PEMODELAN BANJIR DI DAS CILIWUNG MENGGUNAKAN MODEL ...
Transcript of PEMODELAN BANJIR DI DAS CILIWUNG MENGGUNAKAN MODEL ...
PROKONS
Vol. 10, No. 1 (Februari), Halaman 21 � 26
PEMODELAN BANJIR DI DAS CILIWUNG MENGGUNAKAN
MODEL HIDROLOGI TERDISTRIBUSI
Ratih Indri Hapsari1, Mohamad Zenurianto
2, Hari Kurnia Safitri
3, Agus Suhardono
4
1,2,4Dosen Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Malang
3Dosen Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang
Abstract
Jakarta, the capital and largest city in Indonesia, suffered severe flood year by year. The flooding was greatly
contributed by high runoff in Ciliwung River, the main river flowing through Jakarta. In this paper, the attempt to
simulate the flood in Ciliwung River using distributed hydrological model is presented. Precipitation reanalysis at
spatial and temporal resolutions of one degree and one hour from Jaxa Global Rainfall Watch is used for evaluating
the rainfall within the basin (376 km2). Understanding the characteristic of rainfall-runoff mechanisms is important
as a lesson learnt for future flood disaster mitigation. The model used in this research is BTOPMC physically
distributed hydrological model, which uses blockwise TOPMODEL for runoff generation and Muskingum-Cunge for
routing. Terrain map of study area with 30 meters resolution is obtained from ASTER-GDEM. The runoff is
simulated hourly in three points, i.e. Katulampa, Depok, and MT. Haryono, representing upstream, middle stream,
and downstream outlets. Validation by comparison with observed discharge is done in both points. The results
reveal that the model gives reasonable results in simulating flood events, showed by NSE and RMSE at Katulampa
of 56.81% and 87.58 m3/s. This simulation is useful to estimate the amount and timing of flooding which is essential
for further application in flood forecasting and disaster risk management. Some further improvements of the
simulation scheme, including utilization of radar-rainfall, field survey, and future direction for flood forecasting and
warning system development are also discussed.
Keywords: Flood, Ciliwung, Jakarta, Hydrological Model
__________________________________________________________________________________________
Pendahuluan Dalam 15 tahun terakhir, banjir besar menimpa
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya (Jakarta) hampir
setiap tahun. Beberapa kejadian terparah yang
melanda Jakarta adalah tahun 1996, 2002, 2007, dan
2013. Hujan yang terjadi di daerah Jakarta memiliki
variasi/siklus harian yang muncul secara simultan
dengan propagasi hujan secara meridional. Beberapa
fakta ini menunjukkan bahwa Sungai Ciliwung
memiliki pola fluktuasi limpasan yang unik. Kaitan
antara karakteristik limpasan dengan presipitasi di
DPS Ciliwung belum dipahami sepenuhnya.
Karakteristik ini diperlukan untuk mendukung kajian
teoritis di bidang meteorologi dan klimatologi di
Indonesia Maritime Continent.
Respon DPS terhadap hujan adalah interaksi yang
amat kompleks yang dipengaruhi oleh distribusi hujan
secara spasial dan temporal. Hubungan antara hujan
dan limpasan sepanjang waktu merupakan dasar
peramalan yang efisien untuk pengoperasian
bangunan-bangunan air, untuk mengetahui kejadian
hujan yang berkontribusi besar terhadap banjir
menggunakan model hidrologi dan perencanaan
pengendalian banjir (Linsley, 1982). Lebih jauh lagi
informasi akan banjir di masa lalu bermanfaat sebagai
lesson-learnt untuk merancang tanggap darurat banjir.
Mekanisme sistem peringatan dini banjir Jakarta
yang ada sekarang ini menggunakan monitoring tinggi
muka air di pintu air untuk memprediksi banjir di
bagian hilir berdasarkan waktu tempuh banjir tertentu
(Rahayu dan Nasu, 2010). Skema ini lebih merupakan
tindakan tanggap darurat daripada sistem perkiraan
banjir menggunakan input perkiraan meteorologi.
Prediksi banjir dengan berbagai model belum
dilaksanakan secara operasional dan baru
diintegrasikan dengan pengamatan hujan.
Prediksi banjir untuk keperluan operasional
dengan model hidrologi di sungai besar di Indonesia
seringkali belum memberikan hasil yang akurat. Besar
kemungkinan hal ini disebabkan uniknya karakter
hujan yang tidak mampu teramati dari pengukur hujan
terpusat yang ada. Riset pemodelan banjir di sungai-
sungai di Jabodetabek sebatas menggunakan input
jaringan alat ukur hujan di darat saja atau model
hidrologi non-terdistribusi saja (Santikayasa, 2006;
Farid dkk., 2011). Semua studi yang disebutkan ini
belum melibatkan model prediksi hujan untuk
peramalan banjir. Riset oleh Sulistyowati dkk. (2014)
Pemodelan Banjir d� ��� ������� �
22
menggunakan radar di DPS CIliwung, namun belum
meneliti pemodelan banjir.
Sehubungan dengan latar belakang ini diperlukan
kajian untuk memodelkan limpasan di DPS Ciliwung.
Karena ukuran DPS relatif kecil, dalam studi ini
digunakan model hidrologi fisik terdistribusi.
Observasi presipitasi terdistribusi yang tersedia di
DPS Ciliwung, yaitu dari satelit akan digunakan di
studi ini. Hasil simulasi akan dibandingkan dengan
pengamatan limpasan di tiga titik, yaitu di hulu,
tengah, dan hilir. Diharapkan kajian awal dalam studi
pengendalian banjir secara non-struktutral ini dapat
memberikan kontribusi kepada usaha-usaha
pengurangan risiko banjir di Jabodetabek.
Metode
DPS Ciliwung berada di posisi geografis
S06°07'00"�06°46'00" dan E106°49'00"�107°00'00".
DPS ini melalui Kabupaten Bogor dan Jakarta
(Gambar 1). Luas daerah tangkapan hujan Sungai
Ciliwung adalah 376 km2 dengan panjang sungai
utama 97 km. Rata-rata curah hujan adalah 3125
mm/tahun dengan rata-rata debit sungai di Stasiun
Ratujaya sebesar 16 m3/dt. Alirannya berawal dari
Gunung Mandalawangi (3002 AMSL) melalui
Gunung Salak, Kendeng, dan Halimun kemudian
melintasi Kota Bogor dan Jakarta sebelum bermuara
di Laut Jawa. Kemiringan dasar di hulu adalah 0,08, di
bagian tengah 0,01, dan di hilir adalah 0,0018
sebagaimana yang ditunjukkan di Gambar 2. Bagian
hulu DPS telah banyak mengalami kerusakan,
sedangkan pada bagian hilirnya terjadi pendangkalan
dan penyempitan akibat sampah dan pemukiman di
tepi sungai.
Alat ukur hujan manual
� Alat ukur tinggi muka air
Gambar 1. Peta lokasi DPS Ciliwung
Gambar 2. Peta topografi DPS Ciliwung
Model hidrologi sebagai komponen utama dalam
sistem peramalan banjir mentransformasikan
hyetograf hujan menjadi hidrograf banjir. Model
hidrologi fisik memiliki kelebihan dalam
merepresentasikan proses hidrologi dari lereng ke
badan sungai (Vieux & Bedient, 2003). Sistem
pemodelan yang konvensional adalah menggunakan
model non/semi-terdistribusi dengan input berupa data
hujan per titik dari alat ukur hujan di darat. Dalam
model terdistribusi, data hujan berbentuk grid dari
radar atau satelit dapat diintegrasikan langsung.
Variasi hujan dan simulasi banjirnya dapat
direpresentasikan di tiap grid sehingga dapat
meningkatkan performa simulasi.
Dalam studi ini limpasan disimulasikan secara
hidrologis dengan model BTOPMC. Block wise use of
TOPMODEL with Muskingum-Cunge flow routing
method (Takeuchi et al., 1999) adalah model hidrologi
fisik terdistribusi (Gambar 3). Model ini telah diuji di
banyak DPS di seluruh dunia untuk mengevaluasi
dampak perubahan iklim, aplikasi di ungauged basin,
serta banjir dan memberikan hasil yang baik.
Data-data spasial yang dibutuhkan diperoleh dari
free global datasets (Tabel 3.2). Pegamatan hujan
dengan satelit dibandingkan dengan pengamatan dari
alat ukur hujan manual di tiga stasiun. Hasil simulasi
debit sungai dibandingkan dengan meninjau
gelombang banjir dari hidrograf secara visual.
Kalibrasi model dilakukan secara manual dengan data
observasi tinggi muka air di Stasiun Katulampa,
Depok, dan MT. Haryono sebagai representasi daerah
hulu, tengah, dan hilir. Lokasi tiga titik ini ditunjukkan
pada Gambar 1. Untuk mengkonversi muka air
menjadi debit, diperlukan rating curve, seperti
persamaan di beberapa titik berikut ini:
- Q = 11,403(H+0,200)1,715
(Titik outlet Katulampa)
- Q = 21,500(H+0,220)1,5
(Titik outlet Depok)
B�g�r
Jakarta
C����o
�o�o�
S�����
S���o��
P��mu��
K��u��m��
D��o�
MT� ���yo�oM��������
R����
�end.� !"l #p
$ n%% & i
H'('
H)()*
(a) (b)
Pemodelan Banjir d� ��� ������� �
26
Depok, dan MT. Haryono adalah 87,58 m3/dt,
75,13 m3/dt , dan 81.29 m3/dt.
3. Susunan parameter hidrologi hasil simulasi yang
memberikan hasil terbaik telah diperoleh.
Untuk langkah penelitian selanjutnya, perlu
dilaukan simulasi untuk kasus hujan yang lebih
panjang. Di samping itu perlu juga dilakukan survey
lapangan untuk memastikan kondisi lapangan untuk
penyesuaian data-data spasial.
Daftar Pustaka
Farid, M., Mano, A., Udo, K. 2011. Modeling flood
runoff response to land cover change with rainfall
spatial distribution in urbanized catchment.
Annual J. of Hydraulic Eng. JSCE, Vol. 55.
Moriasi, D.N., Arnold, J.G., Van Liew, M.W.,
Bingner, R.L., Harmel, R.D., Veith, T.L. 2007.
Model evaluation guidelines for systematic
quantification of accuracy in watershed
simulations. Transaction of American Soc. of
Agriculture and Biological Engineers, Vol. 50(3).
Santikayasa, I.P. 2006. Modeling of flood for land use
management (Case study of Ciliwung Watershed).
Institut Pertanian Bogor Master Thesis.
Takeuchi, K., Ao, T.Q., Ishidaira, H. 1999.
Introduction of block-wise use of TOPMODEL
and Muskingum-Cunge method for hydro-
environmental simulation of a large ungauged
basin, Hydrological Science Journal, Vol. 44(4).
Vieux, B.E., Vieux, J.E., Chen, C., Howard, K.W.
2003. Operational deployment of a physics-based
distributed rainfall-runoff model for flood
forecasting in Taiwan, Proceeding of International
Symposium on Information from Weather Radar
and Distributed Hydrological Model.
Linsley, R.K. 1982. Hydrology for Engineer. New
York: McGraw-Hill.
Rahayu, H. P., S. Nasu, S. 2010. Good practices of
enhancement early warning system for high
populated cities - A case study for Jakarta flood,
Proceeding of Society for Social Management
Systems International Symposium in Kochi.
Sulistyowati, R., Hapsari, R.I., Syamsudin, F., Mori,
S., Oishi, S.T., Yamanaka, M.Y. 2014. Rainfall-
Driven Diurnal Variations of Water Level in the
Ciliwung River, West Jawa, Indonesia. Scientific
Online Letter on the Atmosphere, Vol. 10.
Moriasi, D.N., Arnold, J.G., Van Liew, M.W.,
Bingner, R.L., Harmel, R.D., Veith, T.L. 2007.
Model evaluation guidelines for systematic
quantification of accuracy in watershed
simulations. Transaction of American Soc. of
Agriculture and Biological Engineers, Vol. 50(3).