – 170

Page 15: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

xxixManifesto Gerakan Intelektual Profetik

D. Menggagas Kebudayaan Ilmu pada Ikatan –

171

1. Kebudayaan Ilmu dalam Pemikiran

2. Kebudayaan sebagai Sistem Aktivitas –

172

3. Kebudayaan dalam Artifak – 173

Bagian 9. Teori-Teori Sosial; Ilmu Sosial Sekuleristik

Menjuju Ilmu Sosial Integralistik – 175

A. Prawacana Ilmu Sosial – 175

B. Paradigma Ilmu Sosial – 178

C. Ilmu Sosial Positivistik – 180

D. Ilmu Sosial Konstruktivisme – 187

E. Ilmu Sosial Kritis – 191

F. Ilmu Sosial Profetik – 197

G. Pilar Ilmu Sosial Profetik – 203

Bagian 10. Filsafat Pergerakan; Mewujudkan Sosiologi

Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan – 210

A. Prawacana Pergerakan – 210

B. Nilai Dasar Ikatan – 213

1. Ikatan sebagai Organisasi Pergerakan –

214

2. Ikatan sebagai Organisasi Kader – 216

C. Realiatas Sekarang – 217

D. Sosiologi Gerakan – 222

E. Diaspora Gerakan Ikatan – 226

Bagian 11. Transformasi Profetik; Mewujudkan Khairul

Ummat – 234

xxx Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

A. Prawacana Perubahan – 234

B. Transformasi Sosial Emile Durkheim – 237

C. Transformasi Sosial Max Weber – 239

D. Transformasi Sosial Karl Marx – 241

E. Transformasi Profetis – 243

F. Khairul Ummat – 251

Epilog – 254

Lampiran I. Ilmu Sosial – 262

Lampiran II. Bagan Kesadaran pada Manusia – 263

Lampiran III. Bagan Manifesto Gerakan Intelektual Pro-

fetik dalam Rekonstruksi Peradaban – 264

Daftar Bacaan – 265

Page 16: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

1

Manusia dalam Persfektif Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

B a g i a n

Manusia dalam Persfektif Ikatan

Dengan nama Allah yang maha Pengasih dan Penyayang.Demi tin dan zaitun, dan Bukit Sinai, dan kota ini yang aman.Kami telah ciptakan manusia dalam bentuk yang terbaik,kemudian Kami jatuhkan dia serendah-rendahnya kecualimereka yang beriman dan mengerjakan amal kebajikan. Makabagi mereka pahala yang tiada putusnya. Sesudah itu, apayang menyebabkan mereka menyangkal. Engkau tentang harikiamat akan datang? Bukankah Allah Hakim yang palingbijaksana? (QS. At-Tin 1-8)

A. Pengungkapan Manusia

Kejadian manusia dan asul-usulnya dipandang dengan

cara yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dikarenakan dari

segi memandangnya yang berbeda misalnya dari segi agama

ataupun ilmu pengetahuan. Pandangan agama tentang

manusia juga memiliki keberagaman misalkan dalam agama

Hindu manusia berkaitan erat dengan kejadian alam semerta.

Pada gambaran tersebut tidak memberikan gambaran yang

jelas agar dapat mudah dipahami. Kejadian manusia dalam

agama ini diceritakan bahwa alam terjadi sewaktu Dewa

Barahma yang sedang mandi dan tetesannya mengalir menjadi

sungai Gangga, selanjutnya terjadinya alam akibat bertemu-

nya dua dewa sehingga tercipta bulan, matahari, manusia,

awan dan sebagainya. (Saleh A. Nahdi, Adam Manusia

1

2

Manusia dalam Persfektif Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Pertama) Kisah yang lain dalam kitab Taurat menyebutkan

bahwa kejadian manusia terurai dengan jelas, tercantum

dalam kitab Kejadian pasal 1:2, pasal 12: 21-22 yang intinya

menyatakan bahwa manusia dijadikan secara mendadak,

termasuk Siti Hawa dari tulang rusuk Adam. (Lembaga Kitab

Indonesia, Alkitab dengan Kidung Jemaat)

Manusia secara bahasa disebut juga insan yang dalam

bahasa arabnya berasal dari kata nasiya yang berarti lupa.

Sedangkan dilihat dari kata dasar al-uns yang berarti jinak.

Kata insan dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia

memiliki sifat lupa dan jinak, dalam hal ini manusia selalu

menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru disekitarnya.

Manusia dengan cara keberadaannya sekaligus membedakan

secara nyata dengan mahluk yang lain. Dalam kenyataan

mahluk yang berjalan diatas dua kaki, kemampuan berfikir

dan berfikir tersebut, yang menentukan manusia pada

hakekatnya. Manusia juga memiliki karya yang dihasilkan

sehingga berbeda dengan mahluk yang lain. Manusia dalam

karyanya dapat dilihat dalam setting sejarah, setting psikologis

situasi emosional dan intelektual yang melatarbelakangi

karyanya. Dari karya yang dibuat manusia tersebut menjadi-

kan ia sebagai mahluk yang menciptakan sejarah. Manusia

juga dapat dilihat dari sisi dalam pendekatan teologis, dalam

pandangan ini melengkapi dari pandangan yang sesudahnya

dengan melengkapi sisi transendensi dikarenakan pemahaman

lebih bersifat fundamental. Pengetahuan pencipta tentang

ciptaannya jauh lebih lengkap dari pada pengetahuan ciptaan

tentang dirinya. (Musa Asy’ari, Filsafat Islam, 1999).

Berbicara tentang manusia maka yang tergambar dalam

fikiran adalah berbagai macam persfektif, ada yang mengata-

Page 17: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

3

Manusia dalam Persfektif Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

kan manusia adalah hewan rasional (animal rational) dan

pendapat ini dinyakini oleh para filosof. Sedangkan yang lain

menilai manusia sebagai animal simbolik adalah pernyatakan

tersebut dikarenakan manusia mengkomunikasi-kan bahasa

melalui simbol-simbol dan manusia menafsirkan simbol-

simbol tersebut. Ada yang lain menilai tentang manusia

adalah sebagai homo feber dimana manusia adalah hewan

yang melakukan pekerjaan dan dapat gila terhadap kerja.

Manusia memang sebagai mahluk yang aneh dikarena-kan

disatu pihak ia merupakan “mahluk alami”, seperti binatang ia

memerlukan alam untuk hidup. Dipihak lain ia berhadapan

dengan alam sebagai sesuatu yang asing ia harus menyesuai-

kan alam sesuai dengan kebutuh-kebutuhannya. Manusia

dapat disebut sebagai homo sapiens, manusia bersikap arif

karena memiliki akal budi dan mengungguli mahluk yang

lain. Manusia juga dikatakan sebagai homo faber hal tersebut

dikarenakan manusia tukang yang menggunakan alat-alat

dan menciptakannya. Salah satu bagian yang lain manusia

juga disebut sebagai homo ludens (mahluk yang senang

bermain). Manusia dalam bermaian memiliki ciri khasnya

dalam suatu kebudayaan bersifat fun yang merupakan

kombinasi lucu dan menyenangkan. Permainan dalam

sejarahnya juga digunakan untuk memikat dewa-dewa dan

bahkan ada suatu kebudayaan yang menganggap permainan

sebagai ritus suci. (K. Bertens, Panorama Filsafat Modern,

2005)

Marx menunjukan perbedaan antara manusia dengan

binatang tentang kebutuhannya, binatang langsung menyatu

dengan kegiatan hidupnya. Sedangkan manusia membuat

kerja hidupnya menjadi objek kehendak dan kesadarannya.

4

Manusia dalam Persfektif Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Binatang berproduksi hanya apa yang ia butuhkan secara

langsung bagi dirinya dan keturunnya, sedangkan manusia

berproduksi secara universal bebas dari kebutuhan fisik, ia

baru produksi dari yang sesungguhnya dalam kebebasan dari

kebutuhannya. Manusia berhadapan bebas dari produknya

dan binatang berproduksi menurut ukuran dan kebutuhan

jenis produksinya, manusia berproduksi mnurut berbagai jenis

dan ukuran dengan objek yang inheren, dikarenakan manusia

berproduksi menurut hukum-hukum keindahan. Manusia

dalam bekerja secara bebas dan universal, bebas dapat bekerja

meskipun tidak merasakan kebutuhan langsung, universal

dikarenakan ia dapat memakai beberapa cara untuk tujuan

yang sama. Dipihak yang lain ia dapat menghadapi alam tidak

hanya dalam kerangka salah satu kebutuhan. Oleh sebab itu

menurut Marx manusianya terbuka pada nilai-nilai estetik

dan hakekat perbedaan manusia dengan binatang adalah

menunjukan hakekat bebas dan universal. (Franz Magnis

Suseno, Pemikiran Karl Marx, 1999).

Antropologi adalah merupakan salah satu dari cabang

filsafat yang mempersoalkan tentang hakekat manusia dan

sepanjang sejarahnya manusia selalu mempertanyakan

tentang dirinya, apakah ia sedang sendirian, yang kemudian

menjadi perenungan tentang kegelisahan dirinya, ataukah ia

sedang dalam dinamika masyarakat dengan mempertanyakan

tentang makna hidupnya ditengah dinamika perubahan yang

kompleks, dan apakah makna keberadaannya ditengah

kompleksitas perubahan itu? Pertanyaan tentang hakekat

manusia merupakan pertanyaan kuno seumur keberadaan

manusia dimuka bumi. Dalam jawaban tentang manusia tidak

pernah akan selesai dikarenakan realitas dalam kehidupan

Page 18: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

5

Manusia dalam Persfektif Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

manusia selalu baru, meskipun dalam subtansinya tidak

berubah. (Musa Asy’ari, Filsafat Islam, 1999)

Manusia menurut Paulo Freire merupakan satu-satunya

mahluk yang memiliki hubungan dengan dunia. Manusia

berbeda dengan hewan yang tidak memiliki sejarah, dan

hidup dalam masa kini yang kekal, mempunyai kontak tidak

kritis dengan dunia, yang hanya berada dalam dunia. Manusia

dibedakan dari hewan dikarenakan kemampuannya untuk

melakukan refleksi (termasuk operasi-operasi intensionalitas,

keterarahan, temporaritas dan transendensi) yang menjadikan

mahluk berelasi dikarenakan kapasitasnya untuk meyampai-

kan hubungan dengan dunia. Tindakan dan kesadaran

manusia bersifat historis manusia membuat hubungan dengan

dunianya bersifat epokal, yang menunjukan disini ber-

hubungan disana, sekarang berhubungan masa lalu dan ber-

hubungan dengan masa depan. manusia menciptakan sejarah

juga sebaliknya manusia diciptakan oleh sejarah. (Denis

Collin, Paulo Freire Kehidupan, Karya dan Pemikirannya,

2002).

Hakekat manusia selalu berkaitan dengan unsur pokok

yang membentuknya, seperti dalam pandangan monoteisme,

mencari unsur pokok dan yang menentukan adalah hal

bersifat tunggal, yakni materi dalam pandangan materialisme,

atau unsur rohani dalam pandangan spritualisme, dan

dualisme yang memiliki pandangan dalam menetapkan

adanya dua unsur pokok sekaligus yang keduanya tidak saling

menafikan yaitu materi dan rohani. Pandangan pluralisme

yang menetapkan adanya berbagai unsur pokok pada dasarnya

mencerminkan unsur yang ada dalam macro cosmos atau

pandangan mono dualis yang menetapkan manusia pada ke-

6

Manusia dalam Persfektif Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

satuannya dua unsur, ataukah mono pluralism yang meletak-

kan hakekat pada kesatuan semua unsur yang membentuk-

nya. Manusia secara individu tidak pernah menciptakan diri-

nya, akan tetapi bukan berarti bahwa ia tidak dapat menentu-

kan jalan hidup setelah kelahirannya dan eksistensinya dalam

kehidupan dunia ini untuk mencapai kedewasaan, dan semua

kenyataan itu akan memberikan andil atas jawaban mengenai

pertanyaan hakekat, kedudukan, dan perannya dalam

kehidupan yang ia hadapi. (Musa Asy’ari, Filsafat Islam, 1999)

B. Hakekat Manusia

Kata yang berkaitan dengan manusia dalam al Qur’an

paling tidak ada tiga macam. Pertama, menggunakan huruf

alim, nun dan sin seperti insan, ins, nas, dan unas. Kedua,

menggunakan kata basyar. Dan ketiga, menggunakan kata

Bani Adam dan zuriyat Adam. Selanjutnya pengungkapan

kata manusia lebih menggunakan kata basyar dan insan. Kata

basyar terambil dari akar kata yang pada mulanya menampak-

kan sesuatu yang baik dan indah. Kata basyar juga menunjuk-

an suatu proses tentang kejadian manusia sampai tahap

kedewasaan. Selanjutnya kata insan merupakan penunjukan

tentang seluruh totalitas manusia seperti jiwa, dan raga

manusia yang berbeda satu dengan yang lain. (H.A. Sholeh

Dimyati, Tinjauan Al Qur’an dan Ilmu Pengetahuan tantang

Manusia).

Penggambaran manusia juga tertuang dalam sebuah

perkatan Nabi yang berisi tentang hati untuk mengungkapkan

kondisi manusia;

Page 19: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

7

Manusia dalam Persfektif Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

“Dalam tubuh manusia ada sebuah segumpal daging apabiladaging itu rusak maka rusaklah seluruh tubuh manusia, taukahapakah segumpal daging itu?Segumpal daging itu adalah hati.”

Melihat hadist tersebut hati merupakan bagian yang

fundamental dari manusia. Dalam tradisi kaum sufi hati

merupakan yang penting dalam memgambarkan perjalanan

spiritual dan organ yang memendam misteri-misteri Ilahi.

Hati berjalan langsung dalam pengembaraan menuju kesem-

purnaan batin. Kaum sufi mempercayai di dalam hati terdapat

realitas dari dunia yang tak berbentuk dan kesatuan wujud.

Hal tersebut dikarenakan ketika manusia berdialog dengan

Tuhan terjadi di dalam hatinya dan hatinya pun dapat

menyaksikan serta merasakan kehadiran Tuhan. (Sara Sviri,

Demikianlah Kaum Sufi Berbicara). Hati manusia dalam

ajaran agama Islam diidentikan dengan seperangkat penge-

tahuan dan bukan seperangkat emosi, kadang-kadang

digambarkan barzakh (tanah-genting). Hati juga memisahkan

dan sekaligus menyatukan “dua lautan“ yang bersifat Illahiah

ataupun yang bersifat duniawi. (Charles Le Gai Eaton,

Manusia, dalam Sayyed Hussein Nasr, Ensiklopedi Tematis

Spiritualitas Islam).

Masalah manusia adalah terpenting dari semua masalah

yang ada dalam kehidupan ini. Begitupula dengan peradaban

hari ini pun didasarkan atas humanisme, martabat manusia

serta pemujaan terhadap manusia. Ada pendapat bahwa

agama telah menghancurkan kepribadian manusia serta telah

memaksa mengorbankan dirinya demi Tuhan. Agama telah

memaksa ketika berhadapan dengan kehendak Tuhan maka

manusia tidak berkuasa. (Ali Syariati, Paradigma Kaum

Tertindas, 2001). Muhammad Iqbal memandang manusia

8

Manusia dalam Persfektif Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dengan ego, sedangkan ego memiliki sifat bebas unifed dan

immortal dengan dapat diketahui secara pasti tidak sekedar

pengandaian logis. Pendapat yang dikemukakan oleh

Muhammad Iqbal tentang ego ini dapat membantah tesis yang

dikemukanakn oleh Kant. Kant berpendapat bahwa diri bebas

dan immortal tidak ditemukan dalam pengalaman konkrit

namun secara logis harus dapat dijadikan postulas bagi

kepentingan moral. Hal ini dikarenakan, moral manusia tidak

masuk akal bila kehidupan manusia yang tidak bebas dan

tidak kelanjutan kehidupannya setelah mati. (Donny Grahal

Adian, Matinya Metafisika Barat, 2001)

Menurut Muhammad Iqbal bahwa ego terbagi menjadi

tiga macam; pantheisme, empirisme dan rasionalisme.

Pantheisme memandang ego manusia sebagai non eksistensi

dimana eksistensi sebenarnya adalah ego absolut. Muhammad

Iqbal menolak pendangan ego yang bersifat pantheisme

dikarenakan ego manusia adalah nyata, hal tersebut diketahui

dengan manusia berfikir dan manusia bertindak membukti-

kan bahwa aku ada. Empirisme memandang ego sebagai poros

pengalaman-pengalaman yang silih berganti dan sekedar

penanaman yang ril adalah pengalaman. Benak manusia

dalam pandangan ini adalah ibarat panggung sandiwara, bagai

pengalaman yang silih berganti. Muhammad Iqbal menolak

empirisme jika orang yang tidak dapat menyangkal

pengalaman dan tentang yang menyatukan pengalaman dalam

kehidupan. Muhammad Iqbal juga tidak sependapat dengan

rasionalisme, dikarenkan ego yang diperoleh melalui penalar-

an dubium methodicum (semuanya bisa diragukan kecuali

aku sedang ragu-ragu karena meragukan berarti mem-

pertegas keberadaannya). Ego dalam pengertian Muhammad

Page 20: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

9

Manusia dalam Persfektif Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Iqbal adalah bebas, terpusat, dapat diketahui dengan

menggunakan intuisi. Muhammad Iqbal menggambarkan

aktivitas ego pada esensinya adalah berupa aktivitas

kehendak. Baginya hidup adalah kehendak kreatif yang

bergerak pada satu arah. Kehendak itu harus memiliki tujuan

agar tidak sirna. Tujuan tersebut tidak ditetapakan oleh

hukum-hukum sejarah dan takdir dikarenakan manusia

berkehendak bebas dan kreatif. (Donny Grahal Adian,

Matinya Metafisika Barat, 2001)

Manusia merupakan mahluk yang paling menakjubkan.

Jantung manusia memompa 4,5 liter darah setiap menit

hidupnya. Tubuh manusia mengandung 2,5 milyar sel darah

merah, dan 2,5 milyar sel darah putih, yang berfungsi sebagai

bagian yang terpenting dalam kekebalan tubuh. Otaknya

terdiri dari 3 pon benda seperti adonan berwarna putih dan

keabu-abuan dan milyaran komponen yang bekerja. Dalam

sekejap otak dapat melakukan ribuan komunikasi yang saling

terhubung. (Muhammad Chirzin, Al-Quran dan Eksistensi

Manusia, 2008).

Hakekat manusia harus dilihat pada tahapannya yakni

nafs, keakuan, diri, ego. Pada tahap ini semua unsur mem-

bentuk kesatuan diri yang aktual, kekinian dinamik, dan

aktualisasi kekinian yang dinamik berada dalam perbuatan

dan amalnya. Secara subtansial dan moral manusia lebih jelek

dari pada iblis, tetapi secara konseptual manusia lebih baik

karena manusia memiliki kemampuan kreatif. Tahapan nafs

hakekat manusia ditentukan oleh amal, karya dan perbuatan-

nya, sedangkan pada ketauhidan hakekat dan fungsi manusia

sebagai ‘adb dan khalifah. Kesatuan aktualisasi sebagai

kesatuan jasad dan ruh yang membentuk tahapan nafs secara

10

Manusia dalam Persfektif Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

aktual. (Musa Asy’ari, Filsafat Islam, 1999). Penggabungan

nafs yang aktual ini menjadikan manusia berkembang

sehingga mewujudkan manusia yang “ideal”, berpusat pada

yang menciptakan-Nya. Usaha yang dilakukan oleh manusia

dalam tahapan tersebut merupakan suatu hal yang biasa,

dikarenakan semua itu pernah dilakukan oleh orang-orang

sufi untuk mencapai harmonisasi dan keselarasan dengan

alam.

Bagi Freire dalam memahami hakekat manusia dan

kesadarannya tidak dapat dilepaskan dengan dunianya. Dunia

bagi manusia adalah bersifat tersendiri, dikarenakan manusia

dapat mempersepsikan kenyataan di luar maupun keberadaan

di dalam dirinya dan hubungan ini bersifat unik. Status unik

manusia dengan dunia dikarenakan manusia dalam kapasitas-

nya dapat mengetahui. Mengetahui merupakan tindakan yang

mencerminkan orientasi manusia terhadap dunia. Dari sini

memunculkan kesadaran atau tindakan autentik, dikarenakan

kesadaran merupakan penjelasan eksistensi manusia didunia.

Orientasi dunia yang terpusat oleh refleksi kritis serta

kemampuan pemikiran adalah proses mengetahui dan

memahami. Dari sini manusia sebagai suatu proses dan ia

adalah mahluk sejarah yang terikat dalam ruang dan waktu.

Manusia memiliki kemampuan dan harus bangkit terlibat

dalam proses sejarah dengan cara untuk menjadi lebih. (Siti

Murtiningsih, Pendidikan sebagai Alat Perlawanan, 2004).

Proses penciptaan manusia merupakan suatu kejadian

yang terkecil dari apa yang diciptakan oleh Tuhan. Manusia

terbuat dari tanah liat, atau Lumpur, kemudian ditiupkan oleh

Allah roh-Nya, lalu diciptakan indera pendengaran, peng-

lihatan dan hati. Manusia juga diminta untuk merenungkan

Page 21: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

11

Manusia dalam Persfektif Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dirinya yang bgitu remeh. Bahan yang membentuknya

hanyalah segumpal tanah atau tanah liat. Kemudian datang

kehidupan dan reproduksi kehidupan manusia melalui sperma

(air mani), yang merupakan sari pati tiap bagian tubuh laki-

laki. Cairan tersebut merupakan sel-sel hidup yang terbentuk

dari sari pati asal usul kehidupan nenek moyang. Ovum atau

telur betina dibuahi oleh sperma jantan maka terbentuklah

suatu kehidupan pribadi yang berwujud, dan berangsur-

angsur membentuk rupa. Anggota badan terbentuk, kehidup-

an hewani mulai berfungsi dan semua adaptasi yang indah

lahir. Setelah itu roh Tuhan ditiupkan kepadanya. Kemudian

ia terangkat lebih tinggi dari pada hewan dan sebagai seorang

manusia ia memperoleh kecerdasan yang lebih tinggi dan

kemampan untuk mendengarkan ajaran Allah, penglihatan

batin, serta hati nurani yang memahami kehidupan batin.

(Muhammad Chirzin, Al-Quran dan Eksistensi Manusia,

2008).

Dalam ayat al Qur’an membincangkan asal usul manusia

sebagai wujud yang hidup, al Qur’an menggunakan perkataan

basyar atau insan bukan Adam yang disediakannya bagi

manusia sebagai khalifah Tuhan di dunia. Penggunaan Adam

dalam menjelaskan eksistensi manusia yang ada di qur’an

merupakan sebuah konsep, dari pada sebuah manusia yang

nyata. (Muhammad Iqbal, Pembangunan Kembali Alam

Pemikiran Islam, 1978)

Manusia dalam konsep Al-Quran mengunakan kensep

filosofis, seperti halnya dalam proses kejadian Adam

mengunakan bahasa metaforis filosofis yang penuh makna

dan simbol. Kejadian manusia yakni esensi kodrat ruhaniah

12

Manusia dalam Persfektif Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dan atributnya, sebagaimana dilukiskan dalam kisah Adam

dapat diredusir menjadi rumus;

Ruh Tuhan + Lempung Busuk Manusia

Ruh Tuhan dan lempung busuk merupakan dua simbol

individu. Secara aktual manusia tidak diciptakan dari lempung

busuk (huma’in masnun) ataupun ruh Tuhan. Karena kedua

istilah itu harus bermakna simbolis. “Lempung busuk”

merupakan simbol kerendahan stagnasi dan pasifitas mutlak.

Ruh Tuhan merupakan simbol dari gerak tanpa henti kearah

kesempurnaan dan kemuliaan yang tak terbatas. Pernyataan

al Quran bahwa manusia merupakan gabungan ruh Tuhan

dan lempung busuk. (‘Ali Syariati, Paradigma Kaum

Tertindas, 2001).

Roh merupakan sumber perbedaan antara lumpur

dengan manusia, energi yang sangat menakjubkan dan

kekuatan relatif yang tak terbatas. Energi ini tidakhanya

terbatas pada adam, tetapi ada dalam setiap manusia sejak

awal penciptaan manusia. (Muhammad Chirzin, Al-Quran

dan Eksistensi Manusia, 2008). Manusia adalah suatu

kehendak bebas dan bertanggungjawab menempati suatu

stasiun antara dua kutub yang berlawanan yakni Allah dan

syaitan. Gabungan tersebut menjadikan manusia bersifat

dialektis. Hal ini yang menjadikan manusia sebagai realitas

dialektis. Dari dialektika tersebut menjadikan manusia ber-

kehendak bebas mampu menentukan nasibnya sendiri dan

bertanggungjawab. Manusia yang ideal menurut ‘Ali Syariati

adalah manusia yang telah mendialektikakan ruh tuhan

Page 22: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

13

Manusia dalam Persfektif Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dengan lempung dan yang dominan dalam dirinya adalah ruh

Tuhan. (‘Ali Syariati, Paradigma Kaum Tertindas, 2001).

Manusia juga diberikan anugerah berupa kemampuan

otak yang sangat dahsyat dalam pengungkapan kebenaran.

Disamping itu, Tuhan memberikan sarana berupa wahyu,

melalui orang-orang yang kedudukan rohaninya sangat tinggi.

Kalau manusia bersyukur dia akan menerima bimbingan atau

petunjuk tersebut menjadi orang-orang yang beriman dan

bersama-sama menjadi orang-orang yang mendapatkan

kebahagiaan. Kalau tidak, dia mengingkari tujuannya,

merantai dirinya sendiri, jadi kehilangan kebebasannya dan

membebani diri dalam dosa. (Muhammad Chirzin, Al-Quran

dan Eksistensi Manusia, 2008)

Manusia merupakan mahluk unik yang menjadi salah

satu kajian filsafat, bahkan dengan mengkaji manusia yang

merupakan mikro kosmos. Dalam pembagian filsafat materi

terbagi menjadi dua macam, esensi dan eksistensi. Demikian

halnya manusia sebagai materi yang terdiri atas esensi dan

eksistensi menjadikan manusia ada dalam muka bumi. Esensi

dan eksistensi berjalan secara bersamaan dan dalam

perjalanannya ada yang mendahulukan esensi dan juga

eksistensi. Manusia yang menjalankan esensi menjadikan ia

bersifat tidak bergerak dan menuju lebih dalam, tanpa

melakukan aktualisasi. Begitu pula manusia yang menjalankan

eksistensi tanpa melihat esensi maka yang terjadi ia hanya ada

tetapi tidak dapat mengada. Seperti yang telah dikemukakan

oleh ‘Ali Syariati bahwa esensi manusia merupakan dialektika

antara ruh Tuhan dengan lempung, dari dialektika tersebut

menjadikan manusia ada dalam mengada. Proses mengadanya

manusia merupakan refleksi kritis terhadap manusia dan

14

Manusia dalam Persfektif Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

realitas sekitar. Sebagaimana perkataan bijak yang dilontarkan

oleh Socrates bahwa hidup yang tak direfleksikan tak pantas

untuk dijalanani. Refleksi tersebut menjadikan manusia dapat

memahami diri sendiri, realitas alam dan Tuhan. Manusia

yang memahami tentang dirinya sendiri maka ia akan

memahami Penciptanya. Proses pemahaman diri dengan

pencipta menjadikan manusia berproses menuju kesempurna-

an. Proses pemahaman diri dengan refleksi kritis, agama dan

realitas, hal tersebut menjadikan manusia insan kamil atau

manusia sempurna.

Bagan Esensi dan Eksistensi Manusia

NoEksistensimanusia

Esensi KesadaranFitrah

(Basic Human Drives)

Basic HumanValues

(Basic IslamicValues)

KebutuhanDasar (Basic

HumanNeeds)

1 Al Insan Rasa ingin tahu Intelektual Intelektual

2 Al BasyarRasa lapar, haus,dingin

Biologis Biologis

3 AbdullahSarat ingin berterimakasih dan bersyukurkepada Tuhan

Spiritual Spiritual

4 An-NasRasa tahan sendiri danmenderita dalamkesepian

Sosial Sosial

5Khalifah filardhi

Butuh keamanan,ketertiban, kedamaian,kemakmuran, keadilandan keindahanlingkungan

Estetika Estetika

Manusia yang melakukan refleksi menyadari bahwa ia

mahluk yang berdimensional dan bersifat unik. Manusia

Page 23: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

15

Manusia dalam Persfektif Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

menjadikan ia yang bertanggungjawab pada eksistensinya

yang berbagai macam dimensi tersebut. Manusia dalam

eksistensinya sebagai al insan, al basyar, ‘abdullah, annas, dan

khalifah, dikarenakan potensi yang berada dalam diri manusia

seperti intelektual, biologis, spiritual, sosial dan estetika. Sifat

dari manusia tersebut adalah mahluk yang bebas berkreatif

dan mahluk bersejarah dengan diliputi oleh nilai-nilai

transendensi yang selalu menuju kesempurnaan. Hal tersebut

menjadikan manusia yang memiliki sifat dan karaktersistik

profetik. Pembebasan yang dilakukan oleh manusia adalah

pembebasan manusia dari korban penindasan sosialnya dan

pembebasan dari alienasi antara eksistensi dan esensinya

sehingga manusia menjadi diri sendiri, tidak menjadi budak

orang lain. Manusia yang bereksistensi sebagai khalifah fil

ardh menjadikan ia sebagai mahluk pengganti Tuhan dan

menjalankan tugas Tuhan dalam memakmurkan bumi dalam

rangka beribadah pada-Nya.

C. Kedudukan dan Peran Manusia

Ketahuilah bahwa Allah telah memililih beberapa

manusia sebagai seorang yang memberi kabar kepada manusia

yang lain. Allah memuliakan mereka dengan mendapatkan

firman-Nya dan mereka mampu untuk mengetahui-Nya.

Mereka merupakan media penghubung Allah dengan hamba-

Nya, mereka merupakan hamba Allah yang terbaik dan

menggerakkan hatinya untuk mencari pentujuk sendiri

tentang kebenaran dan mereka menyelamatkan manusia yang

lain dari kesesatan serta memberikan petunjuk pada

keselamatan. (Ibnu Khaldun, Muqaddimah).

16

Manusia dalam Persfektif Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Pengungkapan surga yang terjadi pada nabi adam adalah

suatu yang sederhana. Hal tersebut, dikatakan oleh

Muhammad Iqbal sebagai berikut; bahwa jannah dalam al

Qur’an merupakan suatu gagasan keadaan primitif dimana

manusia praktis tidak ada hubungannya dengan lingkungan

dan sebagai akibat dari tiada merasakan desakan dari

kebutuhan manusia yang kelahirannya merupakan suatu

tanda-tanda dari kebudayaan umat manusia. (Muhammad

Iqbal, Pembangunan Kembali Alam Pemikiran Islam, 1978).

Hal ini juga dijelaskan dalam surat at Thoha;

Tidak kan lapar padanya dan tidak akan telanjang … dan tidakakan dahaga dan tidak akan merasakan panas.(QS. Thoha;118-119)

Proses kejatuhan Adam tidak ada hubungannya dengan

munculnya manusia pertama kali di bumi, tetapi tujuannya

adalah untuk menunjukan kebangkitan manusia dari

kedudukan nafsu instingtifnya yang sederhana kepada pilihan

sadar dari sesuatu diri yang bebas, yang sanggup curiga dan

melawan. Kejatuhan tersebut bukanlah kehilangan moral

tetapi merupakan peralihan kesadaran yang sederhana

menuju cahaya pertama dari kesadaran diri, seperti sadar dari

mimpi dan sadar tentang sebab musabab mengenai dirinya

sendiri. Bahkan dalam al Qur’an digambarkan bumi bukanlah

sebagai ruang siksa yang memenjarakan manusia dari dosa

asal. Sikap tidak patuh yang pertama merupakan untuk

memilih secara merdeka, oleh karena itu pelanggaran pertama

dalam hal tersebut dimaafkan. Kebaikan bukanlah soal

paksaan tetapi penyerahan secara bebas dari diri untuk

Page 24: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

17

Manusia dalam Persfektif Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

sebaik-baiknya moral. Kemerdekaan merupakan syarat

kebaikan. Kemerdekaan untuk memilih yang baik mengan-

dung juga kemerdekaan untuk memilih yang tidak baik.

Tuhan telah mengambil resiko dengan menunjukan keper-

cayaan kepada manusia dan sekarang bagi kita adalah menjaga

kepercayaan tersebut. (Muhammad Iqbal, Pembangunan

Kembali Alam Pemikiran Islam, 1978). Hal ini, juga dijelas-

kan dalam surat at-Tin tentang kedudukan mulia dan

kejatuhan derajat manusia kecuali orang yang beriman dan

melakukan amal kebaikan.

Pengungkapan manusia paripurna yakni Adam ter-

maktub dalam Al Qur’an yang layak sebagai pemimpin umat.

Adam mengatur keperluan pokok umatnya yakni air,

sandang, papan. Kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan

manusia sepanjang masa. Jika kebutuhan itu terpenuhi secara

adil maka yang akan terjadia adalah kentenraman dan hidup

yang lebih damai. (H.A. Sholeh Dimyati, Tinjauan Al Qur’an

dan Ilmu Pengetahuan tantang Manusia). Manusia sebagai

mahluk yang berdimensional memiliki peran dan kedudukan

yang sangat mulia. Tetapi sebelum membahas tentang peran

dan kedudukan, pengulangan kembali tentang esensi dan

eksistensi manusia. Manusia yang memiliki eksistensi dalam

hidupnya sebagai abdullah, an-nas, al insan, al basyar dan

khalifah. Kedudukan dan peran manusia adalah memerankan

ia dalam kelima eksistensi tersebut. Manusia ditetapkan

sebagai khalifah yang berarti sebagai pengganti generasi

sebelumnya ataupun seorang nabi dan penerus misi

sebelumnya. Misalkan sebagai khalifah dimuka bumi sebagai

pengganti Tuhan, manusia disini harus bersentuhan dengan

sejarah dan membuat sejarah dengan mengembangkan esensi

18

Manusia dalam Persfektif Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

ingin tahu, menjadikan ia bersifat kreatif dan dengan

disemangati nilai-nilai transendensi.

Islam memandang manusia sebagai khalifah Tuhan di

bumi dan sebagai proyeksi dimensi vertikal kedalam tataran

horizontal. Hal tersebut dikarenakan manusia yang memiliki

akal mengetahui realitasnya sendiri dan menjadi salah satu

manifestasinya. Ia dapat bangkit melampaui egonya yang

bersifat duniawi dan kontigen. Kemampuannya yang dimiliki-

nya tersebut dapat berdialog dengan Tuhan. Manusia merupa-

kan cerminan yang didalamnya terpantul nama dan sifat-sifat

Allah yang dihadapan-Nya berdiri tegak dan untuk selama-

lamanya. (Charles Le Gai Eaton, Manusia, dalam Sayyed

Hussein Nasr, Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam)

Manusia dengan Tuhan memiliki kedudukan sebagai

hamba, yang memiliki inspirasi nilai-nilai ke-Tuhan-an

tertanam sebagai penganti Tuhan di muka bumi. Manusia

dengan manusia yang lain memiliki korelasi yang seimbang

dan saling berkerjasama dalam rangka memakmurkan bumi.

Manusia berkedudukan sebagai wakil Tuhan di muka bumi

yang dapat terdiri atas dua macam yakni perwujudan dari

sulthan sebagai kepala negara dan fungsi manusia di muka

bumi sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna. (M.

Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al Qur’an; Tafsir Sosial Ber-

dasarkan Konsep-Konsep Kunci). Khalifah yang dimaksud

merupakan kekuasaan oleh Tuhan untuk memakmurkan

bumi dalam rangka ibadah kepada Allah. Pemberian khalifah

ini dikarenakan potensi yang mengaktual pada manusia

dijalankan secara selaras dan seimbang.

Manusia dengan alam sekitar merupakan sarana untuk

meningkatkan pengetahuan dan rasa syukur kita terhadap

Page 25: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

19

Manusia dalam Persfektif Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Tuhan dan bertugas menjadikan alam sebagai subjek dalam

rangka mendekatkan diri kepada-Nya. Manusia yang

memegang amanah sebagai khalifah dalam melakukan

keputusan dan tindakannya sesuai dengan maqasid asy-

syari’ah, yang merupakan tujuan utama diciptanya sebuah

hukum atau nilai esensi dari hukum, dimana harus menjaga

agama, jiwa, keturunan, harta, akal dan, ekologi. Tindakan

manusia yang sesuai dengan aturan tersebut menentukan

terciptanya kemakmuran dunia.

D. Tujuan Hidup Manusia dalam Ikatan

Manusia dalam perkembangan kebutuhan menurut

Abraham Maslow berada pada piramida yang tertinggi yakni

kebutuhan yang bersifat abstrak pada dunia spiritual dan

religiusitas. Sedangkan pada tingkatan yang paling bawah

manusia memenuhi kebutuhan dengan makan dan minum

untuk memuaskan kebutuhan biologisnya. Setelah kebutuhan

biologis terpenuhi maka secara langsung meningkat pada

kebutuhan yang berikutnya yakni kebutuhan akan kasih

sayang, ketentraman, dan rasa aman. Jika kebutuhan itu

terpenuhi maka yang diinginkan adalah mengaktualisasikan

diri agar dapat berkembang. (Jalaluddin Rakhmat, Madrasah

Ruhani; Berguru pada Ilahi di Bulan Suci). Pengungkapan

kebutuhan yang telah diuraikan oleh Abraham Maslow

tersebut bertujuan pada peningkatan kebutuhan yang bersifat

transenden dalam mengharapkan perjumpaan dengan sang

pencipta.

Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu denganhati yang puas lagi diridhai-Nya, Maka masuklah ke dalamjama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.(Q.S Al Fajr 27-30)

20

Manusia dalam Persfektif Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Jiwa yang tenang merupakan perkembangan spiritual

yang tertinggi dan konsep tersebut dekat dan dikembangkan

oleh kaum sufi. Ketika melihat manusia maka esensinya

merupakan jiwanya, hal tersebut dikarenakan jiwa yang

mencerminkan perbuatan. Misalkan seorang dikatakan kikir

karena jiwanya yang kikir. (M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi

Al Qur’an; Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci).

Jiwa yang tenang merupakan cita-cita yang dimiliki oleh

manusia sebagai hamba yakni kembali pada Tuhan dengan

ridha-Nya. Proses kembalinya jiwa yang tenang ini merupa-

kan suatu konsep menyatunya mahluk dengan pencipta-Nya,

yang dapat kita lihat pada diri nabi dan para sufi.

Pada hakikatnya tujuan manusia dalam menjalankan

kehidupannya mencapai perjumpaan kembali dengan

Pencipta-Nya. Perjumpaan kembali tersebut seperti kembali-

nya air hujan ke laut. Kembalinya manusia sesuai dengan

asalnya sebagaimana dalam dimensi manusia yang berasal dari

Pencipta maka ia kembali kepada Tuhan sesuai dengan

bentuknya, misalkan dalam bentuk imateri maka kembali

kepada pencinta dalam bentuk imateri sedangkan unsur

materi yang berada dalam diri manusia akan kembali kepada

materi yang membentuk jasad manusia. Nafs yang dimiliki

manusia merupakan nafs yang terbatas dan akan kembali

bersama nafs yang mutlak dan tak terbatas, kembalinya nafs

manusia melalui ketauhidan antara iman dan amal.

Pertemuan nafs manusia dengan nafs Tuhan merupakan

perjumpaan dinamis yang sarat muatan kreatifitas dalam

dimensi spiritualitas. Kerjasama kreatifitas Tuhan dengan

manusia dan melalui keratifitasnya, manusia menaiki tangga

Page 26: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

21

Manusia dalam Persfektif Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

mi'raj memasuki cahaya-Nya yang merupakan cahaya

kreatifitas abadi. (Musa Asy’ari, Filsafat Islam, 1999)

Proses bertemunya nafs manusia dengan Tuhan dalam

kondisi spiritual tercapai jika manusai berusaha membersih-

kan diri dari sifat yang buruk. Perjumpaan nafs tersebut dapat

dilihat pada sufi yang memunculkan berbagai macam ekspresi

dalam perjumpaannya. Sebagaimana yang terjadi pada al

Halaj, Yazid al Bustami, Rabiah al Adawiyah dan yang lain,

mereka memiliki ekspreasi dan kelakuan yang berbeda ketika

merasakan bertemunya dengan Pencipta. Tetapi dari sini

manusia mendaki tangga mi'raj menuju nafs Tuhan dengan

cinta dan karena cinta pula terbentuknya alam serta manusia.

Setelah menyatunya manusia dalam dimensi spiritual dengan

Pencipta, lantas tak memperdulikan yang lain, dengan

menyatu terus dengan pencipta. Tetapi manusia setelah

menyatu, memahami cinta pada Pencita itu dimanifestasikan

untuk sesama manusia dan alam. Proses penebaran cinta

tersebut menjadikan manusia dapat bermanfaat pada yang

lain, menjadikan diri sebagai cerminan Tuhan dalam muka

bumi. Pencitraan Tuhan dalam diri manusia menjadikan ia

sebagai insan kamil dan dalam ajaran agama dapat menjadi

rahmat bagi yang lain baik sesama manusia ataupun alam.

Kita mengetahui bahwa proses akhir kehidupan setelah

di dunia adalah mengharapkan perjumpaan kembali dengan-

Nya. Proses perjumpaan kembali ini dapat terjadi sebelum dan

setelah kita meninggalkan dunia. Perjumpaan manusia

dengan Pencipta adalah akhir kehidupan dan pengharapan.

Tetapi, sekarang proses perjumpaan tersebut dapat dilakukan

sebelum orang tersebut tiada, hal ini terjadi pada peristiwa

isra’mi’raj nabi Muhammad dan masa ekstase orang sufi dalam

22

Manusia dalam Persfektif Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

beribadah. Perjumpaan tersebut sangat menyenangkan dan

menggairahkan dikarenakan hal itu merupakan tujuan akhir

manusia dalam kehidupannya.

Perjumpaan dengan Pencipta bagi orang yang ber-

kesadaran mistik merupakan tujuan akhir manusia kembali

pada kehadirat-Nya dalam keadaan tenang, sehingga menjadi-

kan manusia larut dengan ritual ibadah. Manusia lebih

memilih untuk terus menyatu pada-Nya (kepentingan

individu) tanpa berusaha kembali pada realitasnya (melaku-

kan perubahan sosial) dan bahkan cenderung melupakannya.

Hal tersebut akan berbeda dengan apa yang dilakukan oleh

nabi setalah berjumpa dengan Tuhan. Nabi lebih aktif dalam

melakukan perubahan sosial guna tercipta masyarakat yang

berkeadilan. Perjumpaan dengan Tuhan tersebut sebagai

sarana membangkitkan semangat untuk melakukan transfor-

masi yang berkeadilan dalam rangka meningkatkan kualitas

ibadah kepada Tuhan. Kesadaran tersebut merupakan

kesadaran kenabian sebagai manusia yang terlibat dalam

sejarah dan menentukan jalannya sejarah.

Manusia dalam pandangan ikatan adalah manusia

berkesadaran kenabian yang berupaya melakukan trans-

formasi sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh masing-

masing kader. Manusia ini mengaktualkan potensi yang ada

agar berubah menjadi eksistensi sehingga terlaksananya

kedudukan manusia sebagai khalifah yang bertugas memak-

murkan bumi dalam rangka meningkatkan ibadah pada

Tuhan. Pengaktualan tersebut menjadikan manusia ber-

karakter insan kamil yang memberikan kebahagiaan dan

peringatan terhadap sesama ataupun alam.

Page 27: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

23

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

B a g i a n

Menggali Makna IkatanInterpretasi Terhadap Simbol IMM

A. Prawacana Ikatan

Manusia dalam memandang kehidupan realitas sosial

merupakan cerminan dari kerangka pikir yang dibangun

berdasarkan dialektika diri, dengan lingkungannya. Dialektika

tersebut, melahirkan suatu kebudayaan yang beragam dalam

menyikapi alam atau realitas. Kebudayaan dalam kerangka

ini, secara sederhana terbagi menjadi dua macam yakni

manusia sebagai subjek sekaligus objek dari alam. Manusia

sebagai objek dari alam adalah sikap manusia yang kurang

dapat memanfaatkan alam secara maksimal tetapi menjadikan

alam sebagai sesuatu yang sakral sehingga yang dilakukan

oleh manusia untuk menjaga keamanannya dalam kehidupan.

Hal ini terjadi pada manusia yang hidup dengan pola sangat

sederhana, manusia belum menguasai teknologi dan ilmu

pengetahuan. Kejadian ini lebih dekat dengan masa primitif

atau zaman purba yang terjadi pada ribuan tahun yang lalu.

Manusia sebagai subjek dari alam atau realitas merupa-

kan suatu sikap kreatif, inovatif manusia yang sudah

mengenal ilmu pengetahuan dan teknologi. Penggunaan ilmu

pengetahuan tersebut sebagai sarana agar alam dapat diman-

faatkan untuk kepentingan hidup manusia. Sikap tersebut

tumbuh semenjak manusia mengenal ilmu pengetahuan yang

2

24

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

terkenal dengan era industri, terjadi di negara barat

khususnya Inggris pada awal abad 19. Dalam era tersebut alam

bukanlah suatu yang sakral dan suci lagi tetapi merupakan

suatu bahan yang dapat digunakan untuk menambah

kesejahteraan manusia.

Kemajuan teknologi yang begitu pesat di era sekarang

menimbulkan berbagai persoalan diantaranya ekologi, ketim-

pangan sosial dan kebudayaan. Persoalan tersebut, ada

dikarenakan sikap manusia yang kurang mampu melakukan

pengembangan diri sehingga tertinggal dengan yang lain.

Kurangnya pengembangan diri tersebut dikarenakan akses

dalam menggali potensi tidak dimaksimalkan. Kemajuan

teknologi terus mengalir menjadikan masyarakat yang

berkembang menjadi masyarakat post industri, dengan

kerangka pemikirannya lebih cenderung bersifat konsumer-

isme dari pada memproduksi. Hal ini, dikarenakan pola fikir,

serta budaya instan yang terjadi dalam masyarakat.

Melihat berbagai persoalan tersebut diatas, kelahiran

ikatan merupakan suatu keniscayaan. Keniscayaan ini, dapat

dilihat dalam sumbangsih ikatan pada proses kebangsaan,

digali dari doktrin yang merupakan simbol diri ikatan dalam

mengawal perubahan sosial. Simbol yang selama ini melekat

dalam ikatan merupakan ruh, serta paradigama gerakan dalam

menyikapi realitas sosial yang terjadi. Pengungkapan doktrin

adalah sebuah meta teori yang harus diturunkan menjadi

sebuah teori agar dapat dioperasionalkan dalam melakukan

transformasi sosial. Bentuk transformasi sosial yang dilakukan

oleh ikatan merupakan pengejawantahan dari paradigma yang

terbangun sejak awal berdirinya ikatan sampai sekarang.

Melihat pentingnya doktrin ikatan, mari kita lihat apa yang

Page 28: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

25

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

menjadi gerakan ikatan dalam melaksanakan tugas

kemanusiaan.

B. Tujuan Ikatan

Sebuah organisasi memiliki mimpi (angan-angan) dalam

mewujudkan apa yang dicita-citakan atau diidealkan. Peng-

gambaran cita-cita, merupakan tujuan akhir dari perjuangan

yang dilakukan oleh organisasi maupun akhir dari setiap

kader yang berada dalam sebuah organisasi. Tujuan merupa-

kan gambaran reflektif kolektif dari para pendirinya dalam

menyikapi realitas yang ada pada saat itu dan mimpi terhadap

realitas yang ideal di masa yang akan datang. Pengungkapan

realitas yang ideal itu bersifat abstrak dikarenakan manusia

yang berfikir kedepan hanya bisa memperlihatkan kondisi

ideal dan menyebutkan ciri-cirinya. Hal ini, dapat dilihat dari

semua tujuan baik Muhammadiyah ataupun pergerakan yang

lain. Penggambaran realitas yang ideal ini menjadi tujuan

dalam melakukan segala perjuangan baik yang dilakukan

secara kolektif dalam organisasi atapun seorang kader ikatan.

Pengungkapan kondisi yang ideal misalkan dalam gerakan

Marxian mengidealkan masyarakat tanpa kelas. Masyarakat

tanpa kelas yang diinginkan adalah kesetaraan dan tidak

adanya penindasan yang dilakukan oleh kelas borjuis kepada

kelas proletar. Gerakan yang dilakukan oleh aliran ini, lebih

bersifat struktural dan dilakukan dengan cara penghilangan

struktur kelas borjuis sebagai sumber penindasan.

Ikatan merupakan suatu ortom dari organisasi sosial

kemasyarakatan Muhammadiyah, maka yang dilakukan oleh

ikatan adalah mencerminkan dari Muhammadiyah itu sendiri.

Muhammadiyah dalam gerakannya menggambarkan kondisi

26

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

masyarakat yang ideal. Gambaran masyarakat ideal

Muhammadiyah ini tertuang dalam ideologi Muhammadiyah

pada Muqadimah AD dan ART. Tujuan didirikannya

Muhammadiyah sebagai “baldatun thayyibatun warabbun

ghafur”. Penggambaran ideal masyarakat dalam cita-cita

Muhammadiyah yakni masyarakat yang indah, bersih suci,

dan makmur dibawah perlindungan Tuhan Yang Maha

Pengampun. Masyarakat tersebut menurut Muhammadiyah

merupakan pengantar pada gerbang surga dengan keridhaan

Allah yang Maha Rahman dan Rahim. (AD dan ART

Muhammadiyah, Pimpinan Pusat Muhammadiyah).

Pengungkapan tujuan Muhammadiyah terlihat dalam

tujuan Ikatan serta bentuk perjuangan yang akan dilakukan

oleh ikatan. Sebagaimana tercantumkan dalam tujuan IMM

yang sesuai dengan AD IMM dalam Bab II pasal 6 adalah

“mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang ber-

akhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammad-

iyah”. Dari sini, tujuan ikatan merupakan cita-cita dari

personal kader dan organisasi secara kolektif menjadikan

spirit dalam diri untuk berproses dalam menjalankan

kehidupan serta jalannya roda organisasi. Ikatan sebagai

pionir Muhammadiyah dalam hal keilmuan, hal ini dikarena-

kan tujuan serta basis massa dalam ikatan merupakan masya-

rakat akademis yang berfikir rasional dan ilmiah.

Melihat dari tujuan serta harapan Muhammadiyah

terhadap ikatan bahwa yang dilakukan oleh ikatan adalah

gerakan ilmu amaliah dan amal ilmiah. Ikatan memiliki tugas

yang berat, dikarenakan ikatan sebagai proses dan eks-

perimentasi masyarakat ilmu sebagaimana dikatakan oleh

Kuntowijoyo sebagai masyarakat ilmu. Masyarakat ilmu

Page 29: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

27

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

mempunyai kerangka fikir yang bersifat ilmiah, rasional,

terbuka dan melakukan praksis kemanusiaan. Gerakan ilmu

dalam ikatan merupakan kewajiban berbasis disiplin keilmuan

kader bukan dalam nalar politis maupun ideologis. Gerakan

ikatan dalam bidang ilmu ini yang membedakan ikatan

dengan organ pergerakan yang lain serta ortom yang berada

di lingkungan Muhammadiyah. Latar belakang gerakan ikatan

dalam ilmu menjadikan pilihan sadar dimana basis dari kader

bergerak dalam dataran akademisi yang terbiasa dengan logika

ilmiah bukannya emosional. Gerakan ilmu yang dimiliki oleh

ikatan ini menjadikan tradisi serta etos dari suatu komunitas

yang membedakan dengan organ yang lain.

Gerakan ilmu ikatan yang tertanam dalam diri kader

merupakan tindakan praksis kemanusian didasarkan pada

basis keilmuan kader dalam upaya ibadah kepada Allah.

Pengejawantahan kata berakhlak mulia dipahami menjadi dua

macam, pertama, sebagai tindakan praksis, kedua, tindakan

transenden pada Tuhan. Tindakan praktis dikarenakan dalam

akhlak merupakan sikap yang terlihat serta terbaca oleh

manusia. Akhlak ini mencerminkan prilaku dari seseorang

dalam menyikapi berbagai macam persolan yang terjadi pada

realitas sosial. Bagitu pula, yang dilakukan oleh Ikatan

merupakan konsekuensi masyarakat ilmu yang bersifat praksis

kemanusiaan (amal ilmiah dan amal ilmiah). Selanjutnya,

tindakan yang dilakukan oleh kader ikatan maupun ikatan

secara organisatoris merupakan cerminan dari pengetahuan

yang berdialektika dengan agama, dalam rangka mening-

katkan ibadah kepada Allah

Melihat tujuan ikatan yang melahirkan gerakan ilmu,

konsep keilmuan yang dilmiliki oleh ikatan berbeda dengan

28

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

keilmuan Antonio Gramsci. Kerangka keilmuan ikatan secara

teori memiliki kedekatan dengan Gramsci tetapi yang

membeda-kannya adanya nilai transendental yang dimiliki

ikatan, merupakan pengejawantahan terhadap Islam. Jika

dilihat konsep ikatan ini, dekat dengan istilahnya Kunto-

wijoyo dengan Paradigma Profetik, ‘Ali Syari’ati dengan

Rausan Fikr serta Muhammad Iqbal dengan Eksistensialisme

Religius. Lontaran tersebut merupakan interpretasi yang

singkat dari tujuan IMM, terbentuknya akademisi Islam yang

berakhlak mulia.

C. Semboyan Ikatan

Manusia merupakan mahluk simbolis (homo simbol-

icum) dikarenakan manusia dalam berinteraksi dengan

lingkungan berbentuk simbol. Simbol merupakan cerminan

perbuatan dan perilaku manusia yang tertuang dalam bahasa.

Sedangkan bahasa merupakan salah satu hasil dari kebudaya-

an. Ikatan sebagai organisasi juga memiliki simbol dalam

rangka pembacaan terhadap realitas. Oleh karena itu,

memerlukan tafsiran lain dalam rangka memahami simbol

yang ia ciptakan dan memperoleh makna dari simbol tersebut.

Simbol yang berada pada manusia sangat diperlukan

dikarenakan untuk mengenalkan dirinya dengan yang lain.

Begitupula dengan organ, ia mencitrakan diri agar berbeda

dengan organ yang lain, misalkan dengan KAMMI, pencitraan

kadernya tercermin dalam pakaian yang ia kenakan dan corak

pemikiran dalam pemahaman keagamaan dengan pendekatan

ideologis. Simbol yang ia ciptakan merupakan sebagai alat

untuk mempersatukan emosional anggotanya dan membeda-

kan anggotanya dengan organ yang lain.

Page 30: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

29

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Simbol merupakan suatu yang penting bagi manusia

dikarenakan manusia senantisa berkomunikasi menggunakan

bahasa yang tertuang pada realitas tertentu. Penggunaan

simbol yang baik dalam berkomunikasi menjadikan komuni-

kator yang baik dalam semua lini. Demikian halnya ketika

dunia simbol memasuki organisasi, memberi pengaruh

terhadap sikap kader dan pencitraan dalam menggerakan atau

mengarahkan organisasi demi tujuan yang diinginkan.

Penggunaan simbol dalam sebuah organisasi memiliki makna

yang filosofis dan mendalam.

Selayaknya Ikatan dalam realitasnya memiliki simbol,

juga memiliki ruh dalam menggerakan Ikatan. Simbol dalam

Ikatan menjadi ciri khas seperti warna merah dan semboyan-

nya. Penggunaan warna merah dan semboyan dalam

sejarahnya memiliki makna filosofis yang tinggi untuk kader

yang baru mengenal Ikatan. Ahmad Mansur Surya Negara

selaku pendiri ikatan dan sejarawan UNPAD Bandung

mengemukakan bahwa warna merah didasari oleh dua alasan

yakni memiliki nuansa Islami dan sifat rahim.

Pengaplikasian warna merah dalam sejarah ikatan

dilakukan pada awal penerimaan calon kader baru. Penerima-

an calon kader baru tersebut dikenal dengan MAKASA (Masa

Kasih Sayang), merupakan suatu pengenalan ikatan dengan

calon kader dengan memberikan bimbingan pada setiap

mahasiswa yang ada agar menimbulkan ketertarikan terhadap

ikatan. Proses yang terjadi dalam Makasa adalah penerjemah-

an sifat kasih sayang ikatan pada calon kadernya, sehingga

memiliki kesadaran mengenal dan melanjutkan jenjang

perkaderan di ikatan dan Muhammadiyah. Kegiatan yang

dilakukan pada Makasa bersifat hiburan dan mendidik.

30

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Menurut sejarahnya bahwa warna yang disukai oleh nabi

Muhammad Saw adalah merah dan putih. Warna merah

memiliki arti terdekatnya dengan sifat Allah yang rahmaan

dan rahiim. Warna merah juga diidentikan dengan sifat yang

pemberani, pantang menyerah dan sungguh-sungguh.

Sedangkan untuk warna putih adalah melambangkan kesuci-

an, dan sering digunakan dalam ritual seperti dalam ibadah

haji serta pakaian dalam sholat khususnya shalat jum’at.

Penerjemahan warna ini, selayaknya menjadikan cerminan

karakter kader dalam kehidupan dan merespon realitas yang

ada.

Selain warna merah, ikatan juga memiliki semboyan yang

terinternalisasi oleh kadernya. Semboyan ikatan yakni

”Anggun dalam Moral, Unggul dalam Intelektual”, merupakan

doktrin dan spirit bagi kader dalam meneguhkan gerak dan

langkahnya di ikatan. Semboyan yang selama ini dimiliki

IMM, merupakan lambang ataupun motto yang digunakan

oleh santriwati/siswa Madrasah Mualimat Yogyakarta dan

seterusnya diadopsi oleh ikatan. Pengadopsian ini dikarena-

kan mengandung bahasa yang sederhana tetapi memiliki arti

yang mendalam. Sebagai salah satu kader ikatan yang sudah

mengenal semboyan tersebut mencoba melakukan kritik

terhadapnya. Sejarah pengkritisan itu sebenarnya sudah

dilakukan sejak di dalam pimpinan komisariat hingga terbawa

pada Musda XII DPD IMM Yogyakarta. Semboyan ikatan

”anggun dalam moral dan unggul dalam intelektual” secara

struktur kalimat tidak memiliki masalah karena merupakan

kata majemuk yang digabungkan, memiliki arti yang utuh dan

tidak dapat dipisahkan. Tetapi jika dilihat dalam sisi lain

dengan menggunakan logika ataupun alur berfikir secara

Page 31: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

31

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

filosofis, maka itu akan bertentangan dan tumpang tindih.

Sebagaimana dalam filsafat yang merupakan satu kesatuan,

berlaku secara sistematis, dan berbicara tentang ontologi,

epistemologi dan axiologi.

Kiranya dapat dianalisa kata ”anggun dalam moral” pada

kajian filsafat merupakan bagian dari axiologi yang berisi etika

dan estetika, sedangkan ”unggul dalam intelektual”, adalah

wilayah epistemologi yang mengkaji tentang sumber dan cara

memperoleh pengetahuan. Oleh karena itu, semboyan ikatan

dapat dipertanyakan, yakni bagaimana cara mengetahui baik

dan buruk, jika tidak mengenali apakah yang dikatakan baik

dan buruk, dan bagaimana cara memper-olehnya. Jadi secara

filosofis struktur dalam semboyan ikatan tidak tersistematis

dan menimbulkan kerancuan dalam logika berfikir.

Pembenahan terhadap semboyan ini menjadikan kader

menginternalisasi semboyan dengan logika berfikir yang

sistemtis, dan benar. Dalam semboyan ikatan yang dahulunya

”anggun dalam moral, unggul dalam intelektual” dibalik men-

jadi ”Unggul dalam Intelektual, Anggun dalam Moral, dan

Radikal dalam Gerakan”. Penambahan kata radikal tindakan

praksis untuk melakukan transformasi sosial. Radikal

memiliki arti secara mengakar, menyeluruh dan mendalam,

sehingga yang ingin dicapai adalah tindakan yang bersifat

menyeluruh serta praksis dalam gerakan. Gambaran yang

sederhana seorang kader ikatan memilki kecerdasan intelek-

tual, kecerdasan moral dan melakukan aksi nyata.

Pembenahan terhadap semboyan ikatan tersebut men-

jadikan kader mencoba menggali apa yang selama ini sudah

mapan dan perlu didiskusikan kembali dalam rangka

memahami makna yang berada dalam semboyan tersebut.

32

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Rekontruksi terhadap semboyan ini sesuai dengan tujuan

IMM yaitu terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak

mulia, bermakna sama dengan semboyan ikatan ”Unggul

dalam Intelektual, Anggun dalam Moral, dan Radikal dalam

Gerakan”.

D. Trilogi Ikatan

Trilogi Ikatan merupakan lahan juang dan simbol ikatan

dalam melakukan transformasi sosial. Trilogi Ikatan merupa-

kan hal penting, dikarenakan dalam trilogi memiliki makna

yang kompleks, sebagai ruh Ikatan dalam menilai diri, dan

cara melakukan transformasi sosial. Pelaksanaan trilogi Ikatan

secara integral dan komprehensif, menjadikan Ikatan berbeda

dengan pergerakan yang lain. Pengaplikasian trilogi Ikatan

secara berkelanjutan menjadikan eksistensi Ikatan muncul

seperti pada pergerakan yang lain; KAMMI, PMII, dan HMI.

Ikatan sebagai sebuah organisasi memiliki tugas dalam

rangka melakukan transformasi sosial. Ikatan merupakan

pergerakan kemahasiswaan yang basis kadernya adalah

mahasiswa yang memiliki kultur berbeda dengan pergerakan

lain. Pergerakan ikatan masih dalam lingkungan Muhammad-

iyah untuk bangsa dan agama Islam. Oleh karena itu, perlu

mengedepan-kan bidang atau garapan yang tertuang dalam

trilogi IMM; kemahasiswaan, keagamaan dan kemasyarakat-

an. Trilogi yang dimiliki oleh ikatan ini merupakan tugas

berat buat kader-kader IMM untuk melaksanakan ketiganya

sebagai cerminan dalam gerak transformasi sosial.

Sifat dari trilogi merupakan kesatuan yang terintegral

dimana satu sama lain tidak dapat dipisahkan tetapi dapat

dibedakan. Hal tersebut dikarenakan ketiganya merupakan

Page 32: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

33

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

cerminan dari realitas pada diri Ikatan, meliputi asal, latar

belakang, basis kader Ikatan, basis keagamaan dan lahan garap

untuk melakukan transformasi sosial baik dalam wilayah ke-

mahasiswaan, keagamaan dan kemasyarakatan. Dalam sejarah

munculnya, trilogi Ikatan merupakan pengambilan intisari

dalam Deklarasi ikatan pada waktu Muktamar IMM di Solo.

D E K L A R A S I S O L O

1. IMM, adalah gerakan mahasiswa Islam;

2. Kepribadian Muhammadiyah, adalah landasan

perjuangan IMM;

3. Fungsi IMM, adalah sebagai eksponen mahasiswa dalam

Muhammadiyah (stabilisator dan dinamisator);

4. Ilmu adalah amaliyah IMM dan amal adalah ilmiyah

IMM;

5. IMM, adalah organisasi yang sah mengindahkan segala

hukum, undang-undang, peraturan dan falsafah negara

yang berlaku;

6. Amal IMM, dilahirkan dan diabadikan untuk

kepentingan agama, nusa dan bangsa.

Musyawarah Nasional (MUKTAMAR) IMM

Kota Barat - Solo, 5 Mei 1965

Deklarasi Kota Barat merupakan suatu peristiwa yang

penting dan dijadikan tonggak sejarah oleh ikatan guna

membuktikan eksisitensi ikatan dalam sejarah. Pengambilan

intisari dalam deklarasi Kota Barat tersebut memunculkan

trilogi ikatan yang kita kenal dengan kemahasiswaan,

keagamaan, dan kemasyarakatan. Kemahasiswaan merupakan

penerjemahan dari ikatan sebagai gerakan mahasiswa Islam,

34

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dan fungsi ikatan merupakan sebagai eksponen gerakan

mahasiswa dalam Muhammadiyah (stabilisator dan dinami-

sator). Untuk keagamaan merupakan pengaplikasian dari

kepribadian Muhammadiyah sebagai landasan perjuangan,

sedangkan kemasyarakatan merupakan amal yang diabdikan

bagi ikatan untuk nusa dan bangsa.

Pemaknaan tersebut, merupakan tujuan ikatan secara

organisatoris ataupun individu/kader ikatan yang berjuang

bersama ikatan. Pengungkapan ini menjadikan langkah yang

diambil oleh ikatan dalam melakukan pembacaan ulang

terhadap yang sudah. Pemaknaan yang tertera pada trilogi

ingin menjadikan spirit atau yang harus dimiliki oleh ikatan

sebagai seorang kader. Interpretasi terhadap simbol ini yang

tertuang dalam trilogi; keagamaan, kemahasiswaan, dan

kemasyarakatan. Interpretasi tersebut membuat keagamaan

menjadi religiusitas (transendensi), kemahasiswaan menjadi

intelektualitas dan kemasyarakatan menjadi liberatif dan

humanitas. Jadi ketiga unsur ini, menjadikan IMM dimata

kader-kadernya dan pergerakan lain memiliki ciri khas

tersendiri.

Keagamaan. Sebagaimana dikemukakan oleh Hasan

Hanafi dalam melakukan tugas pembangunan peradaban,

maka seorang kader menguasai tiga tradisi. Ketiga tradisi

tersebut, adalah pertama, tradisi klasik yang digunakan agama

sebagai semangat pembebasan dan praksis sosial, kedua adalah

tradisi sekarang yang dikenal dengan Oksidentalism. Tradisi

sekarang ini menjadikan umat Islam melihat peradaban barat

yang sangat maju dan kita belajar pada mereka dengan

melengkapinya sehingga memiliki kedudukan yang sama

antara barat dengan Islam dalam mengkaji pengetahuaan, hal

Page 33: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

35

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

ini menurut Hasan Hanafi sebagai kesejajaran ego barat

dengan Islam. Ketiga, tradisi masa depan yakni tradisi yang

menjadikan Islam bersentuhan dengan tradisi sekarang dan

meramalkan Islam merekontruksi peradaban. Menurut Hasan

Hanafi, dalam mencapai tradisi kedepan penggalian atau

pemaknaan ajaran agama bercorak liberatif, emansipatoris,

berpihak dan tidak bebas nilai.

Umat Islam juga berhak menilai dirinya sendiri dan dapat

menilai dan melakukan kajian terhadap peradaban barat, dari

sini maka terjadinya kesejajaran ego antara barat dengan

Islam. Pemahaman keagamaan ikatan berbeda dengan yang

lain menjadikan ciri yang khas pada ikatan dengan

menjadikan agama Islam sebagai rahmat bagi alam semesta.

Pelaksaan agama Islam menjadi rahmat dengan mendialogkan

antara keshalehan individual dan keshalehan sosial. Keshaleh-

an individual merupakan cerminan dari sifat sufistik orang-

orang tasawuf dan kesalehan sosial merupakan cerminan dari

gerakan liberatif kaum marxian. Dari perpaduan tersebut

sebenarnya sudah dilaksanakan oleh para nabi terdahulu yang

menjadi panutan bersama dalam membebaskan kaumnya.

Pelaksanaan transformasi profetik ini menjadikan Islam

sebagai rahmat untuk alam, manusia dan menjadikan ajaran

Islam melampaui zaman dan waktunya ketika itu. Bahkan

semangat agama sebagai pembebasan atau keberpihakan,

sudah diterapkan oleh pendiri Muhammadiyah dengan

berdirinya sekolah, pantai asuhan, rumah sakit dan lembaga

sosial yang lain. Semangat yang dibawa oleh Kiyai Ahmad

Dahlan adalah semangat profetis agama dalam melakukan

transfor-masi sosial. Pemahaman keagamaan ikatan dapat

digali dari pemikiran tokoh-tokoh keagamaan dan beberapa

36

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

ilmuan sosial yang menjadikan ilmunya untuk kemanusia

bukan kepentingan penguasa dan pemodal. Islam disini

menjadi sumber dan inspirasi dalam mengatasi problem sosial

kemanusian dan problem lain. Problem yang lain tersebut,

seperti terekploitasinya kepentingan modal dan tak

memberikan manfaat bagi manusia serta terjadinya kerusakan

alam yang berdampak bagi generasi sekarang dan akan datang.

Bahkan yang masih populer sekarang adalah menjadikan

Islam sebagai ajaran yang bersikap damai dan rahmat

bukannya dilabelkan sebagai agama teroris yang mengupaya-

kan segala cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Kemahasiswaan. Interpretasi terhadap simbol trilogi yang

kedua, kemahasiswaan menjadi intelektualitas. Maha-siswa

merupakan salah satu generasi yang memiliki sensitifitas

sosial, kepeduliaan terhadap perkembangan ilmu penge-

tahuan, dan bagaimana menyikapi. Kalangan maha-siswa juga

dikatakan sebagai generasi akademis yang memiliki sifat

terbuka, siap menerima kritikan dan menghargai kebenaran

bersifat plural sebagai corak berfikir futuristik. Hal tersebut

merupakan bagian dari cita-cita Kuntowijoyo yakni, tercipta

masyarakat ilmu sebagai ciri khas mahasiswa.

Gerakan yang dilakukan oleh ikatan memiliki sifat

keilmuan yang akademis sebagai pengembangan dari

kekayaan keilmuan kader. Bentuk transformasi sosial serta

kesatuan paradigma gerakan yang dilakukan ikatan bersikap

profesional. Tetapi ketika sudah selesai dari ikatan, maka

bentuk transformasi disesuaikan dengan keahlian dan basis

keilmuan masing-masing kader, membuka kesempatan

kepada kader-kader memberi warna pada lingkungan profesi-

nya. Sebuah analogi yang sederhana, meskipun para kader di

Page 34: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

37

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

tanam pada tanah yang tandus, besar harapan tanah itu

menjadi subur, sehingga mengandung intan, permata, emas

agar bermanfaat bagi yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa

gerakan yang dilakukan ikatan berbasis keilmuan, memberi

manfaat yang luas, bukan gerakan politis yang cenderung

mementingkan diri sendiri dan golongan tertentu.

Gerakan keilmuan dianalogikan oleh Kuntowijoyo

seperti menanam pohon jati, dimana dalam menanam pohon

tersebut, memakan waktu yang lama, berpuluh-puluh tahun

dan bahkan satu generasi atau lebih demi hasil yang maksimal

dan terbaik. Nampak dari pohon jati yang semakin tua

memiliki kualitas yang bagus, harganya pun tinggi. Berbeda

dengan gerakan yang bersifat politis, mencari momentum

yang tepat. Hal ini, diibaratkan pohon pisang yang cepat

berbuah dan berkembang, tetapi setelah itu ia akan mati.

Gerakan keilmuan ini juga dapat dilihat dari perjalanan

sejarah Muhammadiyah dengan Serikat Islam (SI) pada masa

menjelang kemerdekaan. Gerakan yang dilakukan Muham-

madiyah memerlukan kesabaran dan waktu yang lama,

sehingga pada tahun 60-90an kader-kader Muhammadiyah

banyak yang menduduki dataran pemerintahan dan meng-

gunakan perangkat tersebut untuk melakukan transformasi

sosial. Sedangkan SI dalam waktu yang relatif singkat

berkembang dengan pesat, terbukti dengan jumlah anggota

yang begitu besar menduduki kursi pemerintahan ditingkat

wilayah dan nasional, tetapi seiring berjalannya waktu

riwayat organisasi itu hilang ditelan sejarah.

Gerakan keilmuan dalam ikatan merupakan obor yang

menjadikan Ikatan harus berani melakukan pilihan yang

sadar untuk menentukan gerakannya. Sebagaimana tujuan

38

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

terbentuknya akademisi Islam yang beraklak mulia untuk

mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh Muhammadiyah.

Kemasyarakatan, dengan interpretasi humanitas dan

liberatif. Humanitas yang dilakukan oleh ikatan merupakan

tuntutan realitas yang mengalami dehumanisasi disebabkan

konsep kesadaran manusia yang berdasarkan antroposentris.

Kesadaran ini pertama digulirkan oleh seorang filosof Rene

Descartes seorang filosof dari Prancis dengan jargonnya “saya

berfikir maka saya ada” (cogito ergo sum). Kesadaran yang

dibangun oleh Descartes menjadikan manusia bersifat otonom

dan menentukan nasibnya sendiri dalam menaklukkan alam.

Dalam perkembangannya melahirkan tradisi kebudayaan

barat, dan pada masyarakatnya terjadi kemajuan teknologi

yang ditandai pada awal abad ke-19. Penemuan metode

ilmiah deduksi, induksi, ekperimen oleh Francis Bacon turut

berperan penting mendorong kemajuan ilmu pengetahuan

dan teknologi. Perkembangan industri yang berjalan di Barat

sampai sekarang sudah menuju masyarakat post-industrial

dalam istilah Daniel Bell. Masyarakat barat dengan

perkembangan post industrialisme ini memiliki kehampaan

spiritual dan mereka membutuhkan sentuhan religiusitas

untuk menunjang keberlangsungan peradabannya.

Kebudayaan barat yang mengalami kehampaan spritual

telah memunculkan patology kebudayaan. Hal tersebut,

dilontarkan oleh Doni Grahal Adian yang kemudian memun-

culkan istilah-istilah pragmatisme, anarkhisme, utilitarisme

dalam rangka mengobati peradaban barat tersebut. Dalam

masyarakat post-industrial tujuan teknologi dan sistem

kapitalis adalah untuk mempermudah manusia, tetapi dalam

kenyataannya mempersulit manusia. Hal inilah yang

Page 35: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

39

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dikatakan oleh Weber dengan sangkar besi rasionalisme.

Sistem kapitalisme dan perkembangan teknologi telah ber-

jalan sendri tanpa ada yang mengendalikan sehingga menjadi

alat bagi para pemodal dan menyebabkan dehuman-isasi dan

kerusakan ekologi. Masyarakat dan para intelektual telah

terjerumus dalam lembah hitam, bekerja untuk kepentingan

kekuasaan dan pengupayaan keilmuan menjadi alat legitimasi

kekuasaan serta tanpa sadar telah diarahkan untuk kepenting-

an global berupa pasar bebas.

Ikatan sebagai organisasi yang mengetahui dan sadar

dengan realitas tersebut memiliki banyak pilihan dalam mem-

berikan tawaran terhadap persoalan yang tiada akhir. Melihat

problem yang terjadi sekarang, maka di era post-modernisme

yang mencoba mengintegrasikan antara agama dengan ilmu

pengetahuan atau penyapaan bahasa langit dengan bumi.

Pengintegrasian ini mencoba memberikan tawaran terhadap

problem dehumanisasi dengan menggunakan istilah Ali

Syari'ati yang dikutip oleh Kuntowijoyo, humanisme teo-

antroprosentris yang didasarkan pada nilai ajaran agama

dalam melihat manusia, bukan pada manusia itu sendiri.

Disini, Kuntowijoyo memberikan ilustrasi tentang fitrah

adalah memanusiakan manusia, pada derajat yang sesungguh-

nya atau sebaik-baik manusia fi ahsani taqwin. Derajat

manusia yang sesungguhnya adalah mulia, tidak mengalami

keterhinaan baik yang dilakukan oleh struktur ataupun super

struktur yang membentuk kesadaran manusia. Memanusiakan

manusia atau proses humanisasi tersebut didasarkan pada teo-

antroposentris. Proses manusiawisasi adalah upaya melakukan

transformasi kesadaran akan diri manusia yang sesungguhnya

berdasarkan nilai-nilai agama.

40

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Liberatif dengan atau proses pembebasan, dilakukan oleh

kaum marxis dalam menyelesaikan permasalahan sosial.

Proses liberatif yang dilakukukan bersifat kesadaran dari yang

dibebaskan, mereka menyadari bahwa dirinya mengalami

ketertindasan oleh sistem yang selama ini berjalan. Liberatif

dalam ikatan mengarah pada pembebasan dan sekaligus

memiliki arah dan tujuan setelah dibebaskan. Proses pem-

bebasan tersebut dapat dikatakan dengan profetical of

liberatif, yang dalam sejarah kenabiaanya dapat kita merujuk

pada pembebasan yang dilakukan nabi Musa dalam me-

merdekakan kaumnya dari penindasan Fir'aun, dan setelah

melakukan pembebasan dari sistem tersebut maka nabi Musa

mengarahkan agar kaumnya memiliki kesadaran akan adanya

sang Pencipta. Semangat kenabian tersebut, berbeda dengan

yang dilakukan oleh marxian. Sedangkan dalam konteks

masyarakat Indonesia kita dapat melihat sejarah Kiyai Ahmad

Dahlan yang telah berkonstribusi besar dalam melakukan

transformasi sosial. Pembebasan yang dilakukan oleh Kiyai

Ahmad Dahlan jika mengutip Abdul Munir Mulkhan adalah

bersifat profetik. Hal tersebut, dikarenakan Kiyai Ahmad

Dahlan dalam melakukan proses humanisasi dan liberasi

mendekatkan teks terhadap realitas berdasarkan semangat

transendensi. Upaya yang dilakukan Kiyai Ahmad Dahlan

menjadikan nilai-nilai Islam sebagai rahmat bagi manusia dan

alam semesta.

Page 36: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

41

Upaya Mewujudkan Kader Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

B a g i a n

Upaya Mewujudkan Kader IkatanProfil Kader Ikatan1

A. Landasan Ilahiah

Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untukmanusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dariyang mungkar dan beriman kepada Tuhan”. (Qs. Ali Imran:110)

Penciptaan manusia dimaksudkan untuk dapat menjadi

khalifah yang dapat menjaga harmonisasi alam. Misi khalifah

dalam kehidupan dunia salah satunya adalah untuk dapat

menyuruh yang baik dan mencegah yang mungkar dalam

rangka beriman kepada Allah sang Pencipta.

Pada awal penciptaan manusia, terdapat keraguan

diantara malaikat tentang eksistensi dari khalifah ini.

Fenomena tersebut tertuang dalam Surat Ali Imran: 30 yang

menyebutkan “Mereka berkata-berkata (para malaikat) apa-

1. Lihat Grand Design Perkaderan IMM Yogyakarta

3

42

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

kah Engkau akan menciptakan di bumi orang yang senang

berbuat kerusakan dan menumpahkan darah. Allah menjawab

sesungguhnya Aku lebih tahu apa yang kamu tidak ketahui”

pada ayat diatas keraguan itu langsung dijawab Allah dengan

sifat Kemaha-tahu-an dari keagungan-Nya dengan kalimat

inni a’lamu ma laa ta’lamuun. Sehingga dapat diambil

kesimpulan bahwa kehadiran manusia sebagai khalifatullah fil

ard adalah tanda dari Kemaha-tahu-an dan Keagungan Allah.

Kata ummah dari surat Ali Imran: 110 mengindikasikan

perlunya satu kelompok, perkumpulan atau organisasi yang

mengemban misi kekhalifahan. Yang mana, kerja kolektif

menjadi prioritas dalam mengemban misi tersebut untuk

menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran

dalam rangka beriman kepada Allah Swt. Sifat dari amar

ma’ruf nahi munkar ini bersifat perennial untuk menjaga

dinamisasi dalam kosmos. Sebab, tanpa adanya upaya tersebut

kehidupan mahluk di dunia akan mengalami kehancuran.

Semangat surat Ali-Imran:110 tersebut menjadi salah satu

landasan profil kader ikatan yang berbasis kenabian. Insya

Allah, konsep ini akan dijadikan sebagai rujukan kader yang

tertuang dalam tujuan perkaderan diarahkan pada

terbentuknya kader yang memiliki kompetensi sebagai

khalifah Allah di bumi dalam rangka beribadah kepada Allah.

Page 37: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

43

Upaya Mewujudkan Kader Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Artinya: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhan yangmencipta-kan, dia telah menciptakan manusia dari segumpaldarah, bacalah dan Tuhanmu yang paling pemurah, yang telahmengajarkan manusia dengan perantara kalam, Dia mengajar-kan manusia apa yang tidak diketahui.” (Qs. Al Alaq: 1-5)

Surat al Alaq merupakan 5 ayat pertama yang turun

kepada Nabi Muhammad Saw dengan perintah untuk mem-

baca. Membaca disini merupakan hal pertama yang dikenal-

kan Tuhan kepada manusia. Membaca dalam ayat tersebut

memiliki arti yang luas. Disamping perintah untuk membaca

ayat-ayat qauliyah, membaca juga dimaksudkan untuk

mengamati ayat-ayat kauniyah yakni alam dan segala isinya.

Dengan membaca tanda-tanda (quran, alam dan manusia

sendiri) diharapkan manusia dapat mengenal dan menghayati

eksistensi Tuhannya.

Membaca merupakan sarana pembelajaran manusia

untuk dapat mendalami kualitas dirinya sehingga ia dapat

menjaga perannya sebagai khalifah di bumi. Anjuran mem-

baca yang tertuang dalam kata iqro’ bersifat edukatif, di-

karenakan pendidikan menjadi anjuran utama dalam mem-

bentuk kesempurnaan diri. Adapun kalimat bismi rabbikal

lazii khalak menuai makna transendensi yang menjadi

penopang segala aktifitas mahluk dan sandaran ilmu

pengetahuan. Bahwa pendidikan dari ayat ini, tidak memisah-

kan yang bersifat kauniyah dengan semangat transenden.

Ayat ini, juga menjelaskan tentang keintegralan epistemologi

dalam ilmu pengetahuan. Pendidikan dengan aktifitas mem-

bacanya merupakan hal penting, karena menentukan umat

manusia untuk melakukan aktivisme sejarah. Nilai tran-

44

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

sendental dari ayat ini sekaligus menjadi potensi intelektual

yang tertuang dalam eksistensi manusia.

Surat Al Maa’uun: 1-7

Artinya: "Tahukah kamu orang yang mendustakan agama,itulah orang-orang yang telah menghardik anak yatim, dantidak menganjurkan memberi makan orang miskin, makacelakalah bagi orang yang shalat, yaitu orang yang lalai darishalatnya, orang yang telah berbuat riya, dan engganmenolong dengan barang yang berguna.”

Surat al Maa’uun dan pengurainnya merupakan semangat

agama Islam sebagai praksis sosial ditengah arus peradaban

manusia dalam rangka menjadikan Islam sebagai rahmat.

Dalam surat ini, Allah menyebutkan secara spesifik salah satu

ciri orang yang mendustakan agama. Yakni yang menghardik

anak yatim dan tidak memberi makan orang miskin. Dimana

ayat itu mempertegas muatan sosial dan kemanusiaan didalam

kandungan Islam.

Penyebutan kata shalat pada kebanyakan ayat-ayat al-

Qur’an selalu dilekatkan dengan kata aqama atau qaama

dalam berbagai berbentuknya yang berarti menegakkan,

mendirikan, melaksanakan atau mengerjakan. Dalam surat al-

Page 38: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

45

Upaya Mewujudkan Kader Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Maa’uun ayat empat kata shalat tidak dikaitkan dengan kata

tersebut, apakah dalam ayat atau pun dalam surat al-Maa’uun

secara keseluruhan. Menurut beberapa ahli tafsir ada maksud

tertentu kenapa kata shalat tidak bertemu kata dengan aqama

atau qaama pada ayat tersebut. Quraish Shihab dalam tafsir al-

Misbah mengatakan; dikaitkannya kata qaama dengan shalat

dalam beberapa ayat al-Qur’an menunjukkan pada makna

shalat secara kuantitatif yakni sebagai ritual agama. Sedang-

kan kata shalat dalam surat al-Maa’uun mengindikasikan pada

arti shalat secara kualitatif.

Maksud dari arti shalat secara kualitatif adalah fungsi

shalat sebagai transformasi sosial. Dimana sifat shalat sebagai

pencegah perbuatan keji dan munkar harus benar-benar

diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Sehingga setiap

upaya kejahatan sistematis yang menindas kaum mustadh-

’afiin dapat terelakkan. Hal ini, yang menjadikan transendensi

sebagai bagian yang menjiwai humanisasi dan liberasi. Ke-

sadaran yang dibangun dalam ayat ini adalah teologi sebagai

praksis sosial dalam melakukan transformasi kemanusiaan.

Surat ini jugalah menjadi pedoman Kiyai Ahmad Dahlan

bersama lembaga yang didirikannya, Muhammadiyah. Ada

kisah menarik ketika sang kyai mengajarkan surat ini ber-

ulang-ulang kepada muridnya. Suatu saat muridnya menanya-

kan; “kenapa setiap hari kami belajar surat ini saja sedangkan

masih banyak surat yang lain? Ia menjawab, tujuan surat ini

adalah amal, maka sebelum mengamalkan apa yang di-

perintahkan oleh surat, selama itu beliau tidak akan berhenti

mengajarkannya.”

46

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

B. Pengungkapan Intelektual Profetik Ikatan

Sebagai hadiah malaikat menanyakan apakah aku ingin berjalandi atas mega dan aku menolak karena kaki ku masih di bumisampai kejahatan terakhir dimusnahkan sampai dhu’afa danmustadh’afin diangkat Tuhan dari penderitaan. (Kuntowijoyo,Makrifat Daun, Daun Makhrifat)

1. Intelektual

Alkisah Tancha seorang ilmuan dan tabib dari

kerajaan Majapahit. Ia mengabdi kepada kekuasaan,

bersembunyi dibalik jubah kekuasaan dengan ilmu di

tangannya. Dengan ilmunya, Tancha justru telah me-

rintangi orang untuk mendekatkan dirinya dengan

masyarakat tempat dia hidup. Pengetahuan di tangan

Tancha hanya menjadi alat untuk mengejar gairah

duniawi kekuasaan ataupun status sosial. Menurut Benda

dalam bukunya Penghianatan kaum cendekiawan bahwa

yang dilakukan Tancha sesungguhnya telah menghianati

fungsinya sebagai cendekiawan. Ia tidak dapat bersikap

kritis tetapi telah menjadi penganut kekuasaan. Seharus-

nya cendekiawan membawa manusia pada pemaham-an

yang dalam terhadap penderitaan batin masyarakat.

Kecendikiaan hadir dalam penghayatan penderitaan

manusia atas penderitaan lainnya. Tetapi itu saja belum

cukup bila tidak bergerak untuk kerja-kerja penyadaran

dan mengarahkan tujuan dan cita-cita mereka. Bagi

Kuntowijoyo, cendekiawan bukanlah sosok yang berjalan

di atas mega, pemikirannya melangit, tinggal dimenara

gading, tetapi cendekiawan adalah pemikir yang tidak

tercerabut dari akar-akar sosialnya, yang menginjakkan

Page 39: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

47

Upaya Mewujudkan Kader Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

kaki di bumi dan memiliki kesadaran akan tanggung-

jawab sosial untuk memusnahkah kejahatan, kepedulian

terhadap kaum dhu’afa, orang lemah, membela kaum

mustad’afiin, tertindas, orang yang dilemah-kan oleh

struktur kekuasaan yang zalim atau dipinggirkan oleh

sistem ekonomi, politik, sosial, budaya yang tidak adil.

Ali Syatiati menyebutnya dengan raushanfikr, orang

yang mampu memunculkan tanggungjawab dan kesadar-

an dalam dirinya, serta memberi arah intelektual ke

masyarakat.

Tujuan dan tanggung jawab utamanya adalah untuk

membangkitkan karunia Tuhan yang mulia menyatu

dengan kesadaran diri melakukan transformasi sosial

bersama masyarakat. Lontaran apa yang dilakukan oleh

kaum cendekiawan menurut Muslim Abdurrahman

dalam bukunya Islam Transformatif adalah membangun

suatu gerakan-gerakan yang setia terhadap nilai-nilai

luhur untuk membangun sejarah kemanusiaan dalam

rangka membangkitkan karunia Tuhan dalam bumi.

Seorang cendekiawan merupakan penafsir jalan hidup

manusia selalu melakukan transformasi terhadap tradisi

yang ada dalam rangka menciptakan keadilan.

Cendekiawan pada dasarnya adalah pekerja-pekerja

budaya yang selalu berupaya agar kebudayaan berkem-

bang menjadi suatu yang lebih beradab, sesuai dengan

tuntunan zaman berdasarkan nilai-nilai Illahi. Pangkal

atau titik tolak cendekiawan nampak pada kegelsiahan

dan keprihatinan intelektualnya didasari pada kesadaran

nilai-nilai agama, ketika berbenturan dengan realitas

sosial. Kesadaran tersebut, merupakan selaras dengan

48

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

keprihatinan yang dimiliki oleh para nabi, mujtahid,

yang mempertanyakan keharusan teologis yang terpantul

dalam realitas sosial. Oleh karena itu, tugas seorang

cendekiawan adalah meneruskan tradisi kenabian dalam

melakukan transformasi sosial yang berkeadilan guna

terciptanya khairul ummat.

2. Profetik

Asal dari kata profetik berasal dari kata prophet yang

berarti nabi. Kata profetik juga menjadi icon dalam

perjuangan pembebasan yang dilakukan oleh masyarakat

di kawasan Amerika Latin. Filosof muslim Muhammad

Iqbal (turut mempengaruhi pemikiran seorang peng-

gagas ilmu sosial profetik Indonesia Kuntowijoyo selain

Roger Goraudy) menguraikan etika profetik, mengutip

dari perkataan Abdul Quddus seorang mistikus Islam dari

Gangga “Muhammad dari jazirah Arab ke Mi’raj, ke

langit yang setinggi-tingginya dan kembali. Demi Allah

aku bersumpah, jika sekiranya aku sampai mencapai titik

itu, pastilah sekali-kali aku tidak akan kembali lagi ke

bumi.”

Dari ungkapannya, kelihatannya sang mistikus tidak

memiliki sense sosial, baginya keasyikan dan keterlenaan

dalam pengalaman mistik adalah tujuan, sehingga ia tidak

hendak kembali melihat realitas dan menghadapi

kenyataan. Nabi adalah seorang manusia pilihan yang

sadar sepenuhnya dengan tanggung jawab sosial. Ia

bekerja kembali dalam lintasan waktu sejarah, hidup

dengan realitas sosial kemanusian dan melakukan kerja-

kerja transformasi sosial. Seorang nabi datang dengan

Page 40: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

49

Upaya Mewujudkan Kader Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

membawa cita-cita perubahan dan semangat revo-

lusioner. Selanjutnya pengupasan tentang etika profetik,

oleh Roger Garaudy yang mengatakan bahwa sejarah

filsafat barat sejak zaman Yunani kuno memiliki subuah

plot narasi yang kurang jelas, sebuah cerita mengenai

pertarungan dua buah peradaban Logos dan Mitos. Narasi

filosofis biasanya menutup kemenangan sang protagonist

logos dengan kematian antagonis mitos. Dalam pemikiran

barat moderen pertarungan tersebut menjadi pertarungan

ilmu ke-alam-an yang bersifat posifistik dan empiris

dengan pendekatan yang lain yang tidak berbasiskan

empiris. Perkembangan segi material dan empiris

kebudayaan moderen telah menempatkan ilmu alam

pada kedudukan sebagai logos sedangkan cara pendekat-

an lain dengan spekulasi-metafisik teologis tanpa dasar

empiris menjadi antagonisnya mitos. Dari sini, terbukti

dengan logos sebagai pemenangnya yakni terjadinya

kemajuan teknologi. (Fransisco Budi Hardiman, Ilmu

Sosial dalam Diskursus Modern dan Pasca Modern). Dari

pertentangan tersebut berhadaplah tradisi logos berupa

narasi budi manusia dan tradisi mitos merupakan suatu

narasi tentang agama. Kebudayaan barat sekarang hidup

dengan mengindahkan nilai-nilai agama dan mengalami

kemajuan dan teknologi yang pesat tetapi meninggallkan

residu peradaban moderen. Residu peradaban moderen

yakni kesenjangan antara kaya, miskin, teknologi yang

tak terkendali serta kerusakan alam. Roger Garaudy

dalam bukunya Janji-Janji Islam, menurutnya filsafat

barat tidak memuaskan dikarenakan hanya ter-ombang-

ambing antara dua kutub idealisme (mitos) dan material-

50

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

isme (logos) tanpa berkesudahan. Menurutnya filsafat

barat justru telah membunuh Tuhan dan manusia, karena

itu ia menganjurkan untuk memakai filsafat kenabian

dalam rangka menghindari kehancuran peradaban.

3. Intelektual Profetik (IP) Ikatan

Istilah intelektual profetik dimaksudkan bagi mereka

yang memiliki kesadaran akan diri, alam dan Tuhan yang

menisbatkan semua potensi yang dimiliki sebagai peng-

abdian untuk kemanusiaan dengan melakukan human-

isasi dan liberasi, dijiwai dengan transendensi disemua

dimensi kehidupan sesuai dengan kompetensi yang

dimiliki dalam rangka beribadah pada Allah Swt, hal ini

sebagai perwujudan khalifah di muka bumi.

C. Sejarah Intelektual Profetik

Menurut sosiologi pengetahuan disebutkan bahwa

pengetahuan dilahirkan tidak lepas dari kontekss kelahiran-

nya, kontekss kelahiran tersebut tertuang dalam sejarah dan

mempengaruhi munculnya gagasan. Begitu juga dengan

istilah Intelektual Profetik, merupakan satu istilah yang lahir

bukan hanya kebetulan saja, tetapi memerlukan proses

panjang dari pergulatan wacana di tubuh IMM. Gagasan

Intelektual profetik lahir diawali dari pembacaan terhadap

realitas dunia yang sangat mengkhawatirkan. Dimana ber-

bagai tipologi intelektual belakang ini justru semakin men-

jerumuskan manusia ke dalam jurang materialisme yang tidak

ber-kesudahan dan membuat masyarakat bersifat material-

isme, pragmatisme dan berbudaya instan. Globalisasi yang

diiringi dengan kemajuan teknologi telah melahirkan kejahat-

Page 41: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

51

Upaya Mewujudkan Kader Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

an teknologi yang menyebabkan dehumanisasi. Kebudayaan

pragmatis tersebut, masuk dalam relung kehidupan sebagai

gambarannya, pengusaha dalam menjalankan menajemen per-

usahaannya bertujuan mengumpulkan kekayaan tanpa mem-

perdulikan kebutuhan sosial. Ia akan menganggap manusia

seperti mesin yang harus bekerja sesuai target dan tidak mem-

pertimbangkan sisi dimensi manusia yang lain. Globalisasi

dari kontekss kelahirannya merupakan perpanjangan tangan

dari kapitalisme dengan sistem ekonomi neo-liberalisme yang

segala sesuatunya dalam kebijakan harus sesuai dengan pasar.

Globalisasi merupakan alat yang digunakan oleh barat dalam

rangka melakukan penjajahan negara-negara yang ber-

kembang. Negara berkem-bang difungsikan hanya dijadikan

sebagai tempat penjualan (market) dan menjadikan pe-

merintah menjadi buruh di negeri sendiri. Kemajuan tek-

nologi yang menjadikan manusia bersikap serakah dan selalu

merasa kekurangan dalam fasilitas hidupnya. Kita dapat me-

lihat kejahatan yang dilakukan oleh teknologi yang ber-

dampak pada kerusakan alam dan hilangnya keseimbangan

ekologi alam. Sekarang ini, sering terdengar bahwa bencana

melanda Indonesia akibat sikap manusia yang tidak arif

terhadap alam seperti global warming, kekeringan, dan

bencana banjir.

Manusia yang tidak menyadari keberadaanya serta sistem

yang tak adil merupakan hal yang mengakibatkan berbagai

ketimpangan. Dalam realitas sekarang, masalah yang besar

adalah peristiwa dehumanisasi yang melanda berbagai

belahan dunia mengakibatkan sistem makro telah menjadi

sangkar besi rasionalisme. Dari realitas yang menindas, maka

IMM menggali diri dalam rangka menemukan pemecahan

52

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

terhadap berbagai persolan tersebut. Potret realitas ini

menjadi pilihan yang mutlak bagi insan yang berkesadaran

untuk melakukan transformasi sosial. Tranformasi sosial yang

terilhami dari surat Ali Imran ayat 110 “Kamu adalah umat

yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh

kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan

beriman kepada Tuhan”. Pesan yang terkandung dari ayat

tersebut memberikan semangat etika profetik sebagai sarana

transformasi sosial, sebagaimana keterlibatan manusia dalam

sejarah dan untuk merubah sejarah yang menindas menjadi

masyarakat yang berkeadilan tanpa penindasan.

Istilah intelektual profetik oleh kader-kader IMM

terpengaruh oleh Nabi Muhammad Saw, para sahabat dan

berbagai macam tokoh yang konsen dalam pengkajian yang

bersifat transformatif dan progresif menjadikan Islam sebagai

rahmat. Tokoh muslim yang sangat mempengaruhi adalah

Kuntowijoyo tentang gagasan etika profetiknya. ‘Ali Syariati,

Muhammad Iqbal, Roger Garaudy, Mansour Fakih, Muslim

Abdurrahman, Amien Abdullah, Ahmad Safi’i Maarif, Hasan

Hanafi, Farid Essack, Ali Asghar E, dan tokoh lain yang

mengembangkan wacana bersifat praksis. Sedangkan untuk

tokoh yang berasal dari barat diantaranya; Karl Max, GFW.

Hegel, Jurgen Habermas, Antonio Gramci, Ardorno, Herbert

Marcus, dan Paulo Freire. Tokoh-tokoh tersebut yang menjadi

inspirasi dalam melihat dan mengubah realias sehingga sesuai

dengan cita-cita profetik.

D. Kenapa Harus Intelektual Profetik ?

Pilihan sadar dari teman-teman IMM memunculkan

istilah Intelektual Profetik secara sosiologis terbagi menjadi

Page 42: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

53

Upaya Mewujudkan Kader Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

tiga macam. Pertama, merupakan respon terhadap realitas

makro yang menyebabkan dehumanisasi. Kedua, respon

terdapat diri (internal) IMM yang membutuhkan paradigma

gerakan dalam rangka menyikapi realitas sosial. Ketiga, adalah

respon terhadap amal usaha dan sejarah Muhammadiyah,

terjebak dalam ritualitas, birokratis, pragmatisme sehingga

Muhammadiyah menjadi sangkar besi rasionalisme. Semangat

trans-formasi yang dilakukan oleh IMM didasari nilai-nilai

tran-sendensi yang bergerak dalam ranah humanisasi, dan

liberasi demi terciptanya masyarakat berkeadilan dalam

naungan Illahi. Pilihan Intektual Profetik dalam ikatan

merupakan pilihan sadar pengembangan dari dialektika

realias, realitas makro dan realitas sosial.2

1. Realitas Mikro (Diri atau Ikatan)

Realitas diri merupakan upaya yang penting dalam

menentukan sikap dan tindakan yang akan dilakukan.

Sebagaimana yang melekat pada manusia sebagai animal

rational maka tindakan yang dilakukan berdasarkan

pemikiran yang matang dan melalui pertimbangan untuk

memutuskan. Begitupula, realitas kader yang menisbat-

kan diri sebagai Intelektual Profetik merupakan pilihan

yang sadar dalam menyikapi diri, sebagai mahluk Tuhan,

sebagai manusia yang berdimensi sosial, diri sebagai

mahluk yang berfikir, diri sebagai mahluk biologis dan

diri sebagai khalifah dalam mensejahterahkan alam

dalam rangka mengabdikan diri terhadap Tuhan.

2. Lihat Grand Desig Intelektual Profetik dalam Transformasi Sosial (Formulasi DAM 2005)

54

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Realitas diri merupakan dialektika dengan agama

dimana pemahaman agama bersifat inklusif, toleran dan

bersifat praksis. Realitas diri dalam memahami ajaran

agama terinspirasi oleh tafsiran Kuntowijoyo terhadap

surat Ali Imran ayat 110. Makna yang dapat dipetik

dalam surat tersebut adalah; pertama, konsep umat

terbaik, kedua, aktivisme sejarah (kesadaran sejarah),

ketiga, pentingnya kesadaran, dan keempat, etika

profetik.

Konsep tentang umat yang terbaik (the choosen

people) merupakan hal yang penting. Sebagai syarat umat

Islam menjadi umat yang terbaik adalah mengerjakan

amar al-ma’ruf, nahi al-munkar, dan tu’minuna bi allah.

Berbeda juga dengan konsep the chosen people agama

Yahudi yang menjadi mandat kosong penyebab rasial-

isme, sedangkan dalam konsep Islam merupakan tantang-

an untuk bekerja keras, kearah aktivisme sejarah men-

jadikan Islam sebagai agama amal. Maka bekerja keras

ditengah-tengah umat manusia (ukhrijat li an-nas)

merupakan bentuk kesadaran sejarah berlandaskan nilai-

nilai Ilahiah. Kesadaran yang dimiliki Islam adalah

kesadaran super struktur menentukan struktur yang

berlawanan dengan kaum marxis bahwa super struktur

ditentukan oleh struktur. Yang membedakan kesadaran

yang dimiliki Islam dengan etika marxisme karena yang

menentukan kesadaran bukan individu tetapi Tuhan.

Agama yang diajarkan kepada pemeluknya merupa-

kan ajaran yang kurang sesuai dengan realitas dikarena-

kan lebih bersifat dimensi Ilahiah, kurang menanamkan

dimensi sosial. Pelaksanaan ajaran agama tersebut lebih

Page 43: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

55

Upaya Mewujudkan Kader Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

mementingkan pengalaman keagamaan dan ekstase

dalam beragama atau keberagamaan bercorak tasawuf.

Pelaksanaan ajaran agama Islam melalui perintah Tuhan

selalu memililiki korelasi positif dengan dimensi sosial

sebagai contoh shalat, zakat, dan puasa. Kita dapat

melihat bahwa shalat merupakan hal yang utama dalam

ritual keagamaan, tetapi penekanan fungsi dalam shalat

adalah dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Hal

tersebut juga, dikupas oleh Muhammad Iqbal dalam

bukunya The Reconstruction of Religious Thought in

Islam, kesempurnaan shalat dicapai secara berjamaah

dengan semangat yang berdimensi sosial. Nilai sosial

dalam shalat berhubungan dengan kemanusian, jamaah

dan solidaritas kemanusiaan. Demikian halnya zakat dan

puasa, sebagaimana yang diutarakan oleh Kuntowijoyo

dalam bukunya Identitas Politik Umat Islam, ia mencoba

melakukan objektifikasi terhadap ayat yang berada dalam

al Qur’an seperti persoalan zakat, yang diberikan hanya

kepada orang yang seagama, hal itu dianggap masih

bersifat subjektif maka makna zakat harus diobjektifkan

agar dapat diterima oleh siapa saja. Maka Kuntowijoyo

menawarkan solusi zakat untuk mengatasi kemiskinan

dan yang menerimanya bukan hanya orang yang

seagama, dengan demikian ajaran agama bersifat objektif.

Dengan semangat menggali nilai-nilai agama, maka

diharapkan agama dapat bersifat liberatif dan mencerah-

kan. Dialektika diri agama serta alam menjadikan sikap

diri dengan alam sebagai subjek yang kedudukannya

sama dengan manusia dalam mengabdikan diri terhadap

Tuhan. Alam yang selama ini dianggap objek oleh

56

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

manusia, menjadikan manusia bersifat eksploitatif ter-

hadap alam dan menimbulkan bencana yang bersifat

mengglobal.

Demikian dengan ikatan yang mencoba menisbatkan

diri dengan sadar menggunakan istilah intelektual

profetik dalam mewujudkan cita-cita. Dialektika ter-

sebut, menjadikan posisi agama dalam diri kader men-

jelma menjadi kesadaran kolektif dalam mewujudkan

masyarakat yang berkeadilan. Dari pelaksanaan agama

ini, menjadikan Islam yang tertuang dalam teks dapat

disuarakan dalam menjawab dan merespon realitas

sehingga Islam diterima oleh siapa saja karena dan

universalitas ajarannya.

2. Realitas Makro

Realitas makro merupakan suatu hal yang penting,

dalam melakukan pemetaan terhadap realitas, dan apa

yang akan dilakukan setelah mengetahui realitas makro

tersebut. Sebagaimana semangat yang diemban oleh

intelektual profetik adalah aktivisme sejarah bukan

deterministik dalam sejarah. Aktivisme dalam sejarah ini

menjadikan kita berupaya melakukan perubahan ter-

hadap sejarah sehingga berpihak kepada kemanusiaan

dan tidak digunakan oleh kepentingan kekuasaan.

Sejarah yang berfihak pada penguasa dapat menina

bobokan masyarakat, sehingga masyarakat tidak dapat

bersikap kritis terhadap suatu persoalan.

Di era global ini, dunia moderen telah menjajah

negara-negara miskin. Kampanye perdagangan bebas

oleh lembaga keuangan internasional merupakan salah

Page 44: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

57

Upaya Mewujudkan Kader Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

satu perangkap globalisasi di bidang ekonomi, sedangkan

di bidang sosial menggunakan istilah developmentalisme

yang kemudian di Indonesia dikenal dengan istilah

pemerataan pembangunan, seperti yang telah dikemuka-

kan oleh Mansour Fakih dalam bukunya Runtuhnya teori

Pembangunan dan Globalisasi, bahwa sistem ekonomi

bangsa ini digiring pada ekonomi liberal. Dana pem-

bangunan yang digunakan oleh pemerintah Indonesia

adalah dana pinjaman luar negeri yang dikeluarkan oleh

Bank Dunia, IMF dan yang lain. Pinjaman yang diberikan

oleh lembaga keuangan internasional ini menjadikan

kebijakan pemerintah terpengaruh oleh kebijakan

lembaga keuangan internasional. Kebijakan yang diambil

oleh pemerintah menjadikan keputusannya tidak ber-

pihak pada kepentingan keadilan tetapi untuk kepen-

tingan pemodal.

Pertumbuhan investasi dengan modal asing misal-

nya, telah menjadikan perusahan-perusahaan raksasa

milik asing mengeksploitasi sumber daya manusia dengan

tidak memperhatikan asas keadilan terhadap kaum

buruh, demikian pula dengan kerusakan ekologi akibat

ketidakseimbangan pengelolaan alam.

Pada bidang pendidikan lembaga pendidikan di-

privatisasi, subsidi dicabut sehingga biaya pendidikan

mahal, kurikulum pendidikan relatif menggunakan pen-

dekatan konservatif yang ditandai dengan lemahnya

praktek selalu dijejali dengan teori serta hilangnya

transfer nilai dan etika akibat terjadi dehumanisasi di

lingkungan sekolah dan masyarakat. Di bidang ekonomi,

masyarakat memiliki mental konsumeristik, pragmatis

58

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dan budaya instan dikarenakan ketidaksiapan sumber

daya manusia dalam rangka menghadapi persaingan

bebas dan kejahatan yang terstruktur. Dengan kebijakan

pasar bebas ini, menjadikan masyarakat dunia ketiga ini

menjadi gelandangan di kampung sendiri (meminjam

istilah Cak Nun), budak dan negaranya dipecundangi

oleh kaum kapitalis. Semua cara dilakukan oleh Negara

maju adalah guna mencukupi kebutuhan industrinya.

Dengan mengetahui bagaimana persoalan dalam

realitas makro, maka menjadi tugas intelektual profetik

melibat-kan semua potensi untuk melakukan trans-

formasi sosial. Kesadaran dari intelektual profetik ini

untuk merubah sejarah bukan larut dalam sejarah.

3. Realitas Lokal

Globalisasi telah merubah alam dan kerusakannya

dapat dirasakan di berbagai daerah. Industri yang masuk

ke pedalaman menjadikan msayarakat kehilangan eksis-

tensinya sehingga mereka melakukan perlawan terhadap

kebijakan negara. Eksistensi dalam bentuk kearifan lokal

yang dimilki oleh masyarakat Dayak misalnya, dalam

memelihara hutan dan melakukan penebangan pohon

memiliki ciri khas tertentu, mereka menebang pohon

harus memperoleh ilham, melalui ritual upacara dan

mendapatkan restu dari masyarakat. Bagi masyarakat

Dayak, yang memiliki kehidupan sosial dan pertanian

berpindah-pindah, tetapi tidak pernah membuat kerusak-

an apalagi mengakibatkan terjadinya kebakaran hutan.

Kearifan lokal juga dimilki oleh suku-suku yang lain

seperti pada masyarakat Samin. Pada masyarakat Samin

Page 45: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

59

Upaya Mewujudkan Kader Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

ini, ketua suku menganjurkan pada anggota masyarakat

untuk tidak menggunakan produk dari luar dan menolak

kebijakan pemerintah.

Realitas sosial ini merupakan salah satu bentuk

perlawanan yang dilakukan dalam rangka menyikapi

globalisasi dan kebijakan pemerintah yang tak berpihak

pada nilai-nilai kemanusiaan. Pemaparan realitas sosial

yang melakukan perlawan terhadap globalisasi menjadi-

kan ia sebagai gerakan sosial yang spesifik, sesuai dengan

keahliaanya dan kepentingannya. Gerakan sosial yang

dilakukan oleh realitas sosial dalam menghadapi global-

isasi merupakan salah satu bentuk gerakan sosial baru

(new social movement). Gerakan sosial baru merupakan

resistensi terhadap globalisasi dengan bentuk perlawanan

dengan spesifikasi seperti gerakan masya-rakat adat,

gerakan anti utang, gerakan lingkungan dan yang lain.

E. Tugas Intelektual Profetik

Tugas utama yang diemban oleh seorang intelektual

adalah untuk merubah dunia bukan hanya menginterpretasi

dunia. Sifat intelektual tersebut yang menjadikan ia bersikap

aktif dalam sejarah dan melakukan pembenahan terhadap

realitas sosial. Setiap apa yang dilakukan oleh intelelektual

profetik adalah sesuai dengan maqasid as-syaria’ah yang

terdiri dari agama, jiwa, keturanan, harta akal dan ekologi.

Sifat yang dibawa oleh intelektual profetik adalah agama

untuk kemanusiaan dan menjadikan agama pemecahan

persoalan-persoalan sosial empiris, ekonomi, pengembangan

masyarakat, penyadaran hak-hak politik rakyat dan menge-

luarkan belenggu manusia dari ketidakadilan. Proses trans-

60

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

formasi sosial yang dilakukan sesuai dengan tiga pilar dalam

etika profetik yaitu; humanisasi, liberasi dan transendensi.

1. Humanisasi

Humanisasi merupakan terjemahan kreatif dari amal

ma’ruf yang memiliki makna asal menganjurkan atau

menegakkan kebaikan. Amar ma’ruf bertujuan untuk

meningkatkan dimensi dan potensi positif manusia, yang

membawa kembali pada petunjuk Ilahi untuk mencapai

keadaan fitrah. Fitrah adalah keadaan manusia yang

memiliki kedudukan sebagai mahluk yang mulia sesuai

dengan kodrat kemanusiaannya atau dalam upaya me-

manusiakan manusia yakni menghilangkan kebendaan,

ketergantungan dan kekerasan, serta kebencian dalam

diri manusia. Humanisme yang ditawarkan adalah

humanisme teosentris bukan humanisme antroposentris.

Konsep humanisme tidak dapat dipahami tanpa konsep

transendensi yang menjadi dasarnya. Humanisme yang

berasal dari barat dalam sejarahnya merupakan pem-

berontakan terhadap gereja yang bersifat dogmatis,

terjadi di abad pertengahan. Dari antoprosentrisme men-

jadikan manusia yang berkuasa atas dirinya sendiri. Akal

yang dimiliki oleh manusia menjadi penentu dan ber-

tindak tidak sesuai dan menyebabkan kerusakan pada

alam. Dari sifat tersebut menjadikan manusia sebagai raja

atas manusia yang lain. Humanisme atroposentris ini,

menjadikan manusia telah ‘membunuh Tuhan’ sebagai-

mana yang dikatakan oleh Francis Bacon dikarenakan

pengetahuan, bukannya mencari kebenaran tetapi untuk

mencari kekuatan dan kekuasaan. Humanisme antro-

Page 46: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

61

Upaya Mewujudkan Kader Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

posenstris yang memiliki tujuan untuk memanusiakan

manusia telah terjatuh pada dehumanisasi. Humanisme

teosentris Kuntowijoyo berangkat dari konsen iman dan

amal shaleh, yang dapat menghindari manusia jatuh pada

dehumanisasi. Iman sebagai konsep teo-sentris yang

menjadikan Tuhan sebagai konsep pengabdian dan amal

sebagai aksi dalam kemanusiaan. Dalam konsep tersebut,

iman tidak dapat dipisahkan dengan amal, artinya

manusia harus memusatkan diri pada Tuhan dan

memiliki tujuan untuk kepentingan manusia. Human-

isme teo-sentris semata-mata tidak diukur oleh akal

tetapi oleh transendensi. Konsep humanisme yang telah

dilontarkan oleh Kuntowijoyo dalam Intelektual Sosial

Profetik berpara-digma fungsional.

2. Liberasi

Liberasi merupakan terjemahan dari nahi munkar

yang memiliki arti melarang atau mencegah segala

tindakan kejahatan. Liberasi memilki arti pembebasan

terhadap yang termarjinalkan. Liberasi yang mengilhami

Kuntowijoyo adalah liberasi dalam konteks Marxisme,

dan liberasi yang ditawarkan oleh Kuntowijoyo adalah

liberasi yang mengandung nilai-nilai transendensi.

Liberasi dalam kerangka profetik untuk membebaskan

manusia dari kekejaman kemiskinan, dominasi struktur,

kekerasan dan menolak konservatisme dalam agama.

Liberasi dalam kontekss profetik menjadikan agama

sebagai nilai-nilai transendental, sehingga agama menjadi

ilmu yang objektif dan faktual. Liberasi bukan hanya

dalam dataran moralitas tetapi dilakukan secara konkret

62

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dalam realiatas kemanusiaan. Kuntowijoyo menawarkan

kontekstualisasi liberasi pada sistem pengetahuan, sosial,

ekonomi dan politik yang selama ini membelenggu

manusia sehingga ia dapat mengktualisasikannya dirinya

sebagai mahluk yang merdeka dan mulia.

Kesadaran dari Marxisme adalah kesadaran kelas,

kesadaran deterministik atau materi. Bagi Kuntowijoyo

kesadaran menentukan basis materi. Liberasi dalam

konteks ekonomi adalah menjembatani antara yang kaya

dengan miskin agar tidak terjadi ketimpangan. Liberasi

ekonomi memiliki tujuan terciptanya ekonomi yang

berkeadilan dan berpihak pada kaum miskin. Liberasi

sistem politik membebaskan sistem politik dari kedik-

tatoran, otoriterianisme, dan neo-feodalisme. Hal

tersebut, menjadikan demokrasi dan HAM menciptakan

masyarakat yang berkeadilan. Konsep liberasi yang

diinginkan oleh Kuntowijoyo bercorak marxian tetapi

tidak menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan

persoalan sosial.

3. Transendensi

Transendensi merupakan terjemahan dari tu’minuna

billah yang berarti beriman kepada Allah. Gagasan ini

merupakan jiwa dalam proses humanisasi dan liberasi.

Proses memanusikan manusia dan melakukan proses

pembebasan merupakan sarana untuk kembali pada

Tuhan. Tujuan akhir dari proses liberasi dan humanisasi

adalah Tuhan. Transendensi tersebut merupakan respon

terhadap ilmu sosial yang selama ini bercorak positivistik,

menafikan hal yang berkaitan dengan agama. Proses

Page 47: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

63

Upaya Mewujudkan Kader Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

modernisasi yang dilakukan oleh bangsa barat yang

cenderung menafikan agama menjadikan posisi agama

termarginalkan. Tetapi akses positif moderenisasi yang

ditimbulkan barat telah menjadikan agama sebagai alter-

natif untuk menyelesaikan persoalan sosial. Dengan

kritik transendensi, kemajuan teknik dapat untuk meng-

abdi pada perkembangan manusia dan kemanusiaan,

bukan kesadaran materialistik. Pemaknaan transendensi

dalam pemahaman Roger Garaudy; bahwa transendensi

menghilangkan nafsu manusia yang serakah dan nafsu

kekuasaan, memiliki kontinyuitas kebersamaan Tuhan

dan manusia, mengakui keunggulan norma mutlak diatas

akal manusia. Transedensi merupakan suatu penerapan

yang baru dalam ilmu sosial, transen-densi menajdikan

ilmu sosial yang bercorak agamis dan berdasarkan nilai-

nilai al Qur'an. Kuntowijoyo mencontohkan dalam

bukunya Sejarah Dinamika Umat Islam Indonesia, ia

menginginkan al Qur'an sebagai grand theory diturunkan

menjadi middle theory dan kemudian aplikatif. Olehnya

itu, Kuntowijoyo menawarkan al Qur'an sebagai para-

digma dalam melihat realitas dengan melakukan obyek-

tifikasi terhadap al Qur'an.

F. Kompetensi Dasar Intelektual Profetik

Guna mengemban misi profetik; humanisasi, liberasi, dan

transendensi, Intelektual profetik harus memiliki beberapa

kompetensi dasar yang coba dipilah menjadi tiga basis;

ideology, knowledge, dan skill.

64

Menggali Makna Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

1. Basis Ideology

a. Islam sebagai basis nilai, ruh, semangat, tempat cita-

cita disematkan dan sebagai pedoman.

b. Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan Islam, salah

satu entitas Islam obyektif dan ril.

c. IMM sebagai pilihan gerakan diranah juang kemaha-

siswaan

2. Basis Knowledge

a. Tauhid, bagi IP adalah sebagai dasar atau basis

empiris untuk melakukan praksis gerakan, tauhid

disini bersifat liberasi dan humanisasi. Dimana

dalam penggunaan tauhid ini yang terjadi adalah

pencerahan bukannya pembebalan dan revivalisme.

b. Manusia, bagi IP adalah manusia berkesadaran yang

melakukan pola transformasi sosial baik dilakukan

pada alam ataupun manusia yang lain. Sikap ter-

hadap manusia adalah melakukan humanisasi dan

liberasi sesuai dengan semangat surat Ali Imran: 110.

Sikap manusia dengan alam adalah sebagai khalifah

yang bertugas memelihara bumi dan men-jaga

keseimbangan serta kelestarian alam yang digunakan

sebagai sarana untuk mendekatkan diri pada Tuhan.

c. Alam, bagi IP adalah subjek yang dipandang oleh

manusia sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan

hidup dan sarana pendekatan diri pada Tuhan. Sifat

hubungan manusia dengan alam adalah menjaga ke-

seimbangan dan keharmonisan alam sehingga alam

tidak rusak dan menimbulkan berbagai malapetaka

buat manusia.

Page 48: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

65

Upaya Mewujudkan Kader Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

d. Masyarakat, bagi IP adalah masyarakat yang terdiri

dari berbagai macam manusia yang memiliki

kesadaran dan berupaya untuk melakukan perubah-

an sosial. Kesadaran dalam masyarakat adalah ber-

dasarkan pada etika profetik yang mengupayakan

terciptanya tatanan sosial yang berkeadilan, tanpa

penindasan dan berdasarkan rahmat Ilahi.

e. Disiplin ilmu kader, merupakan modal bagi IP dalam

melakukan transformasi sosial dan diaspora gerakan

disemua dimensi kehidupan sesuai keahliannya.

3. Basis Skill

a. Kepemimpinan, bagi IP adalah yang memiliki karak-

ter profetik yang mengupayakan transformasi sosial,

didasarkan pada praksis gerakan, kepemimpinan

yang mampu membela kaum ter-marginalkan dan

menjadikan kedudukannya lebih baik sebagai upaya

terciptanya masyarakat yang diidealkan.

b. Komunikasi, bagi IP adalah sarana untuk menyam-

paikan berbagai macam gagasan terkait misi profetik.

Komunikasi yang dapat dimengerti oleh si penerima

pesan tanpa kehilangan subtansinya. Komunikasi

sebagai sarana pertukaran informasi maka yang

diinginkan adalah komunikasi yang berdasarkan

etika profetik.

c. Life Skill, sangat dibutuhkan agar IP dapat hidup

dimana saja secara mandiri, tidak memiliki keter-

gantungan pada yang lain. Sikap ini merupakan

wujud eksistensi manusia dan kelompoknya.

Page 49: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

66

Realitas Sekarang; Globalisasi dan Multikulturalisme

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

B a g i a n

Realitas Sekarang,Globalisasi dan Multikulturalisme1

Naik kereta api tut tut tut/siapa hendak turut/…kereta ku takberhenti lama (nyayian waktu kecil).

Dengan keberagaman, hidup jadi indah dan penuh warnawarni

A. Prawacana Globalisasi dan Multikulturalisme

Nyanyian kereta api yang biasa dinyanyikan oleh anak-

anak mengambarkan nasib sebagian penghuni bumi yang

tersisir ditinggalkan oleh kereta globalisasi yang melaju

semakin kencang. (B. Hari Juliawan, Keretaku Tak Berhenti

Lama). Memasuki millenium ketiga ini, kita disibukkan

dengan istilah globalisasi sebagai arus yang tidak dapat

dibendung. Shimon Peres menyatakan kekuatan globalisasi

sebagai pengalaman orang yang bangun pagi dan melihat

segala sesuatu sudah berubah. Banyak hal yang kita anggap

sebagai kebenaran kemudian suatu waktu menghilang tanpa

bekas. Para pakar mengakuinya bahwa sekarang perubahan

kehidupan manusia terbawa oleh arus global. Demikian

dengan Masyarakat atau bangsa yang kurang siap, akan

terbawa oleh arus global. (H.A.R.Tilaar, Perubahan Sosial dan

1. Coretan ini ditulis dalam rangka persyaratan mengikuti Darul Arqam Paripurna, dilaksanakanoleh DPP IMM, tanggal 24-28 Maret 2005 di Bandung

4

67

Realitas Sekarang; Globalisasi dan Multikulturalisme

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Pendidikan). Senada pula yang diutarakan oleh Giddens

bahwa globalisasi bukanlah perkataan yang sangat menarik

atau elegan. Namun demikian, tidak seorangpun memahami

prospek kehidupan di akhir abad ini sehingga kita tidak dapat

mengabaikannya. Globalisasi berkaitan dengan tesis bahwa

kita sekarang hidup di satu dunia, tetapi dengan mudah kita

dapat melakukan perjalanan keliling dunia. Dalam setiap

negara membicarakan globalisasi dengan cukup intensif

seperti kata globalisasi dikenal oleh warga Prancis dengan

mondialisation, sedangkan di Spayol dan Amerika Latin kata

ini adalah globalizacion dan untuk Jerman meyebutnya

dengan globalisierung. (Anthony Giddens, Runaway World).

Mengenai fenomena globalisasi sudah banyak dibicara-

kan, bahkan tukang becak pun mahir mengucapkan global-

isasi, anak muda pengelana mall, sampai-sampai pak bupati

rajin mengulang-ulang kata itu, kadang-kadang sambil

meyumpahi dan dilain kesempatan sambil bersyukur. Global-

isasi diibaratkan sebagai "pisau" yang bermata dua, sebagai

kutukan dan berkah. Menurut versi pejabat, globalisasi

membuka peluang investor asing untuk merambah dunia

usaha diberbagai bidang yang kemudian memberi konstribusi

besar untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Sebagai

kutukan, globalisasi dikambing hitamkan oleh pemuka agama

yang mengeluhkan merosotnya moral kaum muda setelah

mengenal internet dan gaya hidup barat. (B. Hari Juliawan,

Keretaku Tak Berhenti Lama).

Bahwa manusia hidup dalam realitas yang plural, hal

yang sama juga terjadi pada masyarakat Indonesia yang

majemuk (plural society). Corak masyarakat Indonesia adalah

ber-Bhineka Tunggal Ika, bukan lagi keanekaragaman suku

Page 50: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

68

Realitas Sekarang; Globalisasi dan Multikulturalisme

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

bangsa, melainkan keanekaragaman kebudayaan. Indonesia

sebagai masyarakat yang majemuk memiliki suatu kebudaya-

an yang berlaku secara umum, memiliki coraknya sebagai

mozaik. Seperti yang telah dikemukan oleh the funding father

bangsa Indonesia bahwa kebudayaan bangsa Indonesia adalah

puncak-puncak kebudayaan daerah. (Pasudi Suparlan,

Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural).

Masyarakat yang plural merupakan "belati" bermata

ganda dimana pluralitas sebagai rahmat dan sebagai kutukan.

Pemahaman pluralitas sebagai rahmat adalah keberanian

untuk memerima perbedaan. Menerima perbedaan bukan

hanya dengan kompetensi keterampilan, melainkan lebih

banyak terkait dengan persepsi dan sikap sesuai dengan

realitas kehidupan yang menyeluruh. Sedangkan pluralitas

sebagai kutukan akan menimbulkan sikap penafian terhadap

yang lain, baik individu ataupun kelompok, karena dianggap

berbeda dengan dirinya, dan perbedaan dianggap menyim-

pang atau salah. Penafikan terhadap yang lain pada hakekat-

nya adalah pemaksaan keseragaman dan menghilangkan

keunikan jati diri yang lain, baik individu atau komunitas.

Modus relasi hegemonik berarti mengandaikan konstruksi

sosial hirarkis, dan membangaun pengakuan bahwa seseorang

atau kelompok lain unggul atas yang lain, serta mengajukan

klaim yang melibihi hak-haknya dengan cara merampas hak-

hak pihak lain. (Salam Redaksi, Kalimatun Sawa, Multi

Kulturalisme Desa Global). Menurut Suparlan yang mengutip

dari Fay, Jary dan J. Jary dalam acuan utama masyarakat yang

multikultural adalah multikulturalisme, yakni sebuah ideologi

yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kese-

derajatan baik secara individu ataupun secara kebudayaan.

69

Realitas Sekarang; Globalisasi dan Multikulturalisme

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

(Pasudi Suparlan, Menuju Masyarakat Indonesia yang

Multikultural)

B. Globalisasi

Bahasa globalisasi patut mendapatkan perhatian khusus.

Kata globalisasi itu sendiri, dalam kebanyakan penggunaan-

nya tidak mengandung satu konsep tertentu. Persoalannya

tidak sekedar penggunaan kata yang bersentuhan dengan sisi

intelektual, penggunan istilah yang kabur maknanya itu

merupakan tabir yang efektif untuk menutup sebab akibat.

Mengenai analisis tentang apa yang sedang terjadi, oleh siapa,

terhadap siapa, untuk siapa, dan akibatnya apa? Dalam sejarah

globalisasi terdapat dua macam perkembangan. Pertama,

perkembangan teknologi dan kedua, perkembangan dalam

pemusatan kekuasaan. (Peter Marcus, Memahami Bahasa

Globalisasi). Globalisasi dengan perkembangan teknologi

yakni tersebarnya teknologi ke seluruh belahan dunia. Misal-

nya, produk hand phone yang sekarang tersebar sampai ke

pelosok dunia. Sedangkan globalisasi sebagai pemusatan

kekuasaan, dapat dilihat dari negara-negara maju yang meng-

ekploitasi negara yang berkembang lewat teknologi serta

sistem ekonomi. Sehingga globalisasi merupakan pertemuan

dan gesekan nilai-nilai budaya dan agama di seluruh dunia

yang memanfaatkan jasa komunikasi, dan informasi sebagai

hasil moderenisasi teknologi. Pertemuan dan gesekan ini akan

menghasilkan kompetisi liar yang saling dipengaruhi dan

mempengaruhi, saling bertentangan dan bertabrakan dengan

nilai-nilai yang berbeda, kemudian menghasilkan kalah atau

menang, kerjasama yang menghasilkan sintesa dan analisis

baru. (Qodri Azizy, Melawan Globalisasi).

Page 51: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

70

Realitas Sekarang; Globalisasi dan Multikulturalisme

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Beberapa pemikir memperdebatkan pandangan tentang

globalisasi yang masing-masing berbeda satu sama lainnya.

Kaum skeptis menyatakan bahwa segala hal yang menyangkut

globalisasi adalah omong kosong. Manfaat, cobaan, dan ke-

sengsaraan yang ditimbulkannya, mengakibatkan ekonomi

global tidak begitu berbeda dengan yang penah terjadi pada

periode sebelumnya. Kaum skeptisme ini, cenderung di aliran

kiri politik, sebab menganggap semua ini hanya mitos,

pemerintah yang mengendalikan kehidupan ekonomi negara

dan kesejahteraanpun tetap utuh. Gagasan globalisasi merupa-

kan ideologi yang disebarluaskan oleh para pendukung pasar

bebas yang membongkar kesejahteraan dan mengurangi

pengeluaran negara. Selanjutnya adalah kelompok radikal,

bahwa globalisasi tidak hanya sangat ril, melainkan juga

konsekuensi dapat dirasakan dimanapun. Pasar global jauh

lebih berkembang dan mengabaikan batas-batas negara.

Banyak bangsa telah kehilangan daulatnya, dan para politisi

telah kehilangan kemampuannya untuk mempengaruhi

dunia. Kelompok yang masuk aliran kanan adalah kaum

radikal. (Anthony Giddens, Runaway World).

Pasca perang dingin beberapa sistem baru menggugur-

kan hal yang mempersiapakan rangka kerja yang berbeda

untuk hubungan internasional. Pasca perang dingin suasana

dunia sangat berantakan, membingungkan dan tak terdefinisi-

kan. Tetapi lebih dari itu kita berada dalam sistem inter-

nasional yang baru. Sistem yang baru tersebut memiliki logika

dan keunikan tersendiri, berbagai peraturan, tekanan intensif,

dan memiliki nama sendiri yaitu globalisasi. Globalisasi bukan

hanya model ekonomis, dan bukan hanya model yang telah

berlalu. Ini merupakan sistem internasional yang dominan

71

Realitas Sekarang; Globalisasi dan Multikulturalisme

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

menggantikan sistem perang dingin setelah runtuhnya

tembok Berlin di Jerman. Perang dingin memiliki trend

tersendiri yaitu pertikaian antara kapitalisame dengan

komunisme, antara blok barat dengan timur. Dari seluruh

elemen yang berada dalam perang dingin tersebut mem-

pengaruhi perkembangan politik, perdagangan, dan hubungan

negara diberbagai belahan dunia. (Thomas L. Freidman,

Memahami Globalisasi).

Globalisasi merupakan sistem internasional yang serupa

dengan atribut unik dan berbeda, memiliki ciri yang istimewa

dan terintegrasi. Globalisasi ini dihubungkan dengan satu kata

jaringan (web), serta sistem globalisasi bersifat dinamis dan

berkesinambungan. Globalisasi berarti penyebaran kapital-

isme pasar bebas keseluruh negara di dunia. Globalisasi

memiliki peraturan perekonomian tersendiri yakni peraturan

yang bergulir disekitar pembukaan deregulasi, privatisaasi

perekonomian guna lebih kompetitif dan menjadi alternatif

bagi investasi luar negeri. (Thomas L. Freidman, Memahami

Globalisasi).

Kriteria ekonomi yang melekat pada arti globalisasi

merupakan kelanjutan kriteria ekonomi yang melekat pada

pembangunan (development). (Herry Priyono, Marginalisasi

ala Neoliberal). Proses globalisasi ditandai dengan pesatnya

perkembangan paham kapitalisme, yakni terbuka dan meng-

globalnya peran pasar, investasi, dan proses produksi dari

perusahaan-perusahaan transnasional yang kemudian dikuat-

kan oleh ideologi dan tata dunia perdagangan dibawah satu

aturan yang ditetapkan oleh organisasi perdagangan bebas

secara global. Globalisasi muncul bersamaan dengan runtuh-

nya pembangunan di Asia Timur, era globalisasi ini yang

Page 52: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

72

Realitas Sekarang; Globalisasi dan Multikulturalisme

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

memiskinkan rakyat di dunia ketiga seolah-olah merupakan

arah baru yang menjanjikan harapan kebajikan bagi umat

manusia dan menjadi keharusan sejarah umat manusia di

masa depan. Globalisai juga melahirkan kecemasan yang tidak

memperhatikan permasalah kemiskinan, marginal-isasi, dan

masalah keadilan sosial. (Mansour Fakih, Runtuh-nya Teori

Pembangunan dan Globalsasi). Salah satu dampak negatif

globalisasi bagi negara berkembang adalah marginal-isasi

sejumlah besar manusia dan pesatnya pertam-bahan angka

kemiskinan. Proses marginalisasi (impoverty) semakin terasa

jika negara mengalami krisis keuangan. Industrialisasi pada

negara berkembang hanya menguntung-kan kaum tertentu

dan memiskinkan rakyat banyak. Demikian pula, dengan

degradasi lingkungan yang ditimbulkan semakin parah.

(H.A.R. Tilaar, Kuasa dan Pendidikan)

Faham globalisasai yang didasarkan pada pasar global

yang intinya sama dengan neo-liberalisme yang didasarkan

pada pokok-pokok sebagai berikut, liberalisasi perdagangan,

liberalisasi investasi, privatisasi, pemotongan anggaran publik

untuk sosial, potongan subsidi negara, devaluasi mata uang,

dan murahnya upah buruh. Liberalisasi perdagangan berarti

menghilangkan segala peraturan yang melindungi industri

dan pasar domestik oleh negara. Logika neoliberal ekonomi

mengatakan bahwa negara akan berkembang jika diserahkan

pada kebijakan pasar. Liberalisasi memberikan kesempatan

pada kapitalis untuk mengeruk keuntungan, dan penghapusan

beban yang harus ditanggung oleh swasta. Hal ini memberi-

kan ruang yang bebas dan terbuka terhadap perdagangan

internasional dan investasi internasional, peran negara

diambil alih oleh lembaga-lembaga keungan internasional

73

Realitas Sekarang; Globalisasi dan Multikulturalisme

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

seperti, IMF, WTO, WB dan TNC/MNC. Liberasi investasi

memberikan masuknya paham neo-liberalisme untuk

menanam saham sebesar 100 persen untuk perusahan inter-

nasional, bebas bea masuk, tingkat suku bungan dan pajak

rendah. Privatisasi penjualan perusahan-perusahaan negara

dan pelayanan publik pada swasta. (Mustofa Abdul Chamid,

Orde Baru Neoliberalsme dan Globalisasi Kaum Miskin).

Kebanyakan perusahaan multinasional yang berbasis di

Amerika. Tidak semuanya berasal dari negara-negara kaya,

namun juga tidak berasal dari wilayah yang lebih miskin di

dunia. Pandangan yang pesimis terhadap globalisasi sebagian

dipengaruhi oleh urusan negara industri utara, dimana

masyarakat yang berkembang di bagian selatan tidak memiliki

ruang dan peluang untuk mengambil peran. Pandangan ini

juga menganggap bahwa globalisasi telah menghancurkan

kebudayaan lokal, memperluas kesenjangan dunia, dan mem-

buat kehidupan kaum miskin semakin terpuruk. Beberapa

pihak mengatakan bahwa globalisasi menciptakan dunia

terbelah antara pemenang dan pecundang, hanya sedikit

sekali yang maju menuju kemakmuran, sementara yang lain

mengalami kehidupan yang penuh kesengsaraan dan keputus-

asaan. Banyak data statistik yang memperlihatkan bahwa

seperlima penduduk dunia tergolong miskin, pendapatannya

merosot dari 2,3 sampai 1,4 % dari seluruh pendapatan dunia,

regulasi mengenai keselamatan dan lingkungan hidup cukup

rendah atau sama sekali tidak ada, tetapi bagi negara yang

maju jumlah pendapatannya meningkat. Dan sebagian orang

berpendapat bahwa kondisi saat ini mirip dengan kampung

global (global village), tetapi lebih tepat dengan penjarahan

global (global pillage). (Anthony Giddens, Runaway World).

Page 53: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

74

Realitas Sekarang; Globalisasi dan Multikulturalisme

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Dengan berlangsung-nya proses globalisasi telah melahirkan

apa yang disebut oleh Marshall McLuhan the global village.

(H.A.R. Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan).

Globalisasi dan dampaknya terbagi menjadi dua macam,

positif dan negatif. Sisi negatif atau ancaman dari globalisasi

dapat ditemui dari perkembangan arus informasi dan

komunikasi, kita lebih mudah mengakses informasi ataupun

gambar-gambar yang dapat mempengaruhi tingkah laku, cara

pandang, gaya berpikir yang bertentangan dengan nilai etika,

budaya, dan agama. Dengan gencarnya pengaruh pasar/iklan

menyebabkan masyarakat lebih cenderung konsumtif dan

mengutamakan gaya hidup barat. Sedangkan bagi faham

kebebasan menjadikan anak remaja mendefinisikan kebebasan

sama dengan kebebasan pada dunia barat yang sekuler,

sehingga nilai agama, norma dan budaya lokal terancam

olehnya. Kebebasan tersebut adalah kebebasan yang menjurus

pada kepuasan lahiriah (pleasure), egoisme, dan hedonisme.

(Qodri Azizy, Melawan Globalisasi). Globalisasi menjadikan

negara yang berkembang menjadi gelandangan di kampung

sendiri akibat maraknya penjarahan global (the village global).

Globalisasi melahirkan kebudayaan yang bersifat monoisme

kebudayaan atau monokulturalisme dikarenakan imperialisme

kebudayaan barat. (H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme). Global-

isasi menyebabkan merebaknya kebudayaan "McDonald"

makanan instan lainnya, dengan demikian melahirkan ke-

budayaan yang serba instan, budaya telenovela yang melahir-

kan pesimisme, kekerasan hedonisme. Dengan meminjam

istilah dari Edward Said gejala tersebut merupakan "cultur

imprelism" baru yang telah menggantikan imprealisme klasik.

(Azyumardi Azra, Identitas dan Krisis Budaya)

75

Realitas Sekarang; Globalisasi dan Multikulturalisme

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Dampak positif dari globalisasi adalah berkembangnya

teknologi yang mempermudah urusan manusia. Dengan

media informasi menjadikan kita dapat melihat berbagai

peristiwa diberbagai belahan dunia. Tiupan globalisasi, me-

rupakan perpaduan dengan teknologi informasi yang melahir-

kan kebudayaaan dunia maya (cyber cultur), kemajuan

teknologi informasi telah membentuk ruang cyber yang maha

luas, suatu universitas baru, yaitu universe yang dibangun

melalui komputer dan jaringan komunikasi. Ruang cyber

tersebut merupakan lalu lintas ilmu pengetahuan, gudang

rahasia, dan berbagai pertunjukan suara dan kecepatan musik

yang dipancarkan dengan kecepatan cahaya elektronik.

(H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme). Unsur positif dari global-

isasi telah melahirkan LSM dan NGO sebagai gerakan dalam

rangka melindungi masyarakat lokal terhadap gempuran

globalisasi. Gerakan LSM menggelorakan identitas lokal,

budaya lokal, perlindungan terhadap rakyat kecil, dan

pandangan yang kritis terhadap negara dengan birokrasinya.

(H.A.R. Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan).

C. Multikulturalisme

Pengertian multikulturalisme menurut para ahli sangat

beragam, multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan

dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai

kebijakan kebudayaan yang menekankan pada penerimaan

terhadap realitas keagamaan yang pluralis dalam kehidupan

masyarakat. (Azyumardi Azra, Identitas dan Krisis Budaya).

Multikulturalisme secara etimologis marak digunakan pada

tahun 1950 di Kanada. Menurut Longer Oxford Directionary

istilah "multiculturalisme" merupakan deviasi kata multi-

Page 54: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

76

Realitas Sekarang; Globalisasi dan Multikulturalisme

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

cultural, kamus ini meyetir dari surat kabar di Kanada,

Montreal times yang telah menggambarkan masyarakat

Montreal sebagai masyarakat multicultural dan multilingual.

(Muhaemin el-Ma'hadi, Multikulturalisme dan Pendidikan

Multikulturalisme).

Multikulturalisme ternyata bukanlah pengertian yang

mudah. Dimana mengandung dua pengertian yang kompleks,

yaitu "multi" yang berarti plural dan "kulturalisme" berisi

tentang kultur atau budaya. Istilah plural mengandung arti

yang berjenis-jenis, karena pluralisme bukan sekedar

pengakuan akan adanya hal yang berjenis-jenis tetapi

pengakuan tersebut memiliki implikasi politis, sosial, ekonomi

dan budaya. Dalam pengertian tradisonal tentang multi-

kulturalisme memiliki dua ciri utama; Pertama, kebutuhan

terhadap pengakuan (the need of recognition). Kedua,

legitimasi keragaman budaya atau pluralisme budaya. Dalam

gelombang pertama multikulturalisme yang esensi terhadap

perjuangan adalah kelakuan budaya yang berbeda (the other).

(H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme).

Dalam filsafat multikulturalisme tidak dapat lepas dari

dua filosof kontemporer yakni, John Rawls dari Harvard

University dan Charles Taylor dari McGill University. Rawls

adalah penganut liberalisme terutama dalam bidang etika dan

Taylor dalam filsafat budaya dan politik. Rawls mengemuka-

kan teori dalam bukunya A Theory Justice, yang berusaha

menghidupkan kembali "social contrac" dan melanjutkan

kategori imperatif Kant, serta mengemukakan pemikiran

alternative dari utilitarianisme. Masyarakat yang adil bukan-

lah hanya menjamin "the greatest good for the greatest

number" yang terkenal dengan prinsip demokrasi. Filsafat

77

Realitas Sekarang; Globalisasi dan Multikulturalisme

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Rawls menekankan arti pada "self interest" dan aspirasi

pengenal dari seseorang. Manusia dilahirkan tanpa mengeta-

hui akan sifat-sifatnya, posisi sosialnya, dan keyakinan

moralnya, maka manusia tidak mengetahui posisi memak-

simalkan kemampuannya. Maka Rawls mengemukakan dua

prinsip; pertama, setiap manusia harus memiliki maksimum

kebebasan individual dibandingkan orang lain. Kedua, setiap

ketidaksamaan ekonomi haruslah memberikan keuntungan

kemungkinan bagi yang tidak memperoleh keberuntungan.

Menurutnya institusional yang menjamin kedua prinsip

tersebut adalah demokrasi konstitusional. Dalam bukunya,

Taylor membahas tentang The Politics of Recognition, berisi

tentang pandangan multikulturalisme mulai berkembang

dengan pesat, bukan hanya dalam ilmu politik tetapi juga

dalam bidang filsafat dan kebudayaan. Jurgen Habermas

menanggapi bahwa pelindungan yang sama dibawah hukum

saja belum cukup dalam demokrasi konstitusional. Kita harus

menyadari persamaan hak dibawah hukum harus disertai

dengan kemampuan kita sebagai penulis (authors) dari

hukum-hukum yang mengikat kita. Habermas menganjurkan

agar supaya warga negara dipersatukan oleh "mutual respect"

terhadap hak orang lain. Demokrasi konstitusioanal juga

memberikan kepada kebudayaan minoritas, memperoleh hak

yang sama untuk bersama-sama dengan kebudayaan

mayoritas. (H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme).

Walaupun multikulturalisme telah digunakan oleh para

pendiri bangsa dalam rangka mendesain kebudayaan bangsa

Indonesia, tetapi bagi orang Indonesia multikulturalisme

adalah konsep yang asing. Konsep multikulturalisme tidaklah

sama dengan konsep keanekaragaman secara suku bangsa atau

Page 55: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

78

Realitas Sekarang; Globalisasi dan Multikulturalisme

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

kebudayaan yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena

konsep multikulturalisme menekankan keanekaragaman dan

kesederajatan. Multikulturalisme harus mau mengulas ber-

bagai permasalahan yang mengandung ideologi, politik,

demokrasi, penegakan hukum, keadilan, kesempatan kerja

dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti golongan

minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral dan peningkatan

mutu produktivitas. (Parsudi Suparlan, Menuju Masyarakat

Indonesia yang Multikultural).

Memang dalam kerangka konsep masyarakat multi-

kultural dan multikulturalisme secara substantif tidaklah

terlalu baru di Indonesia dikarenakan jejaknya dapat ditemu-

kan di Indonesia, dengan prinsip negara ber-Bhineka Tunggal

Ika, yang mencerminkan bahwa Indonesia adalah masyarakat

multikultural tetapi masih terintregrasi dalam ke-ikaan dan

persatuan. (Azyumardi Azra, Identitas dan Krisis Budaya).

Sebagai gambaran tentang multikulturalisme digam-barkan

oleh John Haba tentang semangat kekristenan mulai menurun

dikalangan intelektual dunia barat dipengaruhi semangat

multikulturalisme, maka persilangan paradigma, tentang

boleh tidaknya gereja dikalangan misi, bukan kristen. Para

intelektual barat melemahkan visi dan misi gereja di era post-

modernisme dan mereka bersikap apatis dan bahkan memilih

sebagai pengikut agama Budha, Hindu atau ateis menjadi

warga gereja. (John Haba, Gereja dan Masyarakat Majemuk).

Multikulturalisme bukanlah sebuah wacana, melainkan

sebuah ideologi yang harus diperjuangkan karena dibutuhkan

sebagai etika tegaknya demokrasi, HAM, dan kesejahteraan

hidup masyarakat. Multikulturalisme sebagai ideologi tidaklah

berdiri sendiri tetapi terpisah dari ideologi-ideologi lainnya.

79

Realitas Sekarang; Globalisasi dan Multikulturalisme

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Multikulturalisme memerlukan konsep bangunan untuk

dijadikan acuan guna memahami dan mengembangluaskan-

nya dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk memahami

multikulturalisme, diperlukan landasan penge-tahuan berupa

konsep-konsep yang relevan, mendukung serta keberadaan

berfungsi multikulturalisme dalam kehidupan. Akar dari

multikulturalisme adalah kebudayaan, yang dimasudkan

disini adalah konsep kebudayaan yang tidak terjadi perten-

tangan oleh para ahli, dikarenakan multikulturalisme merupa-

kan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat

manusia dan kemanusiaannya. Oleh karena itu kebudayaan

harus dulihat dari persfektif fungsinya bagi manusia. (Parsudi

Suparlan, Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural).

Dengan pengunaan istilah dan praktek dari multi-

kulturalisme Parehk membedakan lima jenis multikultural-

isme; pertama, "multikulturalisme asosianis" yang mengacu

pada masyarakat dimana kelompok berbagai kultur menjalan-

kan hidup secara otonom dan menjalankan interaksi minimal

satu sama lain. Contohnya, masyarakat pada sistem "millet",

mereka menerima keragaman tetapi mempertahan-kan

kebudayaan mereka secara terpisah dari masyarakat lainnya.

Kedua, "multikultualisme okomodatif” yakni masya-rakat

plural yang memiliki kultur dominan, yang membuat

penyesuaian, mengakomodasi kepentingan tertentu bagi

kebutuhan kultur minoritas. Masyarakat multikultural

akomodatif merumuskan dan menarapkan undang-undang,

hukum dan kekuatan sensitif secara kultural, memberikan

kesempatan kepada kaum minoritas untuk mengembangkan

kebudayaannya dan minoritas tidak menentang kultur yang

Page 56: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

80

Realitas Sekarang; Globalisasi dan Multikulturalisme

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dominan. Multikultural ini dapat ditemukan di Inggris,

Prancis dan beberapa negara Eropa yang lain.

Ketiga “multikultural otomatis” masyarakat yang plural

dimana kelompok kultural yang utama berusaha mewujudkan

kesetaraan dan menginginkan kehidupan otonom dalam

kerangka politik secara kolektif dan dapat diterima. Contoh

dari multikultural ini adalah masyarakat muslim yang berada

di Eropa yang menginginkan anaknya untuk memperoleh

pendidikan yang setara dan sesuai dengan kebudayaannya.

Keempat, “multikulturalisme kritikal interaktif” masya-

rakat yang plural dimana kelompok kultur tidak terlalu

concern dalam kehidupan kultur otonom, tetapi lebih

menuntut penciptaan kultur kolektif yang mencerminkan dan

menegaskan persfektif distingtif mereka. Multikultural ini,

berlaku di Amerika Serikat dan Inggris, perjuangan kulit

hitam dalam menuntut kemerdekaan.

Kelima,“multikultural kosmopolitan”, yang berusaha

menghapuskan kultur sama sekali untuk menciptakan sebuah

masyarakat dimana individu tidak lagi terikat dan committed

kepada budaya tertentu. Ia secara bebas terlibat dengan

eksperimen-eksperimen interkultural dan sekaligus mengem-

bangkan kultur masing-masing. Para pendukung multi-

kultural ini adalah para intelektual diasporik dan kelompok

liberal yang memiliki kecenderungan posmodernisme dan

memandang kebudayaan sebagai resources yang dapat mereka

pilih dan ambil secara bebas. (Azyumardi Azra, Identitas dan

Krisis Budaya).

Multikulturalisme dalam penerapan dan bagaimana cara

melaksanakannya. Konsep dan kerangka dalam multikultural-

isme di paparkan oleh B. Hari Juliawan dengan membagi

81

Realitas Sekarang; Globalisasi dan Multikulturalisme

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

multikulturalisme dengan menggunakan empat kerangkanya.

Pertama, kerangka multikulturalisme berkenaan dengan

istilah multikulturalisme itu sendiri. Multikulturalisme me-

nunjukkan sikap normatif tentang fakta keragaman. Multi-

kulturalisme memilih keragaman kultur yang diwadahi oleh

negara, dengan kelompok etnik yang diterima oleh masya-

rakat luas dan diakui keunikan etniknya. Kelompok etnik

tidak membentul okomodasi politik, tetapi modifikasi

lembaga publik dan hak dalam masyarakat agar meng-

akomodasi keunikannya.

Kerangka multikulturalisme kedua, merupakan turunan

kerangka yang pertama yaitu akomodasi kepentingan,

dikarenakan jika kita ambil saripati dari multikulturalisme

adalah menajemen kepentingan. Kepentingan disini adalah

relevan dari konsep multikulturalisme, terbagi menjadi dua

macam kepentingan yang bersifat umum dan khusus.

Kepentingan yang bersifat umum pemenuhannya yang sama

pada setiap orang tanpa membedakan identitas kultur.

Sedangkan kepentingan khusus pemenuhan yang terkait

dengan aspek khusus kehidupan (survival) kelompok yang

bersangkutan. Misalkan kelompok masyarakat adat dapat

melaksanakan adatnya masing-masing tanpa intimidasi dari

pemerintah dan kekuatan kelompok yanga lain.

Kerangka multikulturalisme yang ketiga, merupakan

ideologi politik dengan menjadikan setiap orang atau

kelompok minor dapat menyampaikan aspirasi politiknya

tanpa terjadinya penindasan dan ancaman. Krangka keempat

berkaitan dengan puncak dan tujuan dari multikulturalisme

yang pantas diperjuangkan dikarenaka dibalik itu ada tujuan

hidup bersama, dengan pemenuhan hak-hak hidup. Hal

Page 57: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

82

Realitas Sekarang; Globalisasi dan Multikulturalisme

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

tersebut dikarenakan dalam multikulturalisme merupakan

penghargaan terhadap perbedaan. (B. Heri Juliawan, Krangka

Multikulturalisme).

Kebijakan multikulturalisme dalam konteks negara plural

saling melengkapi satu dengan yang lain dengan power

sharing, lebih sekedar distribusi pegakuan simbol-simbol

budaya, tetapi pada alokasi kekuasaan, dan kebijakan resmi

yang mengakomodir semua kelompok dalam rangka memper-

tahankan sekurang-kurangnya peraktek kebudayaan yang

unik dalam berpartisipasi secara stimulan dalam nilai dan

sistem kepercayaan bangsa yang lebih besar. (Zakiyuddin

Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multi Kultural)

Kerangka keempat, puncak tujuan dari multikultural-

isme hidup bersama sedekat mungkin pada kepenuhan hidup

baik. Dikarenakan pada setiap orang ingin hidup baik,

spiritual dan materialnya. (B. Heri Juliawan, Krangka Multi-

kulturalisme).

Multikulturalisme dapat berkembang menjadi hiper-

multikulturalisme. Steve Fuller mengemukakan bentuk hiper-

multikulturalisme yang perlu dihindari. Pertama, mengang-

gap kebudayaan sendiri yang lebih baik. Pengakuan tehadap

kebudayaan sendiri mengarahkan kecintaan pada diri sendiri

atau narsisme kebudayaan, jika berlebihan dapat menjadikan

kolonialisasi. Kedua, pertentangan antara budaya barat

dengan sisa Barat. Pandangan ini dikenal dengan Eropa

Sentris dalam melihat kebudayaan lain. Ketiga, pengakuan

terhadap berjenis-jenis budaya. Pluralisme budaya pengharga-

an terhadap budaya ditangapi dikarenakan eksotis, menarik

perhatian. Dan kebudayaan yang lain dilihat bukan karena

eksotisnya. Keempat, penelitian budaya suatu entitas yang

83

Realitas Sekarang; Globalisasi dan Multikulturalisme

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

homogen dikuasai oleh laki-laki dan bias gender perempuan.

Kelima, mencari "indigeneus culture". Pemujaan terhadap

indigeneus culture adalah hal yang berlebihan dan kerjasama

internasional mengandung unsur kebudayaan lain dapat

diadopsi sesuai dengan lingkungan kebudayan yang berbeda.

Keenam, penduduk asli yang berbicara tentang kebudayaan-

nya. Orang asing tidak berwewenang mempelajari kebudaya-

an setempat. (H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme).

Dalam multikulturalisme global masih berpegang pada

doktrin asimilasi yang satu arah dan logika kebersamaan. Hal

ini menjadi tantangan besar terhadap studi multikulturalisme

yang selaknya menggali lebih jauh masalah identitas dan per-

bedaan. (Farah Wardani, Representing Islam). Tilaar juga,

mengemukakan tantangan multikultuiralisme, pertama, hege-

moni barat dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan

ilmu pengetahuan. Negara yang berkembang mengambil

langkah seperlunya untuk mengatasi sehingga sama dengan

dunia barat. Kedua, esensialisasi budaya. Multikulturalisme

berusaha untuk mencari esensi budaya tanpa jatuh dalam

pandangan xenophobia dan ennosentrisme. Multikulturalisme

melahirkan tribalisme sampai sehingga merugikan komunitas

global. Ketiga, proses globalisasi berupa monokulturalisme

karena gelombang dahsyat globalisasi menggiling dan

menghancurkan kehidupan bersama budaya tradisional.

Masyarakat akan tersapu bersih dan kehilangan akar

budayanya sehingga kehilangan akar berpijak akibat terkena

arus globalisasi. (H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme).

Page 58: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

84

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

B a g i a n

Realitas Muhammadiyah,Bercermin Pada Pendiri Muhammadiyah

A. Prawacana Muhammadiyah

Sudah lama intelektual Islam Indonesia membedakan

secara dikotomis kedalam modernis dan tradisionalis, ter-

masuk Muhammadiyah yang modernis dan NU yang

tradisionalis. Para pemerhati sosial yang berbasis kampus atau

berbasis keilmuan keagamaan, dan tipologi ini masih lazim

diterima, walaupun masih banyak kritik dari berbagai pihak.

Akibat dari dikotomi tersebut mereka berlomba-lomba

membangun citra yang enak dipandang dan didengar oleh

para peneliti yang pandai dalam menciptakan kategori.

Berawal dari perebutan citra ini, banyak organisasi dakwah

Islam di Indonesia digiring ke dunia yang tidak nyata,

terjebak kedalam dunia yang serba semu dalam citra. Tetapi

yang ironis pertarungan dan perbedaan yang selama ini

terjadi tidak ditarik kepada asumsi bahwa perbedaan

merupakan suatu yang semu belaka yang diciptakan orang

lain dalam melihat realitas "diri" mereka. (Bahrus Surur Iyuk,

Teologi Amal Saleh)

Pengkajian dan penelitian tentang Muhammadiyah tak

kunjung usai, dan Muhammadiyah ibarat sebuah bangunan

besar yang dapat dilihat dari berbagai sudut, sehingga

memunculkan banyak obyek penelitian yang penting untuk

5

85

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

diteliti. Sebagai gerakan sosial keagamaan modernis terbesar,

Muhammadiyah memiliki keunikan tersendiri. Muhammad-

iyah merupakan gerakan sosial keagamaan yang mengalami

keberhasilan dalam praksis sosialnya, telah melahirkan ribuan

amal usaha yang tersebar dipenjuru tanah air. Berdasarkan

data yang terbaru (2005) amal usaha Muhammadiyah dalam

bidang pendidikan berjumlah 5.797 buah. Masing-masing

dengan rincian Sekolah Dasar sejumlah 1132 buah, Madrasah

Ibtida'iyah 1184 buah, Sekolah Menengah Pertama 534 buah,

Madrasah Tsanawiyah 511 buah, Sekolah Menengah Atas 263

buah, Sekolah Menengah Kejuruan 172 buah, Madrasah

Aliyah 67 buah, Pondok Pesantren 55 buah, Akademi 4 buah,

Politeknik 70 buah, Sekolah Tinggi 70 buah dan Universitas

36 buah. Total amal usah yang telah dimiliki oleh

Muhammadiyah sebanyak 7.489 buah.

Angka yang terjadi dalam amal usaha Muhmmadiyah

merupakan jumlah yang cukup fantastis bagi organisasi sosial

keagamaan. Apalagi keberadaan amal usaha tersebut merupa-

kan pengejawantahan dari model pemahaman keagamaan

(keislaman) di Muhammadiyah. Konstruksi pemahaman

keagamaan tersebut cukup unik dan menarik untuk dikaji

secara intensif. Mengingat model pemahaman keagamaan

yang telah diusung oleh Muhammadiyah, lantas kemudian

terejawantahkan dalam realitas kehidupan sosial yang nyata

berupa amal usaha yang telah dinikmatai oleh umat manusia.

Muhammadiyah sebagai organisasi bervisi sosial keagamaan

memang telah banyak mewarnai perjalanan sejarah nasional.

Bahkan, konstribusi Muhammadiyah telah terasa dalam

pembangunan bangsa. Bukan hanya konstribusi dalam amal

usaha, tetapi Muhammadiyah telah menyumbangkan kader-

Page 59: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

86

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

kadernya melalui sederetan tokoh nasional. Banyak tokoh

nasional yang telah berjasa terhadap bangsa ini, baik sewaktu

memperjuangkan kemerdekaan maupun ketika mengisi

pembangunan, mereka adalah kader-kader terpilih Muham-

madiyah. (Haedar Natshir, Pengantar dalam Muhammadiyah

Gerakan Sosial Keagamaan Modernis)

Secara sosiologis Muhammadiyah merupakan gejala kota,

jika itu benar maka memiliki jarak sosial antara orang kota

dengan orang desa. Perbedaan terjadi dikarenakan adanya

jarak sosial. Jarak sosial dalam Muhammadiyah sebagai

gerakan kota ketika masuk ke desa mengalami pribumisasi

sehingga memunculkan empat varian dalam Muhammadiyah.

Islam murni, (kelompok al-ikhlas), ia tidak mengerjakan

TBC dan tidak toleran kepada yang melaksanakan TBC, Islam

murni yang tidak mengerjakan sendiri tetapi toleran terhadap

pernyakit TBC (kelompok Kyai Ahmad Dahlan). Neo-

tradisonalis, (kelompok Munu atau Muhammadiyah–NU), dan

Neo-sinkretis, (kelompok Munas, Muhammadiyah Nasionalis

dapat juga disebut Marmud atau Marhaenis-Muhammadiyah).

Kenyataan yang berada di Muhammadiyah penting artinya,

karena selama ini semua orang melihat bahwa Muhammad-

iyah terdiri dari satu kelompok saja, yaitu Islam Murni.

Dengan melakukan pribumisasi bahwa dominasi petani

di pedesaan telah menyebabkan perubahan dalam praktik

keagamaan anggota persyarikatan, dengan adanya "teologi

petani". Praktik yang telah dipandang sebagai TBC telah

diakomodasi dalam gerakan Muhammadiyah, walaupun

dengan perubahan-perubahan penting. (Kuntowijoyo, Jalan

Baru Muhammadiyah)

87

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

B. Sejarah Muhammadiyah

Munculnya Muhammadiyah sebagai gerakan sosial ke-

agamaan dalam sosial budaya waktu itu merupakan

"eksperimen sejarah" yang cukup spektakuler. Menurut kaca-

mata sosiologi agama, Muhammadiyah pada awal berdirinya

merupakan suatu "gerakan sempalan" organisasi keagamaan,

tetapi memberikan konotasi yang bagus, bukan sekedar tampil

beda dan beberapa hari kemudian hilang ditelan masa.

Banyak gerakan sempalan keagamaan kontemporer yang tidak

berumur panjang cenderung agak neko-neko, tetapi Muham-

madiyah terus berusia panjang bahkan amal usahnya terus

bertambah. (M. Amin Abdullah, Dina-mika Islam Kultural)

Pada waktu itu, Muhammadiyah menghadapi tiga front

yaitu; Modernisme dari kolonialisme Belanda, Tradisonalisme

dan Jawaisme. Modernisme dijawab oleh Kiai Ahmad Dahlan

dengan mendirikan sekolah-sekolah, kepanduan, voluntary

association. Sedangkan untuk jawaban terhadap permasalahan

jawaisme dan tradisonalisme langkah yang telah diambil oleh

Kiai Ahmad Dahlan yakni; pertama, terhadap tradisionalisme,

Kiai Ahmad Dahlan mengguna-kan metode tabligh

(menyampaikan) dengan mengunjungi murid-muridnya, dari

pada menunggu kedatangan mereka. Padahal pada waktu itu,

guru mencari murid adalah persoalan “aib sosial-budaya”.

Dan Kiai Ahmad Dahlan adalah sosok yang pantas dan berhak

didatangi oleh murid-muridnya dikarenakan kecakapan dan

kemampuannya dalam bidang agama. Apa yang dilakukan

Kiai Ahmad Dahlan dengan mengajari anak-anak perempuan

di Solo, kemudian dalam surat kabar 8 September 1915 ia

mengantarkan murid-murid-nya untuk berekreasi di taman

Sri Wedari merupakan per-buatan (dakwah tabligh) yang luar

Page 60: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

88

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

biasa. Hal ini, dikarenakan tabligh yang ia lakukan

setidaknyaa memiliki dua implikasi yaitu; pertama,

perlawanan langsung terhadap idolatry (pemujaan tokoh)

ulama dan perlawanan langsung terhadap mistifikasi agama.

Kedudukan ulama saat itu, sangat tinggi dikarenakan ia

menjadi mediator antara manusia dengan Tuhan, menjadi elit

dalam masyarakat dan guru dalam menyampaikan agama.

Kedua, dalam menghadapi Jawaisme Kiai Ahmad Dahlan

menggunakan metode positive action (dengan menge-

depankan amar ma'ruf) dan tidak secara frontal meyerangnya

(nahi munkar). Dalam Swara Muhammadiyah tahun 1915

dalam artikel yang menerangkan macam-macam shalat sunah,

ia menyebutkan bahwa keberuntungan semata-mata karena

kehendak Tuhan dan shalat sunah merupakan salah satu jalan

untuk meraihnya. Ia menerangkan bahwa keberuntungan

tidak disebabkan oleh pesugihan (jimat kaya), meminta di

kuburan keramat, dan memelihara tuyul. Ini merupakan

upaya demitologisasi yang dilakukan oleh Kiai Ahmad Dahlan

dikarenakan penolakannya terhadap mitos. (Kunto-wijoyo,

Jalan Baru Muhammadiyah)

Praktik pembaharuan yang telah dilakukan oleh Kiai

Ahmad Dahlan, adalah pembenahan arah kiblat yang dalam

umat Islam seringkali keliru, keinginan yang kuat dari Kiai

Ahmad Dahlan untuk membenarkan arah kiblat pada masjid

kasultanan tetapi kemudian mendapat tantangan keras.

Untuk membuktikan kebenaran pendapatnya ia mendirikan

shuro dengan ketepatan arah kiblatnya, tetapi dalam usaha-

nya ditantang oleh KH. Muhammad Halil dan mengancam

akan dirobohkan. Melihat kondisi tersebut Kiai Ahmad

Dahlan berkeinginan hijrah dari kampungnya tetapi tidak

89

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

diperkenankan oleh keluarga dan berjanji bahwa shuro

tersebut tidak akan dirubuhkan. Dengan janji tersebut maka

Kiai Ahmad Dahlan tidak jadi meninggalkan kampungnya

(Ahmad Taufik dkk, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modern-

isme Islam).

Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan dalam

kelahirannya tidak dapat dipisahkan dengan kondisi sosial

budaya yang melingkupinya. Boleh jadi, munculnya gerakan

tersebut merupakan sikap protes terhadap kondisi atau

malahan sebaliknya, sikap yang mendukung atau status quo

terhadap yang terjadi. Munculnya Muhammadiyah secara

garis besar dipengaruhi oleh dua faktor yakni; internal dan

eksternal.

1. Faktor Internal

Pertama, berkaitan dengan ajaran Islam itu sendiri

secara menyeluruh. Gerakan ini muncul dari nilai-nilai

ajaran Islam berdasarkan interpretasi pendirinya, sikap

keberagamaan umat Islam, dan kondisi lembaga pen-

didikan umat Islam pada waktu itu. Interpretasi terhadap

nilai-nilai Islam. Pada awal berdirinya Muhammadiyah

sebagai organisasi dakwah yang mengemban misi Islam,

maka Kiai Ahmad Dahlan menginterpretasikan al Qur'an

sebagai suatu aktivitas amal, maka ia berfikir perlunya

mendirikan organisasi agar gerakannya ter-sistematis,

rapih, dan teratur. Hal ini sesuai pemahaman-nya

terhadap surat Ali Imran ayat 104, 110, surat al Maa’uun

ayat 1-5, surat Yusuf ayat 108, surat an Nahl ayat 125,

surat as Shaff, dan hadits yang diriwayatkan oleh Imam

Page 61: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

90

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Bukhari dan Muslim tentang kemungkaran dan perintah

mencegahnya sesuai dengan kesanggupan.

Kedua, Sikap keberagamaan umat Islam yang

sinkretis dikarenakan terpengaruh oleh kultur Hindu-

Budha sebelum masuknya Islam ke nusantara. Keyakin-

an yang sinkretis merupakan asimilasi kebudayaan dan

kemudian melahirkan Agama Jawa. Agama jawa tersebut,

tumbuh subur di daerah pedalaman yang dulunya

merupakan pusat kebudayaan Hindu-Budha. Refleksi

dari keagamaan, yang dilakukan umat dalam menjalan-

kan keagamaannya bersifat sinkretis dan melakukan

syirik, tahayul, bid'ah dan khurafat dalam masyarakat

sebelum Muhammadiyah lahir.

Ketiga, lembaga pendidikan yang ada di masyarakat

tidak mengajarkan tentang keterbukaan tetapi menjadi

taqlid buta terhadap mazhab fiqh, imam, guru, kyai dan

syekh. Sikap tersebut, berjalan pada pendidikan yang

bercorak tradisional yang dalam metode pembelajarnya

top-down, ditambah lagi kitab yang dipakai hanya satu

mazhab. Pembelajaran top-down murid bersikap pasif,

membuat pertanyaan serta membantah pendapat guru

ataupun kyai merupakan hal yang tabu. Lembaga pen-

didikan bukannya untuk transformasi pengetahuan tetapi

sebagai pelanggeng ajaran konservatisme yang memupuk

jiwa jumud dan taqlid. Pendidikan moderen yang telah

diterapkan oleh bangsa Barat ditanah air bercorak

sekulerisme. Pendidikan itu, hanya untuk golongan ter-

tentu dan umat Islam tidak dapat mengakses agar dapat

merasa-kan pendidikan moderen.

91

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang telah melatarbelakangi ber-

dirinya Muhammadiyah ada dua macam yakni; pertama,

kondisi penjajahan kolonial dan semangat pem-baharuan

di Timur Tengah yang beritanya sampai ke nusantara.

Kondisi kolonial yang memprihatinkan rakyat dalam

jurang dehumanisasi dan kebijakan politik dari pemerin-

tah kolonial untuk menyebarkan agamanya (kristenisasi).

Puncak dari kebijakan Kristenisasi tersebut mencapai

puncaknya dalam masa kepemimpinan AWF. Idenburg

sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada masa itu

mengatur kebijakan kolonial untuk memberikan dana

bantuan yang besar dalam menjalankan dan mendirikan

lembaga-lembaga pendidikan swasta yang mayoritas

menyebarkan misi kristenisasi. Dalam keadaan tersebut,

umat Islam mengalami dua kesulitan untuk memperoleh

haknya yakni kemerdekaan dan misi Kristenisasi yang

dapat mengguncang keyakinannya.

Kedua, Ide-ide pembaharuan Timur Tengah meng-

alir ke nusantara pada akhir abad 19, menjelang abab 20.

Masuknya ide tersebut melalui orang-orang yang

menunaikan ibadah haji, serta majalah al Manar yang

beredar ke nusantara. Kiai Ahmad Dahlan merupakan

salah satu orang yang banyak bersentuhan dengan

gerakan pembaharuan di Mesir, iapun gemar membaca

majalah al Manar yang diperoleh dari para jamaah/

anggota di Jami’at al Khair. Dalam organisasi tersebut, ia

sebagai anggota pasif tetapi dapat menyerap informasi

tentang perkembangan dunia Islam, dikarenakan organ-

isasi tersebut memiliki jaringan yang kuat dengan dunia

Page 62: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

92

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Islam di Timur Tengah bahkan dalam sejarahnya ia

pernah bertemu dengan Rasyid Ridha ketika menunaikan

ibadah haji, dan sempat bertukar fikiran sehingga cita-

cita pembaharuan meresap kedalam hati sanubari Kiai

Ahmad Dahlan.

Kitab-kitab yang dibaca oleh Kiai Ahmad Dahlan

bercorak modernis, berasal dari pemikiran Muhammad

Abduh. (Sutarmo, Muhammadiyah Gerakan Sosial Ke-

agamaan Modernis).

C. Sistem Pemikiran Kiai Ahmad Dahlan

Generasi awal dalam Muhammadiyah mencoba menafsir-

kan normativitas agama untuk dipakai sebagai dasar beragama

dan sekaligus sebagai landasan bagi reformasi sosial. Keyakin-

an atau sistem kepercayaan akan teraktualisasikan secara

eksternal kedataran realitas sosial dengan sistem pengetahuan

(pemikiran) keagamaan. Sikap sejuk dan toleran yang dimiliki

oleh generasi awal Muhammadiyah dalam pelaksanaannya

bukan saja pada aspek ritual saja tetapi bersifat praksis sosial.

Hal ini menjadikan dalam memahami Islam bukan hanya dari

aspek ritual tetapi berusaha menjadikan Islam sebagai rahmat

dan meliputi segala aspek kehidupan. (Bahrus Surur Iyunk,

Teologi Amal Soleh).

Kenyataan sejarah yang sering dilupakan oleh para peng-

ikut Muhammadiyah dan "musuh-musuhnya" ialah bahwa

Kiai Ahmad Dahlan sangat toleran dengan praktik keagama-

an di zamannya, sehingga ia dapat diterima oleh semua

golongan. Sebagai santri, sekaligus pengurus Budi Oetomo

(BO), ia juga mengajar pada Kweekschool dan mudah bergaul

dengan orang BO yang pasti dari golongan priyayi yang

93

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

cenderung abangan. Hal ini terbukti pada tahun 1914 ia

bermaksud mendirikan sekolah Muhammadiyah di Karang-

kajen Yogyakarta, teman-teman BO meminjamkan uang dan

bersedia menjadi penjamin supaya ia mendapatkan uang

pinjaman dari bank. (Darmo Konda, 12 Desember 1914).

Demikian dengan peresmian PKO Muhammadiyah di

Surabaya yang dilaksanakan oleh orang abangan yakni, dr.

Soetomo serta para dokter yang dipekerjakan oleh Belanda

dan tidak menerima bayaran. Akan tetapi, orang mengingat-

nya sebagai tokoh pemurnian Islam yang konsekuen dalam

gagasannya. Namun dalam kenyataanya Islam murni hanya

berlaku pada diri Kiai Ahmad Dahlan dan orang-orang yang

sefaham, tetapi tidak untuk orang yang lain. (Kuntowijoyo,

Jalan Baru Muhammadiyah).

Pendirian dan gerakan dakwah Muhammadiyah tidak

dapat dilepaskan dari sosok dan pemikiran tokohnya yakni,

Kiai Ahmad Dahlan yang memahami agama cenderung fait

action dengan alasan tuntutan realitas pada masa itu. Kiai

Ahmad Dahlan menginginkan agama sebagai solusi terhadap

problem sosial yang terjadi sehingga agama dapat menjadi

rahmat. Berikut ini merupakan jawaban Kiai Ahmad Dahlan

ketika ditanya oleh muridnya, “mengapa ia tidak menulis

kitab” sebab belum pernah ditemui seorang yang mengajarkan

agama seperti kyai, apa yang diterima dari Kiai begitu baik,

bisa membangkitkan, bisa menimbulkan motivasi untuk

beramal, dan itu baru kali ini. Oleh karena itu, alangkah lebih

baiknya ajaran-ajaran Kiai ini ditulis," demikian usulan itu.

Waktu itu, Kiai Ahmad Dahlan menjawab "apakah saudara

menganggap saya ini orang gila?" jawaban Kiai itu dilontar-

kan sampai tiga kali. Muridnya itu tentu tidak faham,

Page 63: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

94

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

kemudian diberi tahu. "Mengapa umat Islam, bukan saja di

Indonesia tetapi di dunia pecah satu sama lain, yang satu

mengkafirkan yang lain, tahu apa sebabnya?" ujar Kiai, jawab

murid itu "tidak tahu". Nah saya beri tau, "karena terlalu

banyak kitab-kitab”. Kalau saya menambahkan satu kitab lagi,

maka saya termasuk orang gila. Saya hanya menginginkan

umat Islam kembali kepada al Qur'an dan al Hadits", jawab

Kyai. (Bahrus Surur Iyuk, Teologi Amal Saleh)

Pemahaman keagamaan Kiai Ahmad Dahlan praktis, hal

ini dikarenakan kondisi realitas yang pada waktu itu menun-

tut demikian dan realitas tersebut berbeda jauh dengan

sekarang. Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan

dalam doktrinya menyatakan bahwa prinsip-prinsip Islam

tidak terletak pada mazhab fiqh ataupun hirarki keagamaan,

tetapi terletak pada al Qur'an dan as Sunah. Para pemimpin

gerakan ini harus berpandangan bahwa keyakinan dan

kewajiban agama harus berdasar kedua sumber pokok ter-

sebut. Mereka mempercayai bahwa al Qur'an merupakan

sumber yang lengkap dan ajarannya bersifat sempurna, akan

selalu menjawab seluruh tantangan zaman. Mereka menem-

patkan peran akal sangat penting dalam mengungkap

kebenaran. Berikut ini merupakan ciri atau karakteristik

pemikiran Kiai Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah pada

awal berdirinya.

1. Akal

Masalah akal mendapatkan pengertian yang baru,

penting untuk dicatat bahwa para pemimpin Muham-

madiyah sering menggunakan kata akal dari pada kata

ijtihad untuk menyebut pemahaman rasional terhadap

95

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

agama. Akal dan ijtihad merefleksikan pengertian yang

saling bergantian, digunakan untuk memahami agama.

Ijtihad membutuhkan penggunaan akal dan menemu-kan

makna interpretasi yang segar. Akal merupakan bagian

yang integral dalam ijtihad dan akal mampu mem-

bimbing kaum muslim memahami manfaat usaha-usaha

duniawi. Akal juga merupakan elemen paling penting

yang memungkinkan individu memahami perintah

Tuhan dan menangkap fenomena alam ini. Kiai Ahmad

Dahlan sering kali berucap bahwa setiap manusia harus

menggunakan akal untuk memperbaharui keyakinan,

usaha, tujuan hidup ini, serta memahami kebenarannya.

Agama merupakan kebutuhan dasar manusia, maka

penafsiran agama harus didasarkan pada akal untuk

diterapkan dalam kehidupan praktis. Ajaran agama

diorientasikan pada kemajuan serta perbaikan yang

dalam pemahamannya menggunakan akal. Akal merupa-

kan alat untuk memahami sumber kebenaran yakni al

Qur'an dan as Sunah, dikerenakan dengan akal akan

mudah menerima suatu kebenaran dari ajaran-ajarannya.

Penggunaan akal ini berdampak pada pemimpin

Muhammadiyah yang memaknakan bahwa ritual sejajar

dalam konteks sosial yang nyata. Secara prinsip akal

dapat menerima semua pengetahuan, dan pengembangan

akal yang paling penting adalah logika, yang mengkaji

sesuai dengan kehidupan nyata. Bagi Kiai Ahmad Dahlan

logika membedakan idealitas dan realitas. Ajaran Islam

akan ideal dengan logika, karena menuntut implementasi

konkret ajaran Islam dan penerjemahannya dalam

realitas sosial. Ini menekankan bahwa Islam bukan saja

Page 64: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

96

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

bersifat teoritis tetapi bersifat praktis. Kiai Ahmad

Dahlan dalam memahami Islam terbagai menjadi tiga

bagain penting, berdasar pada prinsip ajaran Islam al

Qur'an dan as Sunah sebagai sumber primer, dan akal

menjabarkan isi sumber-sumber itu, penerjemahan

pemahaman keagamaan kedalam realitas konkret.

2. Relativisme dalam Pemahaman Keagamaan

Relativisme dalam pemahaman keagamaan yang

membangun gerakan dasar ini, umat muslim menganggap

bahwa pengetahuannya yang paling benar dan klaim

semacam itu keliru karena mereka berdasarkan pada

persepsi kelompok mereka sendiri dan penolakannya

terhadap ide-ide yang lain. Ia menegaskan bahwa penting

untuk belajar kepada orang lain, kerena mungkin

kebenaran dapat diperoleh. Bagi Kiai Ahmad Dahlan

yang benar dan baik harus dicari, tidak secara buta

diterima, karena dapat mendorong semangat aktifitas dan

kreatifitas, kemudian dapat menyebabkan sikap pasif

yang melahirkan kebodohan. Ketertutupan (ekslusifitas)

agama itu terjadi karena manusia dilahirkan dalam tradisi

mereka sendiri. Masing-masing tumbuh dalam lingkung-

an mereka sendiri, menerima semua apa yang telah

diturunkan dari pendahulu mereka sendiri. Sikap seperti

itu harus ditolak oleh kaum yang beriman, ujar Kiai

Ahmad Dahlan. Bahkan ia menyarankan untuk belajar

agama lain dan ide-ide yang berbeda. Selain itu, ia

menyatakan bahwa seseorang yang mempelajari ide-ide

yang berbeda dari yang dimilikinya maka tidak secara

otomatis ia menerimanya. Ia juga menekankan dialog

97

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dalam mencari kebenaran, bahkan apa yang dilakukan

oleh Kiai Ahmad Dahalan memiliki keterlibatan diskusi

dengan pemuka agama lain. Bahkan dalam sejarahnya

Kiai Ahmad Dahlan membiarkan teman-temannya dari

Indisch Social Democratische Partij untuk berbicara di

depan anggota Muhammadiyah dan mengkampanyekan

tentang ide-ide sosialisme dan menentang represif

kebijakan pemerintah kolonial. Keyakinan seperti ini

menjadikan kebenaran dapat diterima dari siapa pun, ia

harus didengar dan dipercaya.

3. Filsafat Toleransi

Bahwa tidak ada satu kelompok atau ideologi bisa

mengklaim satu-satunya kebenaran, pandangan Muham-

madiyah ini merupakan sikap toleransi dan tanggapan

terhadap pandangan kelompok/ulama lain yang meng-

anggap bahwa pandangan Muhammadiyah merupakan

satu-satunya kebenaran yang valid. Muhammadiyah,

mengundang kelompok/ulama lain untuk memberikan

komentar terhadap persoalan yang ada, hal ini juga

dilakukan sebagai apresiasi terhadap kelompok atau

ulama lain. Kelompok berbeda memiliki pendapat yang

berbeda dikarenakan perbedaan ruang, dan waktu, serta

kemampuan dalam memahami Islam.

Bahwa al Qur'an dan as Sunnah merupakan sumber

hukum yang tetap dan tidak berubah, adapun yang

dianggap berubah adalah pemahaman serta tafsiran

terhadap sumber tersebut. Islam juga tidak membatasi

pandangan tertentu, karena pandangan keagamaan sangat

luas yang ditentukan oleh kapasitas penafsir. Semakin

Page 65: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

98

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

luas pengetahuan dalam memahami ajaran agama maka

semakin mudah untuk menerimanya. Prnisip relativ-

isme dalam memahami ajaran agama melahirkan sikap

menghargai ide-ide lain, karena diakui bahwa seseorang

tidak dapat mencapai kebenaran sempurna terhadap

agama dengan penge-tahuan yang terbatas. Relativitas

akan mendorong setiap orang untuk terbuka terhadap

ide-ide baru. Dalam menerima ide-ide baru akan

melahirkan kesiapan bagi pengalaman baru yang pada

gilirannya bisa mengekspresikan diri dari berbagai

bentuk dan konteks.

4. Penafsiran Agama tidak Absolut

Kiai Ahmad Dahlan menyatakan bahwa agama

berasal dari sumber yang absolut, namun perlu diketahui,

bahwa agama dipahami lewat medium penafsiran

manusia dan dipengaruhi oleh dinamika sosial yang

kompleks. Dalam proses pemahaman ini menjadikan

agama tidak sempurna dan kehilangan kemutlakannya.

Akibatnya seseorang tidak dapat mengambil kesimpulan

mengenai keabadian faham agama karena keterbatasan

dan ketidak sempurnaan pemahaman manusia. Merupa-

kan kesalahan besar jika memutlakan penafsiran tentang

agama karena kemutlakan agama ada pada agama itu

sendiri. Tidak ada pemahaman agama yang absolut

demikian juga dengan ajaran Islam yang telah dirumus-

kan oleh ulama terdahulu, tidak bisa dipertahankan

sebagai kebenaran yang absolut, karena penafsiran

berlaku sepanjang ruang dan waktu.

99

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Muhammadiyah pernah merubah pandangannya

terhadap isu-isu keagamaan tertentu. Pemahaman yang

benar terhadap aspek sosial Islam terletak pada aspek

pencarian yang rasional dan metodis. Para pimpinan

Muhammadiyah yakin bahwa untuk memahami Islam

seseorang perlu membekali diri dengan cakupan yang

luas. Semakin luas kerangka berfikir, semakin luas pula

horizon dalam memahami Islam, demikian juga sebalik-

nya. Konsekuensi dari relativisme paham keagamaan dan

realitas pada waktu itu disebabkan umat Islam yang

majemuk terdiri dari berbagai aliran. Perbedaan ideologis

dan kultur merupakan suatu yang harus dijaga sejauh

mana tidak bertentangan dengan nilai atau norma yang

mereka anut. Kelompok yang berbeda dapat hidup secara

rukun, saling memahami dan bukan asimiliasi dalam

mencapai tujuan bersama. Para pemimpin Muhammad-

iyah menganjurkan kepada umat Islam utuk tidak

mencari-cari kesalahan kelompok lain dan meremehkan

pemikiran mereka. Sikap relativisme dalam agama

menjadikan sikap terbuka dalam menghadapi moderen-

isasi dan kebudayaan dari luar.

5. Iman dan Tanggungjawab Sosial

Kiai Ahmad Dahlan mendefinisikan iman sebagai

jiwa, emosi dan kekayaan seseorang yang mengabdi di

jalan Allah. Iman harus melahirkan emosi, ide, keinginan

prilaku, yang baik dan kebaikan-kebaikan yang men-

dorong kaum beriman untuk bertindak secara benar.

Aspek sosial dari iman adalah amal sholeh. Korelasi dari

iman dan amal soleh berpuncak pada usaha mem-

Page 66: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

100

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

belanjakan harta kekayaan di jalan Allah. Ibadah bersing-

gungan dengan kemaslahatan masyarakat, Muhammad-

iyah harus mendasarkan usahanya pada pembaharuan

sosial atas prinsip sesama muslim harus mecintai sebagai-

mana dirinya sendiri. Ibadah harus memenuhi tujuan

tertentu dan memberikan maslahat pada orang banyak,

misalkan pada persoalan zakat yang mengandung makna

sosial dibalik implementasinya.

Kesadaran yang telah dimiliki oleh individu muslim

bergerak menjadi kesadaran kolektif dalam rangka men-

sejahterakan rakyat. Mandat Muhammadiyah yang paling

utama pada masa itu yakni, memecahkan permasalahan

sosial dengan melaksanakan perintah agama melalui

usaha kolektif. Rasionalisasi tindakan tersebut adalah

“tindakan yang baik tak terorganisir akan mudah di-

kalahkan dengan kejahatan yang terorganisir”.

Kiai Ahmad Dahlan disetiap ceramah dan pengaji-

an, terus-menerus menyuarakan agar setiap orang yang

mampu bersedia memenuhi hak-hak dan berlaku adil

terhadap orang miskin, para fakir, anak yatim, orang-

orang terlantar dan menderita. Gerakan tersebut yang

kemudian berkembang dengan menajemen pengelolaan

zakat. Berdasar hal ini pula, Muhammadiyah mendiri-

kan rumah untuk orang miskin, panti asuhan, rumah

untuk orang terlantar. (Abdul Munir Mulkhan, Kisah dan

Pesan Kiai Ahmad Dahlan)

6. Shalat, Amal dan Tanggungjawab Sosial

Penggunaan kekayaan seseorang dalam usaha

merealisasi keyakinan juga dibicarakan dengan kaitannya

101

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

ritual untam alain dalam Islam yakni shalat. Hal ini

diidentikan dengan orang yang mendustakan agama

sebagai orang yang tak dermawan terhadap fakir miskin.

Sebaliknya untuk yang beriman memperhatikan dan

memperlakukan orang yang lemah, keyakinan tersebut

tertanam dalam anggota Muhammadiyah untuk mem-

belanjakan hartanya guna mendukung program sosial.

Kiai Ahmad Dahlan mengingatkan bahwa orang yang

pelit dan melupakan kebutuhan kaum lemah maka tidak

dapat menerima manfaat dari shalat karena mendustakan

agama. Amal saleh merupakan kewajiban sebagai

mukmin dan jika seorang muslim tidak melakukan amal

saleh maka bukan mukmin yang sesungguhnya. Dalam

pembahasan tentang amal saleh, Kiai Ahmad Dahlan

mengkaitkan dengan konsep iman, amal dan ikhsan. Dari

tiga wilayah ini penting memunculkan kewajiban melak-

sanakan tindakan lahiriah untuk hubungan manusia

dengan Tuhan, sesama manusia, serta masya-rakat.

Kebenaran merupakan sesuatu yang kongkret sebagai

manifestasi dari setiap tindakan sesuai dengan kebutuhan

manusia, didasari nilai-nilai iman. Dari pemahaman itu

memunculkan nilai kasih, cinta sesama, serta saling

menghormati dan saling kerjasama dalam kebaikan. Nilai

normatif dari amal saleh harus kebenaran dalam

pengalaman empiris dan sekaligus melahirkan etika

dalam kehidupan manusia, bagi Kiai Ahmad Dahlan itu

merupakan manifestasi dari iman. Hal tersebut,

didasarkan pada iman yang sejati melahirkan amal saleh

seperti dalam surat al Asr dan al Maa’uun. (Ahmad

Jainuri, Ideologi Kaum Reformis)

Page 67: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

102

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

D. Realitas Muhammadiyah

Pemikiran dan amal usaha Kiai Ahmad Dahlan kemudian

berkembang sebagai prototype, model atau pola umum

pengembangan ide-ide, gagasan dan amal usaha

Muhammadiyah. Untuk sementara, upaya demikian cukup

berhasil dengan berkembangnya berbagai cabang amal usaha

dengan cukup besar dan mengesankan, bahkan merupakan

amal usaha terbesar di tanah air. Namun, kegiatan yang ber-

orientasikan gerakan Muhammadiyah dengan cara di atas

mulai nampak kedodoran dan kehilangan vitalitas inovatif-

nya. Disinilah gerak langkah Muhammadiyah kurang mem-

bangkitkan mobilitas umat dan masyarakat sebagaimana telah

terjadi di masa lalu, bahkan kecendrungan mengalami titik

jenuh. Hal ini disebabkan sistem masyarakat yang dihadapi

telah berubah, sedangkan model fikir Muhammadiyah tak

kunjung berubah. Muhammadiyah harus menawarkan alter-

natif solusi terhadap berbagai persoalan yang telah dihadapi

umat Islam pada akhir abad 19 dan awal abad 20.

Meminjam istilah Ahmad Syafi'i Maa'rif, produk pe-

mikiran Islam yang telah dihasilkan oleh Muhammadiyah

selama lebih tujuh dekade tampaknya masih terbatas dan

sederhana. Pemikiran Muhammadiyah masih baru dan

berlaku bagi kelas menengah ke bawah, sedangkan untuk

kaum intelektual dan pemikir belum banyak terjangkau. Oleh

karena itu pendekatan hisoris dan sosiologis dalam Islam

merupakan suatu keniscayaan, disamping menggunakan

pendekatan lain seperti teologi, hukum, filsafat, dan sufistik.

Muhammadiyah sebagai organisasi gerakan Islam, dakwah

dan tajdid, mengandaikan suatu mata rantai hubungan

103

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

historis dan dialogis antara dimensi normatif (wahyu) dengan

dimensi objektif. Mata rantai inilah yang mendorong

dinamika sejarah yang terus berkembang dan terus berubah.

Hingga kini dalam Muhammadiyah sejarah dianggap penting

walaupun dalam sejarah yang berkembang bersifat ideologis.

Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharu kurang memiliki

peran yang signifikan dalam konstelasi masyarakat industrial

dan intelektual kader. Persfektif kerja-kerja praktis dalam

Muhammadiyah tak pernah mandeg dan terus berjalan

sehingga Muhammadiyah jatuh pada gerakan birokrasi dan

kapitalisasi. Tetapi jika mau ditengok dari sisi wawasan al

Qur'an tentang peran umat Islam dan kualitas intelektual,

maka posisi Muhammadiyah telah mengalami stagnasi dalam

melahirkan pemikiran-pemikiran yang segar tentang Islam,

sebagai ciri utama Muhammadiyah dalam gerakan tajdid.

Muhammadiyah telah terjebak pada rutinitas dan aktivisme

gerakan organisasi dan amal usaha; pendidikan, pelayanan

sosial. (Bahrus Surur Iyunk, Teologi Amal Soleh).

Muhammadiyah telah berkembang denngan pesat dan

maju tetapi dalam perkembangannya, Muhammadiyah meng-

alami disorientasi yang telah kehilangan makna substansinya.

Realitas sekarang, yang terjadi di Muhammadiyah meliputi

elitisme yang telah menjadikan Muhammadiyah sebagai

privilege golongan kelas menengah atas, padahal dalam awal

berdirinya Muhammadiyah dalam gerakan amal usaha untuk

kepentingan kelas sosial ke bawah. Pergeseran dari gerakan

pembaharu sosial budaya menjadi gerakan yang telah terjebak

pada persoalan fiqihah. (Abdul Munir Mulkhan dalam Kata

Pengantar Menggugat Muhammadiyah)

Page 68: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

104

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Sebagaimana dalam sejarah yang bergerak singular

melingkar dan berkesinambungan. Makanya Muhammadiyah

sebagai organisasi mengalami pergerakan sejarah dari awal

didirikan oleh Kiai Ahmad Dahlan hingga kepemimpinan

sekarang Dien Syamsudin. Muhammadiyah sebagai organisasi

gerakan dakwah merupakan pilihan yang cerdas dari pendiri-

nya hingga usianya satu abad dan mengalami dinamisasi

dalam struktur maupun gerakannya. Fase sejarah yang terjadi

pada Muhammadiyah secara garis besar terbagi menjadi tiga

macam. Pertama, Muhammadiyah sebagai gerakan, kedua,

Muhammadiyah sebagai birokrasi dan ketiga, Muhammad-

iyah sebagai tradisi. Muhammadiyah sebagai gerakan yakni

dilakukan pada waktu Muhammadiyah awal dikarenakan

Muhammadiyah bersikap progresif terhadap permasalahan

sosial serta cara menyelesaikan permasalahannya. Periode

awal Muhammadiyah ini menyakini Islam yang kemajuan

dan memiliki tugas bahwa agama merupakan rahmat bagi

semesta alam terutama manusia. Hal tersebut, dapat kita lihat

dari sikap pro-aktif Muhammadiyah dalam menyelesaikan

permasalahan sosial seperti kemiskinan, kebodohan dan

kesehatan. Sikap pro aktif tersebut, dikarenakan pemahaman

keagamaan Muhammadiyah bahwa Islam merupakan agama

amal yang tertuang dalam kehidupan sehari-hari. Peng-

aplikasian ajaran agama tersebut menjadikan berkembangnya

amal usaha Muhammadiyah dalam bidang pendidikan,

kesehatan, dan pelayanan sosial dalam rangka mengembang-

kan misi Islam sebagai rahmat.

Selanjutnya Muhammadiyah sebagai birokrasi dikarena-

kan sifat gerakan Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid,

sudah mulai luntur. Muhammadiyah lebih disibukkan dengan

105

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

memperbanyak, memperbaiki dan mengembangkan amal

usahanya, sehingga kurang memperhatikan ruh gerakan

dakwah untuk memberi konstribusi terhadap persoalan yang

berkembang di tengah masyarakatnya. Realitas membuktikan

bahwa amal usaha ketika dikelolah oleh orang-orang yang

tidak memahami ruh gerakan dakwah Muhammadiyah, maka

amal usaha disalahgunakan untuk kepentingan misi dakwah

golongan/partai politik/organisasi lain. Demikian juga dengan

kepentingan ekonomi golongan/orang-orang tertentu, maka

amal usaha Muhammadiyah dikapitalisasi sehingga sifat sosial

Muhammadiyah semakin jauh sebagaimana awal dan tujuan

amal usahanya.

Muhammadiyah sebagai tradisi ditandai dengan kege-

lisahan tentang kadernya, serta mengalami ”kecurian” dalam

pengolahan amal usaha. Muhammadiyah merasa sebagai

organisasi besar tetapi tidak melihat kader yang menjalankan

amal usahanya. Oleh karena itu, Muhammadiyah mulai

instropeksi dan melakukan pembenahan terhadap dirinya.

Sikap tersebut merupakan suatu bentuk kewajaran dilarena-

kan Muhammadiyah sadar apa yang dilakukan tidak sesuai

sebagaimana Muhammadiyah awal dan cita-cita pendirinya.

Muhammadiyah mulai mencari kader yang pantas dalam

pengelolaan amal usahanya serta melakukan pembenahan

terhadap menejerial, proteksi terhadap amal usaha Muham-

madiyah agar tidak digunakan sebagai media dakwah

organisasi lain. Sikap tersebut menjadikan Muhammadiyah

menjadi khazanah dan melakukan penafsiran ulang terhadap

pemikiran pendiri Muhammadiyah yang menginginkan Islam

yang berkemajuan. Penafsiaran faham keagamaan ini, men-

jadikan Muhammadiyah bergerak progresif dalam menjawab

Page 69: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

106

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

realitas sosial saat ini. Faham tersebut, menjadikan masa

depan selalu ada, dan harapan lebih baik dari pada masa lalu.

Muhammadiyah sebagai gerakan Islam moderen yang

menyejarah selama lebih dari satu abad dan dalam perkem-

bangannya terjadi pergolakan pemikiran dalam dinamikanya

yang menarik untuk dicermati. Pergolakan pemikiran dalam

Muhammadiyah masih terjadi, dan dalam Muhammadiyah

secara pemikiran dapat dipetakan menjadi tiga macam aliran

yakni; aliran puritan, aliran liberal dan aliran dekonstruksi.

Pemikiran aliran puritan, lebih mementingkan Muham-

madiyah sebagai identitas dan diwakili oleh golongan tua dan

kaum intelektual yang belajar Islam di Timur Tengah.

Muhammadiyah sebagai identitas yakni mengembalikan

Muhammadiyah sebagai gerakan purifikasi. Golongan ini me-

mahami al Qur’an dan as Sunah secara tekstual sebagai tradisi

pemikiran dalam mengungkap kebenaran tanpa melakukan

kontekstualisasi melalui pendekatan ilmu-ilmu sosial dan

hermeneutika yang berasal dari barat.

Selanjutnya adalah aliran liberal, dimana golongan

tersebut dalam menilai dan memberi penghargaan terhadap

Muhammadiyah dari prestasi yang diraih. Aliran ini lebih

menentingkan prestasi dari pada identitas Muhammadiyah

sebagai gerakan purifikasi. Golongan ini erat dengan kaum

muda, dalam memahami Islam menggunakan pendekatan

hermeneutik dan ingin mengembalikan Muhammadiyah

sebagai gerakan tajdid agar dapat memberikan penyelesaian

terhadap permasalahan keagamaan kontemporer. Kaum

muda dalam Muhammadiayah yang memiliki pemikiran

liberal terwadahi dalam Jaringan Intelektual Muda Muham-

madiyah (JIMM). Kemunculan organisasi tersebut sebagai

107

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

bentuk respon terhadap Muhammadiyah yang mulai

kehilangan gerakan tajdid-nya dan jatuh pada rutinisasi

organisasi serta ingin memberikan pemahaman bahwa nilai-

nilai Islam yang difahami Muhammadiyah dapat diterima

seluruh umat manusia. Mereka dalam latar belakang

pemikirannya memahami kebenaran dengan menggunakan

disiplin ilmu pengetahuan dari barat seperti sosiologi,

antropologi, psikologi dan hermeneutika. Pemikiran khasnya

kembali kepada al Qur’an dan al Hadits dengan pendekatan

berbagai macam disiplin ilmu agar penafsirannya dapat sesuai

dengan realitas. Golongan ini berasal dari santri yang dalam

pemahaman keagamaanya belajar di barat atau mereka yang

mendalami filsafat serta teori-teori sosial.

Aliran dekonstruksi, adalah segolongan orang yang

mengganggap bahwa Muhammadiyah merupakan organisasi

yang memiliki rasa solidaritas yang tinggi sebagaimana

dilalakukan oleh Kiai Ahmad Dahlan. Aliran ini menyikapi

Muhammadiyah yang sudah tidak sesuai lagi dengan ide

awalnya, sebagai gerakan berpihak pada kaum yang ter-

marginalkan. Muhammadiyah sekarang lebih cenderung

kapitalistik tercermin dalam amal usahanya. Kelompok ini

memahami Islam sebagai nilai (value) yang dapat menyelesai-

kan persoalan yang terjadi dalam masyarakat. Pendekatan

yang dilakukan dalam mencari kebenaran dengan meng-

gunakan bantuan ilmu-ilmu barat serta lebih menonjolkan

tradisi kiri. Pengaplikasian keagamaan bagi aliran ini adalah

keadilan serta pemihakan pada yang lemah. Kelompok ini

dilihat dari latar belakang pendidikannya merupakan kaum

santri yang belajar keagamaan dari barat serta agamawan yang

mengenal teori-teori sosial marx..

Page 70: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

108

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam

moderen yang memiliki usia cukup lama dalam pergolakan

pemikiran merupakan suatu yang wajar. Hal tersebut memang

perlu dikarenakan manusia berfikir sesuai dengan latar

belakang dan pemahamannya terhadap kebenaran. Perbedaan

tersebut merupakan suatu khazanah dalam tubuh Muham-

madiyah dan tidak perlu adaya saling menyalahkan dan

mengkafirkan karena kepentingan sesaat. Muhammadiyah

perlu menampung ketiga pemikiran tersebut dan tidak boleh

saling truth claim atau merasa paling benar dalam

memberikan pelayanan keumatan. Tetapi yang diperlukan

adalah curah pendapat dan berdialog agar Muhammadiyah

memberikan konstribusi maksimal dalam menjawab realitas

global dan terhadap masalah yang menimpa umat Islam dan

bangsa. Peran tersebut dilaksankan sehingga menjadikan

Islam sebagai rahmat untuk manusia dan alam.

E. Relevansi Pemikiran Kiai Ahmad Dahlan

Seperti halnya corak pemikiran manusia yang lain,

pemikiran keagamaan pada umumnya dan pemikiran ke-

Islaman pada khususnya sebenarnya tidaklah bersifat final.

Pemikiran keagamaan bersifat open ended, terbuka, terus-

menerus, dapat diperdebatkan, dipertanyakan, dikoreksi dan

dibangun kembali. Para ahli ke-Islam-an kontemporer

mengatakan bahwa pemikiran keagamaan tidak boleh dan

tidak perlu disakralkan. Bila disakralkan menjadi tertutup dan

berfungsi sebagai ideologi bukan lagi kajian keilmuan yang

bersifat terbuka. Apabila tertutup maka susah untuk ber-

komunikasi dan berdialog dengan pemikiran yang lain.

109

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Menurut M. Amin Abdulah setidaknya ada empat karak-

teristik dalam pembaruan Islam dalam perspektif Muham-

madiyah dalam rangka menghadapai realitas yang semakin

kompleks dan menjadi bahan pertimbangan bagi kaum muda.

Pertama, pemikiran keagamaan Muhammadiyah yang selalu

menyarankan kembali kepada al Qur'an dan al Hadits dengan

dimensi ijtihad dan tajdid sosial kegamaan, kedua dimensi ter-

sebut dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan, ciri has

pemikiran tersebut bersifat dialektis-hermeneutik (hubungan

timbal balik dan bolak-balik), bukan hubungan dikotomis-

eksklusif antara sisi normativitas al Qur'an dan historisitas pe-

mahaman manusia atas norma-norma al Qur'an pada wilayah

kesejarahan tertentu (simbolisasi perlunya tajdid dan ijtihad).

Kedua, pengaktualisasian cita-cita perjuangan, metodo-

logi pembaharuan pemikiran Islam dengan menggunakan

sistem organisasi bukan sistem prbadi. Sistem organisasi

merupakan usaha abstraksi dan transendensi dalam cara

berfikir sosial keagamaan Muhammadiyah. Kerja organisasi

merupakan cerminan dari keselamatan pribadi yang dibawa

kepada keselamatan kelompok sosial yang lebih luas. Per-

juangan dengan sebuah organisasi memberikan pengaruh

yang cukup radikal pada waktu itu, dan kerja organisasi me-

rupakan kerja kolektif karena tidak ada penonjolan kepen-

tingan dalam kepentingan individu.

Ketiga, model pembaharuan keagamaan persfektif

Muhammadiyah merupakan simbol "anti kemapanan". Hal

tersebut, dikarenakan lewat pintu ijtihad dan tajdid, sebenar-

nya Muhammadiyah secara embrional telah memberikan

bekal untuk memasuki arena pemikiran keagamaan sekarang.

Dari semula, Muhmmadiyah bukan saja meniru literatur

Page 71: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

110

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

klasik semata, lalu mengembalikan kepada nilai-nilai al

Qur’an dan al Hadits dan dibawa pada konteks sekarang

dengan semangat zaman yang telah berubah.

Keempat, Muhammadiyah responsif dan adaptif terhadap

perubahan zaman. Dengan cara berfikir Muham-madiyah

yang mengembalikan kepada al Qur'an dan al Hadits disertai

dengan semangat ijtihad dan tajdid. Dalam rangka meng-

hadapi realitas sekarang yang kompleks, maka yang dilakukan

oleh Muhmmadiyah sebagai gerakan tajdid memerlukan

penajaman terhadap purifikasi dan dinamisasi. Sebagaimana

pemahaman keagamaan Islam klasik tidak menggunakan

pendekatan keilmuan sekarang yang moderen dan ilmiah.

Pendekatan yang digunakan dalam memahami Islam sekarang

menggunakan pendekatan ilmu sosial dan pendekatan sejarah,

sebagaimana al Qur'an telah menggaris bawahi realitas sosial

dan kesejarahan. (M. Amin Abdullah, Dinamika Islam

Kultural)

Pemikiran keagamaan terbagi menjadi dua macam dalam

dataran low tradition dan high tradition. Low tradition

pemikiran keagamaan dalam dataran historis yang konkret,

sangat terkait dan langsung bersentuhan dengan berbagai

jenis pemikiran. Sebutlah pemikirn politik, ekonomi, sosial

budaya, dan pemikiran yang lain. Sedangkan pemikiran high

tradition yakni pada dataran "konsep" dan "teori" yang bersifat

kognitif, skematis dan agak berbeda dengan corak pemikiran

yang lain, semata-mata karena kategori "sakralitas" yang

dikaitkan dengan keberadaan kitab suci. Jika memahami Islam

dalam dataran low ataupun high tradition semata-mata hasil

pemikiran manusia, yang tidak dapat lepas dari bahasa, dan

sejarah. Bahasa terkait dengan konvesi, konteks sosial,

111

Realitas Muhammadiyah, Bercermin pada Pendirinya

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

adaptasi istiadat dan akar budaya setempat yang secara

berkesinambungan berjalan berabad-abad. Sedangkan sejarah

terkait dengan persoalan kapan, dimana dan siapa (kapan

terjadi, abad berapa, dimana, terjadi, dalam situasi politik, dan

sosial seperti apa, bagaimana standar ekonomi, tingkat

kemajuan ilmu dan teknologi, dan yang lain). (M. Amin

Abdullah, Dinamika Islam Kultural). Corak pemikiran ke-

agamaan merupakan model pendekatan yang cukup signifikan

untuk masa sekarang dalam mengkoneksikan Islam dalam

realitas sosial. Pemikiran Kiai Ahmad Dahlan dalam teori

sekarang bercorak hermeneutic dimana selalu mendialektikan

antara normativitas wahyu dengan realitas pada waktu itu.

Hasil pendekatan yang digunakan oleh Kiai Ahmad Dahlan

langsung dipraktekkan sehingga menjdaikan nilai-nilai Islam

sebagai rahmat dan memberikan manfaat bagi sesesama

manusia.

Page 72: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

112

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

B a g i a n

Pentingnya Kesadaran,Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

A. Prawacana Kesadaran

Kesadaran merupakan suatu yang dimiliki oleh manusia,

dan tidak ada pada ciptaan Tuhan yang lain, sifatnya unik

dimana ia dapat menempatkan diri manusia sesuai dengan

yang diyakininya. Kesadaran menghasilkan refleksi yang

dapat memberikan kekuatan atau bertahan dalam situasi dan

kondisi tertentu, karena itu setiap teori yang dihasilkan oleh

seorang merupakan refleksi tentang realitas dan manusia.

Manusia memiliki kesadaran dalam diri, sesama, masa

silam, dan kemungkinan masa depannya. Manusia memiliki

kesadaran akan dirinya sebagai entitas yang terpisah serta

memiliki kesadaran akan hidup dalam jangka pendek, yakni,

akan fakta lahir diluar kemauannya dan akan mati diluar

keinginannya. Manusia sadar akan mati mendahului orang-

orang yang disayanginya, atau sebaliknya, yang ia cintai akan

mendahuluinya, kesadaran akan kesendirian, keterpisahan,

kelemahan dalam menghadapi kekuatan alam dan masya-

rakat. Semua kenyataan itu membuat keterpisahan manusia,

eksistensi tak bersatunya sebagai penjara yang tak terperikan.

Manusia akan menjadi gila bila tak dapat melepas-kan diri

dari penjara tersebut. (Erich From, The Art of Love)

6

113

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Kesadaran menurut Sartre bersifat itensional dan tidak

dapat dipisahkan dari dunia. Kesadaran tidak sama dengan

benda-benda. Kesadaran selalu terarah pada etre en soi (ada-

begitu-saja) atau berhadapan dengannya. Situasi dimana

kesadaran berhadapan, oleh Sartre disebut etre pour soi (ada-

bagi-dirinya). Bahwa kesadaran saya akan sesuatu juga

menyatakan adanya perbedaan antara saya dan sesuatu itu.

Saya tidak sama dengan sesuatu yang saya sadari, ada jarak

antara saya dengan obyek yang saya lihat. Misalkan etre pour

soi menunjuk pada manusia atau kesadaran. Manusia adalah

etre pour soi sebab ia tidak persis menjadi satu dengan dirinya

sendiri. Tiadanya identitas manusia dengan dirinya sendiri

memungkinkan manusia untuk melampaui, untuk mengatasi

dirinya dan menghubungkan benda-benda dengan dirinya

sesuai dengan tujuannya. Ketidakidentikkan manusia dengan

dirinya sendiri tampak dalam kesadaran yang ditandai oleh

relativitas, penidakan. Negativitas menunjukan bahwa ter-

hadap etre pour soi atau kesadaran hanya dikatakann it is not

what it is. Maka kesadaran disini merupakan non identitas,

jarak, dan distansi. Kegiatan hakiki kesadaran merupakan

menindak, mengatakan tidak. Etre por soi tidak lain dari pada

menindak atau menampilkan ketiadaan. Kebebasan bagi

Sartre merupakan kesadaran menindak, dan manusia sendiri

merupakan kebebasan. Pada manusialah eksistensi itu men-

dahului esensi, sebab manusia selalu berhadapan dengan

kemungkinan untuk mengatakan tidak. Selama manusia

masih hidup ia bebas untuk mengatakan tidak, baru setelah

kematian maka ciri-ciri hidupnya dapat dibeberkan. (Alex

Lanur, Pengantar dalam "Kata-Kata")

Page 73: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

114

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Kesadaran sebagai keadaan sadar, bukan merupakan

keadaan yang pasif melainkan suatu proses aktif yang terdiri

dari dua hal hakiki; differentiation dan integration. Meskipun

secara kronologis perkembangan kesadaran manusia ber-

langsung pada tiga tahap; sensation (sensasi/pengindraan),

perception (persepsi/pemahaman), dan conceptual (konsep/

pengertian). Secara epistemologi, dasar dari segala pengetahu-

an manusia adalah tahap persepsi. Sensasi tidak begitu saja

disimpan di dalam ingatan manusia, dan manusia tidak

mengalami sensasi murni yang terisolasi. Sejauh yang dapat

diketahui bahwa pengalaman indrawi seorang bayi

merupakan kekacauan yang tidak terdeferensiasikan. Persepsi

merupakan sekelompok sensasi yang secara otomatis ter-

simpan dan diintegrasikan oleh otak dari suatu organisme

yang hidup. Dalam bentuk persepsi inilah, manusia

memahami fakta dan memahami realitas. Persepsi bukanlah

sensasi, sesuatu yang tersajikan, tertentu (the given) dan jelas

pada dirinya sendiri (the self evidence). Pengetahuan tentang

sensasi sebagai bagian komponen dari persepsi tidak langsung

diperoleh manusia, ia merupakan penemuan ilmiah, pene-

muan konseptual.

Pengetahuan manusia adalah tentang konsep eksistensi

berkaitan dengan sesuatu yang ada, hal, atribut (sifat) ataupun

tindakan. Karena merupakan konsep maka manusia tidak

dapat memahami secara eksplisit hingga ia mencapai ting-

katan konseptual. Namun hal itu implisit dalam setiap persep

(mempersepsi sesuatu berarti mempersepsi sesuatu itu ada)

dan manusia memahaminya secara implisit pada tingkatan

perceptual, yakni memahami unsur pokok dari konsep "yang

ada", data yang kemudian diintegrasikan oleh konsep tersebut.

115

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Pengetahuan yang implisit ini menyebabkan kesadarannya

berkembang lebih lanjut, kemudian menjadi sensasi atas

sesuatu, bukan sensasi terhadap yang bukan sesuatu (nothing).

Sensasi nothing tidak mengatakan bahwa manusia yang ada,

melainkan hanyalah itu yang ada. Konsep yang ada (implisit)

mengalami tiga tahap perkembangan dalam pemikiran

manusia. Tahapan itu terdiri dari; pertama, kesadaran anak

terhadap obyek merupakan tahap sesuatu yang mewakili

konsep entitas implisit. Kedua, merupakan tahapan yang erat

kaitannya dengan kesadaran tahapan khusus dan memiliki

kekhasan yang dapat dikenali, namun dibedakan dengan hal

yang standar pada bidang perseptual yang mewakili konsep

identitas (implisit). Ketiga, pemahaman hubungan diantara

berbagai entitas ini dengan memahami persamaan dan

perbedaan entitas mereka. Hal ini memerlu-kan transformasi

konsep entitas menjadi konsep unit. Itu merupakan kunci

memasuki konseptual kesadaran manusia. Kemampuan untuk

memandang entitas sebagai unit merupa-kan metode untuk

mengerti yang khas bagi manusia, yang tidak dapat diikuti

oleh mahluk hidup yang lain. (Ayn Rand, Pengantar

Epistemologi Obyektif)

B. Proses Kesadaran

Kesadaran adalah kemampuan untuk menyadari dan

mempersepsi sesuatu yang ada. Pada tingkat kesadaran

manusia mengalami proses sensasi dan untuk mengintegrasi-

kan sensasi menjadi kehendak. Kesadaran dapat dicapai dan

dipertahanakan dengan kegiatan (action) yang terus menerus.

Secara langsung ataupun tidak, setiap fonem kesadaran

diderevasikan kesadaran manusia akan dunia luar. Ekstropeksi

Page 74: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

116

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

merupakan suatu proses kesadaran yang diarahkan ke luar

proses untuk memahami yang ada di dunia luar. Sedangkan

introspeksi merupakan proses kesadaran yang diarahkan ke

dalam proses untuk memahami kegiatan psikologi sendiri

dengan meperhatiakan yang ada di dunia luar, seperti

kegiatan berfikir, merasa, dan mengenang. Kesadaran me-

rupakan kesadaran terhadap sesuatu, kesadaran timbul di-

karenakan interaksi terhadap dunia luar, maka kegiatan sadar

dapat dialami.

Dua sifat fundamental yang tercakup dalam setiap

keadaan, aspek atau fungsi kesadaran manusia meliputi; isi

dan kegiatan (content and action), isi kesadaran, dan kegiatan

kesadaran yang memperhatikan isi. Pada tingkat kesadaran

perseptual dari semua konsep berkaitan dengan kesadaran.

Pada tingkatan ini anak-anak hanya semata-mata mengalami

dan melakukan berbagai proses psikologis; perkembangan

konseptualnya yang utuh mengharuskan untuk belajar meng-

konseptualisasikannya (setelah ia mencapai tahap tertentu

dalam perkembangan konseptual ekstropekltifnya). Untuk

membentuk konsep keasadaran, orang harus mengisolasi

kegiatan dari isi keadaan sadar tertentu, melalui proses

abstraksi. Manusia dapat mengabstraksikan berbagai entitas

dan dapat mengabstraksikan kegiatan sadar atas isinya,

mengamati perbedaan diantara jenis kegiatan.

Misalkan pada tingkat dewasa, ketika seorang lelaki

mengamati wanita berjalan, maka kegiatan kesadarannya

merupakan persepsi, ketika dia melihat wanita itu cantik,

maka kesadarannya adalah evaluasi; ketika ia mengalami

keadaan batin yang menyenangkan, menggembirakan, meng-

agumkan maka keadaan kesadarannya adalah emosi, ketika ia

117

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

berhenti untuk menikmatinya dan mengambil kesimpulan,

dari fakta mengenai watak, usia dan kedudukan sosial maka

kegiatan kesadarannya adalah berfikir, ketika ia mengingat-

kan kejadian itu maka kegiatan kesadarannya adalah

mengenang. Ketika ia memperhitungkan penampilan wanita

tersebut akan lebih baik jika rambutnya pirang dan tidak

coklat, dan bajunya berwarna biru bukan merah maka tingkat

keadaan kegiatan kesadarannya adalah imajinatif. Begitulah

pola proses manusia belajar untuk membentuk kesadaran.

(Ayn Rand, Pengantar Epistemologi Obyektif)

Dalam kenyataan, kesadaran bukanlah hanya tiruan dari

apa yang nyata, demikian pula dengan apa yang nyata bukan

hanya konstruksi kesadaran yang berubah-ubah. Ia hanyalah

jalan setapak dan merupakan kesatuan yang dialektis, dimana

kita menemukan solidaritas antara subyektivitas dan obyek-

tivitas, sehingga kita dapat keluar dari kesalahan subyektivis

ataupun kesalahan mekanistis. Kita harus memperhitungkan

peran kesadaran ataupun peran mahluk yang sadar dalam

transformasi sosial. Bagaimana seseorang menerangkan, misal-

nya dalam istilah subyektivis, posisi manusia sebagai individu

generasi atau kelas sosial yang dikonfrontasikan dengan

situasi sejarah tertentu dimana mereka menjadikan kesadaran

atau kehendak mereka independen? Dan sebaliknya bagai-

mana menerangkan masalah yang sama dengan sudut

pandang mekanis? Kesadaran secara arbiter menciptakan

realitas generasi kelas sosial, enggan menolak situasi yang ada

dimana tempat mereka hidup, dapat mentransformasikan

dengan suatu gerakan sederhana yang relevan. Jika kesadaran

merupakan cerminan yang sederhana dari realitas maka

cerminan tersebuat bersifat abadi, dan kenyataan akan

Page 75: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

118

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

menjadi subyek penentu dalam dirinya. (Denis Collins, Paulo

Freire)

Manusia sebagai mahluk multi dimensional memiliki

hubungan dengan berbagai sistem yang ada baik didalam

ataupun dengan sesama manusia. Hubungan manusia dengan

alam sebagai sarana untuk melakukan perubahan yang lebih

baik dan menjadikan alam memberikan manfaat pada manusia

tanpa merugikan yang lain. Alam merupakan sarana untuk

mempermudah manusia dalam menjalanakan kehidupan.

Tetapi, yang dilakukan manusia dalam memanfaatkan sumber

daya alam tidak boleh terbatas dan secukupnya saja. Manusia

juga memiliki dimensi sebagai mahluk sosial yang berkomuni-

kasi dan bersosialisasi dengan yang lain. Interaksi manusia

dengan yang lain dan bagaimana cara merubah alam ini agar

memberikan manfaat bagi manusia, maka menimbulkan

sebuah kesadaran. Kesadaran tumbuh dalam diri manusia

dikarenakan hubungan manusia dengan alam ataupun dengan

sesamanya. Berikut ini merupakan gambaran kesadaran

manusia yang berhadapan dengan realitas. Kesadaran tersebut

dapat dipetakan menjadi empat jenis yakni; kesadaran magis,

kesadaran naïf, kesadaran kritis dan kesadaran profetis.

1. Kesadaran Magis

Dalam pandangan kesadaran magis, untuk meng-

analisis permasalahan menggunakan pendekatan yang

bersifat metafisika dan abstrak. Misalkan permasalahan

kemiskinan pada hakekatnya merupakan ketentuan dan

rencana Tuhan. Hanya Tuhan yang tahu apa arti dan

hikmah dibalik ketentuan tersebut. Mahluk tidak

mengetahui tentang gambaran dari skenario besar Tuhan,

119

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dari perjalanan panjang umat manusia. Kemiskinan

merupakan ujian dan cobaan Tuhan terhadap keimanan,

dan kita tidak tahu manfaat dan keburukannya. Akar

teologi dari konsep ini bersandar pada sikap predeter-

minisme (takdir), merupakan ketentuan dan rencana

Tuhan sebelum jauh terciptanya alam. Sikap manusia

tidak memiliki free will untuk menciptakan sejarahnya

sendiri, meskipun manusia berusaha maka Tuhan yang

menentukan. (Mansour Fakih, Islam sebagai Alternative).

Kesadaran magis ini mayoritas dimiliki oleh masyarakat

tradisional yang hidup di pedesaan dan agamawan yang

lebih bercorak tasawuf.

2. Kesadaran Naif

Pandangan kesadaran naif merupakan perkem-

bangan dari kesadaran magis. Pada taraf kesadaran ini

diarahkan pada individu, tidak mengarah pada hal yang

metafisika dalam menganalisis sebuah persoalan. Ke-

sadaran naif tidak dapat melihat permasalahan secara

makro, sehingga tidak dapat mengurai sebab-akibat dan

keterkaitan antara permasalahan yang satu dengan yang

lain. Misalkan ketika dihadapkan dengan fenomena

globalisasi dan kemiskinan, maka kesalahan itu terjadi

dikarenakan dari sikap mental, budaya ataupun teologi

yang melingkupi diri dan masyarakat. Menilai kemiskin-

an tidak memiliki korelasi atau keterkaitan dengan

masalah globalisasi ataupun paham neo-liberalisme. Agar

tidak menyebabkan kemiskinan maka yang dilakukan

adalah menyiapkan sumber daya yang mampu bersaing

dengan pasar, dan penafsiran pemahaman kegamaan yang

Page 76: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

120

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

sesuai dengan perkem-bangan zaman. Kesadaran ini

biasanya dimiliki oleh kalangan modernis yang dalam

ilmu sosial karakter pemikirannya lebih bercorak

developmentalisme. Bagi kaum ini menganggap bahwa,

terjadinya kemiskinan dan proses marginalisasi akibat

globalsiasi dan neo-liberalisme yang lebih menyalahkan

korbannya. Kesadaran inilah yang disebut dengan

kesadaran intran-sitive naif, kesadaran ini memiliki

kerawanan, terhadap bahaya yang menurut Freire,

inheren dengan gerakan politis dan manipulatif. Kesadar-

an ini hanya mencari solusi yang sederhana dan berang-

gapan bahwa mereka lebih dibandingkan dengan fakta

dan sejarah keduanya, mudah menerima mitos mani-

pulatif yang dirumuskan golongan elit untuk memper-

tahankan penindasan. Kesadaran naïf manusia menye-

suaikan dengan lingkung-an atau dunianya (Denis

Collins, Paulo Freire)

3. Kesadaran Kritis

Selanjutnya adalah bentuk kesadaran kritis, pada

taraf kesadaran ini, individu mampu melakukan analisis

terhadap suatu permasalahan yang terjadai secara holistis

dan makro, sehingga dapat menguraikan sebab-akibat

dari suatu permasalahan. Penguraian tersebut mampu

memberi pandangan tentang kelompok mana yang

diuntungkan dan dirugikan. Kesadaran kritis yang

dimiliki oleh manusia menganggap segala sesuatunya

sebagai subyek, yang tidak hanya mencari solusi

sederhana tetapi juga berisiko tidak memanusiakan

dirinya. Kemampuan dalam kesadaran kritis sebagai

121

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

subyek, dapat memahami dan menganalisis hubungan

kausal manusia dalam menemukan diri mereka berada

dalam situasi. Kesadar-an ini muncul akibat kombinasi

dari refleksi dan tindakan praktis yang autentik.

Kesadaran kritis ini mengarahkan manusia pada proses

pembebasan dari penindasan, sehingga menjadi manusia

yang merdeka, bebas dari penindasan. Kesadaran kritis

ini bersifat transformatif dikarenakan ia berusaha me-

lakukan perubahan dalam realitas dan sejarah, bukannya

sejalan dengan sejarah.

Kesadaran kritis melalui refleksi diri dikembangkan

dalam modernitas mencapai kamatangannya dan ter-

wujud dalam bentuk kehidupan moderen yang ditandai

oleh gairah akumulasi modal secara rasional dan birokrasi

rasional yang telah didukung oleh teknologi. Tetapi

kapitalisme dan birokratisme dewasa ini justru menum-

pulkan kesadaran kritis, sehingga individu dalam masya-

rakat moderen lebih bersifat konsumerisme dan adaptif

terhadap sistem. Maka refleksi tersebut mengandung

paradoks. Di masa pencerahan refleksi diri menjadikan

kesadaran bahwa tradisi dan dogma menindas kenyataan.

Refleksi diri menghasilkan dimensi praksis lingkup

kapitalisme, birokratisme dan teknokrat-isme menjadi

tradisi dan dogmatisme. Rasionalitas dan moderenisasi

yang kritis terhadap mitos-mitos, tetapi pada gilirannya

ia malah menjadi "mitos baru" sehingga mereka tidak

dapat bersikap kritis terhadap realitas yang dihadapi.

(Ibrahim Ali Fauzi, Jurgen Habermas)

Kesadaran kritis yang dimiliki oleh individu dalam

melihat permasalahan kemiskinan dan globalisasi mem-

Page 77: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

122

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

berikan pemahaman yang berbeda dengan sebelumnya

yakni magis, dan naif. Menurut kesadaran kritis, yang

menyebabkan kemiskinan adalah ketidakadilan sistem,

struktur ekonomi, politik dan kultur. Ini merupakan

proses panjang dalam penciptaan struktur ekonomi yang

eksploitatif, politik dan adanya sistem dominan serta

hegemoni. Globalisasi merupakan perpanjangan dari

kapitalisme yang menjadi penyebab kemiskinan, memar-

ginalkan dan mengalienasi masyarakat. Globalisasi me-

rupakan ancaman bagi kaum miskin dan globalisasi lebih

memihak pada lembaga internasional untuk mengeruk

modal berskala internasional, mengahancurkan ling-

kungan hidup, dan segenap sosial budaya. Globalisasi juga

merupakan suatu agenda untuk memiskinkan masyarakat

secara struktural. (Mansour Fakih, Islam sebagai

Alternative)

Dengan kesadaran kritis, menjadikan manusia

mampu membaca realitas makro dan mengkonteks-

tualisasikan pada sikap serta langkah yang akan diambil

guna menyelesaikan permasalahan. Kesadaran ini akan

membawa manusia pada penyelesaian agar tidak meng-

alami ketertindasan, membuat struktur yang lebih adil

dan berfikir bagaimana cara melakukan transformasi.

4. Kesadaran Profetik

Kesadaran profetik merupakan kesadaran yang di-

miliki oleh agama dalam rangka melakukan transformasi

sosial pada satu tujuan tertentu berdasarkan etika ter-

tentu pula. Sebagaimana kesadaran dalam Islam merupa-

kan suatu bentuk kesadaran yang dimiliki manusia dari

123

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Tuhan untuk menentukan dan merubah sejarah, bukan

manusia yang ditentukan oleh sejarah. Islam memandang

kesadarannya merupakan kesadaran immaterial, yang

menentukan material, dengan maksud bahwa iman se-

bagai basis kesadaran menentukan struktur. Kesadaran

dalam Islam bersifat independen, tidak dipengaruhi oleh

struktur, basis sosial, dan kondisi material. Yang

menentukan kesadaran bukanlah individu, seperti dalam

kesadaran kritis, dimana menjadikan individu bersikap

aktif dalam menentukan jalannya sejarah. Kesadaran

kritis yang ditentukan oleh individu ini dapat terjatuh

dalam paham eksistensialisme dan individualisme.

Sedangkan kesadaran profetis, meyakini bahwa yang me-

nentukan bentuk kesadaran adalah Tuhan, dan ketentuan

kesadaran ini untuk menebarkan asma atau nama Tuhan

di dunia sehingga rahmat diperoleh manusia, bentuk

kesadaran ini merupakan ruh Ilahiah untuk melakukan

transformasi sosial.

Kesadaran profetis merupakan suatu cita yang

diinginkan oleh setiap insan dalam berproses menuju

kesempurnaan. Kesadaran ini menerapkan epistemologi

Islam sebagai sumber pengetahuan. Epistemologi Islam

yang dilaksanakan merupakan pengaplikasian yang

dikemukanan oleh Muhammad Abed al Jabiri1 yakni

1. Muhammad Abed al Jabiri seorang intelektual kelahiran Maroko di kota Feji pada tahun 1936,ia memperoleh gelar doctor pada Universitas Muhammad al Khamis, Ribat, Maroko padatahun 1970 dengan disertasi berjudul Fikr Ibn Khaldun, al Ashabiyah wal Daulah yangditerbitkan pada tahun 1971. Ia mengajar mata pelajaran filsafat dan pemikiran Islam padaFakultas Sastra di kampus ia studi. Karyanya yang berkaitan dengan karakter pemikiran Arabyang terkenal dengan trilogy kritik nalar arab (Takwin al Aql al Arabi, Naqd al Aql al Arabi,Bunyah Aql al Arabi), ketiga karya tersebut mengupas tentang pengungkapan tiga corak

Page 78: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

124

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

bayani2, burhani3, dan irfani4. Pengaplikasi epistemologi

tersebut dilaksanakan secara seimbang dan selaras. Hal

epistemology dalam Islam. Lihat Muhammad Abed al Jabiri, Formasi Nalar Arab. Lihat jugaMuhammad Abed al Jabiri, Post Tradisionalism Islam.

2. Bayani (teks) merupakan pengetahuan arab yang paling awal yakni sebuah teks tertuangdalam bahasa. Tradisi bayan pada peradaban arab dengan dilahirkannya ilmu bahasa danilmu agama, bahasa berhubungan dengan nahwu dan teks keberagamaan berkaitan denganfiqh dan teologi. Kaidah nalar bayan berhubungan dengan tradisi qiyas denganmenghubungkan kata dengan berbagai makna dan satu makna dengan berbagai kata.(Muhammad Abed al Jabiri, Formasi Nalar Arab). Penggunaan bayani merupakan kajianyang biasa dilakukan oleh Mutaqalimun dan Ahli Fiqh dan digunakan untuk memahami,menganalisis teks guna mendapatkan makna yang terkandung, menentukan istimbat hukumdari al Qur’an dan as-Sunnah. Pendekatan ini memerlukan alat bantu yakni asbabul nuzuldan adat istiadat masyarakat. Dalam pendekatan bayani dikenal dengan empat macamyakni; bayan al I’tibr adalah penjelasan mengenai segala sesuatu, bayan al I’tiqd adalahpenjelasan segala sesuatu mengenai makna yang haq, musyatabih dan bathil, bayan ibrahadalah pengambilan hikmah dari sebuah cerita, bayan al kitab adalah penukilan pendapatdari kitab. Fungsi akal untuk memberikan justifikasi terhadap teks dan melakukan tafsiranterhadap teks tersebut. Lihat Manhaj Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah dalamwww.muhammadiyah.or.id

3. Burhani (demonstratif), merupakan pola fikir tentang realitas (alam, sosial dan humanitas).Pola fikir ini disebut dengan pola fikir induktif, yang menegaskan bahwa ilmu pengetahuanbersumber dari realitas empiris historis yang diabstraksikan. Lihat M. Amin Abdullah, “AlTa’wil al Ilmi; Ke Arah Perubahan Paradigma Penafsiran Kitab Suci” dalam Al Jami’ah. Dalamtradisi burhani merupakan aktivitas ilmiah dalam bingkai Aristotelesian, dikarenakanmempunyai pandangan umum terhadap alam, manusia dan Allah sebagai sumber metafisika.Tradisi buhani memberikan dampak yang luar biasa terhadap perkembangan ilmiah. LihatMuhammad Abed al Jabiri, Formasi Nalar Arab. Burhani merupakan pengetahuan yangdiperoleh indra, percobaan dan hukum-hukum logika dengan instrumen (induksi, duduksi,abduksi, simbolik, dan proses). Pendekatan ini berpendapat bahwa teks dan realitas salingmempengaruhi, dikarenakan teks tidak dapat bediri sendiri tanpa adanya konteks yangmengelilinginya. Sumber kajian bayani adalah realitas dan teks maka memerlukan alat untukmenganalisisnya yakni rasionalitas dan empirisme. Pengoperasionalan bayani yangberhubungan dengan realitas sosial keagamaan dengan menggunakan ilmu sosiologi,sejarah, tarikh dan psikologi. Alam berkaitan dengan sunnah tullah dan perubahannya. LihatManhaj Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah dalam www.muhammadiyah.or.id

4. Irfani (gnostik), sistem irfani muncul bukan merupakan respon terhadap gigihnya para fuqohaterhadap kelesuan orientasi rasional dikalangan teolog. Sistem ini telah mengukuhkandimana saat yang sama dalam fiqh mulai melakukan pembakuan ra’yu dalam legislator ,teologi. Perkembangan irfani juga merupakan suatau bentuk rasionalitas dari KebudayaanArab. Lihat Muhammad Abed al Jabiri, Formasi Nalar Arab. Irfani merupakan corak pemikirantasawuf, intuitif, al’ afifi dan berdasarkan experiences. Epistemologi ini telah ada sebelumIslam dan telah dipraktekan karena memiliki nilai-nilai yang universal dan dapat ditemukandalam agama lain walaupun tidak sama persis. Lihat M. Amin Abdullah, “Al Ta’wil al Ilmi; KeArah Perubahan Paradigma Penafsiran Kitab Suci” dalam Al Jami’ah. Pendekatan ini

125

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

tersebut juga pernah dilaksanakan oleh rasul Muhammad

Saw ketika menyampaikan pesan menurut kondisi

sahabatnya. Pengungkapan kebenaran yang dilakukan

oleh rasul berdasarkan kemampuan yang dimiliki oleh

sahabatnya, misalkan ketika nabi mena-sehati sahabatnya

akan berbeda satu dengan yang lain sesuai dengan

kondisi psikologisnya.

Muhammadiyah menerapkan ketiga pendekatan

tersebut secara sirkular dan dialog kreatif dengan meng-

gunakan beberapa prinsip;

Istimarariyyah adalah upaya untuk melanjutkan

berbagai produk pemikiran historis, sehingga produk

yang dilahirkan bukan bersifat a histories.

Tanawwu’iyyah adalah upaya pemberian ruang dan

toleransi atas berbagai macam hasil kajian, karena hasil

kajian dipandang relatif dan pluralitas sangat memung-

kinkan.

Shumuliyyah adalah prinsip menghadirkan Islam

dengan wajah yang utuh bukan parsial, oleh karena itu,

manhaj ini dikembangkan dengan aspek ta’aquli dan

ta’abbudi, batini dan zahiri, normatifitas dan historisitas

masa kini.

Amaliyyah dan mahalliyyah adalah pengembangan

pemikiran dan manhaj yang mempertimbangkan aspek

global universal dan lokal particular

digunakan untuk mengeluarkan makna batin dari batin lafadz dan ibrah, sedangkaninstrumen yang digunakan merupakan pengalaman batin yang tidak bertumpu pada inderadan akal, tetapi berdasarkan mujahadah, khasaf. Pengetahuan irfani menjadikan agamadengan sebuah subtasi, esensi spiritual dan kesadarannya dalam beragama. Lihat ManhajMajelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah dalam www.muhammadiyah.or.id

Page 79: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

126

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Ibtikariyyah adalah rumusan pemikiran secara

kreatif dan konstruktif dalam permasalahan aktual,

dengan cara menerima nilai-nilai di luar Islam dengan

penyesuaian dan penyerapan nilai serta penyaringan-nya.

Illahiah adalah upaya menangkap atau mengumpul-

kan nilai-nilai Illahiah dalam dataran historis. (Syamsul

Hidayat dan Zakiyuddin Baidhawy, Membangun Citra

Baru Pemikiran Islam Muhammad-iyah dalam Pedoman

Individuasi Kader)

Begitu pula yang dilakukan oleh manusia dengan

kesadaran profetis ketika menyampaikan pesan sesuai

dengan bahasa kaumnya. Penyampaian sesuai dengan

bahasanya, menjadikan penerima memahami, melak-

sanakan dengan sadar, dan bertanggung jawab.

Pada taraf kesadaran ini manusia mampu meng-

analisa permasalahan secara makro dan dapat meng-

ambil kesimpulan secara mikro demikian pula sebailk-

nya. Ia dapat melakukan pemetaan terhadap suatu

permasalahan dan penganalisaan kelompok-kelonpok

yang berkepentingan, kelompok yang dirugikan dan

kelompok yang diuntungkan dalam permasalahan ter-

sebut. Dengan melakukan pemetaan dan penganalisaan

tersebut, juga ada etika yang mengarahkannya sehingga

transformasi yang dilakukan berdasarkan etika tertentu

sehingga perubahannya bukan saja membebaskan dari

ketidakadilan tetapi juga ada nilai yang mengarahkannya.

Bentuk arahan dari transformasi yang diinginkan adalah

terciptanya masyarakat yang ber-keadilan tanpa penin-

dasan didasarkan pada Tuhan.

127

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

C. Etika Profetis

Istilah moral dan etik memiliki hubungan yang erat

dengan arti asalnya, moral berasal dari kata Latin moralis dan

istilah ethic berasal dari kataYunani ethos. Kedunya berarti

kebaikan atau cara hidup. Istilah tersebut terkadang dipakai

sebagai sinomin, sekarang orang cenderung memakai

"morality" untuk mennujukan tingkah laku itu sendiri.

Sedangkan etik menunjuk tentang penyelidikan tentang

tingkah laku, moral act dan ethical code. Dan istilah yang

sering dipakai atas etika dan moral seperti benar dan baik.

(Harold H. Titus, dkk, Persoalan-Persoalan Filsafat).

Etika pada umumnya diidentikan dengan moral

(moralitas), terkait dengan tindakan buruk dan baik pada

manusia. Etika dan moral memiliki perbedaan pengertian,

moral membicara-kan tentang pengertian baik dan buruk,

dari setiap perbuatan manusia itu sendiri, sedangkan etika

merupakan ilmu yang mempelajari baik dan buruk itu sendiri.

Etika berfungsi sebagai teori dari perbuatan baik dan buruk,

sedangkan moral merupakan prakteknya. (Haidar Bagir, Etika

"Barat" Etika Islam). Etika merupakan filsafat ajaran moral,

etika tidak mau mengejar apa yang wajib dilakukan orang

tetapi bagaimana pertanyaan itu dapat dijawab secara rasional,

secara bertang-gungjawab. Seorang ahli moral akan bersikap

sebagai guru dan pendeta, yang akan didatangi orang dalam

masalah hidup. Tetapi bagi ahli etika memiliki keahlian

teoritis yang dapat dipelajari, tanpa memperdulikan

kebutuhan moral yang mau belajar etika, etika merupakan

menyampaikan kecakapan teoritis. (Franz Magnis Seseno,

Berfilsafat dari Konteks).

Page 80: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

128

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Etika merupakan sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran, etika

merupakan pemikiran yang sistematis tentang moralitas, dan

etika merupakan penyedia orientasi dalam menjalankan

kehidupan. (Franz Magnis Suseno, Etika Dasar). Etika berasal

dari bahasa Yunani ethicos, ethos (adat, kebisaan praktek).

Istilah ini digunakan oleh Aristoteles, mencangkup ide

"karakter" dan "disposisi" (kecondongan). (Loren Bagus,

Kamus Filsafat).

Etika merupakan suatu cabang dari filsafat yang mencari

hakekat nilai-nilai baik dan jahat yang berkaitan dengan

perbuatan dan tindakan seseorang, yang dilakukan dengan

penuh kesadaran berdasarkan pertimbangan pemikirannya.

Etika juga disebut sebagai filsafat moral yang berusaha

mendapatkan kesimpulan tentang norma tindakan dan

pencarian kedalam watak moralitas atau tindakan-tindakan

moral. Etika menganalisis konsep-konsep seperti keharusan,

kemestian tugas, aturan-aturan moral, benar atau salah wajib

tanggung jawab. Persoalan etika berkaitan dengan eksistensi

manusia, dalam segala aspeknya baik individu atapun

masyarakat, baik hubungan dengan Tuhan, dengan sesama

manusia dan dirinya, maupun alam sekitar, baik kaitannya

dengan eksistensi manusia di bidang sosial, ekonomi, politik,

budaya, maupun agama. Etika membicara-kan tentang baik

dan jahat bagi suatu tindakan, apakah sifat atau nilai-nilai itu

relatif atau absolut, berlaku lokal atau universal, adakah

sanksi atas pelanggaran nilai-nilai etika dan apakah sumber

nilai-nilai etika, dan bagaimana aplikasi dalam masyarakat.

(Musa Asy'ari, Filsafat Islam).

Etika dalam pengertiannya merupakan sebuah konsep

tentang moral yang menjadi tindakan praktis manusia dalam

129

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

menjalankan kehidupan. Etika dalam Islam harus mencakup

dari semua unsur sebagai berikut; (1) Islam berfihak pada teori

etika yang bersifat fitri, (2) moralitas dalam Islam ditempat-

kan pada keadilan yakni menempatkan sesuatu pada propo-

sisinya, (3) tindakan etis yang puncaknya mendatangkan

kebahagiaan bagi pelakuya, (4) tindakan etis bersikap rasional.

(Haidar Bagir, Etika "Barat" Etika Islam).

Selanjutnya kata prophet yang berarti nabi, merupakan

utusan Tuhan dalam menyampaikan risalah untuk mengajak

manusia sesuai dengan fitrahnya. Jadi secara terminologi

etika profetik merupakan suatu teori moral tentang nabi, atau

etika yang didasarkan pada nabi. Nabi dalam memperoleh

pengetahuan merupakan proses kreasi nabi dalam melakukan

hubungan langsung dengan Pencipta dan hasil refleksi

terhadap realitas sosial yang dihadapi pada waktu itu. Refleksi

yang dilakukan oleh nabi memperoleh pemecahan masalah

dari problem sosial yang dihadapinya. Etika profetis didasar-

kan pada wuhyu Tuhan, bukan semata-mata menggunakan

rasional sehingga terjatuh dalam etika rasional semata, yang

kemudian memunculkan etika hedonisme,5 utilitarian,6 dan

5. Etika yang mengarah pada keperluan untuk menghasilkan sebanyak-banyaknya kesenanganpada manusia. Hedonisme berasal dari kata Yunani "Hedona" yang berarati kelezatan. Aliranini dinisbatkan pada Epicurus yang menyiarkan aliran kelezatan. Lihat Harold B. Titus,Persoalan-Persolan Filsafat. Lihat juga, Haidar Bagir, Etika "Barat", Etika Islam.

6. Etika yang mengarahkan pada kesenangan atau kebahagian dihasilkan suatu etika baikadalah kebahagian bagi sebanyak orang, bukan kesenangan atau kebahagiaan individual,yang justru menimpa kesengsaraan orang lebih banyak. Etika ini merupakan tindak lanjutdari hedonisme yang dipelopori oleh Jerey Bentham dan John Mill pada abad XIX. Ciripemikiran aliran utilitarianisme dasar moralitas merupakan manfaat dan kebahagian yangterbesar. Hal ini dikarenakan alam sebagai guru memberikan dua macam kebahagian dankesakitan, dan manusia sebagai mahluk yang mencari kelezatan dan menghindari kesakitan.Untuk lebih jelasnya baca, Harold B. Titus, Persoalan-Persolan Filsafat. Lihat juga, HaidarBagir, Etika "Barat", Etika Islam.

Page 81: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

130

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

deontologist.7 Etika profetis juga bukan saja didasarkan pada

wahyu tanpa menggunakan analisis dalam memandang

kebenaran dan kebaikan, sehingga tak terjatuh pada etis

dogmatis.8

Etis profetis yang dimiliki oleh ikatan merupakan

pemberian kesadaran dari Tuhan untuk melakukan trans-

formasi sosial guna menciptakan masyarakat yang telah

diidealkan. Etika profetis dalam pengertian ini merupakan

suatu bentuk kesadaran yang didasarkan pada nilai-nilai

Ilahiah, dalam rangka menjalankan proses kehidupan. Etika

profetis yang diinterpretasi oleh ikatan merupakan derifasi

dari Qs. Ali Imran ayat 110, "Kamu adalah umat yang terbaik

yang dilahirkan untuk manusia menyeru kepada yang ma'ruf,

mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah".

Ikatan menginterpretasikan ayat tersebut menjadi etika

profetis yang menjadi gerak dan langkah ikatan sebagai suatu

7. Deontologist berasal dari kata dheon yang berarti kewajiban. Bahwa yang menjadi sumberperbuatan etis merupakan kewajiban. Teori etis ini dikemukakan oleh Imanuel Kant. Etikabersifat fitri dan sumbernya tidak rasional dan teoritis, dan ia bukanlah urusan nalar murni.Jika manusia menggunakan akal dalam mengurusi etika maka baginya tidaklah sampai padaetika yang sesungguhnya. Dikarenakan terdapat perselisihan mengenai baik dan buruk,etika yang bersifat rasional bukalah etika dikarenakan terjebak dalam pertimbangan untungdan rugi. Perbuatan etis menguntungkan bagi pelakunya tetapi merugikan orang lain. Kantmengatakan bahwa etika merupakan urusan nalar praktis, artinya nilai-nilai moral tertanamdalam setiap manusia sebagai kewajiban, dikarenakan manusia pada dasarnya memilikikecenderungan diri dari perbuatannya, dan perbuatan etis berada dibalik nalar. Lihat M. AminAbdullah, Antara al Ghazali dan Kant. Lihat Juga, Harold B. Titus, Persoalan-PersolanFilsafat

8. Etis domatis merupakan suatu etika yang didasarkan pada dogma, dan penolakannyaterhadap rasio yang nyaris total. Etika ini dikembangkan oleh al Ghazali, dimana lebihmenekankan kehendak Allah, dari pada karsa manusia. Nilai ethis menjadi eksklusifbersumber dari Tuhan, kehendak dan kemampuan untuk bertindak etis sendiri. Ia menolakrasio sebagai pengarah dalam tindakan etis manusia, ia mengakui wahyu melalui intervensiyang ketat dalam syaikh atau pembimbing moral sebagai pengarah utama dalam pencapaikeutamaan mistik. Dalam hal ini al Ghazali lebih memilih syaikh bukannya rasio dalammencapai etika, sebagai pendamping wahyu dalam membimbing tindakan manusia. Lihat M.Amin Abdullah, Antara al Ghazali dan Kant.

131

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

usaha aktif dalam merubah dan menentukan sejarah sehingga

yang tumbuh merupakan sejarah kemanusiaan bukan ketidak-

adilan ataupun sejarah yang bersifat material (materialsm

histories).

Ada tiga item yang harus dipenuhi dalam konsep etika

profetis; (1) Konsep umat yang terbaik, (2) Pentingnya

kesadaran dan kesadaran sejarah (3) Konsep profetis yakni;

ta'muruna bil ma'ruf, tanhauna 'anil munkar dan tu'minuna

billah. Ketiga interpretasi ini merupakan suatu bentuk etika

yang dimiliki oleh ikatan dalam rangka menjalankan proses

kehidupan, baik sesama manusia, Tuhan sebagai pencipta,

alam, dan manusia sebagai pengganti Tuhan di dunia,

dikarenakan dengan etika merupakan eksistensi manusia

dapat dipenuhi. Etika dalam konsep merupakan suatu yang

fundamental dikarenakan menjadi suatu dasar dalam

bergerak, serta menjadi paradigma dan orientasi kehiduapan

yang akan dilalui oleh manusia. Begitu juga, dengan etis

profetis yang dimiliki oleh ikatan merupakan dasar dari yang

dilakukan oleh kader ikatan atapun gerakan kolektif ikatan.

Etika profetis yang dimiliki oleh ikatan merupakan bentuk

kesadaran yang diberikan Tuhan dalam rangka aktivisme

sejarah, mengarahkan transformasi guna tercipta khairul

ummah, dan mengarahkan semakin dekatnya manusia dengan

Tuhan (sumber keabadian).

1. Konsep Ummat yang Terbaik

Umat yang terbaik bukanlah semata-mata pemberian

atau hadiah dari Tuhan, tetapi harus diraih dengan kerja

keras dalam rangka mewujudkannya. Konsep umat yang

terbaik dari Islam berbeda dengan konsep yang telah

Page 82: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

132

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dimiliki oleh umat Yudaisme, sebuah mandat kosong

yang menyebabkan rasialisme. Tetapi konsep umat yang

terbaik bagi Islam merupakan tantangan dalam akivisme

sejarah dan mencip-takan suatu tatanan masyarakat yang

diidealkan. Konsep umat terbaik merupakan proses

(becoming) setiap individu ataupun kader ikatan dalam

rangka menciptakan masyarakat yang telah diidealkan

bersama. Ikatan secara kolektif dan individu berusaha

melakukan aktivisme sejarah dalam transformasi untuk

mewujudkan masyarakat yang berkeadilan dan ber-

kedamaian dalam rangka beribadah kepada Tuhan.

Pemahaman ideal ini merupakan jawaban terhadap per-

masalahan yang telah terjadi dan bagaimana ikatan

menyelesaikannya. Masyarakat yang diinginkan merupa-

kan konsep masyarakat yang didasarkan pada ilmu,

terciptanya struktur yang adil, memihak kepada

golongan lemah, dan menuju pada keabadian yakni

Tuhan.9

Kader yang berjuang secara individual dan kolektif

ikatan berdasarkan etika profetik ini diharapakan dapat

masuk kedalam berbagai ranah dan tetap mengedepan-

kan etika dan tujuan yang sama dalam mengupayakan

suatu cita-cita yang mulia. Khairul ummah merupakan

sebuah konsep ikatan yang memiliki landasan gerak ber-

dasarkan kesadaran profetis guna mewujudkan tatanan

ideal dan menjadikan manusia semakin dekat dengan

Penciptanya. Pendekatan manusia dengan Penciptanya

ini menjadikan sikap aktivisme dalam rangka kerja

9. Untuk lebih jelasnya baca tentang Transformasi Profetik Guna Mewujudkan Khoirul Ummah.

133

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

praksis kemanusiaan, dimana terdapat sistem yang

didasari kesadaran antara hubungan manusia dengan

manusia, manusia dengan alam, manusia dengan Pencipta

dan manusia sebagai pengganti Pencipta dalam rangka

memakmurkan bumi sebagai sarana ibadah kepada-Nya.

Sistem tersebut bergerak dengan adil dan membela orang

yang lemah dan termarginalkan.

2. Kesadaran Sejarah dalam Ikatan

Kesadaran merupakan konsep gerak yang dimiliki

oleh manusia, berkelanjutan dan kontinyuitas, ia

mengetahui eksistensinya dan bersikap dalam rangka

merespon realitas sosialnya. Kesadaran merupakan yang

membedakan manusia dengan mahluk yang lain,

dikarenakan gerak yang dilakukan tanpa paksaan tetapi

berdasarkan kemauan dan keiinginannya. Menurut

Marxisme bahwa kesadaran ditentukan oleh supra

struktur, jadi dalam pandangan ini menyatakan supra

struktur menentukan super struktur. Manusia bergerak

dan melakukan apa saja dikarenakan struktur yang

berada di luar dirinya, dan berdasarkan rasa tertekan dari

luar bukan dari dasar pikiran manusia. Bentuk kesadaran

yang dimiliki oleh Marxisme ini menjadikan material-

isme sebagai penentu jalannya sejarah. Marx juga meng-

akui dalam tesisnya bahwa sejarah bergerak dikarenakan

kebutuhan (materi) yang ada dalam diri manusia,

sehingga lebih dikenal dengan materialisme dialektika

atau materialisme histories.

Hal ini lain bila dibandingkan dengan konsep

kesadaran yang dimiliki oleh Islam. Bahwa kesadaran

Page 83: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

134

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dalam konsep Islam merupakan ketentuan dari Tuhan,

artinya super struktur (kesadaran) menentukan struktur,

bentuk kesadaran inilah yang dimiliki oleh ikatan dan

bersifat independen bukan didasarkan pada individu

maupun struktur yang ada. Jika kesadaran ditentukan

oleh individu maka yang terjadi adalah proses individual-

isme, eksistensilalisme, liberalisme, dan kapitalisme.

Kesadaran yang diinginkan oleh Islam merupakan pem-

berian dari Tuhan yakni iman yang dapat membuat atau

menentukan struktur sosial, budaya dan kondisi material

yang terjadi dalam masyarakat. Bentuk kesadaran yang

timbul merupakan kesadaran Ilahiah yang menjadi

konsep kesadaran bagi ikatan, yang menghilangkan

kesadaran yang didasarkan pada individu dan juga bentuk

kesadaran yang bercorak sekulerisme. Kesadaran ini

bercorak intergralistik, dikarenakan manusia sebagai

penerima bentuk kesadaran dari Tuhan dan dalam segala

aktivitasnya akan diserahkan kembali kepada Tuhan.

Kesadaran Ilahiah merupakan konsep ikatan dalam

menghadapi realitas sosial, dengan kesadaran ini, maka

cara pandang ikatan berangkat dari teks ke konteks,

bukanya dari konteks ke teks.

Kesadaran sejarah merupakan tindak lanjut dari

konsep kesadaran Ilahiah, yang dalam praksisnya

melakukan aktivisme sejarah. Kesadaran sejarah ini,

dapat juga dilihat dari ajaran agama bahwa Islam merupa-

kan agama amal. Oleh karena itu, dalam ajarannya Islam

melarang konsep wadat (tidak kawin), uzlah (mengasing-

kan diri), dan kerahiban dikarenakan tidak sesuai dengan

fitrah yang telah dimiliki oleh manusia, untuk menentu-

135

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

kan jalannya sejarah dan membuat sejarah yang lebih

humanis. Bentuk kesadaran sejarah pun dalam Islam

dapat dilihat dalam doa-doa yang menginginkan

kebahagian dalam dua dimensi, dunia dan ukhrawi.

3. Konsep Profetis

Konsep profetis merupakan terjemahan dan pelak-

sanaan dari unsur ; (1) ta'muruna bil ma'ruf, (2) tanhauna

'anil munkar, (3) tu'minuna billah. Ketiga unsur ini

diterjemahkan dengan kreatif oleh Kuntowijoyo yang

kemudian menghasilkan konsep Humanisasi, Liberasi

dan Transendensi.

Humanisasi, adalah proses pemanusiaan manusia.

Humanisasi dalam Islam merupakan suatu kritik dari

humanisme barat yang menyebabkan perkembangan

teknologi. Tetapi, dalam pelaksanaannya telah mencipta-

kan dehumanisasi akibat dari kemajuan dan teknologi

tersebut. Humanisme barat merupakan bentuk human-

isme antroposentrisme yang memerdekakan manusia dari

bentuk ketertindasan dan keterkungkungan, tetapi tidak

mampu menghindarkan manusia dari dehumanisasi. Hal

ini dapat dilihat dari kerangka berpikir yang materialistis

dan bentuk berpikir pragmatis, yang menjebak manusia

moderen dalam satu dimensi. Maka yang harus dilakukan

adalah mengembalikan manusia pada posisi yang mulia,

sebagaimana telah disampaikan dalam surat at-tin.

Humanisasi yang sesuai dan dapat memecahkan per-

soalan adalah konsep humanisme teo-antroposentris,

yang menginginkan manusia kembali pada fitrahnya.

Humanisme ini merupakan bentuk humanisme yang

Page 84: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

136

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

didasarkan pada ajaran agama dan mengembalikan posisi

manusia yang sebenar-benarnya, sebagai mahluk Tuhan

dan sebagai mahluk yang lain.10

Liberasi, proses pembebasan dalam segala hal. Pem-

bebasan yang dimaksudkan adalah pembebasan dari

segala hal yang mengungkung manusia dalam segala

bentuknya. Semangat pembebasan juga ada dalam pe-

maknaan syahadat yang mengandung dua macam pem-

bebasan; pertama, bersifat vertikal merupakan pembebas-

an dari berbagai macam pemahaman ketuhanan menuju

pada ketuhanan yang esa. Ketuhanan yang esa merupa-

kan pemahaman tuhan yang independen. Kedua, bentuk

pembebasan dalam persfektif horizontal. Pembebasan ini

dapat dilihat dari latar belakang munculnya Islam,

merupakan pengkritisan dari segala bentuk penindasan

yang terjadi pada waktu itu. Hal ini dilihat dari sejarah,

bahwa pemahaman jahiliyah pada masa itu tak meng-

hargai perempuan, dengan datangnya Islam maka posisi

perempuan mendapatkan kehormatan, dan berbagai jenis

pembebasan lainnya. Islam datang untuk merubah

struktur dan sistem yang menindas menjadi sistem yang

berpihak kepada kemanusiaan, semangat pemerataan dan

keadilan. Semangat liberasi untuk konteks sekarang

membebaskan semua bentuk sistem yang ada. Demikian

dengan sistem ekonomi, terciptanya ekonomi yang

memihak pada rakyat miskin bukan pada pemodal dan

golongan tertentu. Selanjutnya pembebasan dalam sistem

politik dengan terciptanya demokrasi yang melindungi

10. Untuk lebih lengkapnya tentang ini maka baca tentang Siapakah Manusuia dan bagian ProfilKader Ikatan.

137

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

kepentingan rakyat dan tatatanan kenegaraan yang adil.

Bentuk liberasi yang dilakukan bukan hanya pada sistem

dan struktur yang tidak adil, tetapi pada sistem teknologi

yang angkuh, menjebak manusia dalam reduksinistik.

Transendensi, merupakan ruh dalam melakukan

humanisasi dan liberasi. Dengan transendensi menjadi-

kan proses humanisasi dan liberasi memiliki tujuan dan

arahan yang jelas yakni membawa pada terwujudnya

khairul ummah dalam rangka mendekatkan manusia

pada Tuhan. Transendensi dapat menyelamatkan dan

mengembalikan kebudayaan agar mengarah pada bentuk

dan sesuai dengan ajaran Islam sehingga terhindar dari

perilaku hedonisme, materialisme, dan budaya dekadensi.

Mengingat dimensi transenden maka manusia akan

kembali kepada fitrah kemanusiaannya yang merupakan

sarana penghubung ruang dan waktu manusia untuk

bersentuhan langsung dengan Tuhan.

Etis profetis Ikatan merupakan kesadaran profetis

dalam rangka melakukan aktivisme sejarah guna me-

nebarkan rahmat Tuhan, dan menjadikan manusia dapat

merasakan langsung kebesaran Tuhan. Etis ini merupa-

kan yang menjiwai setiap langkah dan gerak kader dalam

menjalankan proses kehidupan sesuai dengan keahlian

masing-masing, serta menjadi kesadaran kolektif ikatan.

Kesadaran kolektif tersebut menjadikan ciri has ikatan

yang berbeda dengan pergerakan yang lain. Perbedaan

tersebut dikarenkan etika yang melekat dalam diri kader

dan organisasi tersebut tertuang dalam prilaku kader

serta kebijakan yang dikeluarkan oleh organisasi.

Page 85: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

138

Dari Kesadaran Kritis Menuju Kesadaran Profetis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Kebijakan itu semunya mengarah pada satu tujuan yakni

terciptanya khairul ummah.

Page 86: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

138

Indikator dan Metodelogi Intelektual Profetik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

B a g i a n

Indikator dan MetodelogiIntelektual ProfetikPenjelasan Manifesto Gerakan Intelektual Profetik Ikatan

Dalam etika profetik gerakan transformasi memiliki tiga

pilar yaitu; humanisasi, liberasi dan transendensi, dapat

diterjemahkan dalam indikator yang meliputi; cendekiawan

atau intelektual profetis, metodologi transfomasi profetis,

indikator transformasi profetis, dan aksi transformasif

profetis.

A. Indikator Cendekiawan/Intelektual Profetis

Keinginan untuk menjadi seorang cendekiawan merupa-

kan keputusan yang sulit. Bukan prestasi akademik dan

kecerdasan saja layaknya seorang sarjana atau profesor yang

dibutuhkan, tetapi cendekiawan tentunya meminta lebih dari

itu. Seperti halnya nabi Muhammad Saw, kecendekiawannya

membawa konflik lahir dan batin mana kala ia dihadapkan

dengan pertanyaan dan persoalan kaumnya. Seyogyanya

seorang cendekiawan kerap merasakan konflik dan gelisah,

gusar, serta resah tatkala ada permasalahan yang ia rasakan

ataupun menimpa masyarakat disekitarnya. Cendekiawan

merupakan salah satu unsur yang dapat menunjang trans-

formasi sosial, bila mana ia sadar diri berada ditengah-tengah

masa yang telah tertidur bahkan mengalami amnesia. Mereka

7

139

Indikator dan Metodelogi Intelektual Profetik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

memiliki kepedulian untuk membangkitkan kesadaran

masyarakatnya dan menjadi motor penggerak bagi perubahan

sosial menuju ke arah yang lebih baik. Bagi Kuntowijoyo

cendekiawan merupakan pilihan yang berani, memiliki sifat

independen, tak berpangkat dan tak bertahta. Bahkan sifat

kecendekiawan yang digambarkan oleh Kuntowijoyo dapat

dimaknai melalui salah satu puisi dari judul bukunya Daun

Makrifat, Makrifat Daun, ia menuliskan; sebagai hadiah,

malaikat menanyakan, apakah aku ingin berjalan diatas mega,

dan aku menolak, karena kakiku masih di bumi, sampai

kejahatan terakhir dimusnahkan, sampai dhu'afa dan

mustadh'afin, diangkat Tuhan dari penderitaan.

Seorang cendekiawan memiliki sikap yang memihak pada

nilai tertentu, fundamental dalam melakukan transformasi

sosial guna menciptakan masyarakat yang dicita-citakan.

Sikap memihak yang dilakukan oleh cendekiawan adalah

pemihakan pada kemanusiaan. Sejatinya cendekiawan tidak

merasakan kenikmatan dengan ilmunya sehingga memilih

untuk berada di menara gading, tetapi menginter-pretasikan

dunia untuk memberi nuansa perubahan ke arah yang lebih

baik.

1. Individu Kader

Kategori individu menunjukkan bahwa masing-

masing individu dalam ikatan memiliki kemampuan

cendekiawan sebagai manifestasi dari kesadaran profetik

untuk transformasi profetik. Karakter cendekiawan pro-

fetik meliputi beberapa klasifikasi.

Page 87: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

140

Indikator dan Metodelogi Intelektual Profetik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

a. Sadar dengan dirinya sendiri

Seorang cendekiawan menyadari potensi yang ada

dalam dirinya sebagai anugrah Tuhan dan melaksanakan-

nya untuk kepentingan kemanusiaan. Potensi yang

berasal dalam diri tersebut dikembangankan menjadi

sebuah eksistensi, menjadi mahluk yang sadar diri sebagai

seorang khalifah dan hamba yang dilandasi rasa cinta

dalam rangka menebarkan sifat-sifat Tuhan di muka

bumi. Karakter cendekiawan profetik menirukan teladan

nabi Muhammad Saw sebagai uswah dalam segala

tindakan yang tidak saja secara individu. Pencapaian

pengetahuan oleh cendekiawan profetis tercermin dari

pengamalan al Qur’an dan as-Sunnah, yang merupakan

prasyarat mutlak agar tercipta akhlak mulia sebagai cita-

cita setiap insan berkesadaran. Akhlak mulia sebagai cita-

cita merupakan ciri khas dari seorang cendekiawan

profetis, terlihat nyata dan dirasakan oleh individu lain.

Akhlak yang tertera pada cendekiawan harus diaplikasi-

kan oleh seorang kader ikatan, bentuknya berupa tingkah

laku yang bersifat religius dalam keberagamaan, dan

bersifat transformatif dalam tindakannya. Sifat cendekia-

wan profetis juga telah digambarkan melalui perkataan

Kiyai Ahmad Dahlan yang memberi nasehat agar “tidak

mentuhankan nafsu”. Pentuhanan nafsu ini, menjadikan

manusia melakukan pembenaran (justification) terhadap

perbuatan yang dilarang, dan menuruti hawa nafsu

sebagai petunjuk atas segala sesuatunya. Sebagai kader

ikatan yang mewarisi sifat cendekiawan harus mampu

mengendalikan diri untuk mencapai insan berkesadar-

an/mulia.

141

Indikator dan Metodelogi Intelektual Profetik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

b. Sadar terhadap realitas sosial

Seorang kader ikatan menyadari bahwa realitas

bersifat terbuka (open), dan bisa dirubah bukan tertutup

(given). Realitas lahir dari kesadaran dan kreasi manusia,

dapat dirubah maupun direkayasa oleh manusia. Dalam

buku Peter L. Berger, Tafsir Sosial atas Kenyataan;

Risalah tentang Sosiologi Pegetahuan, mengatakan

bahwa realitas merupakan dialektika internalisasi, ekster-

nalisasi dan objektivasi yang terus menerus tak ber-

kesudahan. Perubahan atau rekayasa terhadap realitas

sepenuhnya dilakukan oleh manusia lewat potensi yang

dimilikinya.

c. Peka terhadap realitas sosial

Kader ikatan memiliki kepekaan terhadap realitas

sosial dan dapat membaca serta menguraikan struktur

serta kelompok yang berkepentingan dalam realitas.

Individu kader memiliki kemampuan untuk melihat

kontradiksi dalam segala hal, baik; agama, sosial,

ekonomi, politik, pendidikan, budaya dan dapat meng-

kaitkan relasi masing-masing kelompok sosial. Seorang

kader dapat membaca dan menganalisa hal yang terjadi

dalam lingkungannya.

d. Peduli terhadap realitas sosial

Karakter peduli yang dimiliki kader ikatan merupa-

kan tindak lanjut dari sadar diri, yakni sadar atas realitas

dan memiliki kepekaan dan rasa tanggungjawab. Ke-

pedulian merupakan hasrat, ketetapan hati, dan komit-

Page 88: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

142

Indikator dan Metodelogi Intelektual Profetik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

men serta konsisten bahwa realitas harus diubah demi

menciptakan kondisi yang lebih baik. Sikap peduli

merupakan ruh, sikap empati dan tanggungjawab

terhadap realitas sosial.

e. Aksi nyata sebagai respon terhadap realitas sosial

Aksi nyata dalam melakukan transfomasi terangkai

dalam kesadaran intelektual dan tradisi profetik yang

merupakan simpul penting dan tidak boleh lepas. Pada

karakter aksi tersebut kader memiliki keberpihakan yang

jelas, siapa yang akan dibela dalam relasi kelompok

berkepentingan. Keberpihakan merupakan pilihan yang

sulit karena ikatan harus melakukan kajian, agar tidak

salah arah dalam merespon realitas sosialnya.

f. Evaluasi

Sebagaimana perkataan bijak Socrates,"hidup yang

tak direfleksikan tak pantas untuk dijalani". Layaknya

seorang cendekiawan profetis, kader ikatan harus

melakukan evaluasi diri untuk mengetahui respon

terhadap realitas. Evaluasi yang dilakukan ini terbagi

menjadi dua macam yakni evaluasi diri secara personal

dan diri sebagai bagian dari realitas sosial. Evaluasi

terhadap diri secara personal merupakan kegiatan yang

dilakukan untuk memberikan manfaat atau sebaliknya.

Pengungkapan evaluasi secara personal merupakan dialog

antara hati dan tindakan yang dilakukan sesuai dengan

esensi ajaran agama. Sedangkan evaluasi diri sebagai

bagian dari realitas sosial, merupakan sumbangsih

kehadiran manusia yang berguna bagi sesama dan alam.

143

Indikator dan Metodelogi Intelektual Profetik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Evaluasi ini dilakukan dengan cara terbuka, dan mau

menerima kritikan.

2. Ikatan dalam Bentuk Kolektif

Sebagai sebuah organisasi yang menisbatkan diri

sebagai gerakan intelektual profetik, maka ikatan harus

menerapkan kesadaran profetik disegala level kepemim-

pinan. Kebijakan yang diambil oleh ikatan berdasarkan

nilai-nilai yang berasaskan intelektual profetik.

Kesadaran intelektual profetik bergerak dalam semua lini

kehidupan dan menjadi pilihan sadar ikatan dalam

melakukan transformasi sosial. Kesadaran intelektual

profetik menjadi paradigma gerakan, terejawantahkan

dalam kesadaran kolektif ikatan, yang memiliki

klasifikasinya sebagai berikut;

a. Sadar dengan diri ikatan

Sadar dengan diri ikatan merupakan unsur yang

penting sebelum melakukan transformasi sosial. Kesadar-

an dalam diri ikatan merupakan suatu kesadaran kolektif

dari masing-masing kader. Kesadaran kolektif ikatan,

merupakan kesadaran yang dibangun berdasarkan cita

dan semangat mencari ilmu sebagai ruh personal maupun

kolektif ikatan dalam menciptakan kondisi yang lebih

baik. Kesadaran tersebut menjadi selaras dengan

ashabiyah1, menjadi semangat organisasi yang tertanam

pada personal kader. Begitu pula dengan perasaan cinta

1. Ashabiyah merupakan perasaan kebersamaan, ikatan umum yang terutama didasarkan padahubungan darah dan tradisi kekeluargaan yang membangkitkan perasaan solideritas. LihatIbn Khaldun, Tarikh Ibn Khaldun.

Page 89: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

144

Indikator dan Metodelogi Intelektual Profetik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

ilmu, merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam

menentukan maju mundurnya peradaban. (Ibn Khaldun,

al-Muqadimah Ibn Khaldun, 2000).

Kesadaran dalam ikatan merupakan penilaian ikatan

dalam berbagai sisi dan potensi atau kekuatan ikatan

dalam melakukan transformasi sosial. Potensi dalam

ikatan tersebut merupakan esensi ikatan yang harus

dieksistensikan ke dalam dan ke luar ikatan, agar dapat

memberikan makna bagi kader dan masyarakat pada

umumnya. Pengeksistensianya ikatan dalam ranah publik

menjadikan ikatan memiliki makna dan bernilai bagi

pergerakan yang lain. Eksistensi ikatan ini didasari oleh

tiga pilar profetik yang menjadi paradigma ikatan dalam

transformasi sosial.

b. Sadar terhadap realitas sosial

Karakter sadar terhadap realitas sosial dalam ikatan

hampir sama dengan karakter dalam individu kader yang

kemudian diarahkan kepada kesadaran kolektif, menjadi-

kan organisasi memiliki peranan penting dalam realitas

sosial. Sehingga kesadaran tersebut menjadikan ikatan

harus bertanggung jawab terhadap realitas sosialnya.

c. Peka terhadap realitas sosial

Peka dalam ikatan/organisasi hampir sama dengan

kepekaan pada individu kader yang memiliki kemam-

puan untuk melihat kontradiksi dalam segala hal, baik;

agama, sosial, ekonomi, politik, pendidikan, budaya dan

dapat mengkaitkan relasi masing-masing kelompok sosial

dan tarik-menarik antara kelompok yang memiliki

145

Indikator dan Metodelogi Intelektual Profetik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

kepentingan. Ikatan dapat menempatkan diri sebagai

bagian dari kelompok sosial yang berkepentingan, dan

merupakan konfigurasi dari realitas sosial. Kepentingan

ikatan yang memiliki basis dan latar belakang mahasiswa,

dan sebagai salah satu ortom Muhammadiyah menjadi

modal perjuangan, memiliki arah dan tujuan yang jelas

yakni sebagai penerus dan penyempurna amal usaha

Muhammadiyah.

d. Peduli dan responsif terhadap realitas sosial

Karakter peduli harus disertai dengan responsif

terhadap realitas sosial sebagai langkah awal dari

perluasan ikatan. Perluasan ini juga merupakan suatu

bagaian dari kelompok sosial dalam masyarakat.

Responsif tersebut diperlukan karena ikatan merupakan

komunitas dalam masyarakat, responsif ikatan merupa-

kan kemampuan ikatan untuk menanggapi dan meng-

artikulasi kepentingan kelompok yang diwakilinya.

e. Aksi/tindakan nyata

Ikatan tidak sekedar terlibat dalam melakukan

perubahan (transformasi), tetapi menjadi pelaku utama

perubahan tersebut. Aksi ikatan merupakan tindakan

nyata, dilakukan agar terbentuk masyarakat yang dicita-

citakan, sebagaimana dalam perkataan bijak Karl Marx,

"tugas filosof bukan untuk menginterpratasi dunia tetapi

untuk merubah dunia". Demikian dengan ikatan bukan

sekedar melakukan penafsiran terhadap realitas tetapi

yang terpenting adalah bagaimana cara melakukan

perubahan.

Page 90: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

146

Indikator dan Metodelogi Intelektual Profetik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

f. Kesadaran perlunya kolektivitas

Kesadaran dan aksi tidak hanya dilakukan oleh

individu tetapi menjadi kesadaran kolektif dalam ikatan

yang melibatkan setiap level pimpinan dan semua

komponen dalam suatu komunitas. Kesadaran kolektif

menjadikan ikatan bukan satu-satunya organ yang

melakukan perubahan, tetapi ikatan dapat bekerjasama

dengan pergerakan atau komunitas yang lain guna

mencapai cita-cita yang ideal.

g. Pelopor dan Visioner

Ikatan sebagai pelopor dan visioner, karena memiliki

mimpi dan cita-cita tentang masa depan, yang meng-

haruskan ikatan melakukan pembacaan dan analisa

terhadap realitas sosial. Hal tersebut diharapkan memberi

pilihan gerakan, aksi dan terhadap program utama ikatan

guna mencapai tujuan.

B. Metodologi (Proses) Transfomasi Profetis

Metodologi merupakan bagian yang penting, karena

metodologi menjadikan ikatan berfikir dan bertindak dalam

mewujudkan cita-cita, harapan, tujuan dan memantau per-

kembangannya. Dengan pemantauan tersebut ikatan dapat

melakukan evaluasi terhadap program yang telah dilaksana-

kan. Menurut kerangka metodologi profetis yang beradasar-

kan tiga pilar tersebut paling tidak terdapat tiga ciri utama;

refleksi dengan belajar dari pengalaman, dialogis dan peng-

kontektualisasian doktrin agama, serta arahannya.

147

Indikator dan Metodelogi Intelektual Profetik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

1. Refleksi, belajar dari pengalaman

Refleksi merupakan unsur yang penting dari suatu

realitas karena refleksi menjadi pembelajaran terhadap

pengalaman. Pembelajaran dari pengalaman menjadikan

pengetahuan tidaklah menjadi dewa dan memiliki

otoritas yang tinggi, tetapi keabsahan dari pengetahuan

dilihat dari pembuktiannya dalam realitas yang menjadi

pengalaman langsung, bukannya dalam dataran teoiritis

ataupun retorika belaka.

2. Dialogis

Pemahaman dialogis merupakan unsur penting

dalam perubahan guna mewujudkan cita-cita ikatan.

Keberadaan ikatan dalam proses transformasi sebagai

fasilitator, bukan hubungan antara guru dan murid.

Pembelajaran dan pemahaman terhadap realitas dilaku-

kan bersama oleh pemberlaku pemberdayaan dan dalam

iklim dialogis komunikatif, tidak ada dominasi, sehingga

mewujudkan masyarakat yang terbuka yakni masyarakat

yang menerima perubahan yang berkelanjutan.

3. Kontekstualisasi Doktrin Agama

Kontekstualisasi merupakan obyektifikasi terhadap

kalam Ilahi agar tidak bersifat subyektif dan mudah

diterima oleh kelompok/penganut agama dan kepercaya-

an lain sehingga menjadikan agama sabagai ruh dan

rahmat bagi semesta. Kontekstualisasi sebagai proses

pembebasan terhadap problem kemanusiaan dan agama.

Page 91: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

148

Indikator dan Metodelogi Intelektual Profetik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Metodologi profetis dilakukan melalui proses daur belajar

dari pengalaman yang terstruktur didasari dengan nilai-nilai

Ilahiah. Pembelajaran ini tersistematiskan sebagai berikut;

pembacaan realitas, melakukan (refleksi) menjadi realitas,

merangkai ulang (rekonstruksi), analisis, kesimpulan, me-

nerapkan, evaluasi. Gambaran dalam metodologi profetis

sebagai berikut;

Pembacaan terhadap realitas. Pembacaan merupakan

proses awal dalam metodologi kritis, hal tersebut dikarenakan

ikatan harus memahami subyek yang akan dijadikan lahan

trans-formasi sosial. Pembacaan dilakukan untuk mengenali

kekuatan subyek, bentuk transformasi dan pemilihan gerakan

transformasi.

Melakukan (refleksi) menjadi realitas. Setelah pembacaan

terhadap realitas maka ikatan merefleksikan pengalaman atau

perristiwa-peristiwa nyata dari subyek, seperti halnya me-

lakukan penggalian terhadap pengalaman subyek.

Merangkai ulang. Merangkai ulang merupakan peng-

ungkapan kembali rincian (fakta, unsur-unsur, urutan kejadi-

an (prosesnya) dari realitas/pengalaman/peristiwa). Setelah

pengungkapan terhadap realitas maka memberikan tanggapan

ataupun kesan terhadap peristiwa tersebut. Tanggapan dan

pengungkapan fakta dalam realitas merupakan langkah awal

dengan data ril sebelum melakukan analisa.

Analisis. Tahapan selanjutnya adalah proses analisis,

merupakan uraian fakta dan data yang diperoleh dari rangkai-

an ulang peristiwa. Analisis merupakan uraian dan peng-

kajian terhadap sebab dan kemajemukan suatu permasalahan

dalam realitas. Analisis yang dilakukan meliputi tatanan,

aturan, sistem, yang menjadi akar persoalan.

149

Indikator dan Metodelogi Intelektual Profetik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Menyimpulkan. Menyimpulkan atau merumuskan

makna/hakekat dari realitas sebagai suatu pembelajaran dan

pemahaman pengertian baru yang lebih utuh. Kesimpulan

tersebut berupa prinsip-prinsip berbentuk kesimpulan umum

(generalisasi) hasil dari pengkajian.

Menerapkan. Selanjutnya penerapan, merupakan putusan

melakukan tindakan baru dalam merubah realitas sosial.

Tahapan tersebut memilki rencana, tujuan, target sehingga

proses dan hasilnya dapat dilihat. Proses penerapan tersebut

pada gilirannya akan menjadi pengalaman yang harus

dipelajari dan merupakan bagian awal dari metodologi ini.

Evaluasi. Merupakan bagian yang penting dikarena-kan

semua program dalam melakukan transformasi sosial dapat

diselaraskan oleh subyek dan fasilitatornya. Evaluasi yang

dilakukan sesuai dengan sistematika metodologinya, karena

dalam metodologi tersebut evaluasi dilakukan secara ber-

kelanjutan (bersifat lingkaran singuler).

C. Indikator Transformasi Profetis

Indikator profetis merupakan proses perubahan yang ber-

karakter kenabian, dilakukan secara menyeluruh (sistemik)

dengan melibatkan seluruh komponen (partisipatoris) dan

perubahan tidak hanya dalam bentuk materi melainkan

kesadaran dan kerangka berfikir terhadap realitas. Perubahan

tersebut dilakukan bukan hanya dalam dataran individu kader

(ikatan sebagai fasilitator transformasi) tetapi dilakukan oleh

seluruh elemen dari realitas sosial tersebut. Berikut ini

merupakan indikator profetis dalam melakukan transformasi

sosial ;

Page 92: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

150

Indikator dan Metodelogi Intelektual Profetik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

1. Perubahan Sistematis

Perubahan sistematis merupakan tujuan dari trans-

formasi yang dilakukan oleh ikatan dengan menyentuh

seluruh komponen dari realitas sosial. Bentuk trans-

formasi sosial yang dilakukan bukan bersifat parsial tetapi

memiliki genelogi yang jelas dan arah serta tujuan yang

jelas pula. Perubahan sistematis seperti revolusi yang

terjadi pada masa nabi yakni perubahan secara radikal

dan menyeluruh.

2. Partisipatoris

Transformasi yang dilakukan oleh ikatan besifat

partisipatoris, fungsi ikatan hanya sebagai fasilitator

dalam perubahan, menjadikan subyek bergerak berdasar-

kan kesadaran mereka terhadap diri dalam memahami

realitas, dan masyarakat menentukan arah transformasi

menuju yang lebih baik. Partisipatoris perubahan

melibatkan seluruh elemen masyarakat, bukan hanya

pada kelompok yang dominan atau rezim penguasa

dimana kelompok minoritas hanya boleh mengikuti saja.

Perubahan tidak dilakukan oleh organ luar selayaknya

dewa maha tahu terhadap realitas. Bentuk transformasi

merupakan milik seluruh elemen yang bersangkutan,

mereka yang menentukan cara dalam melaksanakannya.

3. Perubahan Spiritual dan Material

Perubahan dalam bentuk spiritual dan material

dalam transformasi sosial meliputi dua dimensi yaitu;

transformasi kesadaran yang berifat spiritual dengan

melakukan rekontruksi terhadap pemahaman agama

151

Indikator dan Metodelogi Intelektual Profetik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

yang tak bersifat liberatif, dan agama sebagai sarana

pemecahan terhadap persoalan kemoderenan seperti

gender, problem humanisasi, kerusakan alam dan yang

lain. Berangkat dari perubahan dalam bentuk kesadaran

ini, menjadikan semangat serta arahan transformasi

dalam bentuk spritual dan material. Sebagaimana yang

telah dikatan oleh Kuntowijoyo, kesadaran super struktur

menentukan kesadaran struktur. Kesadaran tersebut

merupakan kesadaran yang berada dalam ajaran agama

Islam.

4. Alur Metodelogi Profetis

Proses transformasi profetis mendasarkan diri pada

metodologi profetis. Transformasi profetis tidak dapat

dilepaskan dari kesadaran intelektual profetis dan

metodologi profetis. Transformasi profetis yang dilaku-

kan oleh ikatan merupakan jalan untuk mencapai tujuan

dan cita-cita ikatan guna mewujudkan khairul umat.

D. Aksi Transformasi Profetis

Transformasi profetis yang dimaksudkan oleh ikatan

berdasarkan nilai-nilai Ilahiah berbeda dengan bentuk trans-

formasi yang dilakukan oleh organ atau gerakan lain.

Transformasi profetis merupakan tindak lanjut dari sikap

intelektual profetik dengan melakukan perubahan sosial yang

berkarakter profetis. Transformasi profetis tidak dapat

dilepaskan dengan cendekiawan profetis, layaknya seorang

intelektual profetis dalam tindakan atau prilakunya mengarah

pada aksi transformasi profetis. Bahasa yang digunakan oleh

cendekiawan profetik dalam melakukan transformasi sosial

Page 93: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

152

Indikator dan Metodelogi Intelektual Profetik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

adalah menggunakan bahasa kaumnya, dan menghubungkan

antara agama dengan kencenderungannya. Sebaliknya trans-

formasi profetis tidak dapat dilakukan tanpa melalui pe-

mahaman seorang cendekiwan profetis. Prilaku profetis

mereflesikan bentuk pra aksi dan transformasi profetis meng-

gambarkan aksi ril.

Berikut ini metodologi yang dilalui dalam trasformasi

profetis;

1. Prioritas Isu/Program/Kasus

Sebelum melaksanakan aksi profetis, ikatan perlu

memilih isu atau program yang akan dilakukan dalam

rangka transformasi profetis. Pemilihan isu tersebut,

merupakan hal yang penting, dapat dirasakan oleh semua

kader di semua level pimpinan dan memberikan manfaat

bagi masyarakat luas.

2. Pemililihan Pemihakan

Setelah melakukan kajian dan menentukan pilihan

isu yang dijadikan persoalan sosial maka selanjutnya

menentukan pilihan pemihakan. Analisis kritis yang

dilakukan oleh intelektual profetis adalah dengan mem-

buat skema para pelaku (stakeholder) yang memiliki

posisi relasi terhadap suatu kasus. Pada tahapan ini ikatan

menentukan pemilihan pemihakan terhadap kasus atau

problem yang terjadi, dan pemihakan terhadap siapa

pelaku dalam transformasi profetis. Pemilihan pemihak-

an dilakukan secara sadar dan penuh tanggungjawab,

menyandarkan keberpihakan terhadap kaum yang ter-

marginalkan, dirugikan ataupun tertindas.

153

Indikator dan Metodelogi Intelektual Profetik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

3. Membentuk Kelompok Inti

Sarana untuk melakukan perubahan sosial menurut

Jalaluddin Rahmat adalah dengan membentuk creative

minority, merupakan sekumpulan orang yang tersadar-

kan dengan realitas dan tahu rbagaimana cara melakukan

perubahan realitas sehingga tercipta keadilan. Begitupula

dengan ikatan, harus ada segolongan atau kelompok yang

peduli terhadap ikatan yang memberikan sumbangsihnya

dengan bercurah gagasan dan ide. Creative minority

merupakan kelompok yang memiliki peranan, penggagas,

penggerak, pemerakarsa, atau pengendali utama, se-

kaligus pemegang kebijakan, tema atau isu strategi dan

sasaran dari suatu aksi transformasi profetis. Kelompok

minoritas tersebut tidak bergerak hanya dalam dataran

ide/konsep/gagasan tetapi ia sebagai pemegang dan

pengendali konsep dalam tindakan nyata.

4. Merancang Sasaran dan Strategi

Merancang sasaran dan strategi dalam melakukan

transformasi sangat penting. Hal tersebut dikarenakan

sasaran dan strategi dapat terlihat kemudian dilakukan

analisis, dan yang terpenting dari semua itu adalah

keterpantaunnya. Merancang dan menentukan strategi

sudah termasuk dalam dataran teoritis sekaligus praktis.

Rancangan tersebut, dapat mengikuti tolak ukur SMART,

yang meliputi; Specific (khusus), dalam menentukan

rumusan dan sasaran kelompok bersifat spesifik,

kongkret, jelas, dan fokus. Sifat ini memberikan kejelasan

tentang siapa dan kenapa harus memilih kelompok untuk

dijadikan subjek transformasi. Measurable (terukur),

Page 94: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

154

Indikator dan Metodelogi Intelektual Profetik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dalam proses transformasi dapat dilakukan evaluasi dan

memperbaikinya. Jadi hasil dan proses dalam trans-

formasi cukup terukur (memiliki indikator yang jelas bisa

dipantau dan diketahui). Achievable (dapat diraih), apa

yang dilakukan merupakan suatu utopia, tetapi trans-

formasi yang dilakukan oleh ikatan merupakan sesuatu

yang dapat diraih, diwujudkan dan bukan hanya sekedar

angan-angan, karena memiliki tujuan serta indikator

yang jelas. Realistis (sesuai kenyataan), ikatan atau

kelompok yang dijadikan subjek transformasi mampu

melakukan, melaksanakan, dan dapat mencapainya

(memiliki sumber daya, kemampuan dan akses). Time-

bond (batas waktu), apa yang dilakukan oleh ikatan

dalam transformasi memiliki batas waktu yang jelas

(kapan dan berapa lama).

5. Menggalang Sekutu dan Pendukung

Pelaksanaan transfomasi dilakukan melalui hasil

penganalisaan, maka harus dibagi antara kelompok yang

mendukung dan yang tidak. Oleh karena itu, ikatan

mencari kelompok yang dijadikan sekutu dan pen-

dukung. Aksi transformasi profetis terdiri dari kelompok-

kelompok yang mendukung antar lain; kelompok basis

(lingkaran inti), kelompok yang memiliki tugas utama

sebagai konseptor, pemegang kebijakan, dan pionir dalam

aksi. Kelompok pendukung, kelompok ini memiliki tugas

sebagai penyedia dukungan dalam bentuk dana, logistik,

informasi, data, dan akses. Kelompok sekutu (sebagai

garis depan), atau pelaksana aksi yang bertugas langsung

dilapangan.

155

Indikator dan Metodelogi Intelektual Profetik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

6. Membentuk Pendapat Umum

Salah satu bentuk transformasi yang harus dilakukan

oleh ikatan adalah mempengaruhi pendapat atau opini

publik dengan memberitahukan kepada halayak ramai

melalui kampanye dan propaganda tentang isu atau aksi

yang dilakukan. Harapannya adalah mendapatkan

simpati dan dukungan dari masyarakat, kampanye dan

propaganda dapat menggunakan media massa, pelatihan,

demonstrasi dan sebagainya.

7. Pemantauan dan Evaluasi Program Aksi

Pemantauan aksi memerlukan instrumen yang

meliputi empat unsur berupa; Sasaran hasil, suatu

keadaan tertentu yang ingin dicapai setelah pelaksanaan

kegiatan. Indikator, merupakan petujuk tertentu yang

akan meyakinkan apakah sasaran atau hasil sudah

tercapai atau belum. Pengujian, cara yang digunakan

untuk memperoleh bukti-bukti yang menunjukkan

bahwa indikator tersebut mencapai tujuan atau tidak.

Asumsi, suatu keadaan atau hal tertentu yang menjadi

prasyarat terlaksananya kegiatan yang telah direncana-

kan sehingga indikator benar-benar terwujud dan sasaran

dapat dicapai. Sedangkan evaluasi terhadap aksi dilaku-

kan pada kegiatan yang terprogram atau terencana

sehingga dapat melakukan perbaikan dan kajian lebih

lanjut.

Page 95: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

156

Etos Profetis, Mewujudkan Kebudayaan Ilmu dalam Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

B a g i a n

Etos ProfetisUpaya Mewujudkan Kebudayaan Ilmu dalam Ikatan

A. Prawacana Etos

Masyarakat merupakan suatu kesatuan dari berbagai

manusia yang beragam dan memiliki kultur yang majemuk.

Keragaman manusia dipengaruhi oleh letak geografis, sifat

dan fitrah yang diciptakan oleh Tuhan. Manusia sebagai

animal rational memiliki kemampuan untuk berkreasi dan

inovasi dalam mengelolah lingkungan agar dapat bermanfaat

bagi dirinya. Interaksi manusia dengan lingkungan dapat

melahirkan kebiasaan yang berbeda dengan lingkungan yang

lain, bahkan melahirkan simbol dari masyarakat tertentu.

Simbol yang dimiliki oleh masyarakat tersebut bersifat eks-

klusif dan merupakan representasi guna mengikat, memberi-

kan makna dan menggambarkan keadaan tertentu dalam

masyarakat. Misalkan simbol kain putih merupakan gambaran

duka cita atau biasanya ada yang meninggal.

Manusia dikarunia akal, yang digunakan untuk

mengelolah alam serta menggali manfaatnya. Hal tersebut

merupakan bagian dari interaksi manusia dengan alam,

dilakukan dengan cara bekerja sebagai bentuk aktualisasi diri,

juga sebagai wahana terciptanya kebudayaan manusia yang

memiliki kerangka berpikir dalam bertahan hidup dan

menciptakan alat untuk mengelolah alam serta memanfaatkan

8

157

Etos Profetis, Mewujudkan Kebudayaan Ilmu dalam Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

sumber dayanya sehingga pemenuhan kebutuhan hidup

manusia tercapai.

Kita dapat belajar dari sikap mulia Kiai Ahmad Dahlan

yang merespon realitas sosial dengan menerjemahkannya ke

dalam bentuk organisasi, Sikap Kiai Ahmad Dahlan yang

menghargai ilmu dan menganjurkan pada umat agar

menguasai ilmu umum yang bersifat duniawi bukan hanya

ilmu keagamaan ini merupakan semangat dari Muhammad-

iyah yang berusaha melakukan moderenisasi. Sikap pem-

baharuan juga ia lakukan dalam penggabungan antara dua

model pendidikan, antara tradisioal corak agamis dengan

pendidikan sekuler modernis, yang kemudian menghasilkan

sistem pendidikan agamis moderen seperti yang terlihat pada

lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah.

B. Etos dan Kebudayaan

Etos, memiliki hubungan erat dengan sikap moral,

walaupun tidak seluruhnya identik. Kesamaan terletak dalam

sikap yang keduanya didasari sifat mutlak. Perbedaannya

terletak pada tekanan, sikap moral menegaskan orientasi pada

norma-norma sebagai standar yang harus diikuti. Sedangkan

etos menegaskan bahwa sikap itu sesuatu yang nyata-nyata

mempengaruhi, menentukan individu atau kelompok orang

yang mendekati atau melakukan sesuatu. Etos meng-

ungkapkan semangat dan sikap batin pada seseorang atau

sekelompok orang yang didalamnya termuat tekanan dan nilai

moral tertentu. Etos merupkan sesuatu yang dimiliki atau

tidak dimiliki dan yang tidak dapat dipaksa. Etos merupakan

deskriptif tentang sikap mental yang ada. (Franz Magnis

Suseno, Berfilsafat dari Konteks)

Page 96: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

158

Etos Profetis, Mewujudkan Kebudayaan Ilmu dalam Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Etos menjadi pandangan khas, semangat dan jiwa yang

mencirikan identitas serta eksistensi suatu bangsa yang

membedakan dengan bangsa lain. Etos merupakan salah satu

kajian yang sering dipakai oleh antropolog dalam meng-

gambarkan kebudayaan yang khas dan membedakan antara

negara atau kelompok tertentu. Misalkan semangat kapital-

isme merupakan etos dalam Protestan, hal ini dapat dianalisis

dari ajaran Protestan Mahzab Calvinis tentang konsep

keselamatan, asketis dan gemar menabung, menurut Max

Weber hal ini merupakan penggalian terhadap agama

Protestan yang tidak dapat diketemukaan pada Katolik.

Semangat yang ada mengenai konsep keselamatan bahwa

orang yang berada kedalam kerajaan Tuhan (surga) merupa-

kan orang yang kaya membantu orang lain untuk mandiri dan

tidak mengalami ketergantungan. Selanjutnya, dalam mem-

peroleh keselamatan tersebut diharapkan umat bersikap

asketis atau zuhud (menahan diri). Menahan diri dalam

konteks ini, ia hidup secara wajar tidak berlebihan atau

bermewah-mewah dan hartanya digunakan untuk menjadi-

kan investasi membangun usaha sehingga dengan modal besar

kelak akan mendukung sistem yang dapat berdiri sendiri.

Sistem tersebut berasal dari nilai ajaran agama yang sekarang

menjadi sangkar besi rasionalisme dimana kapitalisme tidak

dapat dikontrol.

Kebudayaan, menurut ilmu antropologi merupakan

keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya

manusia, dalam rangka membangun kehidupan masyarakat

yang dijadikan milik manusia dengan cara mempelajarinya.

Kebudayaan merupakan hasil tindakan manusia karena hanya

sedikit tindakan yang tidak diterapkan dalam belajar seperti

159

Etos Profetis, Mewujudkan Kebudayaan Ilmu dalam Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

tindakan refleks, dan beberapa tindakan proses fisiologi. Kata

kebudayaan berasal dari kata sangsekerta budhayah yaitu

bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Kata

budaya merupakan kata majemuk dari budi-daya, yang berarti

daya dari budi. Oleh sebab itu ada yang membedakan antara

kebudayaan dan budaya. Budaya merupakan daya dari budi

yang berupa cipta, rasa, karsa dan kebudayaan merupakan

hasil dari cipta, rasa dan karsa. (Koentjaraningrat, Pengantar

Ilmu Antropologi)

Pada umumnya pemahaman tentang kebudayaan digam-

barkan dalam bentuk kesenian. Menurut Ernest Cassirer

dalam An Essay of Man, mengatakan bahwa kebudayaan

adalah agama, seni, filsafat, ilmu sejarah, mitos dan bahasa.

Bahkan cara beragama, gaya hidup, mode, upacara, dan

festival merupakan kebudayaan yang berasal dari ide dan

simbol, manusia sebagai animal simbolicum, dimana manusia

memiliki kecendrungan menciptakan simbol. Sistem simbol

erat kaitannya dengan ideological constraint untuk menggam-

barkan mahluk hidup. (Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid).

Kebudayaan menurut Karl Marx adalah contemplation

diri di dunia yang kita ciptakan sebagai produk kerja manusia

dan alat utama yang menghubungkan diri dengan manusia

yang lain, diri dengan alam. Kebudayaan merupakan sebagai

produk kerja yang belum selesai, merupakan perpanjangan

tubuh manusia dalam tubuh alam melalui kebudayaan yang

unik. Aktivitas tersebut tidak akan mereduksi seakan-akan

terbenam dalam realitas yang selesai dan tidak berubah. (John

C. Raines, Marx tentang Agama) Aktivitas manusia dalam

alam teraktualisasikan dalam kerja yang menjadikan suatu

kebudayaan tidak akan pernah selesai karena realitas yang

Page 97: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

160

Etos Profetis, Mewujudkan Kebudayaan Ilmu dalam Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

selalu berubah. Aktivitas atau kerja yang dilakukan oleh

manusia dalam mengelolah alam memerlukan alat yang dalam

perjalanan waktu mengalami kemajuan, baik dari alat yang

sederhana hingga kompleks. Aktualisasi dalam kerja tersebut

menghasilkan suatu kebudayaan yang membawa pember-

dayaan alam guna memenuhi kebutuhan dan kemudahan bagi

manusia. Kebudayaan menurut E.B Taylor merupakan hal

yang kompleks, mencakup pengetahuan, kepercayaan,

kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan lain

atau kebiasaan yang didapatkan oleh manusia dalam kehidup-

an bermasyarakat. Kebudayaan merupakan seluruh aspek

yang dapat dipelajari oleh manusia, memiliki unsur dari cipta

rasa dan karsa yang telah dimiliki oleh manusia dalam

masyarakat. (Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar)

Kebudayaan memiliki tiga gejala menurut ahli ilmu

antropologi, yakni idea, activities, dan artifac. Wujud dari

kebudayaan yang ideal, merupakan suatu yang kompleks dari

ide-ide, gagasan, nilai, norma, dan peraturan. Wujud tersebut

dapat dijelaskan sebagai berikut; Pertama, wujud ini

merupakan yang ideal dari kebudayaan, bersifat abstrak tidak

dapat diraba dan didokumentasikan dalam bentuk foto. Lokasi

kebudayaan tersebut terletak di kepala, atau perakataan lain,

dalam alam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan

yang bersangkutan itu hidup. Ide dan gagasan manusia hidup

bersama dan memberi jiwa kepada masyarakat. Gagasan tidak

dapat dilepaskan dari sistem dan para sosiolog dan antropolog

menyebutnya dengan sistem budaya. Kedua, merupakan

social system, mengenai tindakan berpola dari manusia, yang

terdiri dari aktivitas manusia yang saling berinteraksi,

berhubungan serta bergaul dengan yang lain, sesuai pola-pola

161

Etos Profetis, Mewujudkan Kebudayaan Ilmu dalam Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

tertentu yang berdasarkan adaptasi dan kelakuan. Sistem

sosial dalam manusia bersifat kongkret, tersaji disekeliling dan

kehidupan kita, bisa diobservasi dan didokumentasikan.

Ketiga, wujud dalam bentuk fisik, hasil fisik dari aktivitas,

perbuatan dan karyamanusia dalam masyarakat, sifatnya

merupakan paling kongkret berupa benda-benda atau hal-hal

yang dapat diraba, dilihat dan di dokumentasikan dalam

bentuk foto. Keempat, wujud kebudayan merupakan realitas

yang ada dalam kehidupan masyarakat tertentu, tak

terpisahkan satu dengan yang lain. Kebudayaan ideal dan

adat-istiadat mengatur dan memberi arah kepada tindakan

karya manusia, baik pikiran, ide-ide, maupun tindakan dan

karya manusia yang menghasilkan benda-benda dalam

kebudayaan fisik. Sebaliknya, kebudayaan fisik membentuk

lingkungan hidup tertentu yang semakin lama menjauhkan

manusia dari lingkungan alamiahnya sehingga mempengaruhi

pola perbuatan, dan cara berpikirnya. (Koentjaraningrat,

Pengantar Ilmu Antropologi).

C. Bercermin pada Sejarah Muhammadiyah dan Ikatan

Hidup yang tak direfleksikan merupakan kehidupan yang

tak pantas dijalani, itulah perkataan bijak Socrates. Begitupula

dengan perkataan dari nabi Muhammad SAW, jika hari ini

lebih baik dari pada hari kemarin maka tergolong orang yang

beruntung, hari ini sama dengan hari kemarin tergolong

orang yang merugi, dan jika hari ini lebih buruk dari kemarin

maka tergolong orang-orang celaka. Hal tersebut memberikan

makna pentingnya melakukan sebuah refleksi yang dapat

dilakukan sendiri atau kolektif guna meningkatkan kualitas

diri. Refleksi digunakan dalam menilai dan mengkoreksi apa

Page 98: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

162

Etos Profetis, Mewujudkan Kebudayaan Ilmu dalam Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

yang telah dilakukan agar tidak menghambat tujuan dalam

rangka penyelesaian masalah.

Begitupula dengan ikatan, sebelum menggulirkan sebuah

pemikiran atau gagasan, ikatan melakukan refleksi tentang

internal organisasi dan Muhammadiyah sebagai organisasi

induk yang mewadahi guna mencapai subtansi dan latar

belakang tujuan organisasi itu. Ikatan dalam tujuan serta

langkah geraknya merupakan salah satu usaha dalam

mencapai tujuan ideal dari Muhammadiyah. Begitupula

sebaliknya, Muhammadiyah sebagai organisasi induk mem-

berikan kesempatan kepada ikatan untuk menentukan pilihan

guna mencapai tujuannya.

Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah Islam, sosial

kemasyarakatan dan sosial moderen yang konsen melakukan

pembinaan dalam bidang pendidikan dan pemberdayaan

kemasyarakatan dalam sejarahnya tidak dapat dilepaskan dari

tokoh yang telah mengembangkan persyarikatan, hal tersebut

dapat dilihat dari latarbelakang sejarah berdirinya yang

dipengaruhi oleh dua faktor, eksternal dan internal. Faktor

eksternal, ide dan gagasan tentang Muhammadiyah lahir dari

situasi politik penjajahan kolonial Belanda dan pengaruh ide-

ide pembaharuan yang berasal dari Timur Tengah. Sedangkan

faktor internalnya berkaitan dengan kondisi keberagaman

ajaran dan pengamalan agama Islam itu sendiri.

Melihat realitas dan pemaknaan terhadap doktrin agama

yang melahirkan pemikiran dan tindakan praktis dalam

rangka mengatasi permasalahan umat pada waktu itu, Kiai

Ahmad Dahlan menjadikan penafsiran yang tidak kaku

terhadap Islam, agar dapat diterima dalam realitas masyarakat

yang diliputi berbagai persoalan sosial. Hal ini dapat dilihat

163

Etos Profetis, Mewujudkan Kebudayaan Ilmu dalam Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

ketika mendirikan PKU, sekolah dan panti asuhan sebagai

proyek kemanusiaan tanpa balas jasa yang bertujuan untuk

mengurangi beban masyarakat miskin. Semangat yang

dimiliki oleh Muhammadiyah sebagai respon terhadap realitas

sosial adalah Ikhlas dan Amaliyah. Oleh karena itu Muham-

madiyah memilih melakukan gerakan sosial moderen yang

lebih cenderung rasional dari pada larut dalam kepentingan

partai politik dan gerakan purifikasi an sich.

Gerakan Muhammadiyah telah melahirkan kebudayaan

yang berbeda, mempengaruhi kultur, paradigma dan etos

kebudayaan. Sebagaimana dalam kerangka etos merupakan

pandangan dasar yang berbeda dari suatu komunitas atau

masyarakat yang mencerminkan dirinya sendiri. Sedangkan

menurut Haedar Nashir bahwa Muhammadiyah dengan

gerakannya memiliki dua etos yaitu;

Etos Keilmuan (kemajuan). Merupakan gerakan

Muhammadiyah dalam mengatasi kemunduran dan kelesuan

umat dalam bidang ilmu dan teknologi yang bertujuan untuk

mengembangkan sumber daya manusia. Semangat keilmuan

ini dapat dilihat dari penerapan dan penggabungan dua

lembaga pendidikan yang saling bertentangan, antara pen-

didikan tradisionalis dan pendidikan moderen yang bersifat

sekuler. Penggabungan antara ilmu agama dan ilmu umum

menjadikan corak yang khas pada lembaga pendidikan

rintisan Muhammadiyah. Pendidikan yang dilakukan me-

rupakan kritik terhadap keadaan pendidikan pada waktu itu,

pendidikan yang berjalan tanpa sapa dan berdiri sendiri antara

agama dengan ilmu pengetahuan. Upaya yang dilakukan oleh

Kiai Ahmad Dahlan merupakan salah satu upaya kreatif guna

memberikan solusi kepada umat untuk menguasai ilmu alam

Page 99: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

164

Etos Profetis, Mewujudkan Kebudayaan Ilmu dalam Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dan humaniora agar dapat menerapkan ajaran Islam sebagai

rahmat dan diterima oleh semua manusia. Kerangka keilmuan

dalam Muhammadiyah juga dimiliki oleh Kiai Ahmad Dahlan

yang telah menganjurkan agar mencari ilmu-ilmu dunia

bukan ilmu tentang ukhrawi saja. Ia juga meletakkan etos

guru dan murid merupakan warga aktivis Muhammadiyah

yang selalu bersedia belajar kepada siapapun agar dapat mem-

peroleh ilmu, kebenaran dan kebaikan (murid) dan selalu

menyebarkan ilmu, kebenaran dan kebaikan itu saat ber-

komunikasi dengan orang lain siapa pun orang itu (guru).

(Abdul Munir Mulkhan, Kesalehan Multikultural).

Etos Pembaharu (tajdid). Muhammadiyah sebagai

gerakan pembaharu merupakan sikap setelah mengetahui dan

bagaimana cara merespon realitas. Tajdid yang dilakukan oleh

Muhammadiyah merupakan hasil dialektika antara teks,

konteks dan kontekstualisasi dari pemahaman keagamaan.

Pemahaman keagamaan yang telah dikonstruksi oleh

Muhammadiyah bersifat praktis dan menjadikan agama dapat

memberikan rasa atau kegunaan pada masyarakat yang pada

waktu itu mengalami ketertindasan. Semangat agama yang

dibawa oleh Muhammadiyah merupakan semangat keagama-

an yang bersifat praksis emansipatoris, liberatif, dan berpihak

terhadap yang termarginalkan baik dalam aksesnya ataupun

komunikasi.

1. Tajdid dalam Masalah Keagamaan

Tajdid yang dilakukan oleh Muhammadiyah adalah

semangat untuk melakukan rasionalisasi, demistifikasi,

dan demitologi umat yang terjadi pada waktu itu.

Misalkan yang dilakukan oleh Kiai Ahmad Dahlan pada

165

Etos Profetis, Mewujudkan Kebudayaan Ilmu dalam Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

waktu itu sangat kontroversi, dimana seorang guru agama

mendatangi murid-muridnya agar menampakkan sikap

terbuka terhadap kebenaran.

2. Tajdid dalam Masalah Sosial Kemasyarakatan

Yang telah banyak dirasakan oleh umat manusia.

Menurut Kiai Ahmad Dahlan, untuk menyelesaikan

persoalan umat tidak cukup dengan kesadaran individu

saja tetapi membangun dan menjadikan kesadaran

tersebut mencapai tahap kesadaran kolektif, seperti pada

pengelolaan dan pengorganisasian dana zakat, infak dan

shadaqah dikelolah secara moderen dan sepenuhnya

tidak digunakan sebagai barang konsumtif. Demikian

juga pada pengelolaan lembaga amal usaha yang me-

merlukan pola manajemen profesional untuk menunjang

kemandirian persyarikatan dan pemberdayaan umat.

Kesadaran kolektif yang dimiliki oleh Muham-

madiyah telah membangun solidaritas organis yakni

solidaritas yang terjadi melalui diferensiasi pemikiran

atau gebrakan sosial yang dipandang tidak wajar. Umat

yang terjalin dalam Muhammadiyah tidak tergantung

pada harisma ulama dan hal ini terjadi pada struktur

masyarakat moderen. Sedangkan pada waktu itu, konteks

yang terjadi merupakan kesadaran mekanis yang

menandakan kesadaran dari masyarakat tradisional.

(Bahrus Surur Iyunk, Teologi Amal Saleh).

Kedua etos yang telah dimiliki oleh Muhammadiyah

tidak dapat dipisahkan, karena sebagai gerakan yang

berkemajuan dan pembaharu Muhammadiyah bersikap

terbuka dan melakukan emansipatoris terhadap masya-

Page 100: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

166

Etos Profetis, Mewujudkan Kebudayaan Ilmu dalam Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

rakat melalui amal. Etos dalam Muhammadiyah telah

menjadi kebudayaan yang menciptakan tatanan masya-

rakat ilmu bersifat terbuka, toleran dan inklusif. Pilihan

yang dilakukan oleh Muhammadiyah dalam gerakannya

sebagai organisasi sosial keagamaan bukan organisasi

politik merupakan pilihan yang "genius". Terlebih lagi,

pilihan tersebut tidak didasarkan kajian cermat terhadap

literatur Islam klasik dan juga tidak memperoleh inspirasi

dari konsep-konsep "teologis" atau kalam klasik yang

telah baku atau mapan. Tetapi Muhammadiyah merupa-

kan suatu organisasi yang memiliki program aksi guna

menciptakan apa yang telah diidealkan. (M. Amin

Abdullah, Dinamika Islam Kultural).

Etos ilmu dan tajdid Muhammadiyah merupakan

tugas mulia dan tanggungjawab besar bagi ikatan sebagai

organisasi kader, penerus dan pelanjut cita-cita Muham-

madiyah. Ikatan memiliki tujuan yang jelas, harus berani

menentukan dan konsisten terhadap pilihan guna

mewujudkan masyarakat yang diidealkan. Pilihan gerak-

an ikatan memiliki ciri khas dan sikap sebagai intelektual

profetik dalam paradigma transformasi profetik yang

merupakan langkah tak asal pilih, tetapi merupakan

perenungan panjang untuk mewujudkan khairul ummah

yakni sebuah masyarakat ilmu, adil, berpikir rasional dan

ilmiah yang perwujudannya menjadikan ikatan sebagai

komunitas ilmu.

3. Sejarah Ikatan

Kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah di kota

Surakarta pada tanggal 14 Maret 1964 atas prakarsa

167

Etos Profetis, Mewujudkan Kebudayaan Ilmu dalam Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Djasman al Kindi, Sudibyo Markus, dan Rausyad Soleh,

karena sikap aktivis muda Muhammadiyah yang tidak

puas dengan keadaan dan polarisasi ideologi yang

memasukkan paham komunisme dalam berbagai dimensi

kehidupan. Secara garis besar latar belakang berdirinya

ikatan dipengaruhi oleh dua faktor, internal dan ekster-

nal. Faktor internal, berhubungan dengan Muhammad-

iyah sebagai organisasi induk menginginkan adanya pem-

binaan atau perkaderan langsung setingkat mahasiswa

untuk mewadahi kader-kader Muhammadiyah yang

tersebar diberbagai organ pergerakan seperti HMI. Tidak

terwadahinya kader-kader Muhammadiyah akan me-

mudahkan faham komunisme mempengaruhi gerakan

kemahasiswaan sehingga para kader Muhammadiyah

aktif dalam organisasi yang bercorak sosialisme.

Sedangkan faktor eksternal (ideologi) yang melatar-

belakangi berdirinya ikatan berkaitan dengan kondisi

sosio-historis atau realitas polarisasi ideologi yang ber-

agam, bahkan adannya upaya pemerintah dan pihak-

pihak tertentu membentuk Nasakom sebagai wadah

pengembangan ideologi. Meminjam kalimat Kuntowijoyo

bahwa kesadaran yang menjadi kerangka berpikir ikatan

adalah kesadaran ideologi bukan kesadaran ilmu sehingga

pemahaman Islam pada waktu itu, tidak untuk melaku-

kan objektifikasi terhadap Islam tetapi Islam sebagai

ideologi.

4. Pengungkapan Diri Ikatan

Pengungkapan diri berarti mengungkap potensi yang

dimiliki untuk menjadikan gerak ikatan mampu melihat

Page 101: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

168

Etos Profetis, Mewujudkan Kebudayaan Ilmu dalam Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

realitas (interpretasi simbol ikatan). Simbol representasi

dari kepentigan serta identitas dari suatu yang disimbol-

kan sebagai bentuk diri dan respon terhadap yang ia

hadapi. Ikatan memiliki tiga simbol yang populer,

dimana simbol tersebut perlu difahami untuk memberi

makna dalam ikatan. Simbol yang dimaksud adalah

tujuan ikatan, semboyan ikatan, dan trilogi ikatan.1

Penggungkapan diri ikatan, adalah pengungkapan

kesadaran ikatan yang berdiri dan bertolak belakang

dengan sejarah ikatan. Tujuan ikatan didasarkan pada

kesadaran ilmu bukan kesadaran ideologis, untuk mem-

bentuk akademisi Islam yang berakhlak mulia. Akademisi

Islam merupakan suatu kesadaran jangka panjang, bukan

tujuan yang bersifat pragmatis. Kata Islam bukan dalam

dataran ideologi tetapi merupakan upaya objektifikasi

agar nilai-nilai keislaman dapat diterima semua umat

manusia tanpa mengenal asal ia dilahirkan. Islam dalam

kata akademisi merupakan pengkajian agama sebagai

ilmu untuk menjadikan al Qur'an sebagai paradigma

(pengteorian al Qur'an).

5. Realitas Ikatan

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah merupakan

organisasi kader dan pergerakan. Ikatan sebagai organ-

isasi kader karena ia dilahirkan dan tidak dapat dilepas-

kan dari Muhammadiyah. Sedangkan ikatan sebagai

organisasi pergerakan dapat dilihat dari latar belakang

dan sejarah gerakan mahasiswa yang memiliki kepekaan

1. Untuk lebih jelasnya lihat Interpretasi terhadap Symbol Ikatan pada bagian pertama

169

Etos Profetis, Mewujudkan Kebudayaan Ilmu dalam Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dan responsibilitas terhadap fenomena keilmuan serta

perpolitikan.

Ikatan dalam melakukan pengembangan serta pem-

berdayaan potensi kadernya tidak memiliki kerangka

berpikir yang jelas, dapat membedakan ikatan dengan

pergerakan yang lain atau ikatan dengan ortom-ortom

Muhammadiyah. Perbedaan tersebut hanyalah dari segi

lahiriah dan orang yang mendudukinya, sedangkan

dalam karakteristik, kerangka berpikir dan etis ikatan

masih terbawa arus besar pergerakan yang bersifat

konsumtif, dan mengikuti arus dominan tanpa melaku-

kan kritik. Kebijakan yang diambil oleh pimpinan ikatan

hanya dapat dirasakan oleh golongan tertentu dan

kelompok yang dekat dengan kekuasaan elit ikatan.

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang berlatar

belakang aktivis muda Muhammadiyah memiliki kecen-

derungan yang sama dengan arus muda Muhammadiyah

yang terkena kebudayaan instant, berpikir pragmatis,

serta arus globalisasi menjadikan apa yang dipilih oleh

ikatan pun akan bersifat sama. Tetapi yang paling

menyedihkan bagi ikatan adalah "menggadaikan" nama

ikatan guna mendukung kelompok tertentu dan mem-

berikan keuntungan sementara, sehingga aspirasi kader

pada tingkatan ril (bawah) pun terabaikan. Kerangka

pikir kaum muda bersifat pragmatis, tergesa-gesa, dan

melakukan perubahan secara radikal, melaksanakan

kebijakan dan hanyut dalam sistem.

Begitu pula yang terjadi dalam ikatan, keinginan

besar untuk melakukan perubahan dengan cepat tetapi

analisis dan kerangka berpikir (paradigma) belum ter-

Page 102: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

170

Etos Profetis, Mewujudkan Kebudayaan Ilmu dalam Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

gagas. Paradigma pergerakan yang belum tergagas ini

menjadikan kader ikatan terseret kedalam sistem, meng-

ikuti arus tanpa mencirikan kondisi ikatan sebagai ke-

kuatan yang mampu mempengaruhi sistem dan kebijakan

sehingga dengan pengembangan paradigma gerakan

memunculkan etis ikatan yang memiliki nilai tambah

dibanding gerakan lain.

Kondisi realitas sekarang2, merupakan fenomena

globalisasi yang tak dapat dinafikan sehingga semua

komponen bangsa terkena dampaknya. Ikatan sebagai

organisasi pergerakan sudah mengalami disorientasi

dalam mewujudkan kondisi yang diidealkan. Permasalah-

an yang paling besar adalah menghadapi kebudayaan

kapitalisme yang telah masuk kedalam relung tulang

sumsum membuat manusia berpikir instan dan prag-

matis. Ikatan sebagai organisasi pergerakan perlu

merumuskan atau menata ulang paradigma gerakannya

agar dapat menjawab persoalan yang dihadapi sebagai

wujud eksistensi ikatan. Penataan paradigma gerakan

ikatan merupakan refleksi yang panjang serta memper-

hatikan kondisi dan kemampuan kader untuk menghasil-

kan gerakan yang sama atau terjadinya penyeragaman

gerakan ikatan.

6. Kontekstualisasi Ikatan

Merupakan upaya ikatan dalam menentukan pilihan

gerakannya agar dapat memberikan konstribusi bagi

masyarakat yang membutuhkan. Sebelum melakukan

2. Untuk lebih jelasnya lihat Realitas Sekarang; Globalsiasi dan Multikulturalism

171

Etos Profetis, Mewujudkan Kebudayaan Ilmu dalam Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

kontekstualisasi ikatan, sebaiknya memahami keberadaan

potensi dan tujuan ikatan yang termanifestasikan pada;

paradigma ikatan, sejarah ikatan, sejarah Muhammad-

iyah, dan penggalian diri ikatan. Kontekstualisasi kerja

yang dilakukan oleh ikatan guna mencapai cita-cita ideal

(khairul ummah) dengan ciri masyarakat, meliputi;

masyarakat yang berkeadilan, berkebudayaan ilmu, dan

garden city yakni perpaduan budaya industri dan

kebudayaan petani, yang keduanya saling mengisi dan

menghasilkan simbiosis yang mutual, menghasilkan

corak berpikir masyarakat yang ilmiah, membebaskan

para petani dari ketertungkungan mitos dan musim.

D. Menggagas Kebudayaan Ilmu pada Ikatan

Kebudayaan dalam pengertian seluruh sistem masyarakat

dimana yang utama adalah menjadikan individu dapat meng-

ambil pelajaran dari masyarakat, maka kader sebagai bagian

masyarakat dapat mengambil nilai-nilai dari ikatan. Ke-

budayaan sebagai sistem gagasan, ide, aktivitas dan artifak

dalam ikatan menuju pada proses pengilmuan Islam yang

mencirikan kebudayaan ilmu untuk mewujudkan masyarakat

yang berkemajuan.

1. Kebudayaan Ilmu dalam Pemikiran

Jika dintinjau dari segi gagasan atau pemikiran maka

kebudayaan ilmu yang dilakukan oleh ikatan merupakan

pengilmuan Islam melalui obyektifikasi yang menjadikan

al Qur'an sebagai paradigma dalam melihat dan meng-

analisis permasalahan sosial. Ikatan melakukan intergrasi

dan interkoneksitas dalam rangka merespon dan meng-

Page 103: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

172

Etos Profetis, Mewujudkan Kebudayaan Ilmu dalam Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

analisis permasalahan ilmu barat yang cenderung sekuler.

Semangat pengilmuan Islam dalam ikatan digulirkan dari

tingkatan pusat sebagai konseptornya dan pimpinan

daerah/cabang sebagai pengawas kegiatan. Bentuk

kesadaran dalam persfektif ikatan sama disemua ting-

katan/level kepemimpinan, menjadikan gerakan organ-

isasi sesuai dengan keahlian dan skill masing-masing

sehingga membentuk keberagaman/diaspora gerakan.

2. Kebudayaan sebagai Sistem Aktivitas

Aktivitas yang dilakukan oleh ikatan dalam men-

capai kebudayaan ilmu, merupakan sikap yang rasional,

tidak berpikiran mistik dan mitos. Ikatan dalam aktivitas

transformasi profetik dapat memberikan kesadaran dan

kerangka berpikir agar masyarakat menjadi ilmiah dan

rasional, hal tersebut dilakukan secara kolektif maupun

individu kader sesuai dengan keahliannya. Aktivitas

ikatan dalam melakukan transformasi profetik secara

kolektif dilakukan secara serempak dan berkelanjutan

dari pimpinan pusat sampai tingkatan komiasariat. Pelak-

sanaan tersebut sesuai dengan tugas dan kewajibannya

masing-masing. Aktivitas kolektif dalam tugasnya dapat

terbagi menjadi dua macam; langsung melakukan trans-

formasi sosial, membuat jaringan yang terkait dengan

lembaga atau organ yang sesuai tujuan dan cita-cita

ikatan. Bentuk pendampingan sudah selayaknya dilaku-

kan oleh ikatan dalam mengatasi problem yang terjadi

dalam masyarakat. Pengentasan masalah secara tidak

langsung, dengan melakukan transformasi kesadaran

sehingga masyarakat dapat berpikir dengan baik, ilmiah

173

Etos Profetis, Mewujudkan Kebudayaan Ilmu dalam Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dan rasional. Pelaksanaan aktivitas yang kedua dilakukan

oleh individu kader yang memiliki etos intelektual

profetik dalam melakukan transformasi sesuai dengan

kemampuannya. Kader ikatan merupakan manusia yang

berkesadaran intektual profetik sehingga dalam gerak

dan langkah untuk ibadah dalam rangka mewujudkan

apa yang telah dicita-citakan. Aktivitas kader ini sesuai

degan keahlian masing-masng tanpa ada paksaan untuk

memilih hal yang kurang sesuai dengan keinginan serta

kemampuannya. Ikatan hanya memberikan jaringan dan

tempat agar kader dapat melakukan aktivitas dan

pengembangan dirinya.

3. Kebudayaan dalam Artifak

Artifak atau peninggalan ikatan dalam kebudayaan

yang akan menciptakan masyarakat ilmu hanya dapat

ditelusuri dalam bentuk kegiatan karena masih dalam

konsep penggagasan. Upaya ikatan melakukan perubahan

dengan cara mobilitas vertikal, yakni menjadikan kader

ikatan yang berkarakter untuk duduk dalam tingkatan

pembuat dan pengambil kebijakan untuk mendukung

progresifitas tujuan. Upaya selanjutnya dengan melaku-

kan deferensiasi sosial, mengembangkan aktivitas sesuai

dengan keterampilan yang dimiliki dan mengupayakan

masyarakat untuk sadar kemudian berpikir rasional dan

ilmiah.

Kebudayaan ilmu dalam ikatan perlu ditransformasi-

kan dalam bentuk kesadaran serta merintis master plan

garden city sebagai program praksis kemanusiaan yang

mempadukan budaya industri dengan pertanian sebagai

Page 104: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

174

Etos Profetis, Mewujudkan Kebudayaan Ilmu dalam Ikatan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

perwujudan khairul ummah. Gerakan ini merealisasikan

berbagai aksi dan pembaharuan amal usaha berbasis

keagamaan yang memiliki kesadaran intektual profetis.

Hal tersebut merupakan tema utama sosialisme dan

tradisi lokal ditempatkan sebagai praksis nahi mungkar

yang dimaknai sebagai liberasi. Gagasan tentang progres-

ifitas kapitalisme diberi sentuhan akhlak mahmudah

sebagai praksis amar makruf dengan persfektif penun-

dukan kapitalisme yang kemudian diberi makna sebagai

humanisasi. Kedua tindakan tersebut dilakukan serentak

dalam trasendensi sebagai praksis kesadaran Ilahiah,

dengan harapaan berhasil melampaui kemoderenan yang

merupkan relasi profetik yang kritis pada tradisi sekaligus

peduli pada kepentingan kemanusiaan. (Abdul Munir

Mulkhan, Kesalehan Multikultural)

Page 105: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

175

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

B a g i a n

Teori-teori SosialIlmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

A. Prawacana Ilmu Sosial

Ilmu sosial dinamakan demikian, karena ilmu tersebut

mengambil masyarakat atau kehidupan bersama sebagai

obyek yang dipelajari. Ilmu-ilmu sosial belum memiliki

kaidah dan dalil yang tetap, oleh karena itu ilmu sosial belum

lama berkembang, sedangkan sifat obyeknya yaitu masyarakat

terus berubah, hingga hubungan antara unsur-unsur dalam

kehidupan belum dapat diselidiki dan dianalisis secara tuntas.

Lain halnya dengan ilmu pengetahuan alam yang telah lama

berkembang, sehingga telah memiliki kaidah dan dalil yang

teratur dan diterima oleh masyarakat, dikarenakan obyeknya

bukan manusia. Ilmu sosial yang usianya relatif muda, masih

berada pada tahap analisis dinamika artinya analisis pada

dataran masyarakat manusia yang bergerak. (Soerjono

Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar).

Ditengah kehidupan masyarakat, banyak sumber penge-

tahuan yang bersifat taken for granted, sumber tanpa perlu

diolah lagi tetapi diyakini akan membantu memahami realitas

kehidupan ini. Masyarakat dapat langsung begitu saja

memakai pengetahuan taken for granted tersebut sebagai

sebuah pegangan yang diyakini benar atau berguna untuk

memahami dunia dimana ia hidup. Jenis pengetahuan tanpa

9

176

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

diolah lagi tentu saja banyak dan tersebar, mulai dari sistem

keyakinan, tradisi agama, pandangan hidup ideologi,

paradigma dan juga teori, termasuk didalamnya teori sosial.

Dalam masyarakat intelektual, terutama dalam tradisi positiv-

isme, lazim untuk mengambil sumber pengetahuan taken for

granted tersebut dari ranah paradigma dan teori. Kendati

demikian, teori sebenarnya bukan hanya untuk kalangan

intelektual atau kalangan expert, mesti tidak sedikit yang

berpandangan bahwa hanya kalangan intelektual atau akade-

misi saja yang membaca realitas sosial tidak dengan telanjang,

melainkan dengan kacamata teori tertentu. Telah menjadi

tradisi dikalangan intelektual dalam membaca realitas sosial

menggunakan kacamata atau teori tertentu. (Zainuddin

Maliki, Narasi Agung)

Dalam beberapa hal, teori ilmiah berbeda dengan asumsi-

asumsi yang telah ada dalam kehidupan sehari-hari dan secara

tidak sadar telah dimiliki orang. Pengetahuan yang dimiliki

oleh seseorang dalam kehidupannya dapat menjadi suatu teori

yang merupakan bagaian dari kegiatan ilmiah. Dalam

memasuki era pelahiran ini, merupakan kajian dari teori yang

eksplisit, sehingga menjadi obyektif, kritis, dan lebih abstrak

dari pada yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam proses pembentukan teori tidak pernah muncul dari

awal, tidak mungkin bagi ahli teori sosial untuk menghilang-

kan pengaruh-pengaruh pengalaman sosial pribadinya, atau

pengaruh dari pengalaman, dan cara pandang dunia sosial.

Proses pembentukan teori berlandaskan pada images funda-

mental tertentu mengenai kenyataan sosial. Gambaran

tersebut dapat melingkupi asumsi filosofis, dasar mengenai

sifat manusia dan masyarakat, atau sekurang-kurangnya

Page 106: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

177

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

pandangan yang mengatakan bahwa keteraturan tertentu

akan dapat diramalkan dalam dunia sosial. Teori ilmiah lebih

menggunakan metodologi dan bersifat empiris. (Doyle Paul

Jonshon, Teori Sosiologi Klasik dan Moderen)

Pengklasifikasian dalam ilmu sosial terdiri dari tiga

persfektif besar yang berkembang selama ini, yakni persfektif

struktural fungsional, struktural konflik, dan konstruksion-

isme. Ketiga aliran tersebut masing-masing mengkritik

dengan mematahkan proposisi, konsep maupun teori yang

ditawarkan satu sama lain. Namun kritik tersebut tidak dapat

menggoyahkan hegemoni masing-masing, hingga saat ini

masih memiliki pengikut yang setia. Ketiga teori sosial ter-

sebut, merupakan upaya dalam memahami realitas kehidupan

dengan harapan orang dapat menghimpun dan memaknai

informasi secara sistematik bukan saja untuk menyumbang

pengembangan teori, tetapi lebih penting lagi untuk me-

mecahkan persoalan untuk tujuan keberhasilan dalam meng-

arungi pergumulan kehidupan. (Zainuddin Maliki, Narasi

Agung)

Micheal Root dalam Philosophy of Social Science, mem-

bedakan jenis ilmu sosial, yakni ilmu sosial yang bercorak

liberal dan ilmu sosial bercorak perfeksionis. Ilmu sosial

liberal dikarenakan ia tidak berusaha mempromosikan suatu

cita-cita sosial, dan nilai kebajikan tertentu. Akar dari gagasan

liberal ialah liberalisme dalam politik. Peneliti dalam ilmu ini

bersifat neutralisme, tetapi tidak pernah terjadi dalam ilmu

sosial. Lain halnya dengan ilmu sosial yang bercorak

perfeksionis berusaha mencari wahana dari cita-cita mengenai

kebajikan, dalam hal ini bersifat partisipan. Ilmu sosial ini

bersifat tidak bebas nilai, menghargai obyek-obyek yang

178

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

diteliti dan bahkan menjadikannya sebagai subyek. Sedangkan

data yang baik dalam pandangan cita-cita liberal merupakan

yang bebas dari muatan nilai, moral dan kebajikan obyek

penelitiannya, tetapi hal ini tidak akan pernah terjadi walau-

pun dalam penelitiannya bekerja keras. Contoh dari ilmu

sosial perfeksionis, adalah marxisme dan feminisme.

Marxisme yang mencita-citakan masyarakat tanpa kelas,

sedangkan feminisme masyarakat tanpa eksploitasi seksual.

Keduanya memiliki persamaan anti eksploitasi dan dominasi.

Selanjutnya Root mengusulkan agar dalam cita-cita ilmu

sosial liberal diganti dengan ilmu sosial perfeksionis yang

komunitarian, yakni ilmu sosial yang memperhatikan nilai-

nilai pada sebuah obyek penelitian, dan komunitas. Ilmu

sosial komunitarian adalah ilmu sosial jenis partisipatory

reseach, bukan ilmu sosial empiris analitis dan bukan juga

ilmu sosial terapan. (Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid)

B. Paradigma Ilmu Sosial

Paradigma dapat didefinisikan dalam berbagai teori sesuai

dengan sudut pandang setiap orang. Ada yang menyatakan

paradigma merupakan citra yang fundamental dari pokok

permasalahan suatu ilmu. Paradigma menggariskan apa yang

seharusnya dipelajari, pernyataan-pernyataan yang seharus-

nya dikemukakan dan kaidah-kaidah apa yang seharusnya

diikuti dalam menafsirkan jawaban yang diperolehnya. Para-

digma diibaratkan sebuah jendela, tempat mengamati dunia

luar, dan bertolak menjelajahi dunia dengan wawasannya

(world view). (Agus Salim, Teori dan Paradigma Peneliti-an

Sosial). George Ritzer mendefisikan tentang paradigma

gambaran fundamental mengenai subyek ilmu pengetahuan.

Page 107: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

179

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Ia memberikan batasan apa yang harus dikaji, pertanyaan

yang harus diajukan, bagaimana harus dijawab, dan aturan-

aturan yang harus diikuti dalam memahami jawaban yang

diperoleh. Paradigma merupakan unit consensus yang amat

luas dalam ilmu pengetahuan dan dipakai untuk melakukan

pemilihan masyarakat ilmu pengetahuan (sub-masyarakat)

yang satu dengan masyarakat pengetahuan yang lain. Dengan

paradigma menjadikan suatu pengetahuan akan mendapatkan

informasi teori yang dapat mengkoordinasikan pengetahuan

dan memberikannya makna. (Zainuddin Maliki, Narasi

Agung)

Sebagai suatu konsep paradigma yang pertama kali

dikenalkan oleh Thomas Kuhn dalam karyanya The Structure

of Scientific Revolution, kemudian dipopulerkan oleh Robert

Friedrichs melalui bukuya Socilology of Sociology 1970.

Tujuan utama dalam buku Kuhn; ia menentang asumsi yang

berlaku secara umum dikalangan ilmuan mengenai perkem-

bangan ilmu pengetahuan. Kalangan ilmuan pada umumnya

berdiri bahwa perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan

terjadi secara komulatif. Kuhn menilai pandangan demikian

merupakan mitos yang harus dihilangkan. Sedangkan tesisnya

mengatakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan bukan

terjadi secara komulatif tetapi secara revolusi. Perubahan

yang utama dan penting dalam ilmu pengetahuan terjadi

akibat revolusi, bukan karena perkembangan secara komu-

latif. (George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berpara-

digma Ganda).

Paradigama sosial mengacu pada orientasi perseptual dan

kognitif yang dipakai oleh masyarakat komunikatif untuk

memahami dan menjelaskan aspek tertentu dalam kehidupan

180

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

sosial. Paradigma sosial terbatas pada pandangan dua hal;

pertama, paradigma sosial yang hanya dimiliki oleh kalangan

terbatas dan tidak mesti diterima oleh anggota masyarakat.

Masyarakat yang menerima paradigma ini adalah masyarakat

ilmiah, terciptanya komunikasi guna menciptakan paradigma

sosial. Kedua, paradigma sosial yang berlaku dalam aspek

tertentu dari kehidupan dan bukan aspek yang menyeluruh.

Paradigma sosial lebih terbatas dalam ruang lingkup

penerimaan dari pada pandangan dunia yang berlaku sebagai

elemen dasar dari paradigma sosial dan merupakan pandangan

dunia baik dalam komponen dasar, keyakinan atau sistem

keyakinan dan nilai-nilai yang terkait. Sebagaimana dalam

pandangan Stephen Cotgrove, bahwa paradigma memberikan

kerangka makna, sehingga pengalaman memberikan makna

dan dapat dipahami. (Zainuddin Maliki, Narasi Agung)

C. Ilmu Sosial Positivistik

Positivistik merupakan paradigma yang paling awal

muncul dalam dunia ilmu pengetahuan. Keyakinan paham

aliran ini pada ontology realisme yang menyatakan bahwa

realitas ada (exist) dalam kenyataan berjalan sesuai dengan

hukum alam (natural lows). Upaya penelitian untuk

mengungkapkan kebenaran realitas yang ada, dan bagaimana

sesungguhnya realitas itu berjalan. Positivis muncul pada abad

19 yang dipelopori oleh Auguste Comte. Dalam pencapai

kebenaran maka harus menanyakan langsung pada obyek

yang diteliti, dan obyek dapat memberikan jawaban langsung

pada peneliti yang bersangkutan. Metodologi yang digunakan

eksperimen empiris atau metodelogi yang lain agar temuan

yang diperoleh benar-benar obyektif dan menggambarkan

Page 108: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

181

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

yang sebenar-benarnya. (Agus Salim, Teori dan Paradigma

Penelitian Sosial).

Kaum positivistik mempercayai masyarakat merupakan

bagian dari alam dan bahwa metode penelitian empiris dapat

dipergunakan untuk menemukan hukum-hukumnya. Comte

mempercayai penemuan dalam hukum-hukum alam akan

membukakan batas-batas yang pasti, melekat dalam kenyata-

an sosial, dan ia menilai masyarakat bagaikan suatu kesatuan

organik yang kenyataanya lebih dari jumlah bagian yang

saling tergantung, tetapi tidak mengerti kenyataan ini. Oleh

karena itu, metode penelitian empiris harus digunakan dalam

kenyakinan bahwa masyarakat merupakan suatu bagian

seperti halnya gejala fisik. Perkembangan ilmu tentang

masyarakat bersifat ilmiah sebagai puncak dari proses

kemajuan intelektual yang logis sebagaimana ilmu-ilmu telah

melewatinya. (Doyle Paul Jonshon, Teori Sosiologi Klasik dan

Moderen)

Ilmu sosial positivistik digali dari beberapa pemikiran

dari tokoh-tokohnya yakni Saint Simon (Prancis), Auguste

Comte (Prancis), Herbert Spencer (Inggris), Emile Durkheim

(Prancis), Vilfredo Pareto (Italia). Saint Simon menggunakan

metodologi ilmu alam dalam membaca realitas sosial masya-

rakat, ia mengatakan bahwa dalam mempelajari masya-rakat

harus menyeluruh dikarenakan gejala sosial saling ber-

hubungan satu dengan yang lain dan sejarah perkembangan

masyarakat sebenarnya menunjukan suatu kesamaan. Ilmu

pengetahuan bersifat positif yang dicapai melalui metode

pengamatan, eksperimentasi dan generalisasi sebagaimana

digunakan dalam ilmu alam. Semua sejarah perkembagan

sosial selalui disertai kemajuan dalam ilmu pengetahuan yang

182

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

menggambarkan perkembangan masyarakat disertai dengan

perkembangan cara berpikir manusia. Cara berpikir manusia

mulanya bersifat teologis, spekulatif tetapi kemudian berkem-

bang mendekati kenyataan bersifat konkret, oleh karena itu

bersikap positif dan ilmiah.

Auguste Comte membagi sosiologi menjadi dua macam;

sosial dinamik dan sosial statis. Sosiologik merupakan sosial

dinamik yang digambarkan dengan teori yang menggambar-

kan kemajuan dan perkembangan masyarakat manusia. Comte

menggambarkan bahwa sejarah umat manusia pada dasarnya

ditentukan oleh pertumbuhan dari pemikiran manusia dan

ilmu sosial haruslah merupakan hukum tentang perkembang-

an intelegensi manusia. Perkembangan pemikiran manusia

menurut Comte terbagi menjadi tiga macam kerangka teologi,

dalam tingkat pemikirannya menganggap bahwa setiap gejala

terjadi dan bergerak berada dibawa pengaruh supra natural,

metafisik dengan kerangka berpikir abstrak yang menganggap

bahwa alam semesta dan segala isi diatur adanya gerak

perubahan oleh hukum-hukum alam, dan ilmiah dengan

kerangka berpikir positivistik yang beranggapan bahwa gejala

alam dan isinya dapat dipahami dan diterangkan oleh

kenyataan-kenyataan obyektif/positif. (Hotman M. Siahaan,

Pengantar Kearah Sejarah dan Teori Sosiologi).

Herbert Spencer. Menurut spencer bahwa obyek dari

ilmu sosial hubungan timbal balik dari unsur-unsur masya-

rakat seperti pengaruh norma-norma atas kehidupan

keluarga, hubungan antara lembaga politik dan lembaga

keagamaan. Unsur dalam masyarakat memiliki hubungan

yang tetap dan harmonis menjadi suatu integrasi. (Soerjono

Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar). Spencer memiliki

Page 109: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

183

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

kepercayaan bahwa manusia bersifat merdeka, dan setiap

individu dengan bebas menggunakan adatnya, serta kebebas-

an itu harus tetap dijaga agar tidak dapat mengganggu

kebebasan yang lain. Ia juga menjelsakan tentang pentingnya

lembaga sosial dalam membentuk karakter individu, dan

hubungan manusia dengan masyarakat merupakan proses dua

jalur. Dimana individu mempengaruhi masyarakat dan masya-

rakat mempengaruhi individu. Spencer dalam memandang

masyarakat mengunakan teori evolusi dari evolusi universal

berubah menjadi evolusi homogen tidak menentu menjadi

evolusi heterogen dan menentu. Masyarakat menurut per-

kembangannya dimuali dari hal yang sederhana, menuju

kompleksitas hingga menjadi terspesialisasi. Ia dalam meman-

dang masyarakat menggunakan analogi organisme sebagai-

mana dalam ilmu biologi. Secara sederhana menurut Spencer

bahwa masyarakat dibentuk oleh individu. (Hotman M.

Siahaan, Pengantar Kearah Sejarah dan Teori Sosiologi).

Terdapat perbedaan pemikiran antara Comte dan

Spencer, tetapi kemudian ia saling melengkapi dalam tradisi

ilmu sosial yang bercorak positivistik, Comte dalam meman-

dang masyarakat dengan cara menjelaskan perkembangan

persepsi manusia, menekankan perlunya aktualisasi ide, dan

Spencer menekankankan perlunya aktualisasi benda. Comte

berusaha menginterpretasikan genetik dari fenomena yang

membentuk alam dan Spencer menafsirkan genetik dari

feomena yang membentuk alam. Comte lebih bersifat subyek-

tif sedangkan Spencer bersifat obyektif. Spencer tidak hanya

tertarik pada perkembangan ide, tetapi mengembangkan ide

pada perubahan korelatif dalam organisasi sosial, tertib sosial

struktur, maupun progres. Teori yang dimiliki oleh Spencer

184

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

berupa analisa obyektif seperti untuk pertumbuhan, evolusi

linier, multilinier, tipe-tipe sosial, dan good society.

Kemudian pemikirannya diterjemahkan menjadi diferensisasi

sebagai interelasi dan integrasi berbagai aspek penting dalam

sistem masyarakat. Ilmuwan sosial yang diajurkan oleh

Spencer berusaha untuk keluar dari bias dan sentimen

tertentu. Ia ingin menggambarkan bahwa betapa upaya

mempertahankan ide dan kepentingan material cenderung

mewarnai dan mendistorsikan persepsi seseorang dalam

memahami realitas sosial. (Zainuddin Maliki, Narasi Agung).

Emile Durkheim. Titik tekan kajiannya berlawanan

dengan kajian dari Spencer, bahwa individu dibentuk oleh

masyarakat. Asumsi yang paling fundamental dalam pan-

dangan Durkheim adalah bahwa gejala sosial yang ril dan

mempengaruhi kesadaran individu serta prilakunya, berbeda

dari karakteristik psikologi, biologi atau karakteristik individu

yang lain. Gejala sosial atau fakta sosial yang ril dapat

dipelajari dengan metode-metode empirik, memungkinkan

ilmu yang membahas tentang masyarakat dapat dikembang-

kan. (Doyle Paul Jonshon, Teori Sosiologi Klasik dan

Moderen). Jiwa suatu kelompok sangat mempengaruhi

individu, ia mengatakan bahwa kesadaran kolektif berbeda

dengan kesadaran individu. Kata Durkheim aturan yang

berada diluar kontrak memungkinkan diadakannya kontrak-

kontrak sosial yang mengikat kontrak dan menentukan sah

tidaknya suatu kontrak. Aturan yang diluar kontrak inilah

yang dikatakan sebagai kesadaran kolektif. Durkheim mem-

berikan sifat yang ada pada kesadaran kolektif yakni exterior

dan constraint, exterior berada diluar individu yang masuk

kedalam individu dalam mewujudkan aturan moral, agama

Page 110: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

185

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dan yang lain. Sedangkan untuk constraint merupakan

kesadaran yang bersifat memaksa. Kesadaran kolektif merupa-

kan konsensus masyarakat yang mengatur hubungan sosial

diantara masyarakat yang bersangkutan. (Hotman M. Siahaan,

Pengantar Kearah Sejarah dan Teori Sosiologi).

Kajian dalam ilmu sosial menurut Durkheim adalah

melakukan pembacaan terhadap realitas sosial dengan cara

makro dengan menggunakan pendekatan fakta sosial. Fakta

sosial suatu kenyataan yang memiliki karakteristik khusus

yakni mengandung tata cara bertindak, berpikir dan merasa-

kan sesuatu yang berada diluar individu, ditanamkan dengan

kekuatan koersif. Fakta sosial merupakan cara bertindak, yang

memiliki ciri-ciri gejala empirik, yang terukur secara ekster-

nal, menyebar dan menekan. Kekuatan koersif merupakan

kekuatan untuk menekan individu. Fakta sosial dapat dikaji

melalui data diluar pikiran manusia, studi yang terukur dan

empirik merupakan koreksi terhadap Comte dan Spencer.

Fakta sosial merupakan kumpulan fakta individu, tetapi

kemudian diungkapkan dalam suatu angka sosial. Angka

merupakan representasi individu yang berkumpul sehingga

menjadi plural. (Zainuddin Maliki, Narasi Agung).

Vilfredo Pareto. Menurut Pareto dalam ilmu sosial bahwa

ia mengamati fakta-fakta atau kenyataan secara obyektif

melalui penalaran logika. Observasi atau eksperimentasi ter-

hadap fakta yang tidak membutuhkan pra anggapan yang

diwarnai suatu prasangka. Dalam logico experimental ada dua

elemen dasar yakni yang dinamakan logical reasoning dan

observation of the fact. Teori sosial yang ada selama ini

bersifat dogmatis, metafisis, non logis, absolut dan bersifat

moral saja. Tindakan bagi Pareto didasarkan pada sesuatu

186

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

yang logis. Masyarakat baginya merupakan fenomena keter-

gantungan, karena faktor yang telah dibentuk oleh masya-

rakat saling bergantung dan saling mempengaruhi. Ilmu sosial

baginya merupakan hal yang mempelajari uniformitas dalam

masyarakat. (Hotman M. Siahaan, Pengantar Kearah Sejarah

dan Teori Sosiologi). Pareto mempercayai bahwa konsep

equilibrium sangat berguna dalam memahami kehidupan

sosial yang kompleks. Ia mencoba menjelaskan pertautan

variabel yang masing-masing diyakini menyumbangkan

keseimbangan dalam masyarakat. (Zainuddin Maliki, Narasi

Agung).

Dalam ilmu sosial positivistik bersifat bebas nilai,

obyektif dan dalam perubahan yang terjadi dalam masyarkat

memandangnya pada evolusi sosial. Perubahan yang terjadi

dengan evolusi tersebut yang menekankan pada equilibrium

ini, sehingga dalam ilmu sosial positivistik lebih bersifat status

quo dan tidak peka perubahan. Pandangan yang digunakan

dalam ilmu ini menggunakan pendekatan makro melihat

realitas sosial dengan menggunakan sistem dan bagaimana

individu terbentuk oleh sistem sehingga bersifat deter-

ministik. Asumsi dasar dalam ilmu sosial positivistik meman-

dang masyarakat bagaikan sebuah sistem organisme dimana

satu dengan yang lain saling berkaitan dan terdiri dari

berbagai macam struktur dan menjalankan fungsinya masing-

masing. Jika diturunkan dalam metodologi penelitian maka

tujuan dari penelitian untuk menjelaskan dan memaparkan

tentang gejala sosial, penelitian harus obyektif, terukur, bebas

nilai, dan peneliti bersifat netral. Penelitian ini dapat diguna-

kan untuk generalisasi terhadap persoalan yang lain. Metode

Page 111: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

187

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

penelitian merupakan penelitian kuantitatif, dengan

menggunakan pencarian data melalui angket dan kuosioner.

D. Ilmu Sosial Kontruktivisme

Paradigma konstruktivis dalam ilmu sosial sebagai kritik

terhadap ilmu sosial positivistik. Menurut paradigma ini,

bahwa realitas sosial secara ontologis memiliki bentuk

bermacam-macam yang merupakan konstruksi mental, ber-

dasarkan pengalaman sosial, bersifat lokal, spesifik dan ter-

gantung pada orang yang melakukan. Realitas sosial yang

biasa dilakukan oleh kaum positivistik setelah diamati tidak

dapat digeneralisir pada semua orang. Epistemologi antara

pengamatan dan obyek dalam aliran ini bersifat satu kesatuan,

subyektif dan merupakan hasil perpaduan interaksi antara

keduanya. Aliran ini menggunakan metodologi hermeneutis

dan dialektis dalam proses mencapai kebenaran. Metode yang

pertama kali dilakukan melalui identifikasi kebenaran atau

konstruksi pendapat orang-perorang, kemudian membanding-

kan dan menyilangkan pendapat dari orang sehingga tercapai

suatu konsensus tetang kebenaran yang telah disepakati

bersama. (Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial).

Konstruktivis dapat ditelusuri dari pemikiran Weber

yang menjadi ciri khas bahwa prilaku manusia secara

fundamental berbeda dengan prilaku alam. Manusia bertindak

sebagai agen dalam mengkonstuksi realitas sosial. Cara

konstruksi yang dilakukan dengan cara memahami atau

memberikan makna terhadap prilaku mereka sendiri. Oleh

Karena itu tugas ilmu sosial dalam hal ini mengamati cara

agen melakukan penafsiran, dan memberi makna terhadap

realitas. Makna berupa partisipan agen dalam melakukan

188

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

konstruk melalui proses partisipasi dalam kehidupan dimana

ia hidup. Dalam tradisi konstruktivis, mereka ingin keluar

motif dengan alasan tindakan individual guna memasuki

ranah struktural. (Zainuddin Maliki, Narasi Agung).

Max Weber. Weber mengajukan bahwa dalam ilmu

sosial yang dipakai menggunakan pendekatan verstehende. Ia

melihat ilmu sosial berusaha untuk memahami tindakan-

tindakan sosial dan menguraikannya dengan menerangkan

sebab-sebab tindakan tersebut. Yang menjadi kajian pokok

dalam ilmu ini menurutnya bukanlah bentuk subtansial

kehidupan masyarakat maupun nilai obyektif dari tindakan,

melainkan semata-mata arti yang nyata dari tindakan per-

orangan yang timbul dari alasan-alasan subyektif. Verste-

hende merupakan motode pendekatan yang berusaha untuk

mengerti makna yang mendasari dan mengitari peristiwa

sosial historis. (Hotman M. Siahaan, Pengantar Kearah Sejarah

dan Teori Sosiologi). Weber melihat bahwa individulah yang

memberikan pengaruh pada masyarakat tetapi dengan be-

berapa catatan, bahwa tindakan sosial individu berhubungan

dengan rasionalitas. (Zainuddin Maliki, Narasi Agung).

Tindakan sosial yang dimaksudkan oleh Weber berupa

tindakan yang nyata-nyata diarahkan kepada orang lain. Juga

dapat berupa tindakan yang bersifat "membatin", atau bersifat

subyektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari

situasi tertentu. Dari pandangan dasar yang dimiliki oleh

Weber maka ia menganjurkan penelitiannya dalam bidang

ilmu ini meliputi; tindakan manusia yang mengandung

makna, tindakan nyata bersifat subyektif dan membatin,

tindakan pengaruh positif dari situasi dan tindakan itu

diarahkan kepada beberapa orang atau individu. Mempelajari

Page 112: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

189

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

tindakan sosial dan ia menganjurkan lewat penafsiran dan

pemahaman (interpretative understanding). Peneliti meng-

interpretasikan tindakan si aktor dalam artian mendasar

dengan maksud memahami motif tindakan si aktor. Cara

memahami motif tindakan aktor, Weber memberikan dua

cara, pertama melalui kesungguhan, mencoba mengenangkan

dan menyelami pengalaman aktor. Peneliti menempatkan diri

pada aktor dan berusaha memahai sesuatu yang dipahami oleh

aktor. Metode pemahaman yang ditawarkan oleh Weber

bersifat pemberian penjelasan kausal terhadap tindakan sosial

manusia. (George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Ber-

paradigma Ganda).

Perbedaan antara Weber dan Durkheim tentang

kenyataan sosial. Bagi Durkheim ilmu sosial mempelajari

fakta sosial yang bersifat eksternal, memaksa individu.

Kenyataan sosial bagi Durkheim sebagai situasi mengatasi

individu berada dalam suatu tingkatan yang bebas. Sedangkan

bagi Weber kenyataan sosial merupakan sesuatu yang didasar-

kan pada motivasi individu dan tindakan-tindakan sosial.

Durkheim memiliki pandangan berhubungan dengan realisme

sosial, melihat masyarakat sebagai tautan yang riil, terlepas

dari individu yang kemudian masuk didalamnya menurut

prinsip-prinsip yang khas, dan tidak mencerminkan individu-

individu yang sadar. Teori ini membandingkan masyarakat

sebagai bentuk organis biologis dalam artian menilai masya-

rakat merupakan suatu kenyataan yang lebih dari sekedar

jumlah bagiannya. Sedangkan Weber berposisi nominalis,

dengan artian bahwa individu yang ril secara obyektif, dan

masyarakat merupakan suatu nama yang menunjuk pada

sekumpulan individu. Analisis Weber dalam memandang

190

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

individu merupakan sesuatu yang ekstrim, dan ia mengakui

bahwa pengaruh dinamika sejarah begitu besar terhadap

individu. Pandangan Weber bersifat subyekif dan tujuannya

untuk masuk kedalam arti subyektif yang berhubungan

dengan kategori interaksi manusia. (Doyle Paul Jonshon,

Teori Sosiologi Klasik dan Moderen).

Pemikiran Weber dari tindakan sosial dan metode

verstehende berkembang dibawa oleh beberapa ilmuan

menjadi tradisi konstruktivisme. Tradisi ini dikembangkan

oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman, mereka berangkat

dari manusia mengkonstruksi realitas sosial dari persfektif

subyektif dapat berubah menjadi obyektif. Proses konstruksi

mulai membiasakan tindakan yang memungkinkan aktor-

aktor mengetahui tindakan itu berulang-ulang dan memberi-

kan keteraturan. Hubungan individu dengan institusi bersifat

dialektik yang berisi tiga momentum yakni; masyarakat

merupakan produk manusia, masyarakat merupakan realitas

obyektif, dan manusia sebagai produk masyarakat. Bahwa

makna-makna umum dimiliki bersama dan diterima sebagai

dasar dari organisasi sosial. Konstruksi sosial berusaha menye-

imbangkan struktur masyarakat dengan individu. (Zainuddin

Maliki, Narasi Agung).

Aliran konstruktivis merupakan respon terhadap positiv-

istik dan memiliki sifat yang sama dengan positivistik, sedang-

kan yang membedakan obyek kajiannya sebagai langkah awal

dalam memandang realitas sosial. Positivistik berangkat dari

sistem dan struktur sosial, sedangakan konstruktivis berangkat

dari subyek yang bermakna dan memberikan makna dalam

realitas sosial. Jika mau diturunkan dalam metodologi

penelitian menjadi tujuan ilmu sosial ini memahami realitas

Page 113: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

191

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

sosial, ilmu bersifat netral dan bebas nilai. Asumsi dasar yang

digunakan bahwa manusia sebagai mahluk yang berkesadar-

an. Penelitian yang dipakai merupakan kualitatif, metode

pencarian data dengan wawancara dan observasi. Dalam

memandang masyarakat merupakan realitas yang beragam

dan memiliki keunikan tersendiri, sehingga dari hasil

penelitian yang didapatkan tidak untuk menggeneralkan pada

obyek yang lain.

E. Ilmu Sosial Kritis

Ilmu sosial kritis tidak dapat dilepaskan dari pemikiran

filosof kontemporer di Jerman yang mencoba mengembang-

kan teori Marxian guna memecahkan persaolan yang dihadapi

sekarang. Teori sosial ini merupakan upaya pengkritisan

terhadap the father dari filsafat Jerman dan mengkritisi

pemikiran Marx yang telah menjadi ideologi bukannya ilmu.

Marx yang telah menjadi ideologi dapat dilihat pada negara

komunis sehingga ajaran Marx membatu dan tidak besifat

transformatif. Secara garis besar Mazhab Frankfurt dalam

kelahirannya mengkritisi pemikiran ilmu dan realitas. Ritzer

mencoba memetakan sasaran kritik para pemikir dari mazhab

Frankfurt yang terdiri dari; kritik terhadap dominasi ekonomi

dan sosiologi yang pada intinya mengatakan bahwa sosiologi

bukanlah sekedar ilmu atau metode tetapi harus dapat

mentransformasikan struktur sosial dan membantu manusia

keluar dari tekanan struktur, kritik filsafat positivistik yang

memandang manusia sebagai obyek (alam) dan tidak tanggap

terhadap perubahan, kritik terhadap masyarakat moderen

yang telah dikuasai oleh revolusi budaya, kritik budaya

(birokrasi) yang menyebabkan masyarakat dibatasi oleh

192

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

mekanisme adminitrasi, dan melahirkan budaya semu yang

melahirkan represifitas struktur yang melumpuhkan manusia.

Munculnya pemikiran Mazhab Frankfurt merupakan

upaya untuk melawan krisis pada waktu saat itu, ia kecewa

terhadap pengaruh filsafat positivistik yang melahirkan

persfektif obyektivistik dan pengaruhnya masuk kedalam

seluruh disiplin ilmu pengetahuan. Bagi mereka, dengan

pemikiran yang telah diiajukan oleh positivistik telah

melahirkan wawasan dan cara pemikiran jangka pendek.

Kenyakinan positivisme telah menimbulkan krisis, oleh

karena itu ia menawarkan pemikiran alternative "teori kritis".

Akar pemikiran Mazhab ini dapat ditelusuri dari Marx, Hegel

yang telah memberikan banyak ilustrasi dan memberikan

pencerahan. Analisis yang digunakan frankfurt menggunakan

dua proporsi yang utama. Pertama, pemikiran seseorang

merupakan produk masyarakat dimana ia hidup. Pemikiran

manusia terbentuk secara sosial, maka tidak mungkin orang

mencapai pengetahuan dan kesimpulan obyektif, bebas dari

pengaruh perkembangan zaman dan pola-pola konseptual

yang ada dimana manusia hidup. Kedua, ilmuan dan intelek-

tual tidak dapat obyektif, mencoba bersikap bebas nilai dalam

membangaun persfektif pemikirannya. Seorang intelektual

harus kritis memahami prilaku masyarakat dan menjadikan

orang menyadari apa yang harus mereka kerjakan sesuai

perubahan yang terjadi. Pemikiran kritis menyadari bahwa

pemikiran buklanlah sesuatu yang memiliki keunikan

obyektif, mereka percaya bahwa di dunia pengetahuan

terdapat kebenaran dan pengetahuan yang ril. Pendekatan

inilah yang mencoba membedakan mainstream pengetahuan

positivis yang memisahkan peran dan nilai dalam analisisnya.

Page 114: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

193

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Positivisme yang mereka pakai lebih mengacu pada kajian

empirik terhadap hipotesis dan pengetahuan obyektif.

(Zainuddin Maliki, Narasi Agung)

Kata kunci kritik merupakan upaya untuk memahami

teori kritis, kritik dalam teori ini mengupayakan agar

kebudayaan dan masyarakat moderen bersifat emansipatoris,

seperti seni, ekonomi, ilmu pengetahuan, politik dan ke-

budayaan yang telah diselubungi oleh ideologi, dan meng-

untungkan pihak-pihak tertentu sekaligus mengasingkan

manusia dalam kehidupan masyarakat. Kata kritik berakar

dalam tradisi filsafat itu sendiri dan sudah dipakai sejak zaman

pencerahan. Kritik merupakan refleksi diri atas rintangan-

rintangan, tekanan-tekanan dan kontradiksi yang meng-

hambat proses pembentukan diri dan rasio dalam sejarah.

Kritik juga merupakan refleksi atas proses menjadi sadar atau

refleksi tentang asal-usul tentang kesadaran. Pada generasi

pertama mereka melontarkan kritik terhadap sainstisme atau

positivisme yang telah menghasilkan masyarakat yang

irasional dan ideologis. Teori kritis mengupayakan adanya

keterkaitan rasio dan kehendak, riset dan nilai, pengetahuan

dan kehidupan, teori dan praksis. Teori kritis menurut

Horkheimer memiliki empat karakter; pertama, teori ini

bersifat historis dalam artian diperkembangkan berdasarkan

situasi masyarakat yang konret dan berpijak diatasnya. Teori

ini merupakan kritik immanen terdapat yang nyata dan tidak

manusiawi. Kedua, teori kritis disusun berdasarkan kesadaran

dan keterlibatan historis para pemikirnya, dengan maksud

mereka menyadari bahwa teori ini dapat terjatuh pada

dataran ideologi. Misalkan dalam teori tradisional meng-

gantungkan keshahihannya dengan verifikasi empiris, sedang-

194

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

kan teori kritis ini menggantungkannya pada evaluasi, kritik

dan refleksi terhadap dirinya sendiri. Ketiga, teori kritis

memiliki kecurigaan terhadap masyarakat, dikarenkan ada

upaya untuk mengurai kedok ideologi yang dipakai untuk

menutupi ketimpangan dan kontradiksi dalam masyarakat.

Dan yang keempat, teori ini mengupayakan sisi praksis,

dengan maksud melakukan transformasi sosial.

Teori kritis dalam mengkritik masyarakat moderen

dilakukan dengan dua cara; pertama, menelusuri akar-akar

berpikir positivistik masyarakat moderen dengan melakukan

proses rasionalisasi dalam masyarakat barat. Kedua, menun-

jukkan cara berpikir positivistik yang telah mewujudkan

dirinya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang berlaku

sebagai ideologi yang diterima sukarela oleh masyarakat

moderen. Mereka ingin mengkritik masyarakat moderen

sebagai struktur yang telah menindas, melainkan cara berpikir

positivistiklah yang menjadi ideologi dan mitos. Rasionalitas

pada zaman ini berfungsi sebagai ideologi dan dominasi, dan

menjadikan cara berpikir saintis telah membeku menjadi

ideologi atau mitos. Ilmu pengetahuan dan teknologi bukan

mengabdi kepada manusia melainkan manusia yang mengabdi

kepada ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut mahzab ini

manusia sekarang tidak ditindas oleh manusia yang lain tetapi

ditindas oleh sistem teknologi yang mencengkram segenap

alamiah dan sosial manusia. Apa yang mereka sebut iu

merupakan rasional teknologis, merupakan karakter dari

zaman rasional sekarang ini. Pada generasi pertama mereka

tidak dapat menemukan jalan keluar dari masyarakat yang

mereka kritik. Pada teori kritis pertama konsep praksis

merupakan kerja dalam pandangan Marxian. Praksis eman-

Page 115: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

195

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

sipatoris yang mereka lakukan dapat menimbulkan perbudak-

an baru karena emansipasi penguasaan baru. Oleh karena itu

Habermas sebagai generasi kedua menawarkan praksis disam-

ping praksis kerja. Hal tersebut dikarenakan komunikasi

masih ada kebebasan sehingga ada tempat bagi rasio kritis.

Dengan ide komuikasi, Habermas mengtasi positivisme

dengan menunjukan keterkaitan antara teori dan praktik.

Praksis kerja dan komunikasi merupakan dua tindakan dasar

manusia yang menentukan manusia sebagai spesies bergerak

dan hidup di dalam dunia.

Pengetahuan dan praksis manusia dapat mengarahkan

pengetahuan sebagai; pertama, spesies manusia yang memiliki

kepentingan untuk mengontrol lingkungan eksternalnya

melalui pranata-pranata kerja dan kepentingan mewujudkan

dirinya dalam pengetahuan informatif yang secara metodis

disistematiskan dalam ilmu empiris analitis. Kedua, manusia

memiliki kepentingan praksis untuk menjalin pemahaman

timbal balik melalui perantaraan bahasa dan kepentingan

mewujudkan dirinya dalam pengetahuan interpretatif dan

sistematis metode dalam ilmu sosial historis-hermeneutis.

Manusia memiki kepentingan partisipatoris untuk membebas-

kan diri dari hambatan ideologis melalui perantaraan

kekuasaan dan kepentingan, mewujudkan dirinya dalam

pengetahuan analitis yang disistematiskan pada ilmu sosial

kritis. (Francisco Budi Hardiman, Kritik Ideologi).

196

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Matrik Ilmu Sosial Kritis

Parameter Dimensi kerjaDimensi

komunikasiDimensi

kekuasaanKepentingan Teknis Praktis EmansipatorisPengetahuan Informasi Interpretasi Analitis

Tindakan Tindakan-rasional-bertujuan

Tindakankomunikatif

Tindakanrevolusioner-emansipatoris

Ungkapanlingustik

Proposisi-proposisi deduktif

nomologis(monologal)

Bahasa sehari-hari,language game,

ungkapan-ungkap-an dialogal

Pembicaraanemansipatoris

Metodologi Empiris-analitis Historis-hermeneutis

Refleksi-diri

Sistematikametodis

Ilmu empiris-analitis (ilmupengetahuan

alam)

Ilmu histories-hermeneutis (ilmu-ilmu pengetahuan

sosial budaya)

Ilmu-ilmu kritis

Ilmu sosial kritis jika mau diderivasikan dalam metode-

logi penelitian, merupakan suatu ilmu yang emansipatoris

untuk melakukan transformasi sosial. Ilmu ini tidak bebas

nilai, berpihak kepada kemanusiaan dan melakukan pem-

berdayaan sehingga tercipta masyarakat yang berkeadilan.

Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif ataupun

kuantitatif, dan yang terpenting bukan memaparkan realitas

sosial yang terjadi tetapi melakukan perubahan guna tercipta

masyarakat yang berkeadilan. Data diperoleh dengan wawan-

cara, observasi, angket, atau kuisioner guna melakukan pem-

bacaan awal. Peneliti bersikap partisipatif dengan yang

diteliti, tidak ada jarak dan langsung memberikan penyadaran

dan refleksi diri sesuai apa yang telah dicita-citakannya.

Page 116: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

197

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

F. Ilmu Sosial Profetik

Ilmu Sosial Profetik (ISP) merupakan tugas berat yang

harus diemban agar dapat menjadikan nilai-nilai Islam

diterima. Secara kelahirannya ISP merupakan suatu hasil dari

pemikiran tokoh yang prihatin melihat realitas sekarang dan

mencoba untuk melakukan transformasi guna menciptakan

yang lebih baik. ISP sebagai produk dari pemikiran perlu

mendapatkan pengkritisan sebagai sarana pembenahan baik

segi teori ataupun metodologinya sehingga ISP dapat sejajar

dalam paradigma ilmu sosial yang lain. ISP selama ini,

merupakan suatu gerilya intelektual dan masih dimiliki oleh

kalangan akademisi tetapi hanya sekedar wacana dan diskusi.

Pemahaman kalangan akademisi tentang ISP belum dapat

disejajarkan dengan paradigma ilmu sosial yang lain. Pema-

haman tersebut menjadikan akademisi kurang begitu serius,

menjadikan ilmu ini setara dan sejajar dengan paradigma ilmu

sosial yang lain bercorak liberal ataupun yang perfeksionis.

Oleh karena itu, perlu adanya kajian yang lebih tentang ISP

guna merekonstruksinya, agar ISP dapat digunakan untuk

melihat dan menyelesaikan problem sosial yang selama ini

terjadi.

Sebagaimana dalam sosiologi pengetahuan, ISP sebagai

produk dari pemikiran agar tidak membeku, menjadi ideologi

dan menjadi mitos baru, maka perlu melakukan refleksi diri

dan evaluatif. ISP yang dilontarkan oleh Kuntowijoyo yang

dalam kelahirannya tidak dapat dilepaskan dari realitas pada

saat itu, secara sederhana dapat dipetakan menjadi dua

macam; pertama, interaksi Kuntowijoyo dengan berbagai

macam ilmu sosial sehingga memunculkan respon terhadap

ilmu sosial yang ada, dan sebagai tokoh yang memiliki

198

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

karakter transformatif. Kuntowijoyo merupakan sosok

intelektual yang senang membaca, hal ini dapat dilihat dari

karya-karyanya yang berkaitan dengan teori perubahan sosial,

ia sempat juga menggunakan teori sosial dari tokoh Marx,

Weber, dan Durkheim. Selanjutnya dalam melihat periodesasi

perkembangan umat Islam, Kuntowijoyo menggunakan

analisis dari Comte. Setelah melakukan kajian terhadap ilmu

sosial, ia mencoba memberikan respon ataupun tanggapan

terhadap yang ia kaji. ISP merupakan ilmu sosial alternatif

terhadap ilmu sosial yang selama ini berkembang cenderung

bercorak liberal dan logika positivistik. Sebagaimana dalam

era post-moderenis ilmu sosial saling berevolusi dalam

dataran paradigmatik. Begitupula, dengan ISP merupakan

kritisi terhadap tiga ilmu sosial yang selama ini berkembang

seperti ilmu sosial yang bercorak positivistik, konstruksion-

isme yang bercorak liberal dan ilmu sosial yang bercorak

kritis yang memiliki sifat perfeksionis.

Ilmu sosial positivistik, dalam memandang masyarakat

bagaikan sebuah sistem atau struktur. Letak pengkritisian

terhadap ilmu ini memandang manusia tidak memiliki

kebebasan, individu bersifat deterministik, ilmu ini tidak

mengupayakan transformasi sosial, tetapi lebih cenderung

mempertahankan status quo. Ilmu sosial positivistik di-

pelopori oleh Comte dan di kembangkan oleh Durkheim.

Sedangkan untuk ilmu sosial konstruktivis dipelopori oleh

Weber, ilmu sosial konstruktivis sama dengan ilmu sosial

positivistik ia bersifat liberal. Sedangkan yang membedakan

dari ilmu ini, menjelaskan dan memaparkan realitas sosial itu

beragam dan memiliki keunikan tertentu sehingga tidak dapat

digeneralkan. Dalam ilmu sosial konstruktivis memandang

Page 117: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

199

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

manusia sebagai subyek yang bebas dan memiliki kesadaran

dan membentuk sistem. Sedangkan pengkritisian terhadap

ilmu kritis yang bersifat perfeksionis, Kuntowijoyo memapar-

kan dengan meminjam analisisnya Micheal Root. Bahwa ilmu

sosial yang bersifat perfeksinis seperti aliran Marxian,

Freudian, dan Feminisme jatuh dalam dataran ilmu yang

deterministik. Ilmu tersebut jatuh dalam dataran deter-

ministik dikarenakan seperti Marxian mengandung determin-

isme ekonomi, Freudian dalam determinisme biologis sedang-

kan feminisme mengalami determinisme seksual. (Kunto-

wijoyo, Muslim Tanpa Masjid). Melihat ilmu sosial yang

berkembang di era sekarang maka ia menawarkan ISP sebagai

ilmu yang sarat nilai, berpihak dan mengupayakan trans-

formasi sosial, seperti ilmu sosial kritis yang telah digagas oleh

Mazhab Frankfurt yang telah dikembangkan oleh Jurgen

Habermas.

Interakasi Kuntowijoyo dengan tokoh-tokoh yang mem-

pengaruhinya seperti Moeslim Abdurrahman, Muhammad

Iqbal dan Roger Garaudy. Moeslim Abdurrahman dengan

pemikiran teologi transformatif, dalam hal ini Kuntowijoyo

lebih memilih ilmu sosial dari pada teologi. Hal tersebut

disebabkan akan membingungkan dan kurang cocok diter-

jemahkan, bila menggunakan teologi maka dapat memuncul-

kan teologi yang lain seperti teologi pembebasan, teologi

lingkungan dan lainnya. Sedangkan pemahaman umat tentang

permasalah teologi merupakan yang tetap tidak berubah, oleh

karena itu ia lebih memakai ilmu sosial. Demikian pula,

teologi transformatif yang digagas oleh Moeslim Abdur-

rahman yang diterjemahkan dalam ilmu sosial transformatif.

Pergantian dari teologi dalam ilmu sosial dikerenakan agar

200

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

agama diberi tafsiran baru dalam rangka memahami realitas

sosial, metode yang efektif dimaksudkan dalam rangka

mengelaborasi ajaran agama kedalam teori sosial. Lingkup dari

sasaran ilmu sosial tersebut lebih dari rekayasa untuk

transformasi sosial, bukan dalam dataran permanen seperti

teologi, tetapi aspek yang temporal, empiris dan historis.

Maka Kuntowijoyo lebih cenderung menggunakan ilmu sosial

ketimbang teologi. Kebutuhan yang dilakukan dalam trans-

formasi sosial bukan saja perangkat yang bersifat obyektif,

tetapi melalui teori sosial dapat melakukan transformasi

bersifat obyektif dan juga merupakan lahan garap yang

bersifat empiris.

Kuntowijoyo mengambil kata profetik yang memberi

gambaran tetang konsep kesadaran profetis, dilontarkan oleh

Iqbal dalam bukunya Membangun Kembali Pemikiran Agama

Islam. Muhammad Iqbal menggambarkan tentang mi'rajnya

Nabi Saw, yang bertemu dengan Tuhan, seandainya nabi

seorang mistikus atau sufi, ia pasti tidak akan kembali karena

sudah tentram dan tenang bersama-Nya. Tetapi ini lain, Nabi

kembali ke bumi untuk melakukan perubahan dalam rangka

merubah sejarah, melakukan transformasi profetik. Selanjut-

nya kata profetik juga terinspirasi dari seorang Filosof Prancis

Roger Garaudy dalam bukunya Janji-Janji Islam, disana

dipaparkan bahwa peradaban Barat tidak memuaskan di-

karenakan terombang-ambing dalam kedua kutub besar yakni

idealisme dan materialisme. Kelahiran filasafat barat (kritis)

mempertanyakan bagaimana pengetahuan itu dimung-

kinkan, lalu ia mengusulkan agar membalik pertanyaan agar

bagaimana wahyu dimungkinkan. Dalam rangka untuk

menghindari kehancuran peradaban maka pilihan satu-

Page 118: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,
Page 119: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,
Page 120: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

205

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

kritisian humanisme barat (humanisme antroposentris), yang

menyebabkan majunya peradaban barat tetapi mengalami

dehumanisasi. Humanisme yang ditawarkan oleh ISP didasar-

kan pada agama yaitu teo-antroposentris, gagasan tersebut

dapat diterjemahkan dalam teori sosial menjadi ilmu sosial

yang menggunakan pendekatan struktural fungsional, men-

coba menggabungkan teori fungsional dengan menggunakan

pendekatan grounded research dalam penelitiannya. Analisis

yang digunakan oleh Kuntowijoyo dalam karyanya meman-

dang persoalan masyarakat dengan pendekatan makro atau

struktur dan dalam humanisasi lebih cenderung mengguna-

kan teori sosial fungsional dan pendekatan interpretatif dalam

memandang manusia.

Liberasi, dalam ISP selaras dengan berbagai teori sosial

yang bercorak partisipatif dan membawa etik tertentu, seperti

prinsip sosialisme (marxisme, komunisme, teori ketergantung-

an dan teologi pembebasan) yakni semua membawa pada

liberation. Mereka mempercayai bahwa perkembangan dapat

dicapai dengan kebebasan. Liberasi yang ditawarkan oleh ISP

dalam dataran ilmu bukan dalam dataran ideologis. Liberasi

yang ditawarkan oleh Kuntowijoyo dalam ISP paling tidak

memiliki empat ranah seperti bidang ekonomi, sosial, budaya,

dan politik dalam ranah sistem ilmu pengetahuan. Liberasi

sistem ilmu pengetahuan dapat membebaskan manusia dari

sistem pengahuan materialis, dominasi struktur misalkan

kelas dan seks. Hal ini, Islam memandang kesetaraan antara

lak-laki dan perempuan. Liberasi dari sistem sosial budaya

merupakan transformasi sosial umat Islam yang berkembang

dari masyarakat agraris menuju masyarakat industri. Oleh

karena itu, dalam transformasi tersebut diperlukan ilmu sosial

206

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

yang bersifat communitarian. Liberasi dalam ekonomi, bagai-

mana menciptakan suatu sistem ekonomi yang bercorak

keadilan, hal ini dikarenakan adanya kesenjangan ekonomi.

Penggagasan tentang keadilan ekonomi merupakan nilai-nilai

yang ada dalam ajaran Islam, sebagaimana telah diungkapkan

dalam al Qur'an dalam surat al Hasyr ayat 7 "supaya harta

tidak hanya beredar diantara orang-orang yang kaya diantara

kamu", selanjutnya dalam surat al Zukhruf ayat 32 "apakah

mereka yang berhak membagi-bagi rahmat Tuhanmu?".

Liberalisme dalam politik membebaskan dari sistem per-

politikan yang tidak adil dan terjadinya penindasan seperti

sistem otoriterianisme, diktator dan neo-feodalisme. Liberasi

dalam ISP ini dapat diterjemahkan dalam ilmu sosial selaras

dengan pendekatan Marxisme. Hal ini dapat dilihat dari

analisis yang telah digunakan oleh Kuntowijoyo dalam

memandang persolan kemiskinan, ia lebih cenderung me-

makai Marxian, tetapi bukan dalam dataran penghapusan

kelas tetapi bagaimana tercipta struktur yang berkeadilan.

Transendensi, dalam ISP menjiwai dari kedua unsur

(humanisasi dan liberasi). Ia menjadi prinsip dalam semua

agama dan filsafat perennial. Transendensi merupakan kunci

beriman kepada Allah, yang menjadi ruh humanisasi dan

liberasi dalam melihat dan mengaplikasikannya. Menurut

Erich Fromm jika tidak menerima otoritas Tuhan secara

otomatis akan berdampak pada; (1) relativisme penuh, dimana

nilai dan norma sepenuhnya merupakan urusan pribadi. (2)

nilai tergantung pada masyarakat sehingga yang dominan

akan menguasai. (3) nilai tergantung pada kondisi biologis.

Oleh karena itu, menurut Kuntowijoyo agar umat Islam

meletakkan Allah sebagai pemengang otoritas, Tuhan yang

Page 121: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

207

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

maha obyektif. Transendensi yang dimaksudkan oleh Kunto-

wijoyo dalam ISP merupakan penggunaan wahyu sebagai

salah satu unsur dalam ilmu sosial. Paradigma wahyu diguna-

kan dalam ilmu sosial melalui obyektifikasi terhadap ayat-ayat

al Qur'an agar kebenaran yang dikandungnya dapat diterima

oleh seluruh manusia. Obyektifikasi merupakan upaya rasio-

nalitas nilai yang diwujudkan dalam perbuatan rasional,

sehingga orang luar dapat menikmati tanpa harus menyetujui

nilai asalnya. Melalui obyektifikasi menjadikan Islam yang

bekerja secara aktif, sehingga menjadikan Islam sebagai

rahmat bagi alam semesta dalam artian Islam diturunkan

sebagai rahmat kepada siapa pun tanpa memperhatikan warna

kulit, budaya, dan lainnya. Obyektifisikasi merupakan kon-

kritisasi dalam keyakinan internal, perbuatan ini dapat

obyektif jika dapat dirasakan oleh non muslim sebagai suatu a

natural atau wajar, tidak sebagai perbuatan keagamaan.

Kuntowijoyo mencontohkan tentang obyektifisakasi ayat al

Qur'an agar nilai-nilai Islam dapat diterima oleh semua umat

manusia. Misalkan ancaman Tuhan kepada orang Islam

sebagai orang yang mendustkan agama bila tidak memperhati-

kan kehidupan orang-orang miskin dapat diobyektifkan

dengan program IDT. Kesetiakawanan nasional adalah obyek-

tifikasi dari ajaran tentang ukhuwah. (Kutowjoyo, Identitas

Politik Umat Islam).

ISP yang dilontarkan oleh Kuntowijoyo diterjemahkan

dari sifat ilmunya maka ISP bersifat partisipatoris untuk

melakukan perubahan dan sekaligus arah dari perubahan itu

sendiri. Ilmu ini sarat dengan nilai-nilai, tidak status quo, dan

berpihak kepada kemanusiaan guna menciptakan khairul

ummat. ISP merrupakan ilmu dalam aliran yang perfeksionis

208

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dan bersifat communitarian. Dalam metodologi penelitian ISP

yang diharapkan adalah penelitian lapangan dan langsung

melakukan emansipasi guna menciptakan keadilan. Cara

pencarian data yang dilakukan IS dengan metode wawancara

dan observasi partisipatoris. ISP merupakan turunan dari surat

al Imran 110 menghasilkan tiga paradigama guna mewujud-

kan masyarakat yang dicita-citakan. Tetapi masing-masing

paradigma dalam ISP yang dalam memandang masyarakat

bersifat integral dan menyeluruh, jika diturunkan dalam

metodologi penelitian maka dapat berdiri sendiri tanpa

adanya saling sapa. Kuntowijoyo hanya mencoba dalam

analisis dengan menggunakan ketiga paradigama tersebut,

tetapi terkadang dalam melihat fenomena sosial cenderung

dengan pendekatan Marxian kadang juga fungsional. Selanjut-

nya dalam ilmu sosial yang bersifat partisipatoris ada rang-

kaian dalam menjalankan keseimbangan antara teori dan

praktek seperti dalam ilmu sosial kritis, dalam konsep

praksisnya kerja dan komunikasi. Jika mau ditarik kedalam

ISP Kuntowijoyo belum sempat merumuskannya. Tetapi jika

ditelusuri dari berbagai karyanya ia mencoba mengintergrasi-

kan ilmu sosial barat dengan nilai-nilai Islam. Hal ini seperti

dalam uraian Heru Nugroho dalam menanggapi ISP yang

dilontarkan oleh Kuntowijoyo, ia mengkategorikan Hegelisme

Religius, dan yang membedakan konsep ISP dengan ilmu

sosial Kritis adalah transendensi. Kuntowijoyo juga melihat

Islam merupakan agama amal, bukan sekedar teori tetapi

harus diterapkan dalam masyarakat.

Praksis ISP dengan mendialogkan agama dengan realiatas

menjadikan agama berperan dan mengupayakan transformasi

dengan dasar nilai-nilai agama, menjadikan bentuk trans-

Page 122: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

209

Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju Ilmu Sosial Integralistik

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

formasi serta arahannya jelas. Hal ini dapat dilihat bentuk

transfoemasi yang dilakukan oleh nabi Muhammad Saw dan

nabi Musa As, dalam menghilangkan penindasan umatnya.

Bentuk transformasi yang dilakukannya menciptakan masya-

rakat yang berkeadilan dan didasarkan dengan nilai-nilai

Ilahiah sebagai sarana dan jalan dalam rangka beribadah

kepada Tuhan.

Page 123: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

210

Mewujudkan Sosiologi Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

B a g i a n

Filsafat PergerakanMewujudkan Sosiologi Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan

A. Prawacana Pergerakan

Kebenaran merupakan suatu yang diperlukan oleh

manusia dalam menjustifikasi terhadap apa yang dilakukan

dan bagaimana cara melakukannya. Kebenaran yang dingin-

kan oleh manusia merupakan suatu respon terhadap realitas

sekitar dan itu diterima oleh masyarakat, sesuai dengan norma

yang ada, maka itu dapat dikatakan sebagai suatu kebenaran.

Kebenaran merupakan suatu yang penting dikarenakan

manusia selalu mengejarnya agar mendapatkan makna dalam

kehidupan. Manusia dalam memahami kebenaran terletak

pada kerangka berpikir yang ia gunakan dalam menghadapi

sesuatu. Kebenaran yang diakui oleh manusia akan ia

pertahankan sampai kapanpun. Sifat dari kebenaran dalam

manusia terkadang menjadi ideologi. Pengetahuan yang

bersifat ideologi bersifat tertutup, sulit menerima pengetahu-

an yang lain karena dianggap salah atau tidak sesuai.

Pengungkapan kebenaran merupakan suatu persoalan yang

sudah ada di alam, dan manusia merupakan bahan kajian

(filsafat)nya. Substansi dari filsafat berbicara tentang hikmah

atau kebijaksanaan, penggalian terhadap persoalan kehidupan

sampai dengan akar-akarnya. Penggalian dengan cara radikal,

mengakar dan sistematis dikarenakan kita dapat memahami

10

211

Mewujudkan Sosiologi Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

hakekat lebih dalam sehingga melahirkan sikap bijaksana

dalam kehidupan.

Dalam filsafat terdapat cara mengetahui kebenaran,

memperoleh, serta mempertahankannya. Pembicaraan ten-

tang kebenaran dan sumber-sumbernya tertuang dalam

epistemologi, dan secara sederhana pengungkapan kebenaran

terbagi menjadi tiga macam. Pertama, kebenaran yang

didasarkan pada idealisme, kedua, kebenaran yang didasarkan

pada empirisme dan ketiga, kebenaran yang didasarkan pada

kritisme. Secara ontologi kebenaran sesuai dengan aliran

filsafatnya, jika dalam materialisme maka ontologinya materi

dan pengungkapan kebenarannya dengan cara empirisme

sedangkan untuk idealisme pengungkapan kebenarannya

dengan cara rasionalisme. Pengungkapan kebenaran dalam

filsafat barat merupakan respon terhadap realitas dan

bagaimana manusia menyikapinya. Cara menilai kebenaran

yang didasarkan pada empirisme dengan dimaterialkan dan

melalui indera manusia. Sedangkan dalam tradisi idealisme

memandang kebanaran berdasarkan rasionalisme, sesuai

dengan akal. Penggabungan pengungkapan kebenaran dengan

cara kritisme dimana akal menata dan merangkai kebenaran

empiris yang terindera. Fungsi akal dalam kritisme menyusun,

menguraikan dan mensistematiskan pengetahuan yang

empiris agar dapat diketahui sebagai suatu kebenaran yang

utuh. Misalkan dalam memandang meja dalam tradisi empiris,

sesuai dengan apa yang dilihat. Sedangkan menurut idealisme

meja sudah tertanan didalam rasio atau alam idea sedangkan

yang terlihat adalah semu dikarenakan ada bermacam-macam

meja dan memiliki bentuk yang beragam. Lain lagi dalam

pendekatan kritisme secara empris tersusun dari kayu, berkaki

Page 124: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

212

Mewujudkan Sosiologi Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

empat, memiliki bentuk yang beragama dan tugas rasio men-

sistematiskan sehingga dapat memberikan pernyataan bahwa

meja yang terlihat tetapi memiliki bentuk yang beragam.

Pengungkapan kebenaran yang beragam menghasilkan

tafsiran kebenaran yang beragam pula, dengan pandangan

yang beragam dikarena pengetahuan yang luas maka secara

otomaticaly dapat meminimalisir subuah konflik dan meng-

hindarkan truth claim, serta saling menyalahkan antara

kelompok. Penghargaan terhadap kebenaran dan cara

pandangnya ini menjadikan suatu kelompok atau kaum

bersikap inklusif dan peka terhadap kemajuan dan per-

kembangan zaman. Hal ini dapat dilihat dari sikap Muham-

madiyah awal yang terbuka dan toleran sampai sekarang

masih eksis dan bahkan berkembang dengan luas. Sikap awal

Muhammadiyah adalah inklusif serta pilihan gerakan yang

menjadikannya organiasasi ini tidak leyap termakan zaman.

Pilihan gerakan yang dilakukan oleh Muhammadiyah diakui

oleh cendekiawan di Indonesia seperti Kuntowijoyo dan

Muhammad Amin Abdullah, sebagai pilihan yang cerdas dan

jenius dari Kiai Ahmad Dahlan.

Demikian keberadaan ikatan sebagai ortom Muhammad-

iyah yang kelahirannya bersentuhan dengan keniscayaan

sejarah tetapi kemudian eksistensinya mengalami ketiadaan

makna dalam sejarah. Pengkajian ontologi dalam ikatan

bermakna dapat memberikan sumbangsih pada pembangunan

peradaban serta kemandirian bangsa. Sejarah keberadaan

ikatan karena bentuk kreasi, dimana Muhammadiyah perlu

melakukan kaderisasi di lingkungan kampus pada umumnya

dan PTM pada khususnya. Kaderisasi yang dilakukan oleh

Muhammadiyah sudah ada di tingkat kepemudaan yang

213

Mewujudkan Sosiologi Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

tergabung dengan Pemuda Muhammadiyah (PM) atau

pemudi yang tergabung pada Nasyatul ‘Aisiyah (NA), serta

kalangan pelajar yang tergabung dalam Ikatan Pelajar

Muhammadiyah (IPM), sedangkan dikalangan mahasiswa

belum ada, sekaligus menjadi rumah kader Muhammadiyah di

tingkat kemahasiswaan, terlebih mahasiswa Muhammadiyah

dan mahasiswa Islam pada umumnya.

Kelahiran Ikatan merupakan suatu kebutuhan kaderisasi

Muhammadiyah guna meneruskan cita-cita serta perjuangan-

nya guna mewujudkan masyarakat yang diidealkan. Oleh

karena itu, kelahiran Ikatan juga berbenturan dengan

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang merupakan satu-

satunya pergerakan Islam berbasis kemahasiswaan pada waktu

itu. Begitupula sikap HMI, merasa sebagai rumah yang sah

dan paling sesuai dalam melakukan kaderisasi organisasi Islam

dalam ranah kemahasiswaan. Melihat persoalan tersebut,

terkadang kader ikatan melihat kelahirnya sebagai respon

terhadap HMI, dikarenakan kader Muhammadiyah yang

berada di HMI tidak sesifat dengan perjuangan Muham-

madiyah khusus dalam ranah kemahasiswaan. Sedangkan

sebenarnya keberadaan ikatan merupakan bentuk kreasi aktif

Muhammadiyah dalam merespon realitas sosial.

B. Nilai Dasar Ikatan

Ikatan dalam gerakannya terilhami dengan sebuah Nilai

Dasar Ikatan, sebagai ruh mewujudkan khairul ummah, yaitu

1. IMM adalah gerakan mahasiswa yang bergerak pada tiga

bidang; keagamaan, kemahasiswaan dan kemasyarakatan;

Page 125: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

214

Mewujudkan Sosiologi Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

2. Segala bentuk gerakan IMM tetap berlandaskan pada

agama Islam yang hanif dan berkarakter rahmat bagi

sekalian alam;

3. Segala bentuk ketidak adilan, kesewenang-wenangan dan

kemunkaran adalah lawan besar gerakan IMM, per-

lawanan terhadapnya adalah kewajiban setiap kader

IMM;

4. Sebagai gerakan mahasiswa yang berdasarkan Islam dan

berangkat dari individu-individu mukmin, maka kesadar-

an melakukan syariat Islam adalah suatu kewajiban

sekaligus mempunyai tanggungjawab untuk mendakwah-

kan kebenaran di tengah masyarakat;

5. Kader IMM merupakan inti masyarakat utama, yang

selalu menyebarkan cita-cita kemerdekaan, kemulian dan

kemaslahatan masyarakat sesuai dengan semangat pem-

bebasan dan pencerahan yang dilakukan Nabiyullah

Muhammad Saw.

Secara garis besarnya nilai di atas dapat dijadikan dasar

perjuangan ikatan sebagai organisasi pergerakan dan organ-

isasi kader.

1. Ikatan sebagai Organisasi Pergerakan

Organisasi pergerakan merupakan suara yang idealis

dari kaum terpelajar/akademisi dalam mengkritisi ke-

bijakan penguasa yang tak sesuai dengan kepentingan

rakyat kecil. Organisasi ini merupakan kolektifitas orang

yang memiliki kesadaran yang sama dalam menyikapi

realitasnya. Kesadaran ini timbul dikarenakan lingkung-

an serta budaya ilmu tumbuh dan berkembang, menjadi-

kan pemikiran melahirkan sifat terbuka dan ilmiah.

215

Mewujudkan Sosiologi Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Ruang yang sering ditawarkan oleh organisasi pergerakan

adalah seruan moral dan aspirasi rakyat kecil (ter-

marginalkan). Organisasi pergerakan akan mudah dan

selalu bersentuhan dengan kepentingan khususnya

kenegaraan. Hal tersebut, dapat dilihat dalam lintasan

sejarah pergerakan Mahasiswa 66 dan pergerakan Maha-

siswa 98 yang menjatuhkan rezim kekuasaan bersifat

otoriterianisme.

Organisasi pergerakan selalu menyerukan moral

sebagai medium untuk melakukan pressure pada kelem-

bagaan negara. Organisasi pergerakan yang basis massa-

nya adalah mahasiswa, sebagai kaum terdidik yang me-

miliki kesadaran untuk menyuarakan kepentingan rakyat

agar tercipta keadilan. Melihat potensi ikatan memiliki

kader yang juga berperan sebagai kader Muhammadiyah

diharapkan memberikan konstribusi yang jelas dalam

proses kepemimpinan nasional yang akan datang.

Kemampuan yang berbeda dengan pergerakan lain

adalah cara dan ciri khas yang dimiliki oleh kader ikatan

dalam mengamati permasalahan dan bagaimana cara me-

mecahkannya. Ikatan sebagai organisasi pergerakan

bukan hanya sekedar pengontrol kebijakan pemerintah

tetapi dapat melakukan pendampingan dan pember-

dayaan masyarakat, karena hal tersebut sudah merupakan

kewajiban. Sebagai pembela rakyat, ikatan menyuarakan

kepentingan rakyat melalui tiga tingkatan yakni; elit ke-

kuasaan, kelas menengah dan masyarakat itu sendiri. Elit

kekuasaan merupakan aspek yang utama dalam menentu-

kan kebijakan sehingga peran ikatan harus signifikan

dalam menyuarakan suara rakyat, misalkan ikatan

Page 126: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

216

Mewujudkan Sosiologi Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

sebagai pressure kebijakan, melakukan lobi, negosiasi,

mediasi dan/atau sharing patner antara pemerintah dan

masyarakat.

Dalam tingkatan kelas menengah, ikatan memposisi-

kan diri sebagai sharing partner, atau mitra strategis yang

pro terhadap kebijakan publik yang benar-benar ber-

pihak kepada kaum marginal. Keberadaan ikatan dan

kader-kadernya mampu memberikan solusi terhadap

sejumlah permasalahan bangsa dan masyarakatnya.

Selanjutnya peran ikatan di tingkat masyarakat itu

sendiri adalah dengan melakukan pembelaaan terhadap

rakyat, pemberdayaan dan pendampingan sehingga

rakyat tersadarkan, bangkit melakukan perlawanan se-

hingga tercipta keadilan sebagai ciri utama dari

masyarakat yang dicita-citakan.

2. Ikatan sebagai Organisasi Kader

Ikatan secara ontologinya merupakan organisasi

kader, keberadaannya merupakan kreasi dari para foun-

ding fathers dalam menyikapi realitas pada waktu itu.

Ikatan yang memiliki tujuan yang khas tertuang dalam

AD/ART yakni “terciptanya akademisi Islam yang ber-

akhlak mulia…” merupakan perpanjangan tangan untuk

“…mencapai tujuan Muhammadiyah”. Memahami tujuan

ini, Muhammadiyah menginginkan pada ikatan agar

menciptakan wahana intelek-tual berdasar pada akhlak

mulia, hal tersebut merupakan konsekuensi intelektual

yang ditanamkan pada gerakan ikatan, menjadikan

akhlaknya sebagai aksiologi dari intelektual yang ber-

dasarkan pada nilai-nilai Islam dan Muhammadiyah.

217

Mewujudkan Sosiologi Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Ikatan merupakan organisasi kader yang diamanahi

sebagai penerus tradisi Kiai Ahmad Dahlan, sehingga

peran penting dalam perkaderan ikatan yakni untuk

Muhammadiyah, bangsa dan agama. Gerakan ikatan

sebagai kader Muhammadiyah, bangsa dan agama

merupakan bentuk obyektifikasi diri ikatan dalam mem-

berikan sumbangsih ter-hadap persoalan dan realitas.

Sehingga apapun yang dilakukan oleh Ikatan sesuai

dengan semangat dan cita-cita Muham-madiyah yang

termanifestasi dalam diri ikatan, yakni berpikir dan

bertindak pada praksis sosial untuk kemanusiaan.

Dari hal inilah keberadaan ikatan merupakan suatu

keniscayaan, maka dalam eksistensinya, ikatan merupa-

kan suatu kumpulan kolektif yang sadar dengan sejarah-

nya. Kesadaran sejarah ikatan bukan ditentukan oleh

sejarah, tetapi sebaliknya ikatan yang akan menentukan

sejarah. Untuk itu gerakan yang dilakukan oleh ikatan

harus gerakan dengan berkesadaran yakni sebagai

oraganisasi pergerakan dan sebagai organisasi kader yang

berada dalam naungan Muhammadiyah.

C. Realitas Sekarang1

Globalisasi dan realitas yang plural (multikultural)

merupakan gambaran hidup yang kita hadapi. Globalisasi

tidak dapat dinafikan, harus dilalui dan dihadapi oleh setiap

negara yang ada di belahan dunia, karena berdampak pada

sendi-sendi kehidupan. Di bidang ekonomi, perkembangan

perekonomian negara ditunjang oleh sistem perdagangan

1. Untuk lebih lengkapnya bacam Realitas Sekarang.

Page 127: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

218

Mewujudkan Sosiologi Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

bebas dan melalui kebijakan utang luar negeri, dalam rangka

memajukan partisipasi negara dalam pembangunan. Hal ini

dilakukan oleh negara maju lewat bantuan utang kepada

negara-negara berkembang yang terkena imbas krisis moneter

melalui lembaga keuangan internasional seperti IMF dan

Bank Dunia. Dengan bantuan utang jangka panjang, tidak

disadari telah menjerat negara-negara berkembang sehingga

menciptakan ketergantungan terhadap kebijakan-kebijkan

ekonomi luar negeri.

Misalnya saja yang terjadi di Indonesia, jumlah APBN

yang digunakan untuk pembangunan lebih kecil dari pada

untuk membayar utang kepada lembaga keuangan inter-

nasional. Syarat bagi negara maju untuk dapat menyalurkan

bantuan adalah dengan menginvestasikan modal hingga 60-

70%, sehingga jumlah penghasilan yang didapatkan oleh

pemerintah selalu menurun. Dari sistem ekonomi politik

internasional, bangsa Indonesia mengalami keterpurukan atau

dalam naungan cengkraman hutang luar negeri. Oleh karena

itu, kebijakan yang diambil oleh pemerintah merupakan

kebijakan yang kurang populis dan memberikan keuntungan

pada golongan tertentu (kaum modal).

Demikian pula dengan keberadaan sitem perpolitikan

Indonesia sangat dipengaruhi oleh kepentingan globalisasi,

yang paling menyakitkan adalah perkembangan perpolitikan

di Indonesia diwarnai oleh corak demokrasi liberal yang

menggunakan logika pasar dan ekonomi yang tidak berpihak

kepada kepentingan kemanusiaan. Dalam demokrasi liberal

hanya memenangkan kepentingan kaum modal yang

memiliki kerangka kerja dan berpikir selalu menuntut balas

jasa. Sedangkan, dalam sistem sosial dan kebudayaan, global-

219

Mewujudkan Sosiologi Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

isasi melahirkan budaya instan dan popular culture, ekspos

dan dominasi peran media telah mampu mempengaruhi dan

membentuk opini masyarakat. Kesemuanya telah merubah

cara pandang dan kerangka berpikir masyarakat yang prag-

matis, memikirkan kepentingan diri sendiri agar cepat

mencapai tujuan tanpa upaya yang maksimal (segala cara

dilakukan mencapai tujuan), dan tanpa disadari hal tersebut

perlahan-lahan mengakibatkan kesenjangan dan kemiskinan

yang terstruktur.

Dalam aspek agama, globaliasasi mulai memasung dan

menggantikan peran agama melalui tawaran media dan

kebudayaan pop yang dikemas seapik mungkin untuk mem-

pengaruhi karakter generasi muda. Fungsi agama hanya dalam

dataran pelarian dari permasalahan hidup bukan berperan

menjawab tantangan agama untuk melakukan perubahan

sosial. Agama memiliki fungsi dalam mengatur kehidupan

yang ukhrawi bukannya pengaplikasian dari kehidupan

ukhrawi untuk proses transformasi sosial.

Menurut Mansour Fakih dalam hal ini ummat terbagi

menjadi empat golongan ; golongan tradisionalis, revivalis,

liberalis dan golongan kritis.2 Keempat golongan tersebut,

dalam melakukan perjuangannya dengan mandiri tanpa saling

sapa dan berdiri sendiri. Masing-masing mengklaim bahwa

diri yang paling benar tanpa melakukan komunikasi yang

lebih efektif dan berkelanjutan. Sedangkan sebagian besar

kaum beragama (Islam) yang hanya bersikap mengikuti

perkembangan media sehingga melahirkan golongan Islam

popular. Islam popular merupakan segenap aktivitas keagama-

2. Untuk lebih jelasnya baca Mansour Fakih, Manifesto Intelektual Organik.

Page 128: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

220

Mewujudkan Sosiologi Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

an yang dibesarkan oleh media guna memberikan manfaat

yang besar bagi kepentingan kapital. Fenomena ini dapat

dilihat dari sajian media melalui film-film bercorak keagama-

an yang lebih cenderung menampilkan pola pikir masyarakat

irasional. Demikian pula dengan menjamurnya dai-dai pop

dan ustadz serta bimbingan keagamaan yang populer dikemas

dalam bingkai kapitalisme. Kebudayaan pop pada agama telah

menjadikan agama digunakan untuk kepentingan tertentu

dan dijadikan alat legitimasi dalam penyelesaian masalah,

tetapi jika dianalisis dengan cermat maka hal tersebut tidak

memiliki keterkaitan yang signifikan terhadap permasalahan

yang dihadapi. Hal ini dapat dilihat dari fenomena kebijakan

kenaikan harga BBM oleh pemerintah dan pemuka agama

(aliran pop) menganjurkan kepada umatnya agar sabar.

Ajakan sabar dalam hal tersebut dapat diinterpretasikan

sebagai bentuk pasrah dengan keputusan pemerintah, bukan-

nya melakukan mobilisasi sosial karena selama ini umat sudah

lama tertindas oleh struktur yang kurang adil. Setidak-nya

dengan spirit agama umat dibawa untuk berpikir solutif dalam

rangka menghadapi permaslahan hidup, sehingga agama

menjadi ruh dalam setiap langkah mewujudkan masyarakat

yang berkeadilan.

Pengaruh globalisasi pada aspek lingkungan, telah

merusak ekosistem dan eksploitasi besar-besaran telah mem-

berikan keuntungan kepada kaum modal/kapital. Fakta

membuktikan pertambangan yang masuk kedalam wilayah

Indonesia baik dari pihak asing ataupun pengusaha dalam

negeri, kurang memperhatikan keseimbangan ekosistem,

parahnya kerusakan alam mengakibatkan masyarakat cemas

atas ancaman bencana alam yang bisa datang kapan saja.

221

Mewujudkan Sosiologi Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Akibat lain dari globalisasi adalah kerusakan ekologi di-

karenakan sikap yang rakus dari manusia dalam rangka

memenuhi kebutuhanya yang selalu merasa kurang dan terus

meminta. Sikap manusia terhadap alam harus dirubah

bukannya diletakkan sebagai objek tetapi alam tersebut harus

ditempatkan sebagai subjek yang sama dalam rangka

mencapai kepada yang transendental.3

Multikultural tidak dapat dielakan dikarenakan memang

sudah menjadi suratan bagi pencipta. Hal ini dapat dilihat

dalam doktrin agama bahwa Tuhan menciptaka manusia ber-

suku-suku, berbangsa-bangsa, berbeda untuk saling mengenal,

tetapi derajat yang paling tinggi disisi Tuhan hanya bagi orang

yang bertakwa. Bertakwa disini perlu diinterpretasikan lebih

lanjut, merupakan tantangan Tuhan dari realitas yang plural

untuk mendukung terciptanya rahmat bukan sebagai sumber

konflik. Takwa tidak didefenisikan dalam artian yang sempit

atau hanya dalam lingkup ibadah, tetapi setiap manusia yang

sadar sebagai hamba dan khalifah, melakukan kebaikan dan

berlomba di dalam menyebarkan karunia Tuhan, merupakan

salah satu unsur takwa.

Multikultural yang berkembang sekarang bukan hanya

dalam dataran untuk berlomba dalam kebajikan tetapi sebagai

semangat untuk menghargai suatu kebudayaan dan kerangka

pikir masyarakat tertentu, yang lain menghormati dan mem-

berikan peluang yang sama pada golongan minoritas untuk

berkembang sesuai dengan apa yang telah diyakininya. Sikap

masyarakat multikultural dicerminkan melalui komunikasi

3. Keterangan lebih lanjut baca bagain Siapakah Manusia.

Page 129: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

222

Mewujudkan Sosiologi Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

intensif agar tidak terjadi prasangka yang menimbulkan

perpecahan.

D. Sosiologi Gerakan

Sejarah yang bergulir telah mencatat peran mahasiswa

sebagai wakil masyarakat yang berpengetahuan, selalu meng-

upayakan perubahan guna terciptanya masyarakat yang

berkeadilan. Mahasiswa merupakan sekumpulan orang yang

memiliki kesadaran karena tercerahkan oleh pengetahuan,

berupaya melakukan perubahan terhadap realitas sosial.

Perubahan tersebut dilakukan karena adanya sesuatu yang

tidak sesuai dengan nilai ideal. Kita dapat melihat sejarah

runtuhnya rezim penguasa di negara ini, ditumbangkan oleh

gerakan mahasiswa. Tetapi di zaman sekarang gerakan

mahaiswa kurang memiliki peran yang signifikan dalam

melakukan perubahan ataupun menekan kebijakan pe-

merintah yang tidak populis (memihak kepada rakyat).

Pergerakan mahasiswa hanyalah bersifat serpihan dan

pecahan, tidak dapat menjadi gerakan yang utuh dalam meng-

hadapi permasalahan. Gerakan mahasiswa harus menelan pil

pahit ketika menyuarakan pembelaan rakyat kecil terhadap

kebijakan pemerintah yang tidak populis karena mahasiswa

hanya mengambil manfaat yang kecil, tidak lain sekedar

menunjukkan eksistensi gerakan, yang hanya ingin terliput

media, sehingga pergerakan mahasiswa mengalami pergeseran

nilai dan berubah menjadi kebudayaan pop.

Pergerakan mahasiswa sebagai agen perubahan sosial

telah mengalami disorientasi gerakan, maka memerlukan

rumusan terbaru dalam bentuk gerakan agar dapat menjawab

persoalan yang terjadi. Tetapi sebelum melakukan gerakan

223

Mewujudkan Sosiologi Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

yang baru terlebih dahulu melihat bagaimana gerakan maha-

siswa pada masa lalu, agar dapat mengetahui kelemahan dan

semangat yang mengilhami mereka dalam melakukan per-

ubahan. Gerakan mahasiswa yang dilakukan dari zaman orde

lama sampai awal terjadnya reformasi merupakan bentuk

gerakan moral dan pengerahan massa dalam upaya merubah

kebijakan, bahkan menumbangkan kekuasaan. Gerakan ini

efektif pada saat itu karena kondisi masyarakat kampus

sebagai kaum intelektual (masyarakat yang tercerahkan)

memahami betul peta perpolitikan bangsa sehingga keter-

libatannya memberi pengaruh yang besar. Kemudian masya-

rakat tidak memiliki akses dalam menggali data serta sistem

demokrasi yang berjalan pada waktu itu, tidak lain hanya

sebuah tuntutan pragmatis. Masyarakat pada waktu itu belum

memiliki kebaranian serta perlawanan terhadap kebijakan

yang tidak memihak. Apa yang terpikirkan oleh rakyat adalah

bagaimana kebutuhan bahan pokok dapat terpenuhi dengan

baik. Sifat masyarakat yang tidak memperdulikan kondisi

bangsa dikarekan pemerintah yang tidak membuka akses

untuk melakukan pendidikan politik pada masyarakat.

Gerakan mahasiswa pada era 66 dan era 98 memiliki

modus yang hampir sama, hal ini dikarenakan; pertama,

gerakan mahasiswa sebagai gerakan moral dengan pengerahan

massa sehingga dapat merubah suatu kebijakan. Kedua, dalam

rangka mengawal kehendak rakyat para mahasiswa ada yang

aktif dalam partai politik tertentu dan aktif sebagai anggota

legislatif. Mereka masuk dalam sistem untuk merubah sistem

dan kebijakan yang berpihak. Namun dalam sejarahnya hal

tersebut belum dapat memberi perubahan yang signifikan.

Page 130: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

224

Mewujudkan Sosiologi Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Bentuk gerakan yang dilakukan oleh mahasiswa akhir ini

mengalami deverensiasi dan beralih pada suatu kelompok

kepentingan atau yang sesuai dengan golongannya, sehingga

tujuan gerakannya hanya untuk memberikan manfaat bagi

kelompoknya. Gerakan yang dilakukan tidak independen, dan

tidak untuk kepentingan kemanusian. Misalkan gerakan

mahasiswa yang memiliki afilisasi dengan partai politik,

sehingga gerakannya bercorak politis, demikian pula

dinamika organisasinya berjalan dengan pendekatan logika-

logika politis. Gerakan politis ini memilih jalur kekuasaan

yang revolusioner dan gerakannya bersifat sporadic dan hanya

sekedar mencari momentum. Sifat gerakan ini, menggunakan

logika ekonomi siapa yang menjual, dan saya mendapatkan

keuntungan apa (saya memperoleh apa), dan kalau tidak

mendapatkan keuntungan dalam bentuk "material" maka

tidak dapat ditawarkan kerjasama. Logika ekonomi dalam

gerak dan langkah organisasinya memperhitungkan untung

atau rugi dalam setiap gerakannya sehingga anggotanya

memiliki pola pikir yang pragmatis dan instan.

Dewasa ini, gerakan mahasiswa cenderung kehilangan

identitas karena ketidakmampuannya melakukan perubahan

gerakan seiring perkembangan zaman, setidaknya ada 3 (tiga)

tantangan bagi gerakan mahasiswa yaitu; pertama, peran

gerakan mahasiswa sebagai gerakan moral cenderung ter-

gantikan oleh peran LSM atau NGO’s yang identik dengan

pengkajian isu-isu strategis yang melibatkan langsung masya-

rakat sebagai subyek gerakan. Gerakannya pun bersifat

profesional dan spesifik sesuai dengan kebutuhan yang

dihadapi. Hal ini nampak dari bentuk gerakan yang dilakukan

oleh kaum profesioanal seperti gerakan lingkungan, buruh,

225

Mewujudkan Sosiologi Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

gender, masyarakat adat dan banyak lagi bentuk pergerakan

yang dilontarkan untuk mengurangi permasalahan yang ada

selama ini.

Seiring dengan perkembangan realitas perlahan-lahan

memberikan perubahan baik dari masyarakat maupun negara,

oleh karena itu bentuk gerakan yang ditawarkan pun harus

kontekstual dan berubah sesuai kebutuhan masyarakat.

Dengan terbukanya akses informasi, masyarakat mengambil

peran dalam berbagai kebijakan pemerintah, demikian dengan

keberadaan LSM dan NGO’s sebagai lembaga/organisasi yang

membangun komitmen pendampingan dan pemberdayaan

masyarakat, telah memberikan wajah dan pengertian yang

kritis tentang masyarakat sehingga dapat melakukan pemeta-

an dalam rangka mengembangkan kreasi kedalam bentuk

gerakan yang bersikap lokalistik dan spesifik. Bentuk gerakan

ini konsen terhadap permasalahan yang dikaji dengan

menyesuaikan keahlian atau skill yang telah dimiliki. Gerakan

ini seperti gerakan masyarakat Sutet dan masyarakat

pedalaman dalam menyikapi permasalahan tanah adat yang

digunakan untuk lahan pembangunan. Tetapi yang menjadi

kelemahan pada gerakan tersebut tidak dapat menekan atau

merubah kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah.

Kedua, gerakan yang dilakukan oleh mahasiswa bersifat

differgen dan particular, hal ini dikarenakan gerakan yang

dilakukan berdasarkan aspirasi kelompok tertentu yang mem-

berikan konstribusi kepada kelompoknya. Ketiga, masalah

yang berkembang di era globalisasi, teknologi, dan informasi.

Era ini telah memberikan dampak yang sangat besar men-

jadikan masyarakat dan mahasiswa berpikir pragmatis dan

instan. Sebagai bagian yang tak dapat dipisahkan dengan

Page 131: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

226

Mewujudkan Sosiologi Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

gerakan sosial, ikatan harus memberikan tawaran ide dan

gagasan yang berkaitan dengan masalah tersubut, untuk

kemudian dijadikan gerakan bersifat massif.

E. Diaspora Gerakan Ikatan

Sejarah yang berkembang selama ini dipengaruhi oleh

filsafat materialisme dialektika dikarenakan unsur dominan

dalam peradaban adalah nafsu kekuasaan mengakibatkan

penjajahan terhada manusia. God, Gospel and Glory merupa-

kan semboyan imperialisme peradaban barat. Oleh karena itu

tugas ikatan menjadikan perkembangan sejarah lebih humanis

dan religius, ini dapat dilihat dari bentuk transformasi sosial

yang dilakukan oleh para nabi sebagai utusan Tuhan.

Diaspora merupakan suatu bentuk aksiologis ikatan

setelah melalui proses mengetahui ontologi ikatan, serta

sumber pengetahuan ikatan (epistemologi). Diaspora dalam

sejarah kemanusiaannya dilakukan oleh orang-orang Yahudi.

Tetapi dalam doktrin keagamaan kita konsep tentang diaspora

sebenarnya sudah ada yakni firman Tuhan;

Apabila sholat telah dilaksanakan, maka bertebarlah kamu dimuka bumi carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. (QS. Al Jum’ah; 10).

Ayat ini merupakan seruan, bahwa setelah selesai

melaksanakan ibadah shalat, agar bertebarlah mencari karunia

Allah. Konsep ”bertebaran” memiliki kedekatan yang sama

dengan diaspora, kemudian kata sebelumnya menunjukkan

makna tentang nilai-nilai agama yang tertanam dalam shalat.

Shalat dari ayat ini sebagai sarana untuk menginternalisasi

227

Mewujudkan Sosiologi Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

agama kedalam bentuk nilai sebagai syarat sebelum melaku-

kan diaspora. Kemudian dari kata ”yang beruntung” menun-

jukkan manusia secara pribadi yang memiliki hubungan

antara sesama, hubungan sosial, dan alam.

Diaspora gerakan ini merupakan salah satu bentuk

gerakan yang terinspirasikan dari ketertindasan kaum Yahudi

terhadap sistem yang selama ini tidak meguntungkannya.

Kaum Yahudi dalam sejarahnya tertindas oleh struktur, hal

ini dapat dilihat dari zaman nabi Musa As, dimana umat

Yahudi tertindas oleh raja Mesir yakni Fir'aun dan pada

perang dunia kedua mereka dibantai secara massal oleh Hitler

dengan Nazinya. Kemudian umat Yahudi melakukan gerakan

diaspora sebagai pembuktian bahwa mereka merupakan umat

terbaik. Keberhasilan gerakan ini tidak dapat dipetik sekitar

satu tahun kemudian, tetapi satu atau dua generasi yang akan

datang. Keberhasilan gerakan yang dimiliki oleh umat Yahudi

dapat dilihat dari tokoh-tokoh dan para filosof yang sebagian

besar umat Yahudi. Bahkan zaman sekarang umat Yahudi

menguasai sebagian besar peradaban dunia. Keberhasilan

mereka jika digali secara sederhana, maka nampak etik pada

diri mereka yang membedakan dengan umat yang lain.

Mereka meyakini bahwa umat Yahudi sebagai umat terbaik

dan ini dinternalisasikan kepada umatnya untuk membukti-

kan sebagai umat pilihan Tuhan. Pada tahapan selanjutnya

Yahudi tertindas oleh sistem dan struktur sehingga ia harus

berjuang keras dengan menggunakan logika pilihan harus

hidup. Etik yang dimiliki oleh Yahudi dan kerja kerasnya

patut dijadikan pelajaran untuk refleksi kepada umat yang

lain. Menurut Paulo Freire, yang menjadikan kelemahan dari

kaum ini adalah mereka memiliki alam bawah sadar sebagai

Page 132: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

228

Mewujudkan Sosiologi Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

kaum yang tertindas, maka ketika ia berkuasa akan menjadi

seorang penindas baru. Secara tak langsung diaspora gerakan

kaum Yahudi disebabkan ketertindasan sistem dan struktur,

maka ia berjuang untuk hidup dan meraih kehidupan.

Bentuk diaspora gerakan sebenarnya sudah dilaksanakan

oleh Kiai Ahmad Dahlan dengan pesan yang singkat tetapi

memberikan arti dan makna; "Jadilah kamu seorang insinyur,

dokter, mantri tetapi kembalilah untuk Muhammadiyah".

Anjuran yang dilakukan oleh Kiai Ahmad Dahlan merupakan

pilihan yang tepat dan konstekstual jika diterapkan pada

ikatan ataupun Muhammadiyah. Sederhananya, Muhammad-

iyah ingin bahwa umatnya memiliki pengetahuan yang

beragam tetapi tidak lalai dan lupa atas pengabdiannya

terhadap Muhammadiyah. Kembalinya para kader-kader ke

Muhammadiyah diharapakan mampu memberi pengetahuan

yang baru untuk mengembangkan dan mewujudkan Muham-

madiyah yang peka terhadap realitas sosial. Tetapi sebelum

melakukan diaspora gerakan Kiai Ahmad Dahlan memberikan

etik yang membedakan seorang kader, dan memiliki kepekaan

terhadap Muhammadiyah.

Dua ilustrasi tentang diaspora gerakan yang dilakukan

oleh umat Yahudi dan Muhammadiyah dapat dikonteks-

tualisasikan dalam tubuh ikatan dengan mengambil nilai-nilai

positif dalam mengembangkan organisasi ataupun individu

kader. Ikatan memiliki jumlah kader dan latar belakang yang

beragam, hal ini dilihat dari struktur yang berada dalam

ikatan, jadi yang mesti dilakukan oleh ikatan hanyalah

pergulatan etik yang membedakan kader ikatan dengan yang

lain. Jika ikatan akan menyeragamkan potensial yang dimiliki

berarti tidak bijak dan kurang arif dalam memandang sisi

229

Mewujudkan Sosiologi Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

kader. Penyeragaman bentuk pada ikatan cenderung menjadi-

kan ikatan tidak dapat merespon perkembangan zaman

sehingga pergerakan ikatan hanya mengikuti arus utama

tanpa adanya gerakan yang baru dan kreatif. Tetapi sekali lagi

yang perlu dilakukan oleh ikatan adalah menciptakan gerakan

bersifat internal sebagai organisasi kader dan bersifat ekster-

nal sebagai organisasi pergerakan. Perjuangan gerakan bersifat

internal merupakan bentuk pengkaderan untuk mengisi

kepemimpinan yang akan datang. Ikatan dalam gerakan ini

membangun jaringan agar dapat mendistribusikan kader yang

terbaik, menempati berbagai amal usaha Muhammadiyah

dengan modal etik yang telah dimiliki. Yang tidak boleh

terlupakan sebelum melakukan gerakan diaspora adalah,

mematangkan etik ikatan berupa terbentuknya kesadaran

individu atau kolektif ikatan sebagai intelektual profetik.

Pelaksanakan etik profetik ini merupakan pilihan sadar

sebagai syarat untuk menjadi umat yang terbaik, bukan

semata-mata pemberian dari Tuhan tetapi perlu adanya kerja

keras dan melakukan aktivisme dalam sejarah, sehingga kader

ikatan tidak mudah terjebak dengan logika pragmatisme,

mampu menyiasati gerakan dengan profesional dan kreatif.

Bentuk diaspora kedalam. Diaspora ikatan kedalam

merupakan suatu kewajiban bagi ikatan dan tidak dapat

ditinggalkan dikarenakan ikatan merupakan organisasi kader

dan bertugas untuk menjadi penerus dan penyempurna

Muhammadiyah. Apa yang dilakukan oleh ikatan merupakan

penguatan jaringan dan memberikan dorongan bagi Muham-

madiyah yang tidak menjalankan amanatnya secara konse-

kuen. Ikatan memberi konstribusi pada Muhammadiyah

dalam hal disiplin keilmuan yang dimiliki masing-masing

Page 133: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

230

Mewujudkan Sosiologi Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

kadernya, dalam bahasa yang digunakan oleh Muhammad-

iyah, ikatan mendelegasikan kader terbaiknya guna mewarnai

Muhammadiyah dan memberikan corak yang berbeda dengan

ortom lain. Ikatan mengantarkan kader terbaik untuk

memberikan pencerahan, perluasan jaringan guna mengem-

bangkan bakat dan minat kader sesuai dengan disiplin

keilmuannya sehingga dalam mengabdi dalam Muhammad-

iyah para kader bersikap profesional, tidak hanya mengandal-

kan posisi kekaderannya.

Bentuk diaspora keluar. Diaspora keluar merupakan

bentuk keniscayaan guna menciptakan masyarakat yang

diidealkan oleh ikatan. Diaspora keluar dilakukan secara

kolektif atau individu kader sesuai dengan disiplin keilmuan

dan spesialisasi masing-masing kader guna melakukan

perubahan sosial. Kader dalam ikatan bersikap mandiri dan

memiliki tujuan yang sama dalam menciptakan masyarakat

yang telah diidealkan. Secara individual, ikatan berkumpul

dengan golongan profesional menciptakan gerakan sosial yang

spesifik menuju isu tertentu, bukan politis tetapi menyikapi

realitas ril. Individu kader dalam gerakannya bersifat mandiri

ataupun berkumpul dengan golongan yang professional,

mengupayakan gerakan transformasi kesadaran dengan

melakukan gerakan kebudayaan guna menciptakan masya-

rakat yang berkeadilan.

Ikatan terdiri dari berbagai individu yang berkesadaran,

dengan sendirinya ia memiliki tingkat kesadaran kolektif

yang sama, bukan dalam dataran penyeragaman tetapi sudah

dalam bentuk etik, didasari oleh kesadaran ilmu bukannya

ideologis. Gerakan ikatan terdiri atas empat macam; pertama,

diaspora gerakan masuk kedalam berbagai macam sistem.

231

Mewujudkan Sosiologi Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Ikatan sebagai gerakan intelektual profetik dengan basis

keilmuannya diharapkan dapat memasuki sistem yang ada dan

bahkan menjadi pembuat kebijakan yang memihak kepada

rakyat. Syarat yang utama bagi kader adalah melakukan

transformasi kesadaran sehingga sistem tersebut beretik

profetik dalam rangka mewujudkan keadilan. Jika kader

ikatan tidak dapat membuat kebijakan tersebut paling tidak ia

mampu mengontrol, membuat legal drafting, atau memberi

warna sebagai konstribusi terhadap bentuk kebijakan yang

berkeadilan. Demikian dengan kader-kader ikatan yang eksis

diberbagai partai politik, tetap memiliki etik ikatan guna

menciptakan kebijakan partai untuk kepentingan kemanusia-

an bukan didasari kepentingan pragmatis. Jika kader ikatan

tidak dapat mempengaruhi maka sebaiknya keluar dari sistem

dan membentuk sistem baru.

Kedua, ikatan dalam praksis melakukan pemberdayaan

dan transformasi sosial kepada masyarakat atau kelompok

yang termarginalkan. Pembentukan sistem yang adil dan

berpihak terhadap kemanusiaan merupakan suatu keniscaya-

an. Pembentukan ini merupakan pemberdayaan langsung bagi

ikatan pada kelompok yang termarginalkan oleh kebijakan

yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Penerjunan ikatan

dalam melakukan transformasi dengan mengembangkan desa

binaan dan pemberdayaan kaum yang termarginal. Pendam-

pingan yang dilakukan ikatan bersifat kontiyu, terus menerus

sehingga masyarakat memiliki keasadaran dan bersikap kritis.

Hal ini merupakan adopsi dari gerakan LSM dalam pember-

dayaan masyarakat, hanya saja ikatan memiliki etik profetik

dan tujuan yang berbeda. Pemberdayaan bentuk transformasi

dalam masyarakat bersikap langsung dengan menganggap

Page 134: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

232

Mewujudkan Sosiologi Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

bahwa masyarakat sebagai subyek perubahan dan memberi-

kan penyadaran dalam bentuk gerakan sosial atau gerakan

kebudayaan. Gerakan yang kedua ini didasarkan pada ilmu

sehingga dapat ditransformasikan sebagai masyarakat yang

berilmu, bersikap kritis, ilmiah, rasional, terbuka, tidak

terkungkung mitos, tradisi dan tak berpikir material.

Ketiga, pengalihan isu yang bersifat lokal dan kedaerahan

menjadi isu nasional. Dalam peta gerakan sosial dewasa ini,

masyarakat mulai tercerahkan dan mulai peka terhadap

ketidak adilan yang dilakukan oleh pemerintah, sehingga

memunculkan gerakan sosial yang menyebar luas hingga ke

pelosok desa. Isu-isu lokal telah memberi pengaruh terhadap

stabilitas nasional, yang oleh ikatan harus memaksimalkan

fungsi kepekaannya dalam melakukan pengkajian terhadap

permasalahan yang terjadi sekaligus memberi jalan penye-

lesaian. pengembangan isu merupakan langkah gerakan ikatan

untuk memberikan rasa solidaritas terhadap suatu kelompok

dalam melakukan pembaharuan. Pengalihan ini diharapkan

dapat merubah suatu kebijakan yang telah dikeluarkan agar

dapat ditinjau ulang atau bahkan dihentikan.

Keempat, melakukan koordinasi dengan berbagai per-

gerakan sosial yang berada dalam masyarakat guna menuntut

keadilan bersama dalam satu isu dan tujuan yang sama. Ikatan

melakukan kerjasama perluasan jaringan untuk memberikan

dukungan secara moral dan material terhadap bentuk

pembedayaan terhadap masyarakat sehingga menciptakan

kemandirian dan tidak tergantung kepada negara. Bahkan

sewaktu-waktu ikatan mengadakan aksi bersama dengan

seluruh elemen dari lembaga sosial yag konsen terhadap

pemberdayaan agar tercipta suatu keadilan dalam masyarakat.

233

Mewujudkan Sosiologi Gerakan dalam Praksis Kemanusiaan

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Gerakan sosial yang terfragmentasikan ini, oleh ikatan

disatukan dalam rangka menghadapi satu persolan yang sama

yakni masalah kemiskinan dan kemanusiaan. Sedangkan

untuk permasalahan yang lebih spesifik seperti; gender,

masyarakat adat dan keagamaan, maka sikap dan peran ikatan

adalah turut mengembil peran dan alih gerakan dengan cara

melakukan transfomasi sesuai dengan tujuan dan yang dicita-

citakan.

Gerakan diaspora ikatan baik alam bentuk keluar

ataupun kedalam merupakan perwujudan masyarakat yang

telah diidealkan. Masyarakat yang telah diidealkan menjadi

masyarakat yang berkeadilan, menjunjung tinggi hak asasi

manusia, dan tata hukum yang berlaku. Dengan kebijakan

yang adil, menjadikan nilai-nilai Islam tertanam erat hingga

menuju pada khairul ummah sebagai cita-cita kolektif dan

individu kader ikatan.

Page 135: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

234

Transformasi Profetik, Mewujudkan Khairul Ummat

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

B a g i a n

Transformasi Profetik,Mewujudkan Khairul Ummat

A. Prawacana Perubahan

Tidak ada suatu masyarakat yang tidak berubah. Sosiologi

sangat memperhatikan perubahan sosial, oleh karena itu

banyak teori yang dilahirkan untuk menganalisis tentang

perubahan sosial. Perubahan sosial merupakan proses yang

berkesinambungan, penelaahan mengenai proses tersebut

mempunyai persfektif sejarah atau evolusioner. Pada dasarnya

teori tentang perubahan sosial dapat digolongkan dalam dua

macam teori linier dan teori siklus. (H.A.R. Tilaar, Perubahan

Sosial dan Pendidikan). Perubahan sosial yang terjadi secara

terus menerus tetapi perlahan-lahan tanpa direncanakan

maka dapat dikatakan sebagai uplened social change atau

disebut sebagai perubahan sosial yang tak terencana. Perubah-

an sosial yang demikian, disebabkan oleh perubahan dalam

bidang teknologi atau globalisasi. Ada juga perubahan sosial

yang direncanakan atau didesain dan ditetapkan dalam tujuan

serta srateginya. Ini merupakan perubahan sosial planned

social change (perubahan sosial yang terencana). Perubahan

sosial yang terencana dapat dikatakan sebagai rekayasa sosial.

Dalam rekayasa sosial akan diajarkan kiat dan strategi dalam

mengubah masyarakat.

11

235

Transformasi Profetik, Mewujudkan Khairul Ummat

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Sebab-sebab perubahan dalam teori sosial beragam, ada

yang berpendapat bahwa masyarakat berubah karena ideas;

berupa pandangan hidup, pandangan ideal, dan nilai-nilai.

Teori ini sebagai penyebab utama dalam perubahan sebagai-

mana yang dikemukakan oleh Max Weber. Weber banyak

menekankan betapa berpengaruhnya idea terhadap masya-

rakat. Tesis utama weberianisme adalah pengakuan terhadap

peranan besar terhadap ideologi sebagai variabel independen

dalam perkembangan masyarakat. Hal ini seperti dilakukan

oleh nabi, perubahan sosial berdasarkan idea al Qur'an.

Perubahan dapat dilakukan oleh orang-orang kreatif, mereka

berkumpul kemudian membentuk suatu gerakan sosial untuk

memberdayakan masyarakat. (Jalaluddin Rahmat, Rekayasa

Sosial)

Pemberlakuan strategi dalam perubahan sosial dapat

dipetakan dengan dua cara ; pertama, dengan masuk kedalam

sistem, maka perubahan yang terjadi bersifat revolusioner

yang memiliki dampak menyeluruh. Perubahan terjadi dari

tingkatan atas sampai tingkatan bawah, perubahan dilakukan

dengan menggunakan kebijakan dan bersifat instruktif.

Perubahan ini dapat tercapai lewat jalur partai politik dan

birokrasi karena terkait dengan kebijakan suatu negara atau

pemerintahan.

Kedua, dengan melakukan penyadaran lewat pendidikan,

baik dilakukan oleh LSM ataupun lembaga yang bersifat

transformatif. Perubahan dilakukan melalui penyadaran ter-

hadap masyarakat dengan cara terjun secara langsung dan

melakukan pendampingan bersifat partisipatoris dan trans-

formatif. Masyarakat diajak untuk melakukan refleksi tentang

realitas kehidupannya, dan diajak untuk bersikap kritis

Page 136: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

236

Transformasi Profetik, Mewujudkan Khairul Ummat

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

terhadap kehidupan yang dialami bersama. Perubahan ini

bersifat lambat dan dilakukan oleh orang yang peduli

terhadap kehidupan sosial, biasanya lembaga itu menangani

permasalahan (bidang) tertentu atau spesifik. Hasil dari

perubahan sulit untuk dirasakan dikarenakan ia menyentuh

kerangka berpikir agar dapat mandiri dan tidak memiliki

ketergantungan.

Transformasi dalam istilah antropologi ataupun sosiologi

memiliki makna tentang perubahan yang mendalam sampai

pada perubahan nilai dan kultur. Bersamaan dengan proses

terjadinya transformasi, terjadi pula proses adaptasi, adopsi

atau seleksi terhadap kebudayaan lain. Menurut Neong

Muhadjir pengertian tersebut merupakan hasil pengamatan

atas sejarah dan bagian dari perkembangan ideologi. Misalkan

ideologi kapitalis menitik beratkan pada penumpukan kapital

(modal atau harta) yang bersifat individual. Sementara

kapitalisme menitik beratkan pada konflik antara borjuis-

proletariat sebagai strategi dalam melakukan perjuangan.

Semua filsafat sosial dan ideologi memiliki pertanyaan pokok

yang menjadi kepentingan manusia. Pertanyaan tersebut

yakni bagaimana cara mengubah masyarakat dari kondisi

sekarang ke tatanan yang lebih ideal. Selanjutnya orang atau

institusi yang mengelaborasi pertanyaan tersebut dapat

menghasilkan teori-teori sosial, memiliki fungsi menjelaskan

kondisi masyarakat secara empiris, pada masa kini dan

sekaligus memberikan wawasan tentang perubahan dan

transformasinya.

Transformasi terutama pada perubahan prilaku, dapat

lahir dari sebuah proses perubahan kesadaran dari individu

yang terdapat dalam masyarakat, yakni kesadaran mengubah

237

Transformasi Profetik, Mewujudkan Khairul Ummat

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

pemahaman, cara pandang, interpretasi dan aksinya. Untuk

pemahaman lebih lanjut, maka akan dibahas perubahan sosial

pada tokoh awal yang mempeloporinya, diantaranya; Emile

Durkeim, Max Weber, dan Karl Marx.

B. Transformasi Sosial Emile Durkheim

Menurut Durkheim dalam memandang masyarakat

bagaikan sebuah tatanan moral, yakni seperangkat tuntunan

normatif lebih ideal dari pada kenyataan material, yang

terdapat dalam kesadaran individu walaupun secara tertentu

berada di luar individu. (Tom Cembel, Tujuh Teori Sosial).

Tuntunan normatif tersebut berbentuk sentimen-sentimen

kolektif atau nilai-nilai sosial yang pada hakikatnya menjadi

dasar bagi kohesi dan integrasi sosial. Durkeim melakukan

transendensi hubungan material yang terjadi secara ril dalam

kehidupan masyarakat. Sentimen kolektif dalam masyarakat

membentuk solidaritas dalam menjalankan kehidupannya.

Durkheim menguraikan dari solidaritas tersebut dalam

masyarakat tradisonal dengan sebutan solidaritas mekanik,

mengalami perkembangan menjadi bentuk solidaritas organik

dalam masyarakat moderen yang telah mengalami pembagian

kerja. Bahwa proses transformasi sosial menurut Emile

Durkheim terjadi karena inspirasi semangat moral, nilai-nilai

atau keyakinan yang sama dalam masyarakat. Kesadaran

kolektif (collective consciousness) yang terbentuk dari

konsensus akan menciptakan gambaran kolektif yang mem-

pengaruhi pola kehidupan masyarakat secara keseluruhan,

baik yang tercermin dalam bentuk hukum ataupun

peraturan. (Suwito, Tansformasi Sosial)

Page 137: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

238

Transformasi Profetik, Mewujudkan Khairul Ummat

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Menurutnya, proses transformasi soial terjadi karena

berubahnya kesadaran kolektif dari solidaritas mekanik

kesolidaritas organik, dimana muncul perbedaan dan deferen-

siasi. Proses transformasi sosial dalam masyarakat tradisional

secara langsung ataupun tidak langsung mengakibatkan

disintegratif solidaritas mekanis. Ini artinya semakin moderen

suatu masyarakat maka akan hilang solidaritas mekanisnya,

dan sifat oraganisasi semakin nampak. Suatu masyarakat

moderen makin jelas diferensiasinya, sehingga rasionalitas

diperlukan guna terciptanya suatu konsensus. Dalam rangka

menjaga solidaritas tersebut menurut Durkheim, diperlukan

hukum repressive (menekan) atas tindakan kejahatan dan

restitutive hukuman yang bersifat akomodatif, keduanya

ditunjukkan untuk memperbaharui solidaritas.

Proses perubahan dalam perkembangan solidaritas me-

nurut Durkheim akan menimbulkan anomi-anomi dan krisis

makna, maka dalam masyarakat akan terjadi kontradiksi

sistem sosial, yakni dengan munculnya deferensiasi fungsional

karena terciptanya lembaga-lembaga ekonomi. Hal ini mem-

berikan arti bahwa perubahan dalam sruktur budaya atau

perubahan dalam nilai sosial, akan mempengaruhi perubahan

pada struktur sosial karena struktur sosial merupakan matrik

dari lembaga-lembaga sosial, termasuk lembaga-lemabaga

kepemimpinan dalam masyarakat. Perubahan struktur budaya

pada akhirnya akan mempengaruhi struktur teknik. Teori

transformasi sosial yang dikembangkan oleh Durkheim

dipengaruhi oleh konsep kemajuan manusia Auguste Comte

yang menyatakan bahwa sebuah masyarakat melewati tiga

tahap yakni; teologis atau khayal, metafisis atau abstrak,

239

Transformasi Profetik, Mewujudkan Khairul Ummat

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

ilmiah atau positifis. Namun ia hanya terpengaruh oleh corak

positivistik pada Comte.

C. Transformasi Sosial Max Weber

Transformasi sosial Max Weber dimulai dari pandngan

tentang dunia ide, pencapaian tipe idea. Pencapaian idea ini

dapat digerakan oleh dominasi dan otoritas suatu masyarakat.

Otoritas dalam masyarakat dalam pandangan Weber terbagi

menjadi tiga macam; pertama, tradisional (kepercayaan yang

mapan terhadap kesunyian tradisi), kedua, kharismatik (daya

tarik pribadi seorang pemimpin), dan ketiga, legal rasional

(komitmen terhadap seperangkat peraturan yang diundang-

kan secara resmi). Ketiganya mengontrol seluruh kekuatan

masyarakat, bahkan memunculkan birokrasi dan menjadi

sumber penting munculnya cita-cita dan nilai. Hukum baru

dimunculkan secara sadar oleh pemegang otoritas, kesadaran

kaum elit pemengang otoritas dapat mengendalikan masya-

rakat dan sejarah. Peran mereka mendorong masyarakat

untuk melakukan transformasi. Teori sosial ini secara implisit

juga dapat terlihat penjelasannya tentang transisi menuju

kaptalisme. Weber menganggap ajaran dari Protestan Calvinis

memberikan doktrin tawaran penyelamatan umat. Manusia

akan mendapatkan keselamatan dari Tuhan apabila ia

memenuhi keinginan Tuhan. Maksud dari keinginan Tuhan

antara lain usaha mandiri dan kerja keras. Kesuksesan dalam

dunia bisnis yang dicapai melalui usaha mandiri merupakan

"jalan bebas hambatan" menuju surga. Pendapat itu dipercaya

oleh Weber sebagai tipe ideal kaum calvinis, yang menjadi

asal usul bangkitnya kapitalisme.

Page 138: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

240

Transformasi Profetik, Mewujudkan Khairul Ummat

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Weber menegaskan kapitalisme berkembang bukan

hanya karena agama protestan, tetapi tanpa nilai religius

kapitalisme tidak akan berkembang. Maka hal yang perlu

diperhatikan dalam perkembangan kapitalisme adalah adanya

peraturan secara teknis mengikat dan menjamin keberhasilan

kapitalisme. Dengan menggunakan hukum rasional seorang

kapitalis akan dapat tegak secara hukum . begitu juga seorang

kapitalis tidak dapat berbuat apa-apa jika pengadilan mem-

buat keputusan hukum sesuai dengan cara-cara teknis yang

meliputi cara perhitungan rasional dengan pembuatan neraca,

kalkulasi dan sebagainya. (L. Laeyendecker, Tata Perubahan

dan Ketimpangan). Proses transformasi sosial menurut Weber

dikarenakan ada beberapa faktor yang menggerakkan,

pertama, pencapaian "tipe ideal", yang dimaksudkan dapat

terispirasi dari ajaran agama ataupun moral. Tipe ideal adalah

contoh dari kegiatan modal sosial yang dipakai dalam

memahami dan menafsirkan tingkah laku manusia atau dapat

dikatakan entitas mental dan gagasan tentang tindakan

(sebagai contoh Weber menggunakan tipe ideal kapitalis).

Kedua, organisasi otoritas, kepentingan sesuai dengan

tipe idealnya maupun kepentingan materinya, peranan

organisasi-organisasi otoritas dipandang menentukan. Fungsi

dan peran organisasi otoritas akan memberikan jaminan dan

legitimasi (tipe ideal) yang diinginkan. Hukum–hukum

rasional yang mereka ciptakan, kemudian dijadikan sandaran

dalam kreatifitas. Dengan pernyataan itu, Weber menganggap

bahwa faktor organisasi otoritas menjadi awal dari trans-

formasi, walaupun tipe ideal itu terdapat dalam masyarakat,

namun tipe ideal tersebut tidak diperjuangkan dengan

bantuan organisasi otoritas (terutama otoritas rasional), maka

241

Transformasi Profetik, Mewujudkan Khairul Ummat

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

upaya penyampaian itu tidak akan berhasil sepenuhnya.

Otoritas kaum elit di dalam masyarakat menciptakan legit-

imasi untuk mempertahankannya melalui sistem simbol

sebagai justifikasi kultur atas posisinya yang dominan secara

ekonomis atapun politis. Dominasi kaum elit pada struktur

teknik, menjadi agen perubahan budaya yang akhirnya akan

mempengaruhi struktur sosial. (Kuntowijoyo, Paradigma

Islam).

D. Transformasi Sosial Karl Marx

Transformasi sosial yang dikemukakan oleh Marx secara

filosofis dipengaruhi oleh filsafat materialisme (M. Amin Rais,

Cakrawala Islam). Filsafat materialisme memiliki anggapan

dasar bahwa kenyataan berada diluar persepsi manusia,

demikian juga kenyataan obyektif sebagai penentu terakhir

dari ide. Materialisme mengarahkan anggapan bahwa kenya-

taan sesungguhnya merupakan benda atau materi, dan

kenyataan ini diacukan untuk menjawab sejumlah soal yang

berhubungan dengan sifat dan wujud dari keberadaan. (Andi

Muawiyah Ramly, Peta Pemikiran Karl Marx). Marx tidak

mengakui hakekat atau kenyataan selain materi yang dapat

diraba, diobservasi dan dapat diukur, alam yang bukan materi

merupakan khayalan atau ilusi belaka. Kepercayaan Marx

tentang dialektika materialisme di ilhami oleh pemikiran

filosof Yunani Heraclitus, yang menyatakan bahwa dunia ini

tidak ada yang tetap atau tidak ada yang abadi (selalu

berubah). Pemikiran dilalektika juga terpengaruhi oleh GWF.

Hegel yakni dialektika idealis. Dialektika yang dimaksudkan

oleh Hegel bahwa sesuatu itu hanya benar apabila dilihat

dengan seluruh hubungannya, yang berupa negasi. Negasi

Page 139: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

242

Transformasi Profetik, Mewujudkan Khairul Ummat

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

bermaksud menghancurkan atau meniadakan, tetapi pe-

nyangkalan segi yang salah (yang membuat pernyataan itu

salah), tetapi kebenarannya tetap dipertahankan. Hingga

akhirya Hegel memahami proses dialektika melalui tiga fase,

meliputi; tesis, antitesis (sebagai lawan dari tesis), dan yang

mendamaikan diantara keduanya adalah sintesis.

Hal ini berbeda dengan Hegel, Marx mencoba membalik-

kan formulasi Hegel, yakni dialektika idealis menjadi

dialektika materialis. Marx merasa metode dialektikanya

menjadi lawan langsung dari Hegel, proses berpikir menurut

Hegel berawal dari penciptaan dunia nyata, dan dunia

merupakan manifestasi dari "idea". Sedangkan baginya terlihat

dalam cita (the ideal) tidak lain adalah dunia nyata (material

world) yang telah direfleksikan oleh pemikiran manusia dan

dipindahkan menjadi buah pemikiran. (Deliar Noer,

Pemikiran Politik di Negeri Barat) Transformasi sosial yang

dipahami oleh Marx secara filosofis memiliki turunan dari

materialisme yang akhirnya memiliki teori-teori determin-

isme historis dan materialisme historis. Marx mengatakan

hubungan manusia didalam komunitas masyarakat kembali

pada benda atau zat yang telah membentuknya. Marx juga

mengungkapkan bahwa perkembangan sesuatu (termasuk

perubahan jasmaniah atau benda) melahirkan ide, pemikiran

dan gagasan. Dalam perjalanan sejarahnya manusia dipeng-

aruhi oleh produksi yang menjadi penggerak sejarah perubah-

an sosial masyarakat. Proses perubahan masyarakat bergerak

dari komunisme primitif keperbudakan, feodal, kapitalisme

(borjuis), sosialisme dan kemudian komunisme. Komunisme

menjadi muara dalam perjalanan sosial suatu masyarakat.

Dalam menuju perkembangan tersebut, manusia tidak berarti

243

Transformasi Profetik, Mewujudkan Khairul Ummat

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

tertidur (diam) menanti perkembangan yang diinginkan.

Usaha yang dilakukan dengan cara perjuangan kelas akan

menggerakkan perubahan atau transformasi. Setiap kelas

memperjuangkan kelasnya masing-masing, oleh karena itu,

menurut Marx peranan manusia bukanlah untuk memahami

sejarah tetapi untuk menciptakan sejarah atau untuk mem-

buat sejarahnya sendiri. Marx menganalisis dalam perkem-

bangan industrialisasi menyebabkan kelas baru yakni kelas

proletar, dan kelas ini dalam masyarakat industri menjadi

miskin. Oleh karena itu menurutnya, struktur kapitalisme

menyebabkan pemiskinan masal dan memeras buruh tanpa

memperhatikan kesejahteraannya.

Perjuangan kelas dalam rangka melakukan pembebasan

dari kelas borjuis, maka kelas proletar harus bersatu meng-

gulingkan kelas penindas. Perjuangan ini akhirnya merubah

sistem sosial kemasyarakatan. Pandangan Marx tentang

perubahan sosial bahwa faktor yang menyebabkan perubahan

sosial yakni kesatuan cara pandang, nilai dan perasaan kaum

tertindas, yang membentuk dan mempengaruhi cara pandang

nilai serta ras (bahkan pembuatan aturan baru) dalam masya-

rakat yang berpangkal pada unsur material yang membentuk

struktur sosial (kelas, eksploitasi dan alienasi) sedangkan

struktur sosial akan merubahnya menjadi stuktrur teknik

(kekuasaan kelas melalui negara). Struktur kelas kekuasaan

teknik mempengaruhi budaya (nilai, cara pandang, estetika

dan dominasi kaum intelektual).

E. Transformasi Profetik

Transformasi profetik merupakan derivasi dari etika

profetik, dengan ilmu sosial profetik yang menjadikan alat

Page 140: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

244

Transformasi Profetik, Mewujudkan Khairul Ummat

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

untuk melakukan perubahan sosial, sehingga bentuk trans-

formasinya pun dinamakan dengan transformasi profetik.

Transfomrasi ini dilhami bagaimana cara nabi melakukan

transfomasi yang bukan sekedar membebaskan dari keter-

tindasan tetapi sekaligus mengarahakannya. Arahan yang

dilakukan oleh nabi dengan membentuk sistem yang lebih

berkeadilan, dan didasari oleh iman.

Hubungan KausalStruktur Budaya, Sosial dan Teknik dalam

Paradigma Transformasi Sosial (Durkeim, Weber, dan Marx)

TokohStrukturBudaya

Struktur SosialStrukturTeknik

DurkheimSentimen kolektifnilai-nilai sosial

Diferensiasi sosialdan insentif

kepemimpinan

WeberLegitimasisimbolik

Stratifikasi,akumulasi dan

kemakmuran, sertakehormatan

Dominasi;otoritas kaum

elit

MarxDominasi

intelektual,estetika dan nilai

Kelas, eksplotatifdan alienasi

Kekuasaankelas melalui

negara

Menurut Kuntowijoyo, transformasi profetik lebih dekat

dengan paradigma perubahan yang dilakukan oleh Durkheim,

dari pada paradigma transformasi yang dikemukan oleh Marx

dan Weber. Bahwa struktur sosial merupakan sentimen-

sentimen kolektif atau nilai, termasuk agama dan nilai idea-

logis. Struktur sosial kelompok sosial lebih terorganisir dalam

suatu lembaga yang tidak terlalu formal misalkan; suku, ras,

dan jama'ah. Sedangkan struktur teknik merupakan realitas

yang menjadi saran mencapai tujuan yang dicita-citakan.

Iman menjadi pelekat atau dasar sentimen kolektif dalam

245

Transformasi Profetik, Mewujudkan Khairul Ummat

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

struktur internal umat. Melalui kesadaran manusia dapat

membentuk konsep tentang struktur yang didasarkan pada

sistem nilai, sehingga orientasi kesadaran dapat dipahami

secara empirik.

Demikian dengan keberadaan ikatan, untuk memahami

ajaran Islam yang bersifat normatif diperlukan transformasi

profetik sehingga merubah kesadaran menjadi obyektif dan

ilmiah. Kesadaran yang dibawa dalam transfomasi profetik

ada dua macam; pertama, menjadikan ajaran atau nilai-nilai

agama menjadi objektif. Dalam rangka mencapai hal tersebut,

maka yang diperlukan merupakan pergeresaran paradigama

(shifting paradigm) dari ajaran Islam yang menekankan

kesalehan individu menjadi obyektif yang menekankan

kesalehan sosial. Hal ini dicontohkan oleh Amin Abdullah

dalam tasawuf, corak keagamaan yang dibawa menekankan

spiritualitas dan kesalehan individu, harus berubah menjadi

bentuk moralitas Islam yang ditujukan kepada kehidupan/

lingkungan. Selanjutnya dalam rangka menjadikan nilai Islam

dapat diterima oleh golongan lain, Kuntowijoyo menawarkan

konsep obyektifikasi terhadap al Qur'an. Obyektifikasi ini

menjadikan nilai-nilai Islam diterima oleh umat manusia

tanpa melihat dari mana asal-usulnya. Melalui obyektifikasi

menjadikan ajaran Islam bersifat obyektif (diterima oleh

siapapun) dan bukan subyektif, hanya dalam pemahaman

beragama saja (Islam).

Obyektifikasi merupakan usaha aktif untuk menjadikan

ajaran Islam dapat memberikan rahmat pada semua. tanpa

memandang, ras, warna kulit, dan agama. Misalkan umat

Islam harus berbuat adil terhadap siapapun, tanpa pandang

bulu. Obyektifikasi berasal dari internalisasi nilai, tidak dari

Page 141: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

246

Transformasi Profetik, Mewujudkan Khairul Ummat

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

subyektifikasi kondisi yang obyektif. Obyektifiksai merupa-

kan penerjemahan nilai-nilai internal kedalam kategori-

kategori obyektif. Nilai-nilai agama tereksternalisasi sehingga

mengalami obyektifikasi, dan menjadi gejala obyektif,

kemudian tersubyektifikasi dan terus berdialektika.

Eksternalisasi merupakan konkretisasi keyakinan yang

dihayati secara internal. Misalkan zakat, untuk membersihkan

harta yang dimiliki, dengan menunaikannya maka telah

membentuk eksternalisasi dan menjadi ibadah. Obyektifikasi

menempuh prosedur yang sama dengan eksternalisasi, tetapi

dalam obyektifikasi perbuatan tersebut harus sewajarnya dan

natural, tidak dilakukan semata-mata karena prilaku ke-

agamaan.

Obyektifikasi Islam bersifat sangat terbuka dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan mungkin inilah

yang dimaksudkan oleh Ahmad Syafi'i Maarif dan M. Quraish

Shihab, dengan menggunakan istilah "membumikan al

Qur'an", yang artinya kira-kira sama dengan eksternalisasi.

Obyektifikasi memerlukan umat yang dapat berpikir logis

berdasarkan fakta konkret dan empiris. Sebaliknya untuk

orang non Islam juga dapat melakukan hal yang sama melaku-

kan obyektifikasi ajarannya sehingga dapat diterima dan

dilaksanakan dari luar golongannya, dikarenkan sudah ber-

sifat natural dan sewajarnya. Misalnya, ilmu akupuntur

merupakan obyektifiksai dari ajaran Budha, sehingga ia dapat

diterima oleh semua kalangan, dihargai dan diamalkan untuk

kepentingan kemanusiaan.

Kedua, transformasi Profetik dalam bentuk merubah

kesadaran dari mitos, ideologi, kedalam bentuk kesadaran

ilmu. Periode mitos ditandai dengan cara berpikir pralogis

247

Transformasi Profetik, Mewujudkan Khairul Ummat

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

(mistik) berbentuk magi, pergerakan politik (pemberontakan)

dengan lokalisasi pedesaan, bersikap lokal sebagai latar

belakang ekonomi agraris, masyarakat petani solidaritas

mekanis, dan kepemimpinan tokoh kharismatik. Mitos me-

rupakan suatu konsep kenyataan yang mengandaikan bahwa

dunia pengalaman kita sehari-hari terus menerus disusupi

oleh keuatan yang keramat. (Peter L. Berger dan Thomas

Luckman, Tafsir Sosial Atas Kenyataan).

Menurut Kuntowijoyo setidaknya ada dua ciri berpikir

secara mitos, pertama menghindar dengan menggunakan

simbol seperti upacara ruwatan dan sesaji. Kedua, meng-

hindari yang konkret menuju yang abstrak. (Kuntowijoyo,

Selamat Tinggal Mitos Selamat Datang Realitas). Sebelum

negara ini merdeka, rakyat memitoskan ratu adil atau menanti

kedatangan Imam Mahdi (konsep Islam) yang akan berbuat

keadilan dan menyelamatkan umat dari penderitaan dan

penindasan dari pemimpin yang tiran sehingga tercipta

kedamaian. Mitos kemudian berkembang pada pemikiran

seseorang atau pada seseorang yang dianggap sebagai penye-

lamat seperti mitos Soeharato sebagai bapak pembangunan.

Pada periode ideologi setidaknya terdapat pertentangan

antara kapitalis, komunis, dan bahkan Islam (agama) yang

dianggap sebagai ideologi. Ketika agama menjadi ideologi

akan melakukan formalisasi dengan batasan-batasan kepen-

tingan politik, sifat agama yang terbuka dan luas, dibungkus

dengan kemasan ideologi dengan momen yang diangung-

angungkan tanpa peduli atas tujuan agama itu sendiri. (A.

Mustofa Bisri, Belajar Tanpa Akhir dalam Epilog, Ilusi Negara

Islam; Ekspansi Gerakan Islam Transnasional Indonesia).

Agama yang tadinya bersifat terbuka akan menjadi tertutup

Page 142: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

248

Transformasi Profetik, Mewujudkan Khairul Ummat

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dan mengakibatkan truth claim terhadap kebenaran. Selanjut-

nya dalam perode ideologi, kerangka berpikir organisasi

bercorak rasional (rasional nilai) tetapi non logis berbentuk

pengetahuan apriori tentang nilai-nilai abstrak, lokasi kota,

perkumpulan bersifat nasional, ekonomi komersial dan

industri kecil, solidariatas organis, kepemimpinan intelektual.

Berikut ini tabel pembedaan masa mitos ke ideologi;

Waktu Fakta Norma Sifat Cakupan Tujuan

MitosTidakpeduli

Konsensussosial

Irasional Lokal Utopia

Idealogi subjektifKepentingan kelompok

Rasional NasionalRekonstruk

si sosial

Ideologi, dalam melakukan perubahan sosial bersifat

rasional tetapi dalam gerakannya berdasarkan kesadaran yang

pasif. Gerakan yang dilakukan dalam kerangka pikir ideologi

berdasarkan emosi bukan rasionalitas, yang berkesadaran

hanyalah kaum elit, dan masyarakat sebagai alat untuk ber-

gerak melakukan perubahan tanpa dilibatkan secara sadar,

bentuk kesadaran masyarakat hanyalah kesadaran semu.

Kesadaran semu, dikarenakan masyarakat tidak mengerti

secara jelas tujuan dalam melakukan perubahan. Gerakan

ideologi ini menjadikan ia bersikap eksklusif dan tertutup

dengan pengetahuan yang lain. Bentuk berpikir dalam

melihat realitas sosial yang empiris dikembalikan pada

persoalan meta fisika dan tak logis, sehingga apriori dan

abstrak dalam menyelesaikan masalah.

Dalam kesadaran ideologi yang terpenting adalah

memanfaatkan atau mobilisasi massa, berbeda halnya dengan

kesadaran ilmu, mementingkan kesadaran masyarakat yang

249

Transformasi Profetik, Mewujudkan Khairul Ummat

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dapat berpikir secara logis, berdasarkan fakta konkret dan

empiris. Ajaran Islam tidak lagi dipahami dalam kerangka

ideologi, tetapi mengembangkan Islam sebagai ilmu. Ilmu

memiliki pendekatan yang bersifat kultural, berarti setiap

gagasan harus digulirkan terlebih dahulu, terserah orang

mengambil atau tidak, tidak ada dominasi atau hegemoni.

Kultural juga menggunakan kekuatan budaya, sehingga

rekonstruksi yang telah dilakukan oleh ilmu secara parsial

atau ilmu menghendaki perubahan secara terperinci. Ilmu

akan memasuki masyarakat moderen dan industrialisasi,

dikarenakan proses idustrialisasi merupakan pengembangan

dari ilmu. Sebagaimana dalam industrialisasi meniscayakan

dua hal yakni rasionalisasi dan sistemisasi. Pola pikir rasional

seperti ditunjukkan dalam perilaku ekonomi akan dominan

dalam masyarakat industri, menggantikan cara berpikir

berdasarkan nilai, persamaan dan tradisi. Sistemisasi dikarena-

kan segala sesuatu tidak lagi diatur oleh orang melainkan oleh

sistem, sistemisasi dilakukan agar segala yang berlaku secara

adil dan jujur. Segala kepentingan dan kebijakan diatur dan

dilakukan dalam kerangka sistem yang baik, politik, maupun

ekonomi. (Kuntowijoyo, Indentitas Politik Umat Islam)

Dalam kesadaran ilmu, yang dilakukanadalah menjadikan

Islam sebagai suatu agama yang obyektif (untuk siapa saja

tanpa memandang predikatnya, memandang sesuatu dari

sudut pandang yang sebenarnya, tanpa dipengaruhi keyakinan

pribadi), dapat diterima orang luar tanpa menyetujui nilai

asal. Menurut Kuntowijoyo dalam kesadaran ilmu dapat

dilihat dari berbagai hal salah satu diantaranya adalah ilmu

ekonomi Islam dan aplikasinya, politik praktis dan pemikiran

keagamaan. Ilmu ekonomi Islam yang menerapkan sistem

Page 143: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

250

Transformasi Profetik, Mewujudkan Khairul Ummat

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

perekonomian syari'ah, menggarap institusi moderen yakni

perbankan Islam (bank syari'ah) dan Baitul Maal wa Tamwil

(BMT). Selain itu, masih dalam bidang ekonomi, dengan

munculnya sekolah tinggi ekonomi syari'ah, yang menawar-

kan program keuangan dan perbankan syari'ah, akuntansi

syari'ah dan menajemen syari'ah. Selanjutnya dalam bidang

politik munculnya partai yang berangkat dan berakar dari

moral agama, kemanusiaan dan kemajemukan. Partai tersebut

memperjuangkan kedaulatan rakyat, demokrasi dan kemaju-

an, serta keadilan sosial untuk cita-cita masyarakat. Moralitas

dan kemajemukan bagi Kuntowijoyo ini, menjadi sebuah

gejala objektif. Moralitas agama berasal dari ajaran tentang

ta'aruf (saling mengenal) dan rahmatan li al alamin (rahmat

untuk semua orang). Kemajemukan juga berarti Islam meng-

akui adanya pluralisme dan sekaligus menjadi praktik politik.

Sedangkan dalam pemikiran keagamaan menjadikan

spiritualitas bercorak kesalehan individu, berubah mejadi

moralitas dalam segala hal sehingga menjadi kesalehan sosial

bagi agama, sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh semua

orang. Berikut ini merupakan bentuk bagan pemetaan

kerangka berpikir mitos, ideologi dan ilmu menurut Kunto-

wijoyo;

Dasar: Nilai Islam Mitos Ideologi IlmuCara berpikir Pralogi Nonlogis Logis

Bentuk Magi Abstrak/apriori Konkret/empiris

Transformasi profetik dalam hal ini menjadi agama

sebagai semangat moral dalam berbagai bidang sesuai dengan

keahlian masing-masing kader ikatan dan menjadikan nilai-

251

Transformasi Profetik, Mewujudkan Khairul Ummat

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

nilai agama tidak bersifat subyektif tetapi agar kader

menjadikan agama sebagai gejala obyektif. Melalui trans-

fomasi ini, masyarakat juga diarahkan pada suatu cita-cita

atau tujuan dimana manusia semakin mendekatkan diri ke-

pada Yang Maha Abadi, dan transformasi tersebut diarahkan

pada yang transendensi dengan melalui humanisasi, dan

liberasi. (Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu)

Transformasi profetik yang dilakukan oleh ikatan

merupakan bentuk kesadaran kolektif untuk mencapai cita-

cita. Transformasi juga dapat dilakukan secara individual pada

kader ikatan guna mencapai tujuan yang sama. Bentuk trans-

formasi individual dari kader ikatan merupakan upaya untuk

menanamkan kesadaran profetis pada masyarakat. Ketika

kader ikatan bergabung dengan aliran yang profesional, maka

kader tersebut mentransformasikan kesadaran ini, agar

menjadi etik oraganisasi. Selanjutnya melakukan koordinasi

intensif untuk menggalang kerjasama. Usaha yang dilakukan

ikatan melalui kesadaran kolektif, membuat kebijakan organi-

satoris yang memanusiakan manusia, bersifat liberatif dan

transenden. Ikatan dengan kesadaran kolektifnya mem-

bentuk kerja praksis kemanusiaan dalam rangka mencapai

masyarakat yang ideal. Kerja ikatan ini bersifat jangka panjang

dan holistik, menjadikan agama dengan nilai-nila idealogis-

normatif menjadi obyektif yang dapat diterima oleh seluruh

manusia tanpa tahu asal-usulnya.

F. Khairul Ummat

Menurut para filosof, manusia jika ditinjau berdasar

tabiatnya, bersifat politis, dimana memerlukan suatu organ-

isasi sosial kemasyarakatan yang dinamakan dengan pola kota

Page 144: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

252

Transformasi Profetik, Mewujudkan Khairul Ummat

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

(al madinah). Dari itu, dapat melahirkan peradaban yang

didasarkan pada manusia dalam mempertahankan hidup,

terpola dengan cara memperoleh makanan atau kejayaan.

Tidak hanya itu, manusia memerlukan kebutuhan aktualisasi

diri; pekerjaan, dunia yang profesional, dan berkerjasama

dengan yang lain. (Ibnu Khaldun, Muqaddimah). Kerjasama

yang membuat organisasi kemasyarakatan berjalan dengan

baik dan makin kompleks, menjadikan prayarat mutlak men-

ciptakan peradaban atau suatu kota. Hal tersebut pernah ter-

jadi pada organisasi kemasyarakatan yang tertata dengan adil,

telah mewujudkan masyarakat yang ideal, pada masa nabi

dikenal dengan kota “madinah”, merupakan pengejewan-

tahan khairul umat .

Khairul umah merupakan cita-cita ideal yang ingin di-

capai oleh ikatan setelah mewujudkan transformasinya.

Khairul ummah bukanlah utopia yang tak terlaksana seperti

kaum Marxisme yang mencitakan masyarakat tanpa kelas.

Tetapi bagi ikatan, khairul umah merupakan proses dan kerja

keras dalam melakukan perubahan yang perwujudannya

dapat dilaksanakan dengan menyiapkan sumber daya

sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh generasi yang akan

datang. Hal ini menjadikan ikatan berpikir kedepan dan

merupakan tugas individu kader maupun kolektif ikatan

mewujudkan cita tersebut. Khairul ummah merupakan aktiv-

isme sejarah bercorak kemanusiaan.

Khairul ummah merupakan masyarakat ilmu (ilmiah,

rasional berpikir logis, empiris dan konkret), dan berkeadilan

yang merupakan suatu masyarakat yang adil, sistem memihak

kepada kaum miskin, tanpa penindasan, dan disemangati

nilai-nilai transendensi atau senantiasa dalam naungan Tuhan.

253

Transformasi Profetik, Mewujudkan Khairul Ummat

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Transformasi profetik yang memiliki tiga pilar; humanisasi,

liberasi dan transendensi menjadikan langkah dan gerakan

ikatan dalam mewujudkan masyarakat yang ideal. Kunto-

wijoyo menyebutkan masyarakat idealnya dengan mengguna-

kan istilah garden city, merupakan proses dari masyarakat

industri lanjut. Industri lanjut ini merupakan pengkritisasian

masyarakat industri moderen.

Kuntowijoyo menggambarkan garden city sebagai per-

paduan masyarakat dari dua kebudayaan yakni kebudayaan

agraris dengan industri. Masyarakat industrial menghasilkan

kota satelit, kota diluar kota, villa-rumah diluar kesibukan,

village-desa dengan konsep kota, metropolitan kota besar,

megapolitan kota super besar. Sedangkan garden city merupa-

kan kota super besar, didalamnya terdapat taman, pertanian

dan hutan, dengan maksud secara ekologis kota tetap layak

huni dan demikian juga, secara sosial, moral, dan spiritual.

Dengan kata lain, bumi ini hanya layak dihuni oleh manusia

yang beragama. (Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid).

Garden city yang dimaksudkan sebagai rincian dari

khairul ummah, sebagai titik pangkal realisasi program kema-

nusiaan atas kelanjutan pembaharuan sosial-budaya yang ber-

basis pada kesadaran keagamaan. Dalam garden city pembela-

an kaum tertindas sebagai tema utama dari sosialisme dan

tradisi lokal yang ditempatkan dalam praksis nahi munkar,

diberi makna liberasi. Ide progres kapitalisme diberi santunan

akhlak mahmudah sebagai praksis amar ma’ruf, dan bagi

penundukan kapitalisme diberi makna humanisasi. Kedua

tindakan itu serentak dalam transendensi sebagai praksis

kesadaran iman. (Abdul Munir Mulkhan, Kepemim-pinan

Profetik dalam Satu Abad Muhammadiyah).

Page 145: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

254

Nalar Profetik-Transformatif; Dari Episteme ke Praksis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Epilog

Nalar Profetik Transformatif :dari Episteme ke Praksis

Oleh : Zakiyuddin Baidhawy

Gagasan Muhammad Abdul Halim Sani tentang mani-

festo gerakan intelektual profetik perlu memperoleh sambut-

an yang hangat dari dua sisi. Pertama, sebagai intellectual

exercise penulisnya, gagasan ini merupakan wacana yang

mesti digulirkan secara terus-menerus seperti snowball

dengan harapan dapat memancing gayung sambut pemikiran

sebaya dalam rangka memperluas perspektif dan memper-

tajam analisisnya. Kedua, kerangka pikir profetik perlu

menggugah spirit religiusitas yang momot-sensitif humanitas

dalam pergulatan kehidupan dunia yang nyata dan senantiasa

berubah.

Menurut saya, ide tentang profetisme harus terus digulir-

kan hingga benar-benar mewujudkan nalar profetik, yang

mencakup kerangka epistemik yang sistematik dan panduan

praksis untuk berhadapan dengan isu-isu kontemporer yang

berkembang. Saya menyebutnya sebagai nalar profetik-trans-

formatif (al-`aql al-nubuwwah wa al-taghyir).

Nalar profetik-transformatif bersandar pada paradigma

kenabian. Karena itu Nabi Muhammad adalah modelnya.

Penamaan paradigma ini sudah diperkenalkan oleh M. Iqbal,

intelektual dan cendekiawan Muslim Pakistan. Ia membeda-

255

Nalar Profetik-Transformatif; Dari Episteme ke Praksis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

kan antara kesadaran profetik (prophetic consciousness) dan

kesadaran mistik (mystical consciousnes). Berpangkal pada

pengalaman mi’raj, Nabi tidak menenggelamkan dirinya

sebagai mistikus yang hanyut dalam asyik masyuk perjumpa-

an dengan Tuhannya dan tidak kembali ke bumi. sebaliknya,

dengan kesadaran penuh beliau kembali ke bumi untuk

melakukan perubahan sosial guna mengubah jalannya sejarah

(Iqbal, 1981: 124). Tampaknya Kuntowijoyo (1991: 288-289)

menyetujui paradigma ini. Menurutnya, Nabi Muhammad

telah memulai suatu transformasi berdasarkan cita-cita

profetik. Ia juga menyebut ilmu sosial Islam sebagai ilmu

sosial profetik dengan metodologi ilmuisasi Islam, bukan

Islamisasi ilmu pengetahuan sebagaimana ditawarkan oleh al-

Faruqi, yang diikuti oleh M. Amien Rais.

Penulis memahami bahwa pada hakikatnya nabi dan

rasul merupakan teorisi sekaligus praktisi tauhid sosial.

Mereka mengajarkan tentang (dan memberi teladan) ketidak-

takutan untuk mengkritik masyarakat di zamannya; sekaligus

memberikan visi tentang masyarakat masa depan yang adil,

rasional, dan sejahtera; dan mereka terlibat menjadi agent of

social change par excellent.

Secara garis besar dapat disebutkan tiga ajaran sosial

profetik sebagai berikut: Pertama, mereka menentang pe-

nindasan, ketidakadilan dan eksploitasi orang miskin, musta-

dh’afin, minoritas, dan kelas pekerja dalam berbagai bentuk

dan motif. Kedua, secara normatif mereka mengartikulasikan

teori masyarakat yang benar sebagai alternatif dan jawaban

realistik untuk zamannya. Ketiga, mereka terlibat dalam

kehidupan masyarakat dan berpartisipasi dalam aksi sosial

Page 146: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

256

Nalar Profetik-Transformatif; Dari Episteme ke Praksis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

yang bertujuan mengubah masyarakat. Menurut kacamata

posmodernisme, mode of thinking semacam ini disebut se-

bagai dekonstruksi kreatif.

Tiga ajaran sosial di muka disebut sebagai paradigma

profetik yang merupakan kesatuan dari: teori kritik sosial

(naqd al-ijtima`iy), yakni kritik yang konsisten, sistematik,

komprehensif dan koheren terhadap masalah-masalah yang

terjadi dalam masyarakat dalam lapisan kehidupan sosial,

budaya, ekonomi dan politik; teori normatif sosial meng-

artikulasikan dan menawarkan suatu model masyarakat di

mana penyakit-penyakit sosial dapat dieliminasi; dan trans-

formasi praksis sebagai strategi aksi sosial yang bertujuan

untuk mengubah, mereformasi, dan atau mentransformasi

masyarakat secara rasional, adil dan benar.

Nalar profetik-transformatif mendorong religiusitas yang

memihak kemanusiaan (humanitas). Karena itu ia tidak

netral, selalu terkait dengan nilai-nilai. Maka penting untuk

dipahami bahwa gerak spiral nalar ini mesti dimulai dengan

teori kritik yang kritis bukan tradisional atas tatanan

masyarakat yang sedang berjalan. Meminjam penjelasan

Horkheimer (1968), teori kritis memiliki perbedaan karakter

dari teori tradisional.1 Teori kritis menggunakan metode

1. Dalam pemahaman tradisional teori adalah perumusan prinsip-prinsip umum dan akhir yang

melukiskan dan menginterpretasikan realitas. Maka teori tidak lain adalah keseluruhanproposisi tentang sesuatu. Ada keterpaduan di antara proposisi-proposisi itu yang terdiri daribeberapa proposisi dasar dan turunan. Horkheimer mengkaitkan lahirnya teori tradisional inidengan Descartes yang berusaha mencapai proposisi-proposisi umum dengan cara kerjadeduktif berdasarkan metode ilmu pasti. Metode ilmu pasti ini hendak digunakan dalam ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Teori tradisional memisahkan fakta dari nilai dan hanyamenganalisis fakta dengan hukum-hukum dan metode-metodenya. Teori tradisional netralterhadap fakta di luar dirinya. Oleh karena itu teori tradisional itu bersifat ideologis:

257

Nalar Profetik-Transformatif; Dari Episteme ke Praksis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dialektika terbuka yang mempunyai kekuatan kritis karena

pemikiran dialektis mencari kontradiksi-kontradiksi di dalam

masyarakat konkret. Teori Kritis hendak memberi kesadaran

bagi pembebasan manusia. Fungsinya emansipatoris.

Sesuai dengan karakter teori kritis, maka kritik sosial

dalam nalar profetik-transformatif bercirikan; pertama,

kesadaran kritis terhadap masyarakat aktual. Dengan kaca-

mata ini, ia perlu melakukan pembongkaran atas topeng-

topeng sosial yang digunakan untuk menutup-nutupi mani-

pulasi, ketimpangan dan kontradiksi-kontradiksi dalam

masyarakat. Kedua, berpikir secara historis dan berpijak pada

proses masyarakat yang historis. Nalar profetik-transformatif

berakar pada situasi pemikiran dan situasi sosial tertentu.

Ketiga, bersifat kritis terhadap dirinya sendiri. Maksudnya,

nalar profetik-transformatif menyadari risiko bahwa setiap

kritik sosial yang dikemukakannya sangat mungkin jatuh ke

dalam salah satu bentuk kecenderungan ideologis, karenanya

ia perlu mempertahankan kesahihannya melalui evaluasi,

kritik dan refleksi terhadap dirinya sendiri. Terakhir, teori

dengan maksud praksis. Artinya nalar profetik-transformatif

merupakan serangkaian teori-kritik sosial dan normatif sosial

yang tidak memisahkan dirinya dari praksis. Karena itu ia

Pertama, sikap netral melestarikan keadaan yang ada. Kenetralan berarti tidakmempertanyakan realitas, tetapi hanya menerima dan membenarkannya. Maka toeritradisional berlaku sebagai ideologi yang melestarikan kenyataan itu. Kedua, sifat teoritradisional itu a-historis: dengan memutlakkan ilmu pengetahuan universal, teori tradisionalmelupakan masyarakat dalam proses historisnya. Dengan cara ini teori merupakan penipuanideologis karena menutupi kenyataan bahwa ilmu pengetahuan hanyalah salah satu aktivitasdalam masyarakat. Ketiga, teori tradisional memisahkan teori dengan praksis. Tidakdipikirkan implikasi sosial dari teori. Maka teori tradisional tidak bertujuan mengubahkeadaan, malah melestarikan status quo masyarakat.

Page 147: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

258

Nalar Profetik-Transformatif; Dari Episteme ke Praksis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dibangun justru untuk mendorong transformasi masyarakat

dan transformasi masyarakat itu dilakukan hingga ke tahap

praksis. Jadi, nalar profetik-transformatif merupakan komit-

men praksis pemikir-pemikir kritis di dalam sejarahnya.

Nalar profetik-transformatif dan tiga ajaran sosial di

muka memandu arah perubahan sosial dalam sistem masya-

rakat. Masyarakat sebagai sebuah sistem terdiri dari lima sub

sistem yang menopangnya; sub sistem politik, ekonomi, sosial,

budaya, dan personalitas. Yang termasuk kedalam sistem

politik ialah negara, pemerintahan, partai politik, dewan

perwakilan, peradilan, birokrasi, pemilihan umum, dsb.

Sistem ekonomi mencakup pembagian kerja, dunia kerja

bisnis enterprise, sistem perbankan, finansial publik, organ-

isasi perusahaan, distribusi kekayaan dan pendapatan

nasional, dst. Sosial melingkupi keluarga, hubungan dan

jaringan kekeluargaan, persahabatan dan sebagainya. Sistem

budaya meliputi institusi keagamaan, institusi pendidikan,

organisasi ilmiah, organisasi seni, dll. Dan sistem personalitas

mencakup tipe personal yang dilahirkan oleh masyarakatnya,

pola-pola akulturasi, sosialisasi dan motivasi yang diinginkan

oleh masyarakat terhadap individu anggotanya untuk meng-

internalisasi dan menerimanya dengan tujuan agar setiap diri

setia untuk merealisasikan nilai-nilai dan tujuan masyarakat-

nya.

Lalu, bagaimana nalar profetik-transformatif mesti

meretas dalam gerakan intelektual mahasiswa Muslim, seperti

IMM? Sudah saatnya cita-cita sosial gerakan intelektual

mahasiswa Muslim tidak lagi berorientasi melahirkan para

“orientalis”, dalam arti mereka sangat intens dalam intellec-

tual exercise, namun hasil-hasil kajiannya tidak memberikan

259

Nalar Profetik-Transformatif; Dari Episteme ke Praksis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

dampak atas perubahan sosial. Para intelektual semacam ini

menguasai kajian-kajian ilmiah, dan dengan bekal pengetahu-

an ilmiahnya mereka memiliki kapital budaya (symbolic

capital). Melalui kapasitas intelektualnya pula kapital budaya

ini dapat dikembangkan menjadi kapital uang atau kapital

politik.

Dalam konteks negara-negara di dunia ketiga yang

penduduknya masih banyak berjuang meraih harkat dan

marabat yang lebih baik, mengentaskan diri dari kemiskinan,

ketertindasan dan keterbelakangan, semata-mata intellectual

exercise yang lepas dari keterikatan pada nilai (value-laden)

dan “keberpihakan” politik menjadi absurd. Keberhasilannya

sangat janggal bila hanya diukur dari sofistikasi ilmiah dan

terbatas pada nilai-nilai obyektivitas daripada asumsi-asumsi

untuk aksi emansipatoris.

Jadi, dapat dikatakan bahwa perubahan orientasi dan visi

dari gerakan intelektual mahasiswa Muslim sebagai ladang

perjuangan kultural (cultural struggle) ke perjuangan sosial

(social struggle) yang transformatif, memang menghendaki

perubahan-perubahan krusial dalam beberapa hal. Pertama,

aktivis gerakan ini perlu mengubah orientasi moderenitas-

nya di mana mereka pada umumnya merasa bangga sebagai

kelas elite baru yang tugasnya sebagai ”pemberi stempel” dan

legislasi nilai-nilai universal dan berperan utama sebagai

penafsir teks-teks kebudayaan. Akselerasi perubahan yang

demikian pesat menghendaki pergeseran peran intelektual

yang mengekor paham modernisme dan menjalankan fungsi

sebagai pemberi legitimasi atas proyek-proyek rekayasa

modernitas, misalnya good governance, civil society, dan

Page 148: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

260

Nalar Profetik-Transformatif; Dari Episteme ke Praksis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

gender. Kini saatnya kaum intelekual muda ini menyuarakan

pluralitas dan hak-hak untuk berbeda. Pergeseran peran dan

fungsi inilah yang melahirkan jenis subaltern intellectual,

subsltern activists, suatu visi yang menekankan keberanian

untuk melakukan peran sebagai artikulator, yakni intelektual

muda kritis yang menentang ketidakadilan, hegemoni dan

tatanan status quo. Intelektual kritis ini selalu peka dan

mampu bicara dan menulis tentang kedzaliman dalam ruang-

ruang publik (public sphere), menyuarakan ketertindasan

dan sekaligus sebagai saksi atasnya, serta kritik terhadap

dosa-dosa sosial demi advokasi kemanusiaan.

Dengan demikian, disini perlu ada keberanian untuk

bertanya, apakah aktivis gerakan intelektual mahasiswa

Muslim sudah siap sebagai institusi civil society yang otonom

dalam ruang publik itu? Jika pertanyaan pertama sudah

terjawab dan percaya diri sebagai otonom, pertanyaan

berikutnya adalah: untuk siapa mereka berbicara? Jawaban

atas pertanyaan kedua ini penting utuk melihat lebih lanjut

apakah sebuah gerakan intelektual mahasiswa Muslim sudah

tegak sebagai bagian dari civil society yang menyuarakan

kepentingan-kepentingan negara, kapital, pasar, dan politik

penguasa dan hegemonis, dan karenanya lebih merupakan

wakil dari kelas borjuasi baru; atau representasi suara

keberpihakan kelas menengah otonom atas mereka yang

marjinal dan tertindas dalam pusaran pembangunan dan

globalisasi. Pertanyaan-pertanyaan ini sesungguhnya ingin

menegaskan bahwa visi gerakan intelektual mahasiswa

Muslim itu lebih membutuhkan peran jamaah profetik-trans-

formatif dalam bingkai pedagogi kemanusiaan daripada organ-

isasi ke-mahasiswaan-nya itu sendiri.

261

Nalar Profetik-Transformatif; Dari Episteme ke Praksis

Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Nah, akhirnya saya berharap bahwa percikan-percikan

filosofis-paradigmatis dari Muhammad Abdul Halim Sani

dalam buku ini menjadi titik berangkat bagi upaya-upaya

intelektual berikutnya yang berkesinambungan, sekaligus

percobaan-percobaan menuju praksisnya dalam kehidupan

nyata, sehingga spirit al-Ma`un akan terus hidup dan

menyemangati manusia Muslim Indonesia yang mulai susut

juang dan susut ikhlasnya. Semoga.

Page 149: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

262 Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Jenis Ilmu

Positivistik Konstruktif Kritis Profetik

Univikasi(kesamaan antarailmu alam dengan

ilmu sosial)

Pemisahan(perbedaan dandapat disatukan)

Pemisahan(tidak ada

pemisahan dantidak disatukan)

Pemisahan(metodelogi bedadan berdiri sendiri

tak disatukan)

Vestehen(memahami danempati terhadaprealitas sosial)

Emansipatif(menjelaskan,dan

melakukanperubahan)

Transformatif(memahami,

merubah, danmengarahkan pada

cita-cita profetik)

Materialisme(yang ada

merupakan materi)

Idealisme(keberadaan

dalam pikiran)

Idealisme-Materialisme(keberadaan

pikiran dan materi)

TransendentalIdealisme

(melampaui pikirandan materi)

Empirisme(sumber

pengetahuan)

Rasionalisme(interpretasi

terhadap realitas

Empiris danRasionalis (sumber

pengetahuanempiris dan filosofis

rasional)

Empiris, Rasionalis,dan Transendental(realitas empiris,

filosofis rasional danfenomena wahyu)

Erklaren(menjelaskanrealitas sosial

yang ada)

Subyektif Obyektif-SubyektifTransendensi,

subyektif & obyektifObyektif

TunggalKeunikan dankekhususan

Plural saratperbedaan

Plural & sarat per-bedaan (majemuk)

Netraldan bebas nilai

Netraldan bebas nilai

Berpihakdan sarat nilai

Berpihakdan sarat nilai

Nomothetic (me-rumuskan hukum

universal dan tetap

Ideographic(realitas yang unik)

Ideographic(melihat keunikan

pada realitas

Ideographic(keunikan pada

realitas)

Hipotesis-teoriData-uji teori

Kasus-terlibatPahami-deskripsi

Kasus-analisamasalah

Rencana-aksi

Obyektifikasi-kasus-teori-analisa masa-lah-rencana-aksi

Deskripsi keunikan Anti generalisasiGeneralisasiDeskripsi keunikandan tak generalis

Kuantitatif Kualitatif Kualitatif Kualitatif-Kuantitatif

Kuisioner-angketWawancara-

observasiObservasi

partisipatorisWawancara-

observasi-kuisioner

Ontologi

Episteme-logi

Metodelogi

Tujuan

Pendektan

Carapandang

Sifat

Produk

Proses ilmu

Aplikasiteori

Metodelogipenelitian

Pencariandata

BAGAN ILMU SOSIAL

263Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

BAGAN KESADARAN PADA MANUSIA

Kesadaran, merupakan tindakan oleh manusia dengan mem-

pertimbangkan kemampuan yang dimiliki tanpa paksaan dan

dilakukan secara berkelanjutan dalam menghadapi realitas.

KategoriAnalisispermasalahan

Subyek sasar-an perubahan

Penyebabpermasalahan

Strategi dalamperubahan

MagicalConsciousness

Tidak adahubunganantara faktoryang terjadi

Manusia danmasyarakat takberperan tetapimetafisika

Metafisika dansupranatural

Evolusi tetapilambat (hampirstagnan)

NaiveConsciousness

Analisiskebudayaan

Manusiamemiliki peranyang besar

Manusia ataumasyarakat itusendiri

Motivasi,inovasi,kreatifitas, needfor assessment

CriticalConsciousness

Analisis struktur

Manusia danmasyarakatberperan besartetapi didukungoleh faktor yglain

Sistem danstruktur

Sistem danstruktur

ProfeticalConsciousness

Analisis struk-tur, kultur & pe-mahaman ter-hadap doktrinkeagamaan

Manusia danmasyarakatjuga faktorterhadapkeyakinan

Sistem,struktur, dankerangkaberpikir

Sistem, strukturyang adildidasari nilai-nilai Illahiah

Page 150: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

264 Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

MANIFESTO GERAKAN INTELEKTUAL PROFETIKDALAM REKONSTRUKSI PERADABAN

Interpretasi terhadap trilogi yang menjadi tri kompetensi dasar Ikatan

Rekonstruksi semboyan Ikatan

Anggun dalam Moral, Unggul dalamIntelektual

Unggul dalam Intelektual, Anggun dalamMoral dan Radikal dalam Gerakan

Terbentuknya akademisi Islam yangberakhlak mulia

KEMAHASISWAANKEAGAMAAN

KEMASYARAKATAN

IntelektualReligiusitas/TransendensiHumanitas dan Liberatif

Terjemahan Ikatan untuk kader yangmenjadi ikon gerakan dalam

transformasi sosial

Intelektual ProfetikKebutuhan Internal Ikatan & Kader yang

lahir dari dalam melalui; dialektika diri,ikatan, agama dan realitas makro

KARAKTER KADER IKATANFilsafat Manusia

(Al Basyar, Al Insan, An Nas,Abdullah, Khalifah)

Etika ProfetikBecoming Personal Kader

Ta’muruna bil ma’ruf (Humanisasi)Tan hauna ‘anil munkar (Liberasi)Tu’minuna bil Allah (Transendensi)

Kesadaran Sejarah(Aktivisme utk menentukan

dan merubah sejarah)

Kesadaran ProfetikConsciousness :

(Magical, Naïval, Critical, Profetical)

Etos Profetik(Politik, Ilmu, Ekonomi, Keadilan)

Ruang Gerak

PsikologiBasic Skill Kader dan Kolektif Ikatan

Filsafat GerakanSosiologi Gerakan

Ilmu Sosial Profetik

Transformasi Profetik(Keagamaan, Kemahasiswaan,

dan Kemasyarakatan)

Khairul Ummat(Garden City, Masyarakat Ilmu,

Masyarakat Berkeadilan)Becoming Ikatan

dan Individu Kader

Page 151: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

265Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Daftar Bacaan

Abdul Munir Mulkhan, Kesalehan Multikultural, 2000, Jakarta:

Pusat Studi Agama Peradaban

------,dalam Kata Pengantar Menggugat Muhammadiyah, 1998,

Yogyakarta: Fajar Pustaka

------,Kepemimpinan Profetik dalam Satu Abad Muhammad-iyah,

2000, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah

------,Kisah dan Pesan Kiai Ahmad Dahlan, 2007

Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Social, 1999,

Yogyakarta:Tiara Wacana

Ahmad Jainuri, Ideologi Kaum Reformis, 1999, Surabaya: Lembaga

Studi Agama dan Masyarakat

Ahmad Mustofa Bisri, Belajar Tanpa Akhir dalam Epilog, Ilusi

Negara Islam; Ekspansi Gerakan Islam Transnasional Indo-

nesia, 2006, Jakarta: Ma’arif Institute

Ahmad Taufik dkk, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme

Islam

Al Qur’an dan terjemahannya, Departemen Agama

Alex Lanur, Pengantar dalam Kata-Kata, 2002, Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama

Ali Syariati, Paradigma Kaum Tertindas, 2001, Jakarta: Al Huda

Andi Muawiyah Ramly, Peta Pemikiran Karl Marx, 1999,

Yogyakarta: LKiS

Anthony Giddens, Runaway World, 2000, Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama

Ayn Rand, Pengantar Epistemologi Objektif, 2000, Yogyakarta:

Bentang Budaya

Azyumardi Azra, Identitas dan Krisis Budaya

B. Heri Juliawan, Krangka Multikulturalisme, dalam Majalah Basis

266 Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

------,Keretaku Tak Berhenti Lama, dalam Majalah Basis

Bahrus Surur Iyuk, Teologi Amal Saleh, 2002, Surabaya: Lembaga

Kajian Agama dan Masyarakat

Charles Le Gai Eaton, Manusia, dalam Sayyed Hussein Nasr,

Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam, 2006, Bandung:

Mizan Utama

Deliar Noer, Pemikiran Politik di Negeri Barat, 1996, Bandung:

Mizan Utama

Denis Collin, Paulo Freire Kehidupan, Karya dan Pemikiran-nya,

2002, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Donny Grahal Adian, Matinya Metafisika Barat, 2001, Jakarta:

Kelompok Bambu

Doyle Paul Jonshon, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, 1994,

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Erich From, The Art of Love, 2000, Jakarta: Fres Book

Farah Wardani, Representing Islam

Francisco Budi Hardiman, Kritik Ideologi, 1994, Yogyakarta:

Kanisius

------, Ilmu Sosial dalam Diskursus Modern dan Pasca Modern,

2000, Yogyakarta: Kanisius

Franz Magnis Seseno, Berfilsafat dari Konteks, 1994, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama

------, Etika Dasar, 1994, Yogyakarta: Kanisius

------, Pemikiran Karl Marx, 1999, Yogyakarta: LKiS

George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda,

1994, Jakarta: Raja Grafindo Persada

H.A. Sholeh Dimyati, Tinjauan Al Qur’an dan Ilmu Pengetahuan

tantang Manusia, 1995, Jakarta: Media Tama

H.A.R. Tilaar, Kuasa dan Pendidikan, 2002, Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama

------,Multikulturalisme, 2007, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

------,Perubahan Sosial dan Pendidikan, 2001, Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama

Page 152: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

267Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Haedar Natshir, Pengantar dalam Muhammadiyah Gerakan Social

Keagamaan Modernis, 2001, Yogyakarta: Suara Muhammad-

iyah

Haidar Bagir, Etika Barat Etika Islam, dalam Antara al Ghazali dan

Kant, 2002, Bandung Mizan Utama

Harold H. Titus, dkk, Persoalan-Persoalan Filsafat, 1994, Bandung:

Bulan Bintang

Herry Priyono, Marginalisasi ala Neoliberal dalam Majalah Tradem

Hotman M. Siahaan, Pengantar Kearah Sejarah dan Teori Sosiologi,

1992, Jakarta: Erlangga

Ibnu Khaldun, Muqaddimah, 2000, Jakarta: Pustaka Firdaus

Ibrahim Ali Fauzi, Jurgen Habermas, 2002, Bandung: Teraju

Jalaluddin Rahmat, Rekayasa Social, 1998, Bandung: Rosda Karya

------, Madrasah Ruhani; Berguru pada Ilahi di Bulan Suci, 2000,

Bandung: Mizan Utama

John C. Raines, Marx tentang Agama, 2000, Bandung: Teraju

John Haba, Gereja dan Masyarakat Majemuk, dalam Jurnal

Kalimatus Sawa

Julia Benda, Penghianatan Kaum Cendekiawan, 1999, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama

K. Bertens, Panorama Filsafat Modern, 2005, Bandung: Teraju

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antroplogi, 1990

Kuntowijoyo, Indentitas Politik Umat Islam, 1998, Bandung: Mizan

Utama

------, Islam Sebagai Ilmu, 2001, Bandung: Teraju

------, Jalan Baru Muhammadiyah dalam Islam Murni, 2000,

Yogyakarta: Bentang Budaya

------, Muslim Tanpa Masjid, 1999, Bandung: Mizan Utama

------, Paradigma Islam: dari Interpretasi untuk Aksi, 1998,

Bandung: Mizan Utama

------, Sejarah Dinamika Umat Islam Indonesia,1996, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar

268 Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

------, Selamat Tinggal Mitos Selamat Datang Reaalitas, 2000,

Bandung: Mizan Utama

L. Laeyendecker, Tata Perubahan dan Ketimpangan, 1992, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama

Lembaga Kitab Indonesia, Alkitab dengan Kidung Jemaat

Loren Bagus, Kamus Filsafat, 1998, Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama

M. Amin Abdullah, “Al Ta’wil al Ilmi; Ke Arah Perubahan Para-

digma Penafsiran Kitab Suci” dalam Al Jami’ah, IAIN Sunan

Kalijaga

------, Antara al Ghazali dan Kant, 2002, Bandung: Mizan Uatama

------, Dinamika Islam Kultural, 1998, Bandung: Mizan Utama

M. Amin Rais, Cakrawala Islam, 1994, Bandung: Mizan Utama

M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al Qur’an; Tafsir Sosial Berdasar-

kan Konsep-Konsep Kunci, 1998, Jakarta: Paramadina

Manhaj Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah dalam www.

muhammadiyah.or.id

Mansour Fakih, Islam sebagai Alternative, dalam Islam Kiri, 2001,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

------, Manifesto Intelektual Organik, 2002, Yogyakarta: Insist Press

------,Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, 2000,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Muhaemin el-Ma'hadi, Multikulturalisme dan Pendidikan Multi-

kulturalisme, dalam Jurnal Kalimatus Sawa

Muhammad Abed al Jabiri, Formasi Nalar Arab, 2001, Yogyakarta:

Ircisod

------, Post Tradisionalism Islam, 2002, Yogyakarta: LKis

Muhammad Chirzin, Al-Quran dan Eksistensi Manusia, 2008, dalam

Majalah Suara Muhammadiyah

Muhammad Iqbal, Pembangunan Kembali Alam Pemikiran Islam,

1978, Bandung: Bulan Bintang

Musa Asy’ari, Filsafat Islam, 1999, Yogyakarta: Lembaga Studi

Agama Filsafat

Page 153: Prakata · 2020. 4. 3. · Manifesto Gerakan Intelektual Profetik v Prakata Bismillaahirrahmannirrahim, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt,

269Manifesto Gerakan Intelektual Profetik

Mustofa Abdul Chamid, Orde Baru Neoliberalsme dan Globalisasi

Kaum Miskin, dalam Majalah Tradem

Pasudi Suparlan, Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural,

dalam Jurnal Antropologi UI

Peter L. Berger dan Thomas Luckman, Tafsir Sosial Atas Kenyataan,

1992, Jakarta: LP3S

Peter Marcus, Memahami Bahasa Globalisasi, 2000, Jakarta

Qodri Azizy, Melawan Globalisasi, 2000, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Roger Garaudy, Janji-Janji Islam, 1985, Bandung: Bulan Bintang

Salam Redaksi, Kalimatun Sawa, Multi Kulturalisme Desa Global

Saleh A. Nahdi, Adam Manusia Pertama

Sara Sviri, Demikianlah Kaum Sufi Berbicara, 1998, Jakarta: Pustaka

Siti Murtiningsih, Pendidikan sebagai Alat Perlawanan, 2004,

Yogyakarta: Resist

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, 1994, Jakarta: Raja

Grafindo Persada

Sutarmo,Muhammadiyah Gerakan Sosial Keagamaan Modernis,

2001, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah

Suwito,Tansformasi Sosial, 2003, Purwokerto: STAIN Purwokerto

Press

Syamsul Hidayat dan Zakiyuddin Baidhawy, Membangun Citra

Baru Pemikiran Islam Muhammadiyah dalam Pedoman

Individuasi Kader

Thomas L. Freidman, Memahami Globalisasi, 2003, Jakarta: Obor

Tom Cembel, Tujuh Teori Sosial, 1997, Jakarta: Obor

Zainuddin Maliki, Narasi Agung, 2002, Surabaya: Lembaga Kajian

Agama Masyarakat

Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multi

Kultural, dalam Jurnal Afkar