ETNOGRAFI DESA SUKAWANA, KECAMATAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/2602/1/bcac0265a67b5f...Desa...

46
i ETNOGRAFI DESA SUKAWANA, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI, BALI Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana 2015

Transcript of ETNOGRAFI DESA SUKAWANA, KECAMATAN ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/2602/1/bcac0265a67b5f...Desa...

  • i  

    ETNOGRAFI DESA SUKAWANA, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI, BALI

    Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya

    Universitas Udayana

    2015

  • ii  

    ETNOGRAFI DESA SUKAWANA, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI, BALI

    Editor 1. Aliffiati, SS, M.Si

    2. Ni Putu Diah Paramitha Ganeshwari

    Penulis 1. Drs. I Nyoman Suarsana, M.Si

    2. Dr. Purwadi, M.Hum 3. Dra. AA Ayu Murniasih, M.Si 4. Dr. Industri Ginting Suka, M.A

    5. Drs. I Ketut Kaler, M.Hum

    Pengumpul Data Ayu Dwi Kurnia Dewi Cokorda Istri Sinthia Dewi Dewa Gede Ngurah Hartawan D.P Dicna Aktenar Eka Trisma Hidayanti Fauziana Rahmat Ida Ayu Komang Candraningsih Ida Bagus Oka Wedasantara I Kadek Dwi Antara Putra I Kadek Mustika Udayana I Made Dwi Angga Permana I Putu Yudi Santika I Wayan Hartawan Komang Windu Adi Nugraha Made Andika Hadiputra E. Made Widana

    Makhrofsi Zarah Afandi Nanda Diah Andini Ni Kadek Ayu Narisma Ni Kadek Yuliani Ni Ketut Nugrahaningari Ni Luh Ekayani Ni Made Ayu Ratna Dewi Ni Putu Diah Paramitha G. Pandu Sukma Demokrat Sarah Ulina Kariny Wrediayu Cahyaningtyas Yasinta Florida Naya Yosua Maleawan Sujati Yudha Kurniawan Zania Zellini

  • iii  

    SAMBUTAN Ketua Program Studi Antropologi

    Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana

    Puja dan puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, Ida

    Sanghyang Widhi Wasa, karena berkat anugerah dan rahmat-Nya maka hasil penelitian

    mahasiswa dapat diterbitan dalam bentuk buku.

    Melalui kesempatan ini, selaku Ketua Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu

    Budaya Universitas Udayana menucapkan selamat atas terbitnya buku ini. Materi buku ini

    sepenuhnya merupakan hasil penelitian Mahasiswa Prodi Antropologi di Desa Bali Mula.

    Semoga dengan diterbitkannya buku ini mendorong mahasiswa untuk melakukan penelitian

    serta enumbuhkan budaya menulis di kalangan generasi muda, khususnya mahasiswa Prodi

    Antropologi serta meningkatka pengetahuan terhadap kearifan lokal.

    Akhirnya ucapan terima kasih sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah

    memberikan kontribusi atas terbitnya buku ini. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa dapat

    memberikan kebijaksanaan serta kekuatan kepada kita dalam berkarya mengembangkan ilmu

    pengetahuan.

    Denpasar, Oktober 2015

    Drs. I Nyoman Suarsana, M.Si.

  • iv  

    KATA PENGANTAR

    Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa maka laporan ini dapat diselesaikan dengan

    baik. Laporan ini merupakan hasil penelitian lapangan dilakukan di Desa Sukawana,

    Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli pada tanggal 23-25 Juni 2014. Penelitian dilakukan

    oleh seluruh mahasiswa semester II dan IV dan didampingi oleh dosen pendamping.

    Mahasiswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan tujuan untuk mempermudah

    koordinasi dan menggali data. Tema yang ditulis oleh mahasiswa secara umum adalah tema

    etnografi.

    Terlaksananya penelitian berkat bantuan dari berbagai pihak. Berkaitan dengan hal

    tersebut, maka melalui kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas

    Ilmu Budaya Universitas Udayana, Kaprodi Antropologi, Kepala Desa dan Bendesa serta

    para penglingsir Desa Sukawana karena atas bantuannya maka penelitian ini dapat berjalan

    dengan lancar.

    Akhirnya, tidak ada gading yang tidak retak. Laporan penelitian ini sangat jauh dari

    sempurna, maka kami mohonkan kritik yang konstruktif kepada para membaca.

    Denpasar, Oktober 2015

    Tim Peneliti Prodi Antropologi

  • v  

    DAFTAR ISI

    SAMBUTAN iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI v DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR TABEL viii DAFTAR BAGAN ix BAB I : LINGKUNGAN HIDUP DI DESA SUKAWANA 1

    1.1 Lokasi dan Lingkungan Alam 1 1.2 Pola Penggunaan Lahan 3 1.3 Keadaan Penduduk 5 1.4 Pendidikan dan Kesehatan 5 1.5 Mata Pencaharian Hidup dan Kondisi Ekonomi 9 1.6 Organisasi Sosial 10

    BAB II : SEJARAH DESA DAN MITOS 14

    2.1 Sejarah Desa Sukawana 14 2.2 Kisah Ki Suling Dalang dan Idung Lantang 16 2.3 Membunuh Babi pada Saat Tertentu Adalah Tabu 17 2.4 Mitos Goa Kaki (Kakek) Raksasa 17 2.5 Rasionalitas Tersembunyi di Balik Mitos

    Goa Kaki (Kakek) Raksasa di Desa Sukawana 18 BAB III : MATA PENCAHARIAN HIDUP MASYARAKAT

    DESA SUKAWANA 21 3.1 Sektor Pertanian 21 3.2 Peternakan 24

    BAB IV: KESATUAN HIDUP SETEMPAT 26 

    4.1 Bentuk – Bentuk Kesatuan Hidup Setempat 26 4.2 Dasar-Dasar Kesukuan dan Kelompok 28 4.3 Sistem Religi Masyarakat 29

    BAB V: SISTEM PEMERINTAHAN ADAT, DEWAN ADAT,

    DAN PEJABAT LAIN 30 5.1 Sistem Pemerintahan Desa Sukawana 30 5.2 Hubungan Antar Kelompok 33

    BAB VI : STRATIFIKASI SOSIAL DAN SISTEM PERKAWINAN 34

    6.1 Stratifikasi Sosial 34 6.2 Sistem Perkawinan 35

  • vi  

    DAFTAR PUSTAKA 36 DAFTAR INFORMAN 37

  • vii  

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1 Lingkungan Alam Desa Sukawana 1

    Gambar 2 Peta Desa Sukawana 2

    Gambar 3 Kantor Kepala Desa Sukawana 10

    Gambar 4 Pura Pucak Penulisan di Desa Sukawana 14

    Gambar 5 Wilayah Desa Sukawana Terletak di Daerah Pegunungan 19

    Gambar 6 Salah Satu Pura Subak yang Ada di Desa Sukawana 23

    Gambar 7 Salah Satu Peternakan Ayam di Desa Sukawana 24

    Gambar 8 Arca dan Lingga yang Tersimpan di Pura Pucak Penulisan 29

  • viii  

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1: Pemanfaatan Ruang Tata Guna Lahan 3

    Tabel 2: Fasilitas Umum yang terdapat di Desa Sukawana 4

    Tabel 3: Sarana dan Prasarana Pendidikan di Desa Sukawana 6

    Tabel 4: Tingkat Pendidikan Penduduk di Desa Sukawana 6

    Tabel 5: Sarana dan Prasarana Kesehatan Di Desa Sukawana 8

    Tabel 6: Penduduk Desa Sukawana Berdasarkan Mata Pencaharian Hidup 9

    Tabel 7: Jabatan dan Tugas Kepemimpinan Adat Desa Sukawana 13

  • ix  

    DAFTAR BAGAN

    Bagan 1: Struktur Organisasi Pemerintah Desa 12

    Bagan 2: Struktur Bagian Ulu Apad (Kanan-Kiri) 32

  • 1

     

    BAB I

    LINGKUNGAN HIDUP DI DESA SUKAWANA

    1.1 Lokasi dan Lingkungan Alam Desa Sukawana merupakan salah satu desa pemukiman Bali Mula yang terletak di

    Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Desa ini terletak di daerah pegunungan dengan ketinggian

    1.745 meter di atas permukaan laut. Keadaan iklim Desa Sukawana yaitu beriklim tropis, suhu

    berkisar rata-rata 23-26 derajat celsius. Curah hujan di wilayah ini termasuk dalam kategori relatif

    sedang dengan rata-rata 1.800-1.887 mm/tahun atau rata rata 149 hari kalender. Bulan November –

    Maret merupakan musim hujan, April musim pancaroba, dan Mei- Oktober musim kemarau.

    Gambar 1 Lingkungan Alam Desa Sukawana

    Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014

    Luas wilayah Desa Sukawana 33,61 km persegi atau 3.361 Ha. Secara administratif, Desa

    Sukawana tebagi dalam sembilan (9) wilayah banjar (dusun), yaitu Banjar Kuum, Banjar Kutedalem,

    Banjar Paketan, Banjar Lateng, Banjar Kubusalia, Banjar Desa, Banjar Sukawana, Banjar Tanah

    Daha, dan Banjar Munduk Lampah. Orbitrasi dari Ibu Kota Propinsi adalah 72 km, Kota Kabupaten

  • 2

     

    36 km, Ibu Kota Kecamatan 5 km. Jarak banjar dinas terjauh ke pusat pemerintahan desa adalah 5

    km. Batas wilayah administratif sebagai berikut :

    Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kutuh

    Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pinggan

    Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kintamani

    Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Daup

    Gambar 2 Peta Desa Sukawana

    Sumber: Reuter, 2005

    Daratan Desa Sukawana terdiri dari perbukitan dan lembah, terdapat berbagai tumbuhan di

    hutan sekitarnya seperti pohon pinus, cemara, puspa, dan ampupu atau kayu putih. Tumbuhan di

    hutan tersebut sangat dilindungi oleh pemerintah. Bagi siapa yang berani menebang pohon di hutan

    tersebut maka akan dihukum karena terdapat undang-undang mengenai hutan lindung dan ada polisi

    hutan yang selalu mengawasi hutan disana.

  • 3

     

    Tanah di Desa Sukawana ada yang berwarna kuning, merah, dan hitam, beberapanya ada yang

    berpasir. Tanah yang berwarna merah berada di area Subak Paka yang umumnya ditanami cengkeh

    dan ada kaitan dengan mitos terbunuhnya Kakek Raksasa (cerita dapat dilihat pada bab selanjutnya).

    Para penduduk desa banyak yang menanam jeruk, kopi, anggur, markisa, cengkeh, stroberi,

    limau, lemon, bambu, jahe, kunyit, dan bawang. Beberapa ada yang hanya dikonsumsi pribadi dan

    beberapa komoditas lainnya diperjualbelikan di pasar. Ada juga hewan yang dipelihara oleh

    penduduk Desa Sukawana yaitu anjing, ayam, sapi dan babi. Anjing selain dipelihara untuk menjaga

    rumah dapat pula dijual ke orang kota dengan kisaran harga 1-2 juta untuk satu ekor anak anjing (ras

    kintamani). Anjing yang dipelihara disana dilepas begitu saja di pekarangan rumah, kurang begitu

    mendapat perawatan yang bagus, anjing tidak diberi makan dengan baik sehingga sering berebut

    makanan dengan sesamanya. Hewan lainnya seperti ayam, sapi dan babi dipelihara di ladang.

    1.2 Pola Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di wilayah Desa Sukawana dipilah menjadi daerah pemukiman seluas 25

    Ha; tanah tegalan (ladang) seluas 2.785 Ha; hutan seluas 500 Ha; serta penggunaan lain-lain

    (fasilitas umum, pura, setra (kuburan), jalan, lapangan, dan sebagainya) seluas 51 Ha. Hal tersebut

    menunjukkan bahwa mayoritas lahan digunakan untuk tegalan atau ladang guna kepentingan aspek

    mata pencaharian hidup. Perlu digaris-bawahi bahwa daya dukung dan daya tampung lingkungan di

    Desa Sukawana masihlah sangat baik.

    Tabel 1: Pemanfaatan Ruang Tata Guna Lahan

    JENIS PEMANFAATAN LUAS WILAYAH (Ha) LUAS WILAYAH (%)

    Luas Keseluruhan 3.361 100

    Hutan 500 14

    Tegalan 2.785 82,9

    Pemukiman 25 0,7

    Lain-lain (Fasilitas Umum) 51 1,5

    Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Des)

    Desa Sukawana Tahun 2014-2019.

  • 4

     

    Sarana pendidikan yang terdapat di Desa Sukawana adalah berupa empat (4) gedung SD

    (Sekolah Dasar). Empat gedung SD tersebut merupakan sarana penunjang pembentukkan

    pengetahuan masyarakat. Menurut pernyataan Kepala Desa Sukawana periode 2014-2019, I Wayan

    Astawa, kualitas pendidikan desa masih kurang dan diperlukan adanya peningkatan motivasi siswa,

    guru dan pegawai, serta penambahan anggaran pemeliharaan sarana-prasarana sekolah.

    Selain empat (4) gedung SD, terdapat pula fasilitas umum lainnya seperti kantor desa, balai

    banjar, pasar, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan desa, lapangan umum, dan pura. Keseluruhan

    fasilitas tersebut berfungsi untuk menunjang kegiatan administratif dan pembangunan desa beserta

    masyarakatnya. Adapun banyaknya fasilitas umum yang menunjang administrasi dan pemerintahan

    desa serta pengembangan SDM dapat dilihat pada Tabel 2.

    Tabel 2 : Fasilitas Umum yang terdapat di Desa Sukawana

    NO JENIS/NAMA FASILITAS JUMLAH/LUAS LOKASI

    1 Kantor Desa 120 M Sukawana

    2 Balai Banjar 7 Buah Kuum, Kutedalem, Paketan, Lateng, Kubusalia, Munduk Lempah, Sukawana

    3 Gedung SD 4 Lokal Kutedalem, Sukawana, Kubusalia, dan Paketan

    4 Pasar Desa 1 Kutedalem 5 Jalan Provinsi 2 Km Kutedalem 6 Jalan Kabupaten 10 Km 9 Dusun 7 Jalan Desa 10 Km Desa Sukawana 8 Lapangan Umum 1 Lokal Desa Sukawana

    9 Pura Kayangan Tiga

    3 Lokal Sukawana,Kubusalia dan Kuum

    10 Pura Subak 28 Lokal Desa Sukawana

    11 Pura Setingkat kayangan desa

    3 Lokal Sukawana,Kubusalia dan Kuum

    Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Des)

    Desa Sukawana Tahun 2014-2019.

  • 5

     

    1.3 Keadaan Penduduk Jumlah penduduk Desa Sukawana berdasarkan hasil sensus pada tahun 2013 adalah 5.670

    jiwa, terdiri dari 2.970 jiwa penduduk laki-laki dan 2.700 jiwa penduduk perempuan, masuk ke

    dalam 1.576 KK (Kepala Keluarga). Tidak terdapat perincian data penduduk menurut tingkat umur

    dengan interval 5 tahun. Selain itu tidak terdapat pula angka kelahiran, kematian, dan mobilitas per

    tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa pencatatan data secara terperinci kurang dilakukan oleh

    pemerintah Desa Sukawana.

    Di Desa Sukawana tidak terdapat pembatasan jumlah penduduk/ KK karena tingkat mobilitas

    masih rendah, dan daya tampung lingkungan masih tinggi. Pendatang boleh saja menetap di Desa

    Sukawana asalkan memenuhi atau melengkapi syarat administratif dan lebih lanjut serta harus

    terlibat sebagai anggota banjar dinas, banjar adat, dan desa pekraman. Wilayah persebaran penduduk

    awalnya terpusat di daerah umah tua (rumah tua) sekitar Pura Bale Agung, namun setelah

    berkembangnya perekonomian, masyarakat banyak yang membangun rumahnya (pondoknya) di

    ladang atau di pinggir jalan utama. Hal tersebut dimaksudkan agar akses untuk bekerja lebih dekat

    dan efisien. Banyak pula masyarakat yang mewarisi rumah tua hanya tinggal di sana saat malam hari

    untuk ‘menumpang tidur’ dan esoknya kembali beraktivitas di pondok yang ada di ladang. Selain

    pada malam hari, deretan rumah tua ini hanya akan ramai pada saat pekan upacara adat. Hal itu

    karena persiapan sarana dan prasarana upacara serta lokasi pura berada dekat dengan rumah tua yang

    memakai sitem tabuan (terpusat).

    1.4 Pendidikan dan Kesehatan a. Pendidikan

    Ketersediaan sarana-prasarana pendidikan guna mendukung pengentasan wajib belajar 9

    tahun di Desa Sukawana bisa dikatakan cukup memadai di samping pemerintah juga telah

    mendukung dengan biaya pendidikan melalui program BOS yang dikelola secara partisipatif dengan

    melibatkan masyarakat melalui Komite Sekolah. Pelibatan masyarakat dalam sektor pendidikan

    dimaksudkan agar proses pendidikan dapat berjalan dengan baik. Sekali pun fasilitas pendidikan

    telah cukup memadai, bukan berarti tidak terjadi permasalahan pendidikan di tingkat masyarakat.

    Permasalahan utama yang terjadi berupa rendahnya biaya pemeliharaan sarana dan prasarana

    pendidikan, kesenjangan tingkat pendidikan antar kelompok masyarakat, seperti antara penduduk

  • 6

     

    miskin dengan kaya dan/atau antara laki-laki dan perempuan. Selain itu, kualitas pendidikan juga

    belum optimal.

    1 2 3 4 5

    1 Gedung TK _ _ _

    2 Gedung SD 4 Unit

    Br. Kutedalem,Br Tanah daha,Br Paketan dan Br. KubusaliaDesa sukawana

    Baik

    3 SMP dan Sederajat 1 Unit Dsn Kutedalem Baik5 Unit

    Tabel 3. Sarana dan Prasarana Pendidikan di Desa Sukawana

    JUMLAH

    KETERANGAN (Kondisi)NO.

    SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN

    VOLUME (Buah) Lokasi

    Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Des)

    Desa Sukawana Tahun 2014-2019.

    Berdasarkan data tabel 3 diketahui bahwa tidak terdapa fasilitas Gedung TK dan tidak ada

    SMA di sana, sehingga penduduk memiliki 2 pilihan terkait hal tersebut. Pertama menyekolahkan

    TK, SMA, atau sampai PT di luar desa, bahkan bisa hingga di luar kota. Pilihan kedua yaitu orang

    tua tidak menyekolahkan TK anaknya karena lokasi jauh dan sibuk bekerja, dan untuk pendidikan

    yang lebih tinggi seperti SMA dan PT apabila orang tuanya mampu, mereka akan menyekolahkan

    anaknya ke luar desa, bahkan sampai ke luar Kota Bangli. Berkaitan dengan tingkat pendidikan

    penduduk di Desa Sukawana dapat dilihat pada Tabel 4.

    Tabel 4 : Tingkat Pendidikan Penduduk di Desa Sukawana

    JENJANG PENDIDIKAN JUMLAH (Orang) Tidak Tamat SD 753

    Tamat SD 1.068

    Tamat SMP 718

    Tamat SMA/Sederajat 879

    Diploma III - Sarjana 211

    Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Des)

    Desa Sukawana Tahun 2014-2019.

  • 7

     

    Struktur penduduk menurut pendidikan menunjukkan kualitas sumber daya manusia yang

    dipunyai Desa Sukawana, yaitu penduduk yang tidak tamat SD sebanyak 39,8 %; tamat pendidikan

    dasar (SD) 45,1%; tamat SMP 12,2 %; tamat SLTA 7,3 %; Diploma dan Sarjana 2,4 %. Berdasarkan

    data tersebut dapat disimpulkan bahwa SDM yang kurang berkualias dan kurang memiliki

    spesialisasi tertentu banyak terdapat di Desa Sukawana. Untuk mengantisipasi pengangguran dan

    kurangnya produktivitas warga, dapat diambil solusi seperti pelatihan keterampilan kerja dan

    wirausaha, penyuluhan pertanian agar masyarakat dapat mengenal IPTEK di bidang pertanian

    sehingga dapat meningkatkan produktivitasnya. Selain itu perlu diadakan sosialisasi ke masyarakat,

    terutama ke orang tua berkaitan dengan pentingnya pendidikan sebagai investasi masa depan. Hal ini

    agar para orang tua merasa berkewajiban untuk menyekolahkan anaknya (baik laki-laki maupun

    perempuan) hingga sampai jenjang pendidikan tertinggi. Sehingga pembangunan SDM nantinya

    dapat turut serta berkontribusi terhadap pembangunan daerah.

    Selain sarana gedung sekolah, diperlukan juga penunjang lainnya untuk membangun SDM

    yang handal di Desa Sukawana, seperti Balai Latihan Kerja dan akses pendidikan melalui

    perpustakaan dan internet. Tentunya budaya membaca masyarakat juga perlu ditingkatkan. Penulis

    merasakan bahwa saat berada di Desa Sukawana sulit untuk mendapatkan sinyal, serta penduduknya

    masih kurang merasa perlu terhadap internet sehingga sedikit yang mengenal internet. Maka perlu

    diadakan penyuluhan tentang manfaat internet dan pembangunan sarana prasarananya agar

    masyarakat lebih melek terhadap perkembangan IPTEK yang ada, terlebih lagi akhir tahun 2015 ini

    kita sudah diberlakukan perdagangan bebas komunitas ekonomi ASEAN (Asean Economy Comunity

    2015). Sehingga dari sekarang perlu dipersiapkan dan digalakkan lagi pembangunan SDM dan

    IPTEK agar daya saing penduduk dapat meningkat.

    b. Kesehatan Berbicara tentang sistem pengetahuan dan pengembangan SDM tentunya tidak akan pernah

    lepas dari bidang pendidikan dan kesehatan. Dengan tingkat kesahatan yang baik, masyarakat dapat

    menjalankan aktivitasnya dengan lancar, baik aktivitas belajar maupun bekerja. Di bidang kesehatan,

    pemerintah telah menyediakan sarana-prasarana kesehatan dan tenaga medis dalam rangka untuk

    mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Secara rinci sarana dan

    prasarana kesehatan yang ada di Desa Sukawana disajikan pada Tabel 5.

  • 8

     

    1 2 3 4

    1 Puskesmas2 Pustu 1 Unit baik3 Polindes 2 Unit4 Posyandu 9 kelompok aktif

    JUMLAH

    KETERANGAN (Kondisi)NO.

    SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN

    VOLUME (Buah)

    Tabel 5. Sarana dan Prasarana Kesehatan Di Desa Sukawana

    Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Des)

    Desa Sukawana Tahun 2014-2019.

    Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa terdapat 1 unit Puskesmas Pembantu dengan kondisi

    baik dan terdapat pula 2 unit Polindes. Masyarakat biasanya hanya menggunakan sarana dan

    prasarana kesehatan dalam kegiatan Posyandu, itu pun partisipasinya masih kurang. Penduduk juga

    jarang menjalani chek-up kandungannya, namun syukurnya mereka sudah terbiasa melahirkan di

    bidan ataupun rumah sakit. Saat berjalan di daerah rumah tua yang berdekatan dengan Bale Agung,

    penulis melihat banyak sampah yang berserakan di pinggir jalan. Hal tersebut mungkin terjadi karena

    penduduk sedikit menghabiskan waktunya di rumah tua, lebih sibuk dan lebih sering berada di

    pondok dekat ladang. Hal tersebut membuat perhatian terhadap kebersihan di daerah rumah tua

    kurang diperhatikan, padahal sampah-sampah plastik yang tidak dapat cepat terurai oleh alam itu

    dapat menjadi sumber penyakit seperti demam berdarah, malaria, ataupun penyakit yang disebarkan

    oleh serangga.

    Seperti yang diterangkan di atas, masalah kesehatan kerap muncul karena kesadaran akan

    pola hidup bersih dan sehat dari masyarakat masih tetap kurang, hal ini nampak dari rendahnya

    tingkat kehadiran ibu-ibu dalam kegiatan Posyandu. Selain itu kesadaran masyarakat untuk menjaga

    lingkungannya agar bersih dan sehat sebagai langkah pencegahan penyakit masih rendah serta

    pemanfaatan potensi tanaman obat untuk menjaga kesehatan atau pengobatan masih belum

    membudaya. Oleh karena itu, berbagai program kesehatan seperti penyuluhan, revitalisasi Posyandu

    masih tetap perlu dilanjutkan, tentunya dengan meningkatkan koordinasi dengan instani pemerintah

    sekaligus mendorong keterlibatan masyarakat dalam setiap kegiatan kesehatan.

  • 9

     

    1.5 Mata Pencaharian Hidup dan Kondisi Ekonomi Struktur perekonomian Desa Sukawana masih bercorak agraris yang menitikberatkan pada

    sektor pertanian. Hal ini didukung oleh penggunaan lahan pertanian masih mempunyai porsi yang

    terbesar sebanyak 86% dari total penggunaan lahan desa. Juga 86% mata pencaharian penduduk

    menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Pada sektor ini, komoditi yang menonjol sebagai hasil

    andalan adalah holtikultura, perkebunan, palawija. Penduduk desa banyak yang menanam jeruk,

    kopi, anggur, markisa, cengkeh, stroberi, limau, lemon, bambu, jahe, kunyit, dan bawang. Berikut

    data penduduk Desa Sukawana berdasarkan mata pencaharian hidup.

    Tabel 6 : Penduduk Desa Sukawana Berdasarkan Mata Pencaharian Hidup

    Jenis Mata Pencaharian Hidup Jumlah (Orang)

    Petani, Peternak, Nelayan 4.865

    Buruh/ Tukang 300

    PNS, Pensiunan, Polisi, TNI, PTT, Pegawai 25

    Pegawai Swasta/ Usaha 229

    Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Des)

    Desa Sukawana Tahun 2014-2019.

    Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk bekerja sebagai petani,

    peternak, dan nelayan. Posisi kedua yanitu sebagai buruh atau tukang, posisi ketiga sebagai pegawai

    swasta atau memiliki usaha sendiri, dan yang paling minoritas yaitu penduduk yang bekerja sebagai

    pegawai negara.

    Beberapa sektor ekonomi yang tergolong perekonomian dasar dan menonjol di samping

    sektor pertanian adalah peternakan. Sektor peternakan memberikan prospek yang cukup bagus adalah

    ternak ayam petelor, ternak babi, anjing dan ternak sapi. Sektor peternakan yang sedang bergeliat

    adalah penggemukan sapi dan peternakan babi. Sebagai penggerak ekonomi masyarakat terdapat

    fasilitas pasar di Kintamani, Kayuambua, dan Bangli. Pada sektor jasa, yang menonjol adalah

    tumbuhnya lembaga/institusi keuangan mikro berupa koperasi, LPD, Kelompok UED sebagai

    pendukung ekonomi desa. Hal ini diharapkan akan membawa dampak positif dalam perkembangan

    ekonomi desa secara keseluruhan. Di samping itu sektor jasa yang lain adalah sektor industri

    pariwisata.

  • 10

     

    Sektor industri pariwisata yang berkembang di Desa Sukawana adalah wisata alam

    pegunungan dan Pura Penulisan, diharapkan kedua objek ini mampu mendorong perkembangan

    ekonomi desa secara keseluruhan, karena sektor ini mempengaruhi perkembangan sektor-sektor yang

    lainnya.

    1.6 Organisasi Sosial a. Kelembagaan Pemerintahan Desa

    Struktur kelembagaan di Desa Sukawana di samping kelembagaan administratif Pemerintah

    Desa dan kelembagaan dari Desa Adat/Pekraman, juga kelembagaan yang muncul atau yang

    didorong keberadaannya dari motif ekonomi, budaya, kesehatan, pendidikan dan sosial politik.

    Kelembagaan dari Pemerintahan Desa antara lain, Pemerintah Desa, BPD, LPM, PKK Desa, PKK

    Desa Sukawana. Kelembagaan bidang ekonomi misalnya, koperasi, LPD, kelompok usaha kecil,

    kelompok tani, ternak, dll. Kelembagaan bidang pendidikan seperti, Komite Sekolah, dll.

    Kelembagaan bidang kesehatan seperti Posyandu, Kelompok Dana Sehat, dll. Kelembagaan bidang

    budaya seperti sekaa gong, sekaa santi, dll. Kelembagaan bidang sosial dan politik seperti Karang

    Taruna, Lembaga Patus Kematian Suka Duka, subak abian, dll.

    Gambar 3 Kantor Kepala Desa Sukawana

    Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014

  • 11

     

    b. Pembagian Wilayah . Secara adminsitrasi Desa Sukawana terbagi dalam sembilan (9) wilayah kerja banjar dinas

    yaitu Banjar Dinas Kuum, Banjar Dinas Kutedalem, Banjar Dinas Paketan, Banjar Dinas Lateng,

    Banjar Dinas Kubusalia, Banjar Dinas Desa, Banjar Dinas Sukawana, Banjar Dinas Tanah Daha, dan

    Banjar Dinas Munduk Lampah.

    c. Struktur Organisasi Pemerintah Desa Sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Daerah Kabupaten Bangli

    Nomor 9 Tahun 2007, maka struktur pemerintahan Desa Sukawana telah lengkap. Dikepalai oleh

    seorang Perbekel (Kepala Desa), kesekretariatan dipimpin oleh Sekdes (Sekretaris Desa) dan dibantu

    lima (5) orang Kepala Urusan. Untuk di tingkat banjar dinas, Perbekel dibantu sembilan (9) orang

    Kelian Dinas Difintif. Mengenai tata hubungan kerja dapat dijelaskan dalam diagram berikut:

  • 12

     

    Bagan 1: Struktur Organisasi Pemerintah Desa

    d. Kondisi Pemerintahan Adat Seperti pada pemerintahan adat Bali Mula pada umumya, di Desa Sukawana pemerintah

    adatnya memakai sistem Ulu Apad yaitu sistem kepemimpinan yang diperoleh berdasarkan usaha

    seseorang (achived), bila bagian atasnya sudah selesai masa tugasnya (baki) karena semua anaknya

    telah menikah maka yang menggantikan posisi pimpinan adat (Jero Bayan) adalah bawahannya,

  • 13

     

    begitu seterusnya. Sistem perekrutannya yaitu anggota yang dianggap sah adalah warga asli Desa

    Sukawana yang baru menikah langsung masuk ke dalam sistem pemerintahan dan harus mengabdi

    (ngayah) sampai akhirnya ia menempati posisi tertentu sampai posisi puncak untuk memimpin

    penyelenggaraan upacara adat. Berikut jenjang posisi pemerintahan adat dari atas ke bawah.

    Tabel 7 : Jabatan dan Tugas Kepemimpinan Adat Desa Sukawana

    JABATAN ADAT JUMLAH ORANG TUGAS

    Jero Bayan 2 Orang (Kiwa / kiri dan Tengen/ kanan)

    Memimpin upacara

    Jero Bau 4 Orang (2 Kiwa dan 2 Tengen)

    Menjadi wakil Jero Bayan

    Jero Nyingguk 2 Orang Memantau kesalahan yang terjadi dalam hal adat.

    Jero Nakeh/ Penakoan

    3 Orang (Sekdon (keset don) /sekretaris, Tuwaan (lebih tua) , Nyomanan (lebih muda))

    Mengukur atau menimbang pepeson atau jumlah sarana prasarana yang haruis disumbangkan oleh warga untuk keperluan upacara adat.

    Jero Pengelanan 4 Orang Menentukan pembagian kerja dan pembagian hasil (lungsuran) upacara.

    Jero Kelian 4 Orang (2 Kiwa dan 2 Tengen)

    Mengatur, memimpin, mengelola, dan menjembatani antara posisi atas dan bawah.

    Kasinoman / Sayaa

    4 Orang Melayani (ngayahin) posisi bagian atas

    Krama Ulu Ampad

    Banyak (Semua warga Desa Sukawana yang sudah menikah masuk ke dalam krama Ulu Apad)

    Mengikuti rapat (sangkep) dan terlibat dalam upacara adat di Desa Sukawana dan pura yang berhubungan dengannya.

     

  • 14

     

    BAB II

    SEJARAH DESA DAN MITOS

    2.1 Sejarah Desa Sukawana Berdasaran bukti arkeologis yang ditemukan, sejarah Desa Sukawana dimulai pada abad ke-8

    masehi dengan ditemukannya Prasasti Raja Singa Mandawa yang mengatakan bahwa ada sebuah

    desa yang letaknya di dekat Pura Pucak Penulisan yang bernama Desa Wangun Urip, namun desa

    tersebut memiliki anggota yang masih sedikit. Sebelum prasasti tersebut ditemukan, sesungguhnya

    telah ada peninggalan berupa batu megalitik berupa menhir yang membuktikan bahwa sejak jaman

    dahulu sudah ada yang menetap di sana.

    Gambar 4 Pura Pucak Penulisan di Desa Sukawana

    Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014

    Desa Sukawana merupakan Desa Bali Mula yang masih memegang teguh tradisi aslinya.

    Menurut narasumber yang kami wawancarai, terdapat perbedaan antara Bali Aga dan Bali Mula. Bali

    Aga merupakan masyarakat asli Bali yang telah terkena pengaruh dari Majapahit, sedangkan Bali

    Mula belum. Desa Sukawana merupakan Desa Bali Mula, karena tidak terkena pengaruh dari

    Majapahit dan tidak mengenal bangunan meru (bangunan suci dengan atap bertingkat). Jaman dahulu

    tempat pemujaan hanya berupa batu-batu seperti pada waktu jaman megalitik, namun dikarenakan

    peradaban, lambat laun hal tersebut berubah.

  • 15

     

    Secara tradisi, masyarakat Desa Sukawana memiliki Hari Raya Nyepi sendiri (nyepi desa)

    yang didasarkan pada kalender tahun Bali Mula. Nyepi bagi masyarakat Desa Sukawana adalah

    penanda tutup tahun atau akhir tahun. Kalender tahun Bali Mula hanya diketahui oleh para

    penglingsir (orang yang dituakan) dan pinandita (pendeta) setempat. Kalender ini memiliki bahasa

    sendiri.

    Selain dari peninggalan berupa prasasti dan artefak, sejarah Desa Sukawana juga dapat

    ditelusuri dari sebuah legenda atau mitos. Konon, dahulu kala di kaki Gunung Wangun Urip hidup

    seorang gadis yang selama hidupnya belum menikah. Oleh karena perempuan tersebut belum

    menikah, perempuan itu dikenal dengan nama Daha Tua yang artinya Gadis Tua. Ia hidup di sekitar

    hutan. Oleh karena dihuni oleh Daha Tua, daerah di sekitar hutan itu pun disebut dengan nama

    Tanah Daha. Di tempat inilah Daha Tua menetap serta pekerjaannya adalah merabas hutan. Jika

    hutan sudah dibersihkan dan layak ditanami, maka Daha Tua itu menanaminya dengan tanaman

    bawang putih atau kesuna.

    Pekerjaan Daha Tua tiap harinya hanya menanam kesuna, di samping memelihara ayam putih

    kedas (ayam yang bulunya berwarna putih bersih) yang memiliki suara nyaring dan merdu sebagai

    penghibur hati Daha Tua itu siang dan malam. Apabila musim panen tiba, Daha Tua menyimpan

    bawang putih atau kesuna hasil panennya mempergunakan sok (sebuah bakul dari pohon bambu)

    sebagai tempat kesuna, lalu ditempatkan digubuknya di dalam hutan Tanah Daha.

    Sementara itu, di hutan sebelah utara dari tempat tinggal si Gadis Tua, ada empat jejaka

    bersaudara yang menetap tinggal di sana. Keempat jejaka itu masing masing bernama Tuwaan,

    Madenan, Nyomanan, dan Ketutan. Yang bernama Madenan tidak lagi ikut dengan ketiga

    saudaranya karena sudah menetap di tempat yang agak jauh dari tempat saudaranya tinggal. Tempat

    itu sampai saat ini dikenal dengan nama Desa Madenan.

    Suatu hari, salah satu ketiga bersaudara tersebut yakni Nyomanan mendengar suara ayam

    yang sangat merdu ketika bangun tidur di pagi hari. Suara ayam yang merdu tersebut berasal dari

    tengah Hutan Tanah Daha. Hati Nyomanan tertarik untuk mengetahui siapa yang memelihara ayam

    yang mempunyai suara merdu itu. Kemudian Nyomanan pun bergegas pergi ke arah suara ayam

    tersebut. Sesampainya ia di Hutan Tanah Daha, Nyomanan menemukan sebuah sok yang berisi

    bawang putih atau kesuna di dalam hutan. Ketika Nyomanan memperhatikan sok itu, ketika itu juga

    datang Daha Tua menghampirinya. Hati Nyomanan tertarik pada Daha Tua dan menyatakan bahwa

    Nyomanan hendak memperistrinya. Mungkin sudah kehendak dan takdir Hyang Maha Kuasa,

  • 16

     

    akhirnya mereka berdua melangsungkan perkawinan. Nyomanan tidak kembali lagi ke tempat

    saudaranya dan menetap menjalani hidup di hutan Tanah Daha.

    Karena pada saat bertemu dengan istrinya diawali dengan menemukan sok berisi kesuna di

    tengah hutan (wana), maka tempat itu pun diganti namanya menjadi Sokwana. Sokwana artinya sok

    atau bakul berisi kesuna di tengah hutan (wana). Setelah kian berkembang, tempat itu diberi nama

    Desa Sokwana, yang sekarang menjadi Desa Sukawana. Sementara itu, Hutan Tanah Daha berubah

    menjadi sebuah banjar yang sekarang bernama Banjar Tanah Daha.

    Selanjutnya dikisahkan Nyomanan inilah yang menurunkan Kraman Nyomanan di Desa

    Sukawana, sedangkan saudaranya yang menetap ditempat dulu yakni Tuwaan diyakini menurunkan

    Kraman Tuwaan. Sampai saat ini kedua kelompok (kraman) tersebut terus berkembang, bertambah

    banyak serta merupakan satu kesatuan yaitu Desa Pakraman Sukawana. Diyakini bahwa Desa

    Pakraman Sukawana awal terbentuknya berasal dari dua kelompok yaitu Nyomanan dan Tuwaan,

    namun keduanya sesungguhnya adalah tunggal dan selalu berdampingan serta bersama-sama

    membuat Desa Sukawana menjadi besar dan terus berkembang.

    2.2 Kisah Ki Suling Dalang dan Idung Lantang Di Desa Sukawana terdapat satu kisah mengenai Ki Suling Dalang dan Idung Lantang. Ki

    Kidung Dalang adalah seorang penduduk lokal yang bekerja sebagai pemburu burung merpati,

    sedangkan Idung Lantang adalah warga luar yang berwujud Ganesha. Ki Suling Dalang adalah

    seorang yang memiliki suara jernih, sedangkan Idung Lantang adalah seorang yang buruk rupa yang

    menginginkan istri dari Ki Suling Dalang yang bernama Timun Emas yang memiliki rupa yang

    cantik.

    Idung Lantang sangat menginginkan Timun emas menjadi istrinya dengan melakukan

    berbagai cara. Sebelum Ki Suling dalang pergi berburu, ia selalu mengingatkan istrinya agar tidak

    membukakan pintu untuk siapapun yang datang kecuali dirinya. Namun Idung Lantang tidak

    kehabisan akal, ia melalukan berbagai hal dengan menyuruh orang menyamar untuk bernyanyi

    seperti Ki Suling Dalang tetapi selalu gagal. Tetapi seorang pengembala ayam berhasil mengelabuhi

    Timun Emas yang membuat Timun Emas membukakan pintunya. Pada akhirnya Timun emas diculik

    paksa dan hendak diperkosa oleh Idung Lantang.

    Tetapi Timun Emas tidak kehabisan akal, ia menyuruh Idung Lantang mengambil bunga

    Cempaka Gondok. Setelah Idung Lantang naik, ditariklah hidung Idung Lantang yang membuat

  • 17

     

    hidung dan tubuhnya jatuh berserakan. Hasil dari beberapa potongan tubuh Idung Lantang yang

    berserakan seperti ibu jarinya menjadi kunyit, jari tangannya menjadi pisang kayu, telinganya

    menjadi daun dadap, kamennya menjadi bedeg dan tulangnya menjadi talenan.

    Dari mitos yang tersebar itu maka setiap puncak upacara di Pura Puncak Penulisan, seluruh

    bagian tubuh dari Idung Lantang harus ada. Pembagiannya Desa Awan membawa bedeg, Desa

    Gunung Bau membawa kukusan, Desa Lambean membawa baju, Desa Bauh membawa pucuk daun

    dadab, Desa Blantih membawa beras merah dan Desa Batih membawa talenan. Hingga sampai saat

    ini upacara tersebut masih dilaksanakan yang disebut dengan “Bangun Urip”, yang menjadikan

    kesatuan yang kuat di dalam masyarakat Desa Sukawana. Masyarakat desa Sukawana tidak dapat

    diserang magic karena dilindungi oleh leluhur berupa mantra-mantra (yang tertulis dalam prasasti D)

    dengan syarat masyarakat Desa Sukawana selalu mentaati aturan-aturan yang berlaku.

    2.3 Membunuh Babi pada Saat Tertentu Adalah Tabu Salah satu hal yang tabu pada masyarakat di Desa Sukawana adalah adanya larangan

    menggunakan, memakan, ataupun membunuh babi pada penanggalan kekeran bulan. Pada

    penanggalan ini, masyarakat tidak diperbolehkan untuk menghaturkan babi di pura dan merajan.

    Hanya di rong tiga (tempat beristana Bhatara Hyang Guru) boleh menghaturkan babi, selain itu tidak

    boleh.

    Kekeran bulan merupakan suatu aturan ataupun upacara yang dilaksanakan menjelang hari

    tilem (bulan mati) menuju purnama (bulan penuh) selama 15 hari. Kekeran Bulan merupakan aturan

    ataupun upacara untuk dilarang memotong babi yang diumumkan oleh pejuru adat (pejbat adat)

    sebelum hari Tilem Sasih Karo. Kekeran Bulan dibagi menjadi tiga pembagian waktu yaitu sasih

    ketiga, sasih keempat dan sasih ketuju (atau yang sering disebut dengan bulan posia pada

    penyambutan ulang tahun desa).

    2.4 Mitos Goa Kaki (Kakek) Raksasa Pada suatu hari hiduplah seorang manusia yang tinggi besar yang di tengah hutan yang kini

    merupakan bagian dari Desa Sukawana, ia merupakan penduduk asli yang sudah lama hidup di sana.

    Lalu datanglah penduduk baru yang entah dari mana asal mereka. Pendatang tersebut melihat sosok

    laki-laki besar tinggi itu seperti raksasa, padahal sesungguhnya dia adalah manusia. Isu keberadaan

    raksasa di tanah yang baru mereka datangi dengan sangat cepat menyebar dari mulut ke mulut.

  • 18

     

    Desakan pendatang membuat laki-laki tinggi besar yang sering disebut kaki (kakek) raksasa lebih

    memilih menyingkir ke hutan yang lebih dalam dan membuat goa sebagai tempat tinggalnya. Goa ini

    terletak di areal yang sekarang disebut Subak Paka.

    Waktu terus berjalan, masyarakat merasakan si kakek raksasa tidak mau bergaul secara aktif

    di masyarakat sehingga masyarakat merasa risih sekaligus merasa terancam dengan keberadaan si

    kakek raksasa yang tinggi besar. Selanjutnya entah berdasarkan permasalahan apa yang mengawali,

    akhirnya para penduduk berbondong-bondong datang ke goa dan membunuh si kakek raksasa.

    Darahnya berkucuran hingga akhirnya dia meninggal. Darah kakek raksasa meresap ke tanah

    sekitarnya dan akhirnuya membuat tanah itu berwarna merah.

    Kini tanah merah yang ada di Subak Paka itu dimanfaatkan sebagai areal ladang cengkeh,

    untuk menunjang perekonomian warga Desa Sukawana. Di dekat areal ini terdapat hutan dengan

    berbagai pohon-pohon besar seperti pohon pinus, cemara, puspa, dan ampupu atau kayu putih.

    Masyarakat sangat menjaga keberadaan berbagai jenis pohon di hutan tersebut. Mereka percaya

    bahwa roh kakek raksasa masih berada di goa dan sekitar hutan, sehingga pantang bagi masyarakat

    untuk memasuki goa dan pergi ke hutan pada malam hari. Pernah suatu hari ada penduduk yang tidak

    sengaja melihat cahaya bola api di tengah hutan, saat itu dia tengah berpondok di dekat ladangnya.

    Begitu pula penduduk lainnya yang juga secara tidak sengaja sering melihat cahaya bola api di

    tengah hutan dan di sekitar goa kakek raksasa pada saat malam hari, sehingga menguatkan keyakinan

    untuk tidak mengganggu hutan. Setiap pagi saat baru tiba di ladang dan sore hari saat akan pulang,

    para petani selalu memukul kentongan. Hal itu dilakukan untuk memberitahukan kedatangan serta

    kepulangan mereka, sekaligus meminta ijin kepada penghuni hutan untuk menggarap ladang.

    2.5 Rasionalitas Tersembunyi di Balik Mitos Goa Kaki (Kakek) Raksasa di Desa Sukawana Daratan Desa Sukawana terdiri dari perbukitan dan lembah, terdapat berbagai tumbuhan di

    hutan sekitarnya seperti pohon pinus, cemara, puspa, dan ampupu atau kayu putih. Tumbuhan di

    hutan tersebut sangat dilindungi oleh pemerintah, bagi siapa yang berani menebang pohon di hutan

    lindung tersebut maka akan dihukum karena terdapat UU mengenai hutan lindung dan ada polisi

    hutan yang selalu mengawasi hutan di sana.

    Jika hal di atas dikaitkan dengan mitos goa kaki (kakek) raksasa dan rohnya yang menghuni

    hutan di sekitar desa, maka alasan penduduk untuk tidak menebangi dan tidak menggangu hutan

    berpengaruh positif terhadap ekosistem sekitarnya. Hal tersebut termasuk cukup masuk akal,

  • 19

     

    mengingat bahwa daratan Desa Sukawana terdiri dari perbukitan dan lembah dengan curah hujan

    sedang, maka tanah di desa tersebut berpotensi longsor jika tidak ada pohon yang menyangga tanah

    dan menyerap air hujan.

    Gambar 5 Wilayah Desa Sukawana Terletak di Daerah Pegunungan

    Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014

    Selain itu terdapat 28 subak abian yang ada di Desa Sukawana, jika ekosistem hutan

    terganggu tentu saja akan berdampak pada keberadaan subak abian yang merupakan handalan warga

    untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Meskipun berada pada ketinggian 1.745 m di atas permukaan

    laut, berkat lestarinya hutan di Desa Sukawana masih terdapat sumber mata air yang keluar dari celah

    bebetuan di dekat tebing. Air yang keluar sedikit demi sedikit itu ditampung dalam sebuah wadah.

    Para petani yang memerlukan air untuk mengairi subak abian milik mereka dapat mengambil air di

    sana. Beruntung jika ladangnya berada di bawah sumber mata air, hanya tinggal memasang pipa ke

    bawah, maka air akan mengalir ke ladangnya, namun bagi mereka yang memiliki ladang di atas

    tebing maka harus memasang pompa air untuk menaikkan air ke atas.

    Larangan memasuki goa kaki (kakek) raksasa yang lubang goanya memiliki panjang 2 meter

    dan lebar 1 meter sangat beralasan dan masuk akal karena dengan kontur tanah merah yang labil,

  • 20

     

    serta tidak adanya celah udara di dalam goa. Maka siapapun yang masuk ke goa tersebut akan sesak

    napas karena kehabisan oksigen dan bahaya longsor dalam goa dapat saja terjadi, sehingga

    membahayakan jiwa orang yang masuk ke dalam goa tersebut. Selain itu pergi ke hutan malam-

    malam juga ditabukan, hal tersebut juga cukup masuk akal. Untuk apa orang pergi ke dalam hutan

    tengah malam? Hutan di malam hari yang gelap gulita, dengan suhu dingin yang menusuk, serta

    terdapat tebing di sekitarnya tentu saja akan membahayakan orang yang berjalan tanpa panduan

    cahaya, bisa saja orang tersebut terpleset masuk jurang atau digigit ular.

    Di luar topik ekologi, terdapat pula pesan sosial dari insiden pembunuhan kakek raksasa yang

    sebenarnya adalah manusia. Ketidakterbukaan kakek raksasa terhadap pendatang baru dan memilih

    untuk mengintimidasi dirinya dengan mengasingkan diri ke hutan yang lebih dalam membuat

    pendatang baru merasa tidak nyaman dan terancam atas sikap tersebut, sehingga untuk mematikan

    rasa takutnya penduduk membunuh kakek raksasa. Pesan sosialnya yaitu kita sebagai manusia harus

    terbuka dan beradaptasi terhadap perubahan, jika tidak maka kita akan telindas jaman. Komunikasi

    dan keharmonisan antar tetangga haruslah selalu dibangun untuk menciptakan suasana tenang,

    damai, dan aman dalam bermasyarakat.

  • 21

     

    BAB III

    MATA PENCAHARIAN HIDUP MASYARAKAT DESA SUKAWANA

    Desa Sukawana, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli merupakan daerah pegunungan

    dengan ketinggian 1.000-1.500 mdpl, curah hujan yang relatif sedang. Keadaan iklim Desa

    Sukawana adalah beriklim tropis dengan suhu berkisar 23-26 derajat celsius. Curah hujan rata-rata

    1800 s/d 1887 mm/tahun atau 149 hari kalender. Jumlah penduduk Desa Sukawana berdasarkan

    Profil Desa tahun 2013 adalah sebanyak 1.576 KK atau sebanyak 5.670 jiwa. Struktur penduduk

    menurut mata pencaharian menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk menggantungkan sumber

    kehidupannya di sektor pertanian (80%), peternakan (10%). Sektor lain yang menonjol dalam

    penyerapan tenaga kerja adalah buruh (4%), dan sektor lainnya seperti pegawai negeri, karyawan

    swata dari berbagai sektor sebanyak (6%).

    3.1 Sektor Pertanian Wilayah Desa Sukawana yang terletak di daerah dataran tinggi menjadikan daerah ini cocok

    untuk mengembangkan industri di bidang perkebunan. Berbagai macam tanaman perkebunan

    dikelola oleh masyarakat setempat seperti jeruk, cengkeh, bawang merah, kopi, tembakau, kol, dan

    markisa.

    Hampir sebagian besar penduduk Desa Sukawana yang bermata-pencaharian sebagai petani

    memanfaatkan hasil produk buah jeruk sebagai penghasilan utamanya, melihat kondisi alam yang

    sangat mendukung untuk pertumbuhan buah jeruk. Terdapat berbagai jenis buah jeruk yang biasanya

    mereka tanam di lahan mereka masing-masing, di antaranya jeruk sumaga, jeruk keprok, jeruk peras,

    jeruk spuntan/nyonyok, dan jeruk slayer. Dari kelima jenis jeruk tersebut, yang paling banyak

    ditanam yaitu jeruk sumaga dan jeruk spuntan karena rasanya yang manis dan memiliki harga jual

    yang relatif lebih tinggi.

    Kisaran harga masing-masing per kilo dari buah jeruk tersebut yaitu jeruk sumaga Rp.4.000-

    an, jeruk keprok Rp.4.000-an, jeruk peras Rp.3.000-an, jeruk spuntan Rp.6.000-an, jeruk slayer

    Rp.4.000-an. Harga buah jeruk ini dapat berubah-ubah mengikuti musim. Biasanya musim panen

    buah jeruk di Desa Sukawana yaitu pada bulan Juli sampai September.

    Pada tahun 2013, terdapat 750 hektar perkebunan jeruk dengan nilai produksi sebesar 97,5

    miliar. Dalam pengelolaan perkebunan jeruk ada dua macam pengelolaan yaitu dikelola sendiri oleh

  • 22

     

    pemilik lahan (mulai dari pembiayaan , penanaman, perawatan hingga panen), serta ada pula dikelola

    dengan sistem nyakap dimana pemilik lahan akan bekerja sama dengan pihak lain untuk mengelola

    perkebuanan jeruknya. Pemilik lahan yang menyediakan lahan dan membiayai produksi lahan,

    sementara itu pihak lain yang diajak bekerja sama (yang nyakap) bertugas dalam proses penanaman

    hingga panen. Untuk hasil panen jeruk akan dibagi bersama dengan pembagian 60 % untuk pemilik

    lahan dan 40 % untuk pihak yang nyakap.

    Penanaman jeruk memerlukan waktu kurang lebih 3 tahun dari masa pembibitan hingga dapat

    berbuah. Bibitnya didatangkan dari Singaraja. Masa bertahan tumbuh sebuah pohon jeruk bisa

    mencapai 25 tahun. Panen raya diadakan setiap setahun sekali. Pupuk yang digunakan masyarakat

    adalah pupuk buatan pabrik (pupuk urea), di samping juga menggunakan pupuk kandang.

    Jika satu area kebun jeruk dikelola oleh sebuah keluarga, maka sistem pembagian kerja cukup

    dilakukan dengan memanfaatkan tenaga keluarga yakni bapak, ibu dan anak. Tenaga pekerja upah

    hanya akan digunakan jika telah memasuki masa panen. Upah yang diberikan pada pekerja rata-rata

    Rp.50.000 per orang dalam seharinya.

    Selain memanen secara swadaya, ada juga sistem yang disebut majeg yaitu panen tidak

    dilakukan oleh petani, melainkan dilakukan oleh pihak pembeli (pemajeg) atau sering disebut

    tengkulak. Dalam proses jual beli antara tengkulak dengan petani jeruk akan ada proses tawar-

    menawar. Untuk penetapan harga jual akan dihitung dengan cara melihat kelebatan buah jeruknya

    dan akan dikalikan sejumlah pohon jeruk yang ada. Kisaran harganya antara 30 sampai 70 juta sekali

    panen per satu hektar.

    Komoditi lain yang banyak dikembangkan adalah cengkeh yang yang memiliki nilai ekonomi

    yang tinggi. Cengkeh biasa dimanfaatkan sebagai rempah-rempah, bahan campuran rokok kretek

    atau bahan dalam pembuatan minyak atsiri. Perkebunan cengkeh banyak terdapat di Banjar

    Kubusalia, mengingat kondisi fisik lingkungan di sana tidak cocok untuk ditanami buah jeruk.

    Dalam proses pengolahannya, cengkeh sebelumnya perlu dijemur agar kering kurang lebih

    selama 4 sampai 5 hari. Dari awal bibit ditanam hingga untuk mendapatkan hasil panen yang pertama

    membutuhkan waktu 3 bulan, kemudian untuk panen-panen selanjutnya dapat dipanen setiap tahun

    sekali. Harga jual dari cengkeh saat ini adalah berkisar Rp.60.000 sampai Rp.100.000 per

    kilogramnya.

  • 23

     

    Selain jeruk dan cengkeh, kopi menjadi salah satu komoditi yang dikembangkan di Desa

    Sukawana ini. Hasil panen kopi dari lahan sekitar 1 hektar mencapai 5 sampai 7 karung, di mana

    masing-masing karung beratnya hingga 100-200 kilogram.

    Menurut salah satu sumber, sebagian masyarakat mengolah lahan mereka dengan berbagai

    tanaman, tidak hanya satu komoditi saja. Bahkan ada yang dalam satu keluarga mereka menggarap

    perkebunan jeruk, kopi dan cengkeh secara bersamaan dan ditambah pula dengan beternak ayam.

    Pembagian waktu kerja disesuaikan, ketika akan memasuki panen jeruk, mereka akan fokus

    menangani tanaman jeruk, begitu pula ketika memasuki masa panen cengkeh dan kopi.

    Sebagai wadah sosial profesi petani, terdapat organisasi sosial di bidang pertanian yang

    disebut subak abian. Terdapat 28 subak abian di wilayah Desa Sukawana yang mewilayahi tegalan

    (ladang) seluas 2.785 hektar. Organisasi subak abian ini sangat menjungjung tinggi konsep Tri Hita

    Karana, yaitu tiga bentuk hubungan yang harmonis antara manusia dengan sang pencipta

    (parhyangan), antara manusia dengan sesama manusia (pawongan), serta antara manusia dengan

    lingkungan (palemahan).

    Gambar 6 Salah Satu Pura Subak yang Ada di Desa Sukawana

    Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014

  • 24

     

    3.2 Peternakan Komoditi peternakan yang ada di Desa Sukawana yaitu peternakan ayam petelur. Peternakan

    ayam petelur ini terdapat di beberapa banjar dan subak, seperti Banjar Kuum, Subak Pujung, Subak

    Gunggung. Dari namanya yaitu peternakan ayam petelur, yang dimanfaatkan di sini yaitu telurnya.

    Telur ini dihasilkan oleh ayam petelur yang dapat menghasilkan sebutir telur setiap harinya. Untuk

    memiliki ayam petelur, mereka biasanya membeli bibit dari Jawa, kemudian memeliharanya hingga

    dewasa. Selama 20 bulan ayam petelur berada dalam masa bertelurnya, setelahnya ayam tersebut

    dianggap tidak berkualitas lagi sehingga perlu untuk dicarikan bibit baru. Untuk setiap butir telur

    dihargai sekitar Rp.1.000. Biasanya hasil telur ini langsung dijual ke pengepul di Desa Batur.

    Gambar 7

    Salah Satu Peternakan Ayam di Desa Sukawana

    Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014

    Selain ayam petelur, ada pula warga yang beternak ayam pedaging. Ayam pedaging biasanya

    dijual per ekor, dengan kisaran harga sekitar Rp. 55.000 per ekor dengan berat mencapai 3 kg. Ayam

    yang dikembangkan adalah ayam jenis boiler, yaitu red boiler dan white boiler. Ada pula yang

    menjual ayam bali, guna untuk keperluan upacara. Apabila ada yang ingin membeli ayam bali ini

    diharuskan memesan sebelumnya, karena jenis ayam ini lumayan langka.

  • 25

     

    Komoditi peternakan lain yang cukup unik adalah peternakan anjing kintamani. Anjing

    kintamani yang memiliki ciri fisik menyerupai serigala ini, merupakan anjing asli Banjar Paketan,

    Desa Sukawana, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Selama ini, masyarakat umum sudah

    terlanjur mengetahui bahwa anjing ini dapat ditemukan di seluruh wilayah Kintamani. Akan tetapi,

    pendapat tersebut sedikit keliru. Anjing kintamani asli hanya dapat ditemukan di Banjar Paketan.

    Mereka yang menjual anjing kintamani di luar daerah Banjar Paketan mungkin saja itu merupakan

    anjing campuran yang diakui sebagai anjing kintamani asli.

    Berdasarkan warna bulunya, terdapat tiga (3) jenis anjing kintamani. Ada yang berwarna

    putih, hitam dan cokelat. Sementara ini anjing kintamani yang memiliki warna putih lebih

    ditonjolkan karena telah mendapatkan pengakuan sebagai anjing ras asli Indonesia.

    Anjing ini dibudidayakan di tempat/di rumah masing-masing warga, tidak ada tempat

    peternakan khusus. Pemilik anjing kintamani membudidayakan anjing ini dominan untuk dijual

    sebagai tambahan penghasilan. Usia hidup anjing ini dapat mencapai 20 tahun. Sekali mengandung,

    seekor anjing kintamani betina dapat melahirkan hingga tujuh (7) ekor, namun tak jarang hanya

    seekor saja. Ketika akan melahirkan, anjing kintamani akan menggali lubang sebagai tempatnya

    melahirkan anak-anaknya. Dalam lubang itu pula menjadi tempat untuk mengasuh anaknya.

    Makanan yang diberikan peternak untuk anjing kintamani adalah ketela, sayur jepang (labu siam),

    dedak, dan telur.

    Kisaran harga anak anjing atau konyong adalah sekitar 500 ribu hingga satu juta rupiah.

    Sementara untuk yang dewasa harganya sekitar 5-10 juta rupiah. Terdapat pula perlombaan atau

    kontes-kontes untuk mengukur tingkat keaslian anjing kintamani yang bertujuan untuk

    mengembangkan minat untuk tetap membudidayakan anjing asli kintamani ini. Kemenangan seekor

    anjing dalam sebuah kontes tentunya akan meningkatkan nilai jualnya. Anjing pemenang memiliki

    nilai jual hingga 80 juta rupiah.

    Di Banjar Paketan sendiri terdapat kelompok ternak anjing kintamani yang berfungsi sebagai

    wadah berkumpul untuk menjalin kerja sama dan berbagi informasi antara peternak anjing

    kintamani, baik dalam usaha perawatan, perkembangbiakan hingga pemasarannya. Namun untuk

    peternakannya sendiri dilakukan secara individu.

  • 26

     

    BAB IV

    KESATUAN HIDUP SETEMPAT  

    5.1 Bentuk – Bentuk Kesatuan Hidup Setempat Warga Desa Sukawana pada umumnya saling mengenal satu sama lain, akan tetapi semua itu

    tergantung juga pada pribadi masing-masing individu. Perbedaan usia menjadi salah satu faktor

    bahwa tidak semua warga saling mengenal. Misalnya saja seorang berumur 40-50an, tidak begitu

    mengenal (dalam arti mengetahui nama, tempat tinggal, anaknya siapa) pemuda-pemudi meskipun

    berasal dari satu desa. Semakin sering seseorang bergaul, tentu lebih banyak pula yang akan

    mengenalnya.

    Desa Sukawana termasuk desa yang ramah dengan para pendatang. Hal ini terbukti dari

    banyaknya jumlah pendatang yang tinggal di desa ini. Mereka datang dari desa-desa di Kabupaten

    Bangli dan Karangasem. Tujuan mereka antara lain adalah untuk bekerja. Kebanyakan kaum

    pendatang menjadi penggarap kebun. Kaum pendatang yang tinggal di Desa Sukawana semuanya

    beragama Hindu. Tidak ditemukan kaum pendatang beragama non-Hindu datang untuk tinggal di

    desa ini.

    Penduduk pendatang di Desa Sukawana dikenal dengan istilah krama giringan. Krama

    giringan memiliki organisasi sendiri dengan seorang kelian krama giringan sebagai pemimpin

    organisasi mereka. Sejauh ini, antara krama giringan dengan penduduk asli bisa hidup bersama

    dengan damai. Apabila krama giringan tersebut memiliki sifat ramah dan mudah bergaul, maka

    penduduk asli pun akan bersikap ramah kepada mareka.

    Seorang krama giringan dalam hal kependudukan akan tercatat sebagai bagian dari krama

    dinas. Jika ingin menjadi krama adat Desa Sukawana, krama giringan harus memiliki tanah pribadi

    di Desa Sukawana, entah dengan cara membeli, pemberian, atau dengan cara lainnya. Kepemilikan

    lahan secara pribadi menjadi salah satu syarat bahwa seseorang diakui sebagai bagian dari penduduk

    Desa Sukawana. Selain tanah milik pribadi, ada juga tanah yang dalam pengelolaannya diatur oleh

    desa. Tanah desa tersebut tersebar di beberapa titik lokasi Desa Sukawana. Kuburan (setra)

    merupakan salah satu contoh tanah yang dikelola oleh desa.

    Kewajiban antara penduduk pendatang tentunya berbeda dengan penduduk asli. Misalnya

    saja dalam hal pemungutan dana punia dalam pembangunan Pura Bale Agung Desa Sukawana.

    Rupanya, penduduk asli dikenakan iuran yang lebih besar daripada krama giringan. Hal ini

  • 27

     

    menunjukkan bahwa penduduk asli memiliki kewajiban yang lebih banyak dibandingkan dengan

    krama giringan.

    Oleh karena memiliki kewajiban yang lebih besar, tentunya penduduk asli memiliki hak yang

    lebih banyak. Misalnya saja mengenai penggunaan lahan kuburan (setra). Hanya penduduk yang

    sudah berstatus krama adat yang diizinkan untuk dikubur di kuburan desa, sedangkan krama

    giringan tidak. Jika ada krama giringan yang meninggal, ia harus dipulangkan ke desa asalnya.

    Penduduk asli juga berhak menempati posisi penting dalam pemerintahan desa, sementara krama

    giringan tidak. Posisi penting yang dimaksud misalnya ulu apad, pemangku (pemuka agama), kepala

    desa, dan sebagainya. Sebenarnya, kepala desa saat ini (periode 2014) juga merupakan penduduk

    pendatang, akan tetapi ia sudah dianggap sebagai bagian Desa Sukawana karena sudah berstatus

    sebagai krama adat. Karenanya, ia dapat menduduki posisi sebagai kepala desa.

    Secara administratif, Desa Sukawana terbagi atas sembilan (9) desa dinas dan tiga (3) desa

    adat. Pada awalnya, hanya terdapat tujuh (7) desa dinas, akan tetapi karena semakin banyaknya

    penduduk, terjadilah pemekaran desa dinas. Sembilan (9) desa dinas yang dimaksud adalah Banjar

    Dinas Kuum, Banjar Dinas Kutedalem, Banjar Dinas Paketan, Banjar Dinas Lateng, Banjar Dinas

    Kubusalia, Banjar Dinas Desa, Banjar Dinas Sukawana, Banjar Dinas Tanah Daha, dan Banjar Dinas

    Munduk Lampah. Sama seperti pembagian desa di Bali pada umumnya, desa dinas menangani

    urusan administrasi, sedangkan desa adat lebih menangani permasalahan adat.

    Meskipun dikelilingi hutan, penduduk Desa Sukawana tidak ada yang melakukan aktivitas

    berburu. Mereka kebanyakan adalah peternak dan petani. Dalam beternak, penduduk melakukannya

    di kebun atau ladang mereka. Letak kebun penduduk jauh dari desa. Oleh karena itu, kebanyakan

    penduduk membangun pondok di kebun mereka sebagai tempat tinggal. Padatnya aktivitas penduduk

    di kebun menyebabkan penduduk jarang berada di pemukiman desa. Mereka hanya pulang jika ada

    odalan pura atau upacara adat lainnya. Berbeda dengan Desa Bayung Gede (yang juga merupakan

    salah satu desa Bali Mula di Kec. Kintamani, Bangli), rupanya tidak ada larangan untuk membawa

    ternak ke pemukiman penduduk. Nampaknya meskipun dikatakan sebagai desa Bali Mula, Sukawana

    sudah termasuk desa yang terbuka terhadap perubahan.

    Desa Sukawana berbatasan dengan desa-desa lain yang mengelilinginya. Sebelah barat

    berbatasan dengan Desa Bantang dan Desa Daup. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Kutuh dan

    Subaya. Desa Kintamani menjadi perbatasan wilayah selatan dan sebelah utaranya berbatasan dengan

    Desa Siakin dan Desa Pinggan. Bentuk batas desa tersebut tidaklah jelas, bisa berupa hutan, kebun,

  • 28

     

    atau tugu. Perbatasan wilayah nampaknya tidak begitu menjadi hal yang dipentingkan bagi Desa

    Sukawana. Hal ini dilihat dari tidak adanya petugas khusus untuk menjaga wilayah perbatasan

    tersebut. Siapa pun diijinkan untuk melewati batas, asalkan tidak memliki tujuan buruk tentunya.

    5.2 Dasar-Dasar Kesukuan dan Kelompok Seperti yang telah diungkapkan dalam sub-bab sebelumnya bahwa seluruh penduduk Desa

    Sukawana adalah orang Bali yang tetap bertahan dengan agama Hindu-nya. Dalam sistem

    kekerabatan orang Bali, dikenal istilah dadia (klen) yang menunjukkan bahwa seseorang memilik

    garis keturunan yang sama.

    Di Desa Sukawana terdapat sekitar 30 klen (dadia), seperti Pasek Kayu Selem, Pasek Gelgel,

    dan masih banyak lainnya. Klen-klen tersebut masing-masing memiliki pura dadia-nya masing-

    masing yang tersebar di wilayah Desa Sukawana. Jumlah anggota satu klen berbeda-beda, ada

    puluhan hingga ratusan kepala keluarga. Bahkan ada pula klen yang keanggotaannya hanya satu

    keluarga. Jika seseorang yang berasal dari klen yang sama memiliki suatu upacara, misalnya upacara

    nelu bulanin (bayi berumur tiga bulan), maka orang yang berasal dari klen yang sama wajib

    menghadirinya, akan tetapi bagi yang berasal dari klen yang berbeda tidak dapat menghadiri upacara

    tersebut.

    Selain klen, adapula organisasi yang ada di tengah-tengah masyarakat Sukawana berdasarkan

    wilayah kebun mereka. Organisasi tersebut dinamakan subak. Berbeda dengan subak yang pada

    umumnya dikenal sebagai sebuah sistem pengairan, subak di Desa Sukawana adalah organisasi guna

    mengatur sistem jalan antar kebun. Subak untuk pengairan disebut subak sawah, sedangkan subak

    yang ada di Desa Sukawana adalah subak abian (kebun). Ada sekitar 28 organisasi subak di Desa

    Sukawana. Organisasi subak dipimpin oleh seorang klian subak. Setiap subak memiliki pura subak-

    nya masing-masing. Anggota subak akan berkumpul jika ada odalan di pura subak mereka.

    Selain subak, terdapat juga kelompok-kelompok (sekaa) yang bertugas dalam ritual

    keagamaan. Sekaa-sekaa yang dimaksud misalnya adalah sekaa gong (kelompok penabuh), sekaa

    mebat (kelompok pembuat lawar –makanan khas Bali), sekaa pragina (kelompok penari), serta

    beberapa sekaa lain yang dibentuk sesuai kebutuhan upacara yang akan dilaksanakan.

    Di Desa Sukawana tidak terdapat sistem kasta, tetapi ada beberapa golongan yang dianggap

    lebih tinggi atau terhormat kedudukannya. Golongan-golongan tersebut misalnya sulinggih

  • 29

     

    (pemimpin upacara keagamaan), pemuka masyarakat, dan tokoh adat. Dalam pemilihan tokoh-tokoh

    tersebut menggunakan sistem Ulu Apad.

    5.3 Sistem Religi Masyarakat Terdapat satu hal yang unik dalam sistem religi masyarakat Desa Sukawana. Dalam

    pemujaan, biasanya masyarakat Hindu Bali (Majapahit) akan menggunkan mantra sebagai pengantar

    pemujaan, akan tetapi, dalam ritual Desa Sukawana mereka menggunakan pujasana. Pujasana

    merupakan doa yang diucapkan dengan bahasa sehari-hari (bahasa Bali) dan tidak ada pakem

    mengenai hal-hal apa saja yang harus diucapkan oleh pemujanya. Masyarakat Desa Sukawana (dan

    juga masyarakat lainnya) juga tidak diperkenankan untuk membawa persembahan berupa daging

    babi ke Pura Puncak Penulisan. Hal ini sudah tertulis dalam Prasasti Sukawana. Selain itu, konon di

    masa lalu, masyarakat Desa Sukawana dan sekitarnya menganut ajaran Siwa, sehingga di Pura

    Puncak Penulisan banyak terdapat lingga sebagai media pemujaan Dewa Siwa.

    Gambar 8 Arca dan Lingga yang Tersimpan di Pura Pucak Penulisan

    Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014

     

  • 30

     

    BAB V

    SISTEM PEMERINTAHAN ADAT, DEWAN ADAT, DAN PEJABAT LAIN

    5.1 Sistem Pemerintahan Desa Sukawana Di Desa Sukawana terdapat sistem adat yang digunakan sejak jaman dahulu hingga saat ini,

    bernama sistem Ulu Apad yang berjumlah 23 orang yang dibagi menjadi dua sisi, yaitu sisi kiri dan

    kanan. Istilah Ulu Apad merupakan sebuah kiasan ruang yang menunjuk pada proses kenaikan

    tingkat. Secara harfiah Apad berarti “tangga” dan Ulu berarti “kepala”; mendaki tangga sampai ke

    ujung kepala. Istilah “mendaki tangga sampai ke ujung kepala” dimaksudkan sebagai kedudukan

    orang dalam pemerintahan adat Sukawana, setiap orang akan naik satu per satu anak tangga sesuai

    giliran.

    Kedua sisi ini sama-sama kuat peranannya di dalam sistem pemerintahan Ulu Apad tersebut.

    Yang disebelah kanan biasa disebut Tuaan (tua yang berarti lebih tua) dan yang sebelah kiri sering

    disebut Nyomanan (nyom berarti muda atau lebih muda/ juga nyoman yaitu anak yang dilahirkan

    ketiga). Jadi di sini diibaratkan bahwa Tuaan secara simbolis adalah laki-laki (kanan) dan

    Nyomanan adalah simbolis perempuan (kiri). Dalam sejarahnya Tuaan ini merupakan kakakter tua

    sedangkan Nyomanan adalah adiknya yang membentuk sistem pemerintahan sendiri. Dalam

    menempati kedudukan masing-masing, harus dari keturunan Tuaan dan Nyomanan.

    Adapun tingkatan posisi dalam kedua sistem pemerintahan adat ini yang paling tinggi yaitu di

    sebelah kanan Jro Bayan Mucuk, di sebelah kiri disebut Jro Bayan Kiwa yang dibantu oleh empat

    orang Jro Bau yang bertugas mengatur pelaksanaan upacara. Di bawahnya ada dua Jro Nyingguk

    yang bertugas seperti jaksa atau yang mengeluarkan sanksi terhadap warga yang melanggar

    peraturan. Di bawahnya lagi, ada tiga orang Jro Nakeh yang bertugas sebagai penimbang, salah

    satunya bertugas menjadi juru tulis atau yang dulu biasa disebut keset don. Namun untuk yang ini

    diambil dari keturunan di sebelah kanan (Tuaan), sedangkan yang di sebelah kiri hanya ada dua Jro

    Nakeh, tidak ada juru tulis atau keset don-nya. Di bawahnya lagi ada dua orang Jro Ngelan/ Kelih

    yang bertugas sebagai pembagi dari apa yang sudah didapat dari Jro Nakeh, dan dibagi-bagikan

    kepada jro yang lainnya dan masyarakat. Setiap jabatan di dalam sistem pemerintahan Ulu Apad ini

    dipegang oleh yang laki-laki, sementara yang perempuan atau istrinya berperan sebagai pendamping

    sang suami dan juga tetap diberi gelar jro.

  • 31

     

    Selain 23 orang di dalam sistem pemerintahan adat, ada pimpinan lain yang ditunjuk oleh

    pemerintah daerah untuk membantu atau melayani masyarakat yang biasa disebut sebagai bendesa

    atau kepala desa. Bendesa atau kepala desa ini bertugas mengurusi segala urusan pemerintahan

    daerah yang formal dan bendesa ini posisinya di luar dari sistem pemerintahan adat Sukawana.

    Namun bendesa juga diperbantukan kepada Jro Ngelan/ Kelih.

    Setiap orang di Desa Sukawana (keturunan di sana) secara otomatis akan masuk ke sistem

    Ulu Apad apabila orang tersebut sudah menikah. Sistem ini tidak memandang umur ataupun

    pendidikan. Bila sudah menikah, maka mereka langsung terdaftar dalam sistem Ulu Apad, namun

    untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi harus mengantri atau menunggu giliran. Bila salah satu

    sudah keluar dari sistem Ulu Apad entah karena meninggal atau karena anak/cucu sudah menikah

    semua, orang tersebut akan berstatus baki/nyada (bebas dari sistem), maka yang memiliki posisi di

    bawahnya naik memenuhi posisi orang yang sudah keluar tersebut. Jadi gambaran mudahnya seperti,

    rontok satu, naik satu.

    Terdapat ritual semedi sebelum seseorang melakukan sistem Ulu Apad yang kemudian

    dilanjutkan dengan “perang kelapa” sebagai persembahan, kemudian kelapa tersebut akan ditebas

    oleh Jro Bayan. Dalam perang kelapa tersebut, calon Jro Kelih harus membawa kelapa sendiri dan

    sebanyak mungkin. Hal ini dimaksudkan apabila terbelahnya kelapa itu jelek, maka perang kelapa

    akan dilanjutkan terus sampai kelapa tersebut terbelah dengan bagus. Kelapa yang akan digunakan

    untuk perang kelapa harus disediakan sendiri oleh calon Jro Kelih.

    Prosesi mediksa (upacara pengukuhan orang suci) di Sukawana ditanggung oleh desa, jadi

    tidak ada beban bagi perseorangan yang akan di-diksa. Para pandita di Desa Sukawana ini tidak

    diperbolehkan muput di pura-pura lain (merupakan kearifan lokal).

    Di Desa Sukawana ini, yang berwenang untuk mengurusi awig-awig (peraturan adat) adalah

    orang-orang yang ada di sistem Ulu Apad dan dibantu oleh prajuru. Jika orang-orang yang ada di

    sistem Ulu Apad itu melanggar awig-awig, mereka tidak bisa dikeluarkan, hanya dikenakan denda

    berupa banten. Apabila tidak membayar denda, maka hukuman yang dipercayakan akan datang dari

    atas (Tuhan).

    Di Desa Sukawana ini juga memiliki seorang pemangku yang masih kecil (anak-anak) yang

    disebut Mangku Alit atau Mangku Bunga. Mangku Alit atau Mangku Bunga ini dipilih oleh pekraman

    setempat, dipilih dengan syarat resik sempurna. Tugas dari Mangku Bunga ini adalah membersihkan

    arca-arca yang tidak bisa disentuh oleh orang dewasa atau orang yang kesuciannya telah hilang

  • 32

     

    (sudah mengetahui hawa nafsu duniawi). Jika Mangku Bunga ini telah menyukai seseorang, atau

    telah memikirkan hawa nafsu maka ia akan diberhentikan dari jabatan Mangku Bunga atau Mangku

    Alit tersebut. Tugas dari Mangku Bunga atau Mangku Alit adalah membersihkan dan mengantarkan

    prasasti yang sakral ketika ada upacara di Desa Sukawana, karena di Sukawana terdapat prasasti

    sakral yang tidak boleh disentuh siapapun selain Mangku Bunga tersebut.

    Bagan 2: Struktur Bagian Ulu Apad (Kanan-Kiri)

  • 33

     

    5.2 Hubungan Antar Kelompok Masyarakat asli Desa Sukawana pada dasarnya menerima kedatangan orang luar, baik itu

    melalui pernikahan maupun perpindahan penduduk. Para pendatang tetap hidup berdasarkan aturan

    yang ada di Desa Sukawana, sehingga keharmonisan di dalam masyarakat tetap terjaga. Meskipun

    demikian, terdapat aturan atau perjanjian yang bersifat adat jika salah seorang dari masyarakat

    Sukawana telah melakukan pelanggaran, misalnya saja melakukan tindak pencurian. Selain ia

    diproses secara hukum negara, ia juga akan diproses secara hukum adat seperti membayar ganti rugi

    kepada pihak desa. Ganti rugi kepada pihak desa bisa berupa apa saja sesuai dengan keputusan dari

    pemimpin adat, misalnya saja desa saat itu sedang membangun pura dan membutuhkan banyak

    material, bisa jadi orang yang terkena sanksi tersebut dikenakan denda bahan-bahan material. Untuk

    jumlahnya tergantung dari keputusan pemimpin adat setempat.

    Masyarakat Desa Sukawana seperti masyarakat tradisional lainnya, tentu mengenal sistem

    gotong-royong maupun tolong-menolong antar warga. Apabila ada warga yang memiliki acara

    tertentu seperti pernikahan maka warga yang lain akan datang dan membantu atau yang biasa disebut

    ngayah.

    Jika dalam masyarakat Desa Sukawana terjadi perselisihan antara individu dengan kelompok

    tertentu atau kelompok dengan kelompok, maka yang menjadi mediator adalah enam (6) jabatan

    paling atas yaitu Jro Bayan Mucuk, Jro Bayan Kiwa, serta empat orang Jro Bau. Keenam orang

    inilah yang berhak menjadi penengah maupun penentu sanksi bagi orang-orang yang berselisih.

    Di Desa Sukawana terdapat sebuah pura yang bernama Pura Pucak Penulisan. Setiap dua

    puluh tahun sekali diadakan ritual (odalan besar) untuk pemujaan terhadap leluhur yang di-empon

    oleh masyarakat setempat. Saat itu orang-orang dari Pecatu maupun daerah lainnya yang leluhurnya

    berasal dari Sukawana datang untuk bersembahyang di Pura Puncak Penulisan. Selain ikut serta

    dalam ritual-ritual di Pura Pucak Penulisan, mereka juga membayar peturunan untuk upacara

    tersebut.

  • 34

     

    BAB VI

    STRATIFIKASI SOSIAL DAN SISTEM PERKAWINAN

    6.1 Stratifikasi Sosial Desa Sukawana merupakan desa Bali Mula yang tidak mengenal adanya sistem kasta atau

    Catur Warna seperti pada masyarakat keturunan Bali Majapahit. Masyarakat Sukawana juga tidak

    mengenal stratifikasi sosial berdasarkan kekayaan ataupun banyaknya mempunyai lahan perkebunan

    dan juga tinggi rendahnya pendidikan, namun masyarakat Sukawana mengenal adanya stratifikasi

    sosial berdasarkan kedudukan adat pada masyarakatnya yang disebut Ulu Apad.

    Ulu Apad tersebut terdiri dari jabatan tertinggi yaitu Kubayan. Jabatan Kubayan dipilih

    masyarakat dan hanya diganti apabila yang bersangkutan sudah mempunyai kumpi atau cicit. Apabila

    tidak ada keturunan, jabatan Kubayan akan dipegang sampai meninggal. Ada dua Kubayan yaitu

    Kubayan Kiwa dan Kubayan Mucuk yang merupakan panutan bagi warga untuk melakukan pujawali

    atau piodalan. Tanpa Jro Kubayan, upacara tidak dapat dilaksanakan. Keduanya bertugas

    menghantarkan bahkti krama yang menghaturkan sembah. Selain itu, Jro Kubayan juga dapat

    memerintahkan ataupun melarang segala sesuatu yang dilakukan oleh desa adat sehingga dapat

    dikatakan bahwa Jro Kubayan merupakan pemimpin tertinggi adat di Desa Sukawana.

    Masyarakat juga mengenal adanya Mangku Bunga yang dipilih berdasarkan sistem Ulu Apad.

    Apabila ada salah satu dari keluarga ayah atau kakek menjadi seorang Ulu Apad, maka cucunya akan

    dipilih masyarakat sebagai Jero Mangku Bunga. Mangku Bunga dipilih berdasarkan beberapa kriteria

    seperti seorang anak kecil yang berumur minimal 5-6 tahun, tidak memiliki kekurangan fisik, tidak

    cacat mental, dan sudah mandiri dalam artian tidak merepotkan seseorang pada saat menjalankan

    tugasnya.

    Mangku Bunga dipilih dari seorang anak kecil karena mereka belum mengenal wanita,

    kepentingan politik, hukum, emosional, dan egoisme. Mangku Bunga memiliki kewajiban

    memangku, menghormati, memegang, menjaga prasasti yang lahir dari setiap peradaban kerajaan.

    Mangku Bunga memiliki hak terhadap semua hasil persembahan di pura terlebih dahulu sebelum

    dibagikan kepada warga yang lain yang akan diolah sesuai dengan keinginannya. Akan tetapi,

    sekarang Mangku Bunga menyerahkan semua hasil persembahan kepada warga dan ia meminta

    sajian khusus yang disediakan warga. Status Mangku Bunga dapat dikatakan hilang apabila seorang

    Mangku Bunga sudah mulai memikirkan wanita di kehidupannya.

  • 35

     

    6.2 Sistem Perkawinan Sistem perkawinan yang berlaku untuk masyarakat Sukawana memiliki aturan dan syarat

    yang sudah di sepakati bersama. Apabila seseorang menikah dengan orang dari dalam Desa

    Sukawana, maka akan dikenakan sanksi yaitu menyerahkan dua ekor babi ke desa. Sedangkan

    seseorang yang menikah dengan orang di luar Desa Sukawana wajib menyerahkan satu ekor babi ke

    desa. Babi tersebut akan dipotong dan dibagikan kepada warga desa secara merata. Apabila jumlah

    babi dirasa berlebihan, maka akan dipelihara ataupun dilelang kepada warga desa.

    Penduduk Desa Sukawana tidak diperbolehkan atau ditabu-kan untuk menikah dengan orang

    dari Desa Batur. Menurut kepercayaan, penduduk Desa Batur masih satu ikatan darah dengan

    mereka.

  • 36

     

    DAFTAR PUSTAKA

    Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Des) Desa Sukawana Tahun 2014-2019. Reuter, Thomas A. 2005. Custodians of the Sacred Mountains : Budaya dan Masyarakat di

    Pegunungan Bali. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

  • 37

     

    DAFTAR INFORMAN

    NAMA INFORMAN USIA JABATAN

    I Nyoman Sabaraka 47 tahun Jro Kubayan Desa Sukawana

    I Wayan Astawa 46 tahun Kepala Desa Sukawana

    SUKAWANA_FRONT PAGE pdfSUKAWANA_LAPORAN