DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA …

15
216 K A N D A I Volume 10 No. 2, November 2014 Halaman 216—230 RESISTENSI DAN MODEL KESETARAAN GENDER DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA ABIDAL EL KHALIEQ (Resistance and Gender Equality Models in Abidal El Khalieq’s Novel Perempuan Berkalung Sorban) Wildan Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Khairun Jalan Pertamina, Kampus II Gambesi Unkhair Mataram Poe-el: [email protected] (Diterima 28 Februari 2014; Revisi 21 Oktober 2014; Disetujui 23 Oktober 2014) Abstract The problem of this research are how the woman resistance and how the model of genderequality in Abidal El-Khaliq’s novel, Perempuan Berkalung Sorban. The data is analyzed by using interpretation/hermeneutic method, and it is presented by description. The aims is to describe and express the resistance and gender equality in the novel "Perempuan Berkalung Surban”. By using the approach of feminist literary criticism it can be concludes there have been gender discrimination that is constructed in three domains: pesantren, home, and marriage. Those domain was constructed in three stages growth of humans: childhood, teenager, and adulthood. Age as a medium of aesthetic expression used by the author to reveal that pesantren as intellectual place has used as a means to justify discrimination and to maintain patriarchal culture. The ideal of gender equality took place on the second marriage of Nisa, with Lek Khodori. In the context of women (Nisa) has put itself equal with men and have the same rights in a variety of activities, whether in life or in determining attitudes. Keywords: resistance, gender equality model, Perempuan Berkalung Sorban. Abstrak Penelitian ini mengangkat masalah resistensi dan model kesetaraan gender dalam novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidal El-Khalieq dengan tujuan mendeskripsikan model diskriminasi dan mengungkapkan model kesetaran gender yang dicita-citakan.. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, yaitu metode yang secara keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan bentuk penyajian dan analisis data yang dilakukan secara deskriptif. Dengan perspektif kritik sastra feminis diperoleh simpulan, bahwa resistensi dan model resistensi perempuan dalam novel Perempuan Berkalung Sorban merupakan peristiwa diskriminasi gender yang bangun dari tiga ranah. Pertama, ranah lingkungan pesantren, rumah, dan perkawinan. Ranah tersebut dikonstruksi dalam tahapan perkembangan usia, yaitu, ketika Nisa, Wildan dan Risal masih berusia anak-anak, kedua, remaja, dan ketiga ketika dewasa. Pemanfaatan usia sebagai media ekspresi estetik, digunakan untuk mengungkap bahwa pesantren sebagai simbol agama dan tempat pemandaian akal, hanya dijadikan alat untuk berlindung, bagi pemerolehan legalitas diksriminasi dan kemapanan diskriminasi budaya patriarkat terhadap perempuan. Pemerolehan kesetaraan gender yang diidealkan, akhirnya terjadi pada perkawinan kedua

Transcript of DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA …

Page 1: DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA …

216

K A N D A IVolume 10 No. 2, November 2014 Halaman 216—230

RESISTENSI DAN MODEL KESETARAAN GENDERDALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN

KARYA ABIDAL EL KHALIEQ(Resistance and Gender Equality Models

in Abidal El Khalieq’s Novel Perempuan Berkalung Sorban)

WildanFakultas Sastra dan Budaya, Universitas Khairun

Jalan Pertamina, Kampus II Gambesi UnkhairMataram

Poe-el: [email protected](Diterima 28 Februari 2014; Revisi 21 Oktober 2014; Disetujui 23 Oktober 2014)

AbstractThe problem of this research are how the woman resistance and how the

model of genderequality in Abidal El-Khaliq’s novel, Perempuan BerkalungSorban. The data is analyzed by using interpretation/hermeneutic method, and itis presented by description. The aims is to describe and express the resistanceand gender equality in the novel "Perempuan Berkalung Surban”. By using theapproach of feminist literary criticism it can be concludes there have been genderdiscrimination that is constructed in three domains: pesantren, home, andmarriage. Those domain was constructed in three stages growth of humans:childhood, teenager, and adulthood. Age as a medium of aesthetic expressionused by the author to reveal that pesantren as intellectual place has used as ameans to justify discrimination and to maintain patriarchal culture. The ideal ofgender equality took place on the second marriage of Nisa, with Lek Khodori. Inthe context of women (Nisa) has put itself equal with men and have the samerights in a variety of activities, whether in life or in determining attitudes.Keywords: resistance, gender equality model, Perempuan Berkalung Sorban.

AbstrakPenelitian ini mengangkat masalah resistensi dan model kesetaraan gender

dalam novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidal El-Khalieq dengantujuan mendeskripsikan model diskriminasi dan mengungkapkan modelkesetaran gender yang dicita-citakan.. Metode yang digunakan adalah metodekualitatif, yaitu metode yang secara keseluruhan memanfaatkan cara-carapenafsiran dengan bentuk penyajian dan analisis data yang dilakukan secaradeskriptif. Dengan perspektif kritik sastra feminis diperoleh simpulan, bahwaresistensi dan model resistensi perempuan dalam novel Perempuan BerkalungSorban merupakan peristiwa diskriminasi gender yang bangun dari tiga ranah.Pertama, ranah lingkungan pesantren, rumah, dan perkawinan. Ranah tersebutdikonstruksi dalam tahapan perkembangan usia, yaitu, ketika Nisa, Wildan danRisal masih berusia anak-anak, kedua, remaja, dan ketiga ketika dewasa.Pemanfaatan usia sebagai media ekspresi estetik, digunakan untuk mengungkapbahwa pesantren sebagai simbol agama dan tempat pemandaian akal, hanyadijadikan alat untuk berlindung, bagi pemerolehan legalitas diksriminasi dankemapanan diskriminasi budaya patriarkat terhadap perempuan. Pemerolehankesetaraan gender yang diidealkan, akhirnya terjadi pada perkawinan kedua

Page 2: DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA …

Wildan: Resistensi dan Model Kesetaraan Gender dalam…

217

Nisa dengan Lek Khodori. Pada konteks tersebut perempuan (Nisa) sudahmenempatkan dirinya pada posisi memiliki hak yang sama dalam berbagaiaktivitas kehidupan, baik dalam berpendapat dan menentukan sikap.Kata-kata kunci: resistensi, model kesetaraan gender, Perempuan BerkalungSorban.

PENDAHULUAN

Novel Perempuan BerkalungSorban karya Abidal El Khalieqditerbitkan pada tahun 2004. Novel initermasuk salah satu novel kontroversialdalam masyarakat pembaca sastraIndonesia. Sejumlah tanggapan munculdari kalangan masyarakat, termasukormas Islam, sebab materi teks novelini dianggap sangat radikal. Dalamnovel Perempuan Berkalung Sorban,selanjutnya disingkat PBS, sadar atautidak, dianggap bahwa pesantren masihsangat kuat menganut budayapatriarkat yang bertolak belakangdengan program pendidikan nasionalyang berusaha menciptakan lembagapendidikan yang berkesataraan gender.Gejala ini sekaligus kontraproduktifdengan pesantren sebagai lembagapendidikan agama Islam yangseharusnya menjadi tempat untukmemperoleh bimbingan akhlak(kebenaran dan keadilan).

Keleluasaan pengetahuanmemahami kehidupan perempuan darisudut pandang subjek akan melahirkansuatu konsepsi dalam suatu kontekssosial. Kesadaran konsepsi dalammasyarakat ini telah mengantarkannovel PBS sebagai novel yangkontroversial yang semakin menajamketika ditransformasi ke layar lebar(bioskop) dan menjadi salah satupilihan berita oleh televisi swasta (TVOne, 2009). Tanggapan darimasyarakat yang cukup keras tentudapat dimaklumi dan sangat wajarkarena pengetahuan diskriminasidalam novel PBS sudah diuniversalkanmenjadi norma. Ketaksadaran

diskriminasi gender dalam pesantrensudah dianggap sebagai ketentuanmutlak atau ketentuan Tuhan.Akibatnya, kehadiran novel PBS ditengah masyarakat yang konstruksiestetisnya menempatkan pesantrensebagai tempat berkembangnya budayapatriarkat sama halnya usikansensitifitas suatu ideologi.

Abidal El Khalieq, melalui novelPBS dianggap telah menjatuhkanmartabat, harga diri, dan membuka aibdunia pendidikan Islam di Indonesia,khususnya pesantren. Namun, di lainsisi tentu gejala ini juga tidak dapatdiabaikan, mengingat karya sastrabagian dari manivestasi suatu budayamasyarakat, termasuk dalam kehidupanpesantren. Dengan memanfaatkankualitas manipulatif medium bahasa,karya sastra, bahkan dapatmenunjukkan maksud yang samasekali bertentangan Ratna (2003: 35).Meski demikian, karya sastra memilikitujuan akhir yang sama, sebagaimotivator ke arah aksi sosial yanglebih bermakna. Karya sastra bertindaksebagai pencari nilai-nilai kebenaranyang dapat mengangkat danmemperbaiki situasi dan kondisi alamsemesta. Kreativitas seni sastra bukanaktivitas yang otonom, bukan proseskognitif yang berada di luar hubungan-hubungan sosial. Proses kreatif sebagairekonstruksi materialisme kulturaldipersiapkan oleh dimensi ruang danwaktu tertentu, dan dengan sendirinyadiarahkan oleh asumsi-asumsi sosialhistoris universum tersebut, (Ratna,2004:39).

Dalam novel PBS, resistensi dandiskriminasi gender dimetaforkan dan

Page 3: DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA …

Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 216-230

218

direkostruksi melalui perjalanan hidupNisa yang digambarkan sejak masihberumur tujuh tahun hingga padakegagalannya membina rumah tangga.Resistensi sebagai akibat diskriminasidimulai dari pesantren, lingkunganrumah, hingga pada pernikahannya dibawah umur. Resistensi Nisa yangsangat menohok, di antaranya kepadaibu, kedua kakak laki-laki, dan kepadabapaknya yang dikenal sebagai Kiaipopuler di kampung. Dalam konteksini, resistensi yang dilakukan Nisatentu bukan karena memiliki rasa bencikepada keluarga. Hanya saja dalamkonteks cipta sastra; keluargadifungsikan sebagai media untukmenunjukkan kemampanan budayapatriarkat, selain pesantren.

Abstraksi konstruksi diskriminasiyang dibangun secara konseptual jugadibangun dan dimulai di lingkunganrumah. Di rumah, Nisa hanya bekerjadalam ranah domestik sehingga tidakpunya waktu belajar yang cukup,sedangkan kedua kakak laki-lakinya,yang juga berada dalam rumah yangsama, lebih banyak bersantai. Bahkan,tidak ada yang dikerjakan,sebagaimana Nisa bekerja untukkepentingan orang di rumah. Padahalkeduanya (kakak) memiliki hak yangsama untuk belajar dan tidur yangcukup. Kasiyan (2008: 64) mengatakanbahwa ideologi gender telahmenempatkan kaum patriarkat untukselalu memberi beban kerja lebih beratpada perempuan, terutama pada sektordomestik karena berkaitan dengansteriotip feminitas yang disandangnya.Akibatnya secara sosial dianggappantas dan cocok berada di wilayahdomestik dengan peran-peranreproduktif.

Begitu juga di sekolah, Nisaberhadapan dengan guru yang selalumemberikan contoh dan memetakanwilayah kerja antara laki-laki dengan

perempuan, misalnya suami bekerja dikantor, sedangkan ibu bekerja dirumah. Oleh Nisa, pernyataan sepertiini tidak dapat diterima dan dianggapsalah karena tetangga rumahnyamenunjukkan fakta lain. Istri bekerja dikantor, sedangkan suami mengurusburung piaraan di rumah. Aktivitaskognitif Nisa yang berkembang secaratidak normal oleh pembelajaran yangtidak sehat telah mendorong untukselalu bertanya, termasuk kepadakeluarga yang dianggap sebagai tempatpemerolehan keadilan yang paling arifdan bijak. Tetapi, jawaban yangditerima hanya menjadi sekumpulanpertanyaan yang tidak pernahmemuaskan yang membuatnyasemakin kecewa karena kesibukan dirumah, juga ternyata mapan denganbudaya patriarkat. Jadi, yang dialamiNisa adalah diskriminasi yang sudahsangat memenuhi unsur pandangan,(Karman, 2012: 9) bahwa perempuansecara konstruksional memang sudahdipersiapkan untuk ditempatkan padaruang yang disebut wilayah domestik.

Pembelajaran diskriminasigender yang diperoleh Nisa secaraterpola menunjukkan bahwa terdapatsebuah konstruksi sosial yang sudahmapan terhadap diskriminasi kepadaperempuan. Suatu peristiwa sejarah,(Fakih (2001: 9) perbedaan gender(gender differences) antara manusiajenis laki-laki dan perempuan yangterjadi melalui proses yang panjang.Terbentuknya perbedaan-perbedaangender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan,diperkuat, bahkan dikonstruksikansecara sosial atau kultural, melaluiajaran keagamaan dan negara. Melaluiproses panjang, sosoalisasi gendertersebut akhirnya dianggap menjadiketentuan Tuhan.

Upaya resistensi yang didorongoleh ketimpamgan gender dalam novel

Page 4: DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA …

Wildan: Resistensi dan Model Kesetaraan Gender dalam…

219

PBS, juga sekaligus menunjukkanadanya model rekonstruksidiskriminasi gender. Model yangdibangun melalui pemanfaatan usiatokoh, yaitu usia anak-anak, remaja,hingga dewasa untuk menunjukkanbagaimana hegemoni kaum patriarkatatas kaum perempuan tersosialisasikansecara formal dan mapan, baik dilingkungan rumah dan lingkungansosial.

Fenomena model danketimpangan gender tersebut menjadilatar belakang dilakukannya penelitianpada novel PBS ini. Selain itu, novelini juga dianggap telah menyitaperhatian publik. Dengan demikiannovel PBS diasumsikan banyakmenyimpan, atau setidaknyamengandung nilai-nilai kesetaraangender yang terabaikan, yangdianggap patut dan menarik untukditeliti. Pada konteks ini, penelitianakan difokuskan pada kesetaraangender yang meliputi resistensiperempuan, model resistensi danmodel kesetaraan gender.Permasalahan yang diangkat dalampenelitian ini adalah (1) Bagaimanakahmodel rekonstruksi estetik resistensiperempuan dalam novel PerempuanBerkalung Sorban? dan (2)Bagaimanakah model kesetaraangender yang dibangun dalam novelPerempuan Berkalung Sorban? Keduapermasalahan ini mengantarkanpenelitian kepada tujuannya, yaknimendeskripsikan model diskriminasigender dalam kehidupan pesantrenyang menjadi tempat rekonstruksiestetika Abidal El Khalieq dalam novelPBS dan mengungkapkan modelkesetaran gender yang dicita-citakanbagi masyarakat.

LANDASAN TEORI

Studi Kritik Sastra Feminis

Sebagai suatu bentuk kegiatanilmiah, penelitian sastra memerlukanlandasan kegiatan kerja, berupa teori.Teori sebagai hasil perenungan yangmendalam, bersistem, dan terstrukturterhadap gejala-gejala alam berfungsisebagai pengarah dalam kegiatanpenelitian (Jabrohim, 2012: 19). Dalampandangan ini, kritik sastra feminisdianggap memiliki relevansi yangdapat menunjukkan danmemperlihatkan hubungan-hubunganantarfakta yang tampak berbeda danterpisah ke dalam satu persoalan danmenginformasikan proses pertalianyang terjadi dalam kesatuan hubungan.

Kritik sastra feminis digunakansebagai materi pergerakan kebebasanperempuan dan tempatmenyosialisasikan ide feminis. Sistemkerja kritik sastra feminis adalahmeneliti karya sastra dengan melacakideologi yang membentuknya danmenunjukkan perbedaan-perbedaanyang dikatakan oleh karya denganyang tampak dari sebuah pembacaanyang diteliti. Kritik sastra feminisbertujuan mengakhiri dominasi pria,dan berusaha mengambil peran sebagaisuatu bentuk kritik negosiasi, bukansebagai bentuk konfrontasi. Kritik inidilakukan dengan tujuan untukmenumbangkan wacana-wacanadominan, bukan untuk berkompromidengan wacana dominan tersebut(Ruthven dalam Sofia, 2009: 21).

Dalam The Oxford Encyclopediaof the Modern Islamic Word yangdieditori oleh Jhon L. Esposito, padabagian feminism, Margot Badranmenyatakan bahwa kesadaran terhadapketakadilan kesetaraan gender (genderinequality) yang dialami olehperempuan sebenarnya telah mulai

Page 5: DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA …

Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 216-230

220

terlihat pada karya-karya penulismuslimah pada akhir abad ke-19,pertengahan abad ke-20, baik dalambentuk puisi, cerita pendek, novel, esai,artikel, buku, maupun dalam bentukmemoar pribadi atau kumpulan surat(Ormas Keagamaan, 2003: 2).

Tentu semua itu merupakan aksi-aksi sosial yang mengindikasikanadanya diskriminasi gender yangmenjadi bagian dari konstruksi sosialyang dibungkus agama. Studimengenai feminisme dan agama selalumelahirkan berbagai kontroversikarena studi feminisme dan agamaselalu melibatkan seperangkat sistememosional yang berpengaruh langsungkepada kehidupan manusia. Di satusisi, emosi keimanan sangat kuatmenjaga tradisi agama yang diwariskandari generasi kegenarasi. Di sisi lain,semangat dekonstruksi terhadap tradisipatriarkal dalam pelaksanaan ajaranagama menjadi corak pemikiranfeminisme. Dalam hal ini, semangatdekontrukstif feminisme dituntut untukmelihat relasi gender dalam tradisiagama secara objektif.

Dalam konteks tertentu, tradisiagama, seperti Islam, memperkuatdukungan terhadap eksistensiperempuan. Namun, dalam manifestasipraktik sosialnya, juga ternyatadipenuhi dengan semangat patriarki.Simpulan Rita M., Gross memilikikesamaaan paradigmatis denganpandangan Khaterine K Young, yakniterdapat kecenderungan yang relatifsama dalam tradisi agama-agamatentang dominasi laki-laki atasperempuan. Tradisi tersebut telahmenggiring penganut agama untukmenempatkan laki-laki di ruang publikdan perempuan di ruang domestik(Kadarusman, 2005: 1-2).

Diskriminasi Perempuan dalamPesantren: Dasar Kreativitas Senidalam Konteks Fakta Sosial

Hampir seluruh karya sastra,baik yang dihasilkan oleh penulis priamaupun wanita, dominasi pria selalulebih kuat. Figur pria terus menjadi theauthority sehingga mengasumsikanbahwa wanita adalah impian. Wanitaadalah selalu the second sex, wargakelas dua dan tersubordinasi. Atasdasar itu, penelitian sastra ditantanguntuk menggali lebih jauh konstruksigender dalam sastra dari waktu kewaktu (Endraswara, 2008: 143).

Pesantren menjadi sarana danmedia pembelajaran pendidikanberbasis agama Islam. Dalampesantren, selain mendalami ilmuagama Islam, para santri dansantriwati juga mempraktikkan secarasosial pengetahuan agama melaluimedia pemondokan yangmencerminkan miniatur praktikkehidupan sosial yang Islami.Pembelajaran pada dua aspekkehidupan ini merupakan bangunankeseimbangan antara ilmu dan praktik(dunia dan akhirat) sehinggaketerlibatan para Kiai menjadi sangatpenting. Kiai adalah orang sangatdihormati dan disegani karenadianggap sebagai sumber pengetahuanyang memiliki pengetahuan luastentang ilmu agama; malaikat yangdapat menjadi pengadil dan penumbuhrasa tentram dalam lingkunganmasyarakat.

Dalam konteks inilah pesantrendengan segala simbol dan perannyadalam masyarakat menjadi sumberinspirasi kreativitas seni, melaluiAbidal El Khalieq dalam novelPerempuan Berkalung Sorban, yaitupesantren dan Kiai tidak dapatmenempatkan diri untuk menjaditempat pemerolehan rasa adil

Page 6: DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA …

Wildan: Resistensi dan Model Kesetaraan Gender dalam…

221

(kesetaraan gender); pengadil padasemua ranah kehidupan yangberhubungan dengan peran sosialantara laki-laki dan perempuan.

Sebagai aktivitas kehidupanbudaya, kehidupan ini tidak dapatdihindari untuk menjadi awal ataudasar permulaan ekspresi estetikpenciptaan karya sastra. Hal inidisebabkan sastra sebagai salah satudari berbagai bentuk representasibudaya yang menggambarkan relasidan rutinitas gender. Selain itu, tekssastra juga dapat memperkuat danmembuat stereotip gender baru yanglebih merepresentasikan kebebasangender. Oleh karena itu, kritik sastrafeminis membantu membangun studigender yang direpresentasikan dalamkarya sastra (Goldmann, 2001:2 dalamSofia, 2009: 21).

METODE PENELITIAN

Sifat penelitian ini adalah kajianpustaka dan menggunakan kritik sastrafeminis sebagai media pendekatanuntuk mengungkapkan resistensi danmodel kesetaraan gender yang adadalam novel PBS. Penunjukan korelasiini dibangun oleh asumsi bahwa kritiksastra feminis dianggap sebagaikehidupan baru dalam kritikberdasarkan perasaan, pikiran, dantanggapan yang keluar dari paraperempuan berdasarkan penglihatanterhadap peran dan kedudukanperempuan dalam dunia sastra(Suharto, 2005: 8). Tujuan kritik sastrafeminis adalah meningkatkankedudukan dan derajat perempuan,agar sama atau sejajar dengankedudukan serta derajat laki-laki,(Djajanegara, 2000:4). Dasar telaahkritik sastra feminis adalah susunanorganisasi sebuah karya sastra. Karyasastra adalah satu kesatuan yangselesai dan sastra yang baik adalah

yang bercirikan paradoks dan ironi(Fanani, 2001:149,150).

PEMBAHASAN

Resistensi, dan Model ResistensiPerempuan pada Usia Anak-Anak

Judul novel PerempuanBerkalung Sorban (PBS) sudahmenunjukkan adanya ketegasanresitensi. Dalam gaya ironi,Perempuan Berkalung Sorban dapatdimaknai dalam bahasa sederhana,“kalau lelaki dapat melakukan,mengapa tidak bagi perempuan?”.Dalam konteks sosial, “sorban” adalahpenunjuk laki-laki, pemimpin agama,bahkan kekuasaan. Artinya, segalapemberian makna itu juga dapatdisandangkan kepada kaum perempuan(kalung sorban). Hal ini ditunjukkanpula melalui desain sampul. Padasampul, tokoh Nisa ditampilkanbersorban yang berlawanan arahdengan foto perempuan lainnya yangtunduk pada aturan lelaki (perempuanmengenakan mukena). Artinya, semuaperempuan tunduk pada aturankonstruksi laki-laki, tetapi Nisa,membangkang dan melakukanperlawanan (membelakangi semuaorang, tidak searah) yang digambarkanmelalui sorban yang dikalungkan dileher.

Novel Perempuan BerkalungSorban (PBS) merupakan cerminanbagi sebagian perempuan–kalau tidakdapat dikatakan keseluruhan– bahwamasih banyak diskriminasi yangdialami oleh kaum perempuan hinggasaat ini, baik sebagai seorang anakmaupun sebagai seorang istri. Dalamnovel PBS, sejak berusia anak-anakhingga dewasa, seorang anakperempuan digambarkan sepakterjangnya membela hak-haknya atasdominasi kaum laki-laki. Namun,

Page 7: DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA …

Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 216-230

222

dibalik resistensi itu, juga ternyatamenunjukkan adanya model, yaitupemanfaatan usia sebagai model, yangtidak hanya menunjukkan upayaresistensi, tetapi juga sekaliguspenunjukkan adanya ruang kehidupanhegemoni laki-laki atas kaumperempuan yang secara konspiratifsudah terbangun mapan.

Sebagai gaya, model estetikpengungkapan kemapanan konspiratifatas diskriminasi gender digambarkanmelalui peristiwa diskriminasi danresistensi yang dilakukan Nisa yangmasih berusia dalam usia anak-anak,yaitu anak perempuan yang melakukanresistensi dalam lingkungan keluargadengan harapan dapat memperolehperlakuan yang sama dengansaudaranya yang berjenis kelamin laki-laki dari kedua orang tuanya.Peristiwa model resistensi dapat dilihatketika dalam keadaan santai terjadigurauan antara Nisa dengan keduakakaknya, yaitu Risal dan Wildan.Akan tetapi, peristiwa itu mengusikNisa karena bagian akhir dari gurauanitu, jika tidak dijawab, Nisa akandianggap sebagai perempuan bodoh–lazimnya anak-anak bersenda gurau.Fragmen tersebut dapat dilihat dalamkutipan berikut.

“Aku merenung sejenak, kalau akutak bisa menemukan jawabannya diapasti akan mengejekku. Mencibirkusebagai anak perempuan yang bodoh,aku tahu bedanya. Apa? Ayo katakan”yang satu binatang, satunya manusia”

“Tapi kan sama-samaperempuan”. Jawab kakakku denganlantan, sambil meletakkan telunjuk jaritangannya di atas hidung. (El Khalieq,2008: 3).

Percakapan santai, tapi dalamsuasana batin yang menjengkelkan,

itulah yang dialami dan memaksa Nisaberusaha menjawab pertanyaankakaknya. Jawaban Nisa tidak lainadalah untuk menegaskan bahwadirinya tidak bodoh seperti yangdibayangkan kedua kakaknya. Namun,jawaban Nisa tidak mendapattanggapan yang serius dari Rizal danWildan. Bagi Rizal, jawaban itu hanyamengada-ada sehingga memberikanisyarat gerak tubuh kepada Nisadengan jari yang menunjuk ke hidung.Muatan diskriminasi yangmerendahkan perempuan pada konteksini, yaitu meletakkan jari telunjuk diatas hidung yang bermakna perempuan(Nisa) tidak menggunakan akal untukberpikir, tetapi menggunakan inderapenciuman. Pengertian lain atasperistiwa ini adalah, bahwa pada usiayang masih sangat belia, anak-anaksudah dibentuk oleh keluarga danlingkungannya untuk mendiskreditkankaum perempuan dalam soalkecerdasan. Percakapan berikutmenggambarkan sikap resistensi Nisaterhadap diskriminasi laki-laki.

“Bagaimana Nisa? Apa yang kautanyakan tadi?”

“Kakak saya pernah bilang,katanya mereka sedang membicarakanurusan laki-laki. Apa ke kantor itutermasuk urusan laki-laki, Pak Guru?”

“Tetapi ibunya Dita juga pergi kekantor Pak Guru, dan tidak pernah kepasar.”

“Oya? Siapa itu Dita? TemannyaNisa?”

“Tetangga saya, Pak”“Baik-baik, anak-anak, memang

ada seorang ibu yang juga pergi kekantor, mungkin karena suaminyameninggal sehingga ibu harus mencarinafkah sendiri untuk….”

“Tetapi ayahnya Dita belummeninggal, Pak. Ayahnya Ditamemiliki banyak burung dan setiap

Page 8: DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA …

Wildan: Resistensi dan Model Kesetaraan Gender dalam…

223

harinya memberi makan burung danmengajarinya kalimat…rejekinomplok, rejeki nomplok.” (ElKhalieq, 2008: 11).

Kutipan percakapan ini tegasmenunjukkan adanya kegamanganguru untuk menanggapi pernyataanNisa yang polos. Pada konteks ini, adaupaya untuk melakukan kebohonganterhadap keberatan Nisa denganmencoba menutupi kenyataan yangdilihat Nisa di tetangga rumahnya,bahwa laki-laki tidak berurusan dengankantor, melainkan mengurus burung dirumah. Pada peristiwa ini, Nisamengharapkan keterbukaan dankejujuran gurunya, bahwa tidakselamanya yang bekerja di kantoradalah laki-laki. Apa yang disaksikanNisa tidak terlepas dari rasa senangbermain dan ingin berbagi ataspengalaman yang diterimanya. Denganpengalaman bermainnya, Nisaberusaha menunjukkan fakta yangberbeda dengan yang disampaikangurunya. Pengalaman Nisamenunjukkan, perempuan jugamenjinjing tas ke kantor dan yangmenjaga anak di rumah adalah seoranglaki-laki. Begitu juga dengan ayahDita, hanya mengurus burung piaraandi rumah.

Sikap resistensi Nisa padaperistiwa tanya jawab dengan gurudalam kelas, setidaknya menunjukkandua hal. Pertama, resistensi itu sendiridan kedua, pemanfaatan usia yangdimulai pada usia anak-anak. Usiaanak-anak dimanfaatkan sebagaisebagai model resistensi yangmenegaskan (permulaan) adanyakemapanan hegemoni laki-laki atasperempuan yang sudah sejak lamaterbangun secara sistemastis dari suatulingkungan budaya melalui kalimat-kalimat yang bias gender. Lanjutanfenomena ini akan dijelaskan pada

pemindahan pola penceritaan daripemanfaatan usia anak-anak ke usiadewasa.

Kutipan berikutnya yangmenunjukkan sikap resistensi terhadapperlakuan berbeda yang diterima Nisadengan Risal dan Wildan dapat dilihatpada percakapan Nisa denganpamannya yang selalu memberimotivasi untuk belajar, agar majuwawasan dan cerdas berpikir, sebagaiberikut.

“Tapi aku ingin belajar naik kudadan pergi ke kantor.”

“Apa hebatnya naik kuda dan apaenaknya pergi ke kantor, Nisa?”

“Jika aku naik kuda, semua orangmendongak ke arahku. Aku juga bisamemimpin pasukan perang sepertiAisyah atau putri Budur sehingga paralaki-laki perkasa menjadi tunduk dibelakangku. Dan jika aku pergi kekantor, bajuku wangi dan rapi tidakseperti lek Sumi yang seharian didapur, badanya bau dan bajunyakedodoran.” (El Khalieq, 2008: 15).

Sikap resistensi Nisa padapercakapan ini menunjukkan bahwaNisa (perempuan) juga dapat menjadipenguasa, dan pemimpin yang perkasa,sebagaimana laki-laki dapatmelakukannya (kemampuannyamenunggang kuda). Jika belajardengan sungguh-sungguh, semua itudapat diraih. Dengan demikian, laki-laki tidak akan lagi merendahkan Nisa(perempuan), apalagi menganggapbahwa pekerjaan perempuan hanyadalam wilayah domestik.

Pada peristiwa resistensi yanglain, membangun kepercayaan ataskemampuan yang dimiliki perempuan,juga tidak akan diperoleh, selamabagian dari nikmat bersumber darikekuasaan laki-laki. Oleh karena, laki-laki akan selalu menjadi pemenang

Page 9: DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA …

Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 216-230

224

karena dimenangkan olehmaskulinisme, oleh ayat-ayat atauhadis-hadis yang belum tentutafsirannya terbebas dari kepentinganlaki-laki. Yang membuat lelaki selalumerasa menguasai perempuan adalahmasyarakat itu sendiri yang dibangunmulai dari aturan-aturan di rumahhingga kalimat-kalimat yang bernuansamendiskriminasi perempuan. Mulaidari buku pelajaran bahasa Indonesia,ruang publik, seperti di sekolah tingkatdasar (SD) hingga buku bahasaIndonesia di tingkat SMA. Kutipanyang mencerminkan diskriminasidimaksud, dapat dilihat pada perisitiwadalam kutipan berikut.

“Apa benar, Mbak May? Jikasekarang Nisa belajar mencuci,memasak, menyapu, apa masa depanNisa terjamin? Dan jika Wildan danRisal enak-enakan tidur di kamar, apamasa depan mereka juga terjamin?”(El Khalieq, 2008: 21).

Pada dasarnya, apa yang menjaditugas Nisa dan pembiaran perilakukepada kedua kakanya adalah duaaktivitas yang sama-sama tidak dapatmenjamin kebahagiaan Nisa dankakaknya di masa yang akan datang.Oleh karena itu, yang sesungguhnyaingin ditegaskan oleh Nisa padakutipan tersebut adalah tidak perlu adaperlakuan yang berbeda (antara Nisadengan kedua kakaknya) kalauperbedaan itu juga tidak memberijaminan masa depan yang lebih baik.Nisa sebagai anak yang kurang lebihseusia dengan kakaknya yang masihanak-anak, juga membutuhkankebebasan untuk bermain. Ia berhakmenikmati masa kecilnya dengangembira tanpa dibebani dengansejumlah kewajiban domestik, sepertimencuci piring, memasak di dapur,menyapu, dan membersihkan halaman

rumah. Sementara kedua kakaknyayang memiliki tenaga yang lebih kuattidak dibebani kewajiban apapun dirumah.

Perlakuan diskriminatif semakinmenyedihkan karena sikap Nisa yangberupaya menunjukkanperilakukesataran gender, oleh keduaorang tuanya dianggap sikap yangmembandel. Jadi, selaindinomorduakan dalam perlakuan, jugadianggap sebagi anak yang nakal, yaituanak yang suka membantah aturan atauperintah orang tua. Status orang tuamenjadi alat untuk melindungi budayapatriarkat. Perasaan kasih sayang orangtua yang dirasakan Nisa tidaksebanding dengan kasih sayang yangdiberikan kepada kedua kakaknya.Bagi Nisa, kasih sayang orang tua yangmemanjakan kedua kakaknya dianggapsangat berlebihan sehingga selalumenimbulkan perselisihan(perlawanan) di antara meraka.Perasaan Nisa ini tergambar dalamkutipan berikut.

“Dasar pemalas!” katanya sambilmencibir.

“Kau yang pemalas. KerjanyaCuma tidur. Dasar pembohong!Ngomongnya belajar ternyatangorok!”

”Kau yang pembohong!”“Kau!”“Kau!”“Kau, kau. Kau, kau…! Teriakku

panjang kemudian menutup pintudengan, ganas. (El Khalieq, 2008: 24).

Sikap Nisa terhadap keduakakaknya menunjukkan adanya sikapkesal sebagai akibat akumulasiperlakuan yang tidak dapatditerimanya. Membanting pintu kamarmenunjukkan kemarahan Nisa sudahtidak terbendung karena sudahterlampau lama merasakan

Page 10: DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA …

Wildan: Resistensi dan Model Kesetaraan Gender dalam…

225

ketidakadilan. Anak anak yangmembanting pintu karena berebutmainan dengan kakak atau adik sesuatuyang biasa. Biasanya selalu dibiarkanhingga berakhir dan hilang sendiri atauterlupakan karena berganti dengankeceriaan yang lain dalam bermain.Namun, bagi Nisa, membanting pintubukan hanya soal permainan yangmenyenangkan sehingga dapatmelupakan peristiwa sebelumnya,melainkan juga sebagai sikap tidakmenerima diskriminasi yang tidaksemestinya pada usianya yang masihanak-anak.

Pada ranah yang lebih luas,kutipan ini dapat dikatakan sebagaipenegasan bahwa diskriminasi gender,selain dibangun melalui konspirasikonstruksi sosial yang mapan, jugasudah tumbuh menjadi bangunanideologi dalam lingkungan sekolahatau pesantren. Penanaman sejak awalsuatu keyakinan–pekerjaan wilayahdomestik–yang harus dipaksakan danditerima oleh Nisa merupakan doktrinsosial yang sejak lama terjadi dalamrumah. Tujuannya untukmenumbuhkan keyakinan bagi kaumperempuan bahwa setelah dewasasegala pekerjaan dalam wilayahdomestik dapat diterima karenaperintah Tuhan karena disampaikandalam lingkungan lingkunganpesantren dan disampaikan oleh Kiai.

Sebagaimana peristiwadiskriminasi dan sikap resistensi Nisasebelumnya, yang disampaikan dalamsuasana bercanda, tapi membuat kesal,juga dapat dilihat pada dua kutipanberikut.

“Sst! Jangan keras-keras kalauketawa. Kau ini anak perempuan.Tahu?”….(El Khalieq, 2008: 34).

“Sst! Jangan pelan-pelan kalauketawa. Kau ini anak-laki-laki.Tahu?”….(El Khalieq, 2008: 35).

Jangan ketawa kecil danketawalah yang besar adalah ironi ataskeserakahan laki-laki. Bukankahketawa yang besar merupakan petandaatau klaim kekuasaan dan kehebatanlaki-laki? Dan oleh kekuasaannya,perempuan hanya boleh tertawa kecil.Dengan kata lain, laki-laki dapatmelakukan apa saja, sementaraperempuan harus menerima batasanatas segala bentuk aktivitas yangdilakukan, sekali pun hanya tertawa.Tertawa juga dapat diartikan sesuatu(benda) yang sederhana, tetapi itu pundibatasi (dirampas). Artinya, tidak adalagi yang tersisa karena semuanyasudah dimiliki (dirampas) oleh lelaki.

Dengan demikian, diskriminasidan model resistensi pada sejumlahperistiwa yang melibatkan Nisa, Risal,maupun Wildan dengan tokoh lain,berfungsi untuk menunjukkan dua hal.Pertama, Nisa melakukan resistensiatas diskriminasi yang menggunkankonsep patriarkat untuk membenrkansegala bentuk diskriminasi. Kedua,menunjukkan model diskriminasimelalui usia anak-anak, yaitu WildanRisal dan Nisa yang berfungsi untukmenunjukkan kemapanan diskriminasiyang terjadi dalam lingkungan rumahdan sekolah.

Resistensi dan Model Resistensipada Usia Dewasa

Model penceritaan diskriminasigender dan resistensi yangdigambarkan melalui pemanfaatan usiamerupakan rangkaian pola estetikuntuk mengukuhkan bahwa peristiwadiskriminasi gender telah terjadi secaramasif yang dipolakan dalam

Page 11: DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA …

Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 216-230

226

lingkungan rumah dan sekolah melaluibentuk konspirasi usia, yaitu usia anak-anak hingga dewasa. Model konspirasiyang menegaskan bahwa kemapanandiskriminasi merupakan perubahanmodel penceritaan dari usia anak-anakke usia remaja atau dewasa.

Dimulai dari pemberian nama,Nisa bernama asli Annisa Nuhaiyyahyang berarti perempuan yang berakalatau perempuan yang berpandanganluas. Dengan nama itu, kelakdiharapkan dapat menggantikan posisiayahnya sebagai pemimpin pesantrendan tokoh masyarakat. Namun, mimpi-mimpi yang dibangun orang tua tidakberhasil. Orang tua merajut cita-citanya kepada Nisa di pesantrendengan menggunakan konseppatriarkat menata kehidupan Nisa dimasa datang dalam kehidupan sosial.Sementara itu, Nisa menolak danmelakukan resistensi terhadap doktrinpatriarkat yang telah melecehkan danmendiskreditkan perempuan. Ditinjaudari pemberian nama yang diharapkanjadi pemimpin oleh keluarga (wakildari lingkungan sosial atau kaumpatriarkat), Nisa telah mengalamikegagalan dan telah mengecewakanorang tua. Namun, dalam penegakankesetaran gender Nisa telah berhasilmelakukan perlawanan dan berhasilmenjadi pemimpin, setidaknya untukdirinya sendiri.

Tidak hanya ketidakadilan padamasa anak-anak dirasakan Nisa, tetapijuga ketika dewasa. Resistensi, baikdalam bentuk tindakan maupun ujaranyang sifatnya ironi, yang jugasekaligus menunjukkan sikap Nisasudah dewasa dapat dilihat padakutipan, sebagai berikut.

“Bagaimana pendapat ibu tentangucapan sahabat Nabi itu?”

“Orang mengatakan, jikaperempuan bakhil, mereka dapat

menjaga harta suaminya. Sedangperempuan yang mengagumi dirisendiri umumnya tidak mau berbicaradengan laki-laki lain dengan kata-katayang halus yang menimbulkankecurigaan suaminya dan jika merekapenakut, mereka tidak berani keluarrumah yang menimbulkan kecurigaansuaminya. Itulah yang dimaksuddengan ucapan sahabat di atas.”

“Maksud Nisa, apa bakhil dan tidakbersedekah itu baik di mata Allah?Dan mengagumi diri sendiri itubukankah riya? Bukankah sifatdermawan itu dianjurkan. Rendah hatidan keberanian di jalan kebenaran itujuga terpuji. Mengapa jika perempuan,semuanya jadi terbalik?” (El Khalieq,2008: 75).

Peristiwa diskusi antara Nisadengan ibunya ini setidaknyamenunjukkan dua hal. Pertama,kesahihan hadis itu sendiri, dan yangkedua Nisa semakin kritis sehinggaselalu mempertanyakan sesuatu yangsifatnya diskriminatif. Mencermatiperistiwa ini, Nisa menduga banyakhadis yang ditafsirkan hanya untukkepentingan dan melanggengkankepentingan laki-laki. Dengan segalayang dirasakannya, Nisa mencobamendiskusikan dan berusahamenegaskan kepada ibunya, penikmatmaskulinisme, bahwa tidak semuahadis yang ditafsirkan bertujuanmemajukan dan mencerdaskanpenganut agama Islam. Sikap inidigambarkan melalui penggalanpertanyaan “mengapa jika perempuan,semuanya jadi terbalik?”, tetapi bisajuga untuk kepentingan yang lain(patriarkat). Dalam penegasan yanglain, mengapa perbuatan yang baikdianjurkan, dan seolah-olah hanyauntuk kaum laki-laki, sedangkan bagiperempuan semuanya kelihatan serbaterbalik, yang buruk saja. Kutipan

Page 12: DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA …

Wildan: Resistensi dan Model Kesetaraan Gender dalam…

227

berikutnya menunjukkan modelresitensi Nisa.

“Perempuan mana saja yang diajaksuaminya untuk berjimak lalu iamenunda-nunda hingga suaminyatertidur, maka ia akan dilaknat olehAllah. “Kemudian lanjutnya,”perempuan mana saja yang cemberutdi hadapan suaminya, maka diadimurkai Allah sampai ia dapatmenimbulkan senyuman suaminya danmeminta keridhaannya. (PBS, hal. 79-80).

“Bagaimana jika istrinya yangmengajak ke tempat tidur dan suamimenunda-nunda hingga istri tertidur.Apa suami juga dilaknat Allah, PakKiai?” (El Khalieq, 2008: 80).

Peristiwa ini sudah didiskusikanNisa dengan ibunya, sebelumnya.Yang berbeda hanya teman diskusi dantempat peristiwa. Sekarang yangmenjadi tempat bertanya Nisa adalahKiai Ali dengan peristiwa yang terjadidi tempat formal, ruang kelas.Peristiwa ini menunjukkan bahwasekolah hanya menjadi tempatpemandaian akal, tanpa dapat menjaditempat bertumbuhnya kesadarankehidupan yang berkesetaraan genderyang merupakan perintah Tuhan yangmewajibkan kepada lembaga atausiapapun untuk berlaku adil. Sekolahdan rumah hanya menjadi tempatpengukuhan doktrinitas patriarkat.Pertanyaan Nisa justru dikukuhkan danhanya dianggap sebagai perpanjangankaum kafir yang akan meruntuhkanIslam. Sebagaimana pada penjelasansebelumnya, maka pada konteks ini,agama juga dimanfaat sebagai tempatberlindung, yaitu budaya patriarkat.Oleh karena itu, segala pengetahuanilmu agama yang diajarkan oleh Kiaiharus diterima secara absolut, tanpa

harus dilacak sumber kebenarannyadan diketahui pada konteks bagaimanasuatu hadis muncul di masa nabi dankemudian dijadikan sumber kebenaran.Sebagai sumber kebenaran dari Tuhan,tentu hadis tidak ada yangdiskriminatif.

Dalam situasi diskriminasigender ini, dikatakan bahwa pengaruhgender dalam struktur sosial dapatdilihat dari budaya pada suatumasyarakat (Dharma, 2002: 11). Disatu sisi, struktur sosial dapat dilihatmelalui peran yang dimainkankelompok-kelompok dalammasyarakat. Pada sisi lain, struktursosial dapat dilihat pada status sosialkelompok-kelompok dalam masyarakatyang selalu menempatkan perempuanpada posisi minoritas atau yangterdiskriminasi. Dengan demikian,pesantren sebagai suatu kelompok atauinstitusi juga sudah sangatberkontribusi besar memberi andil danmelakukan diskriminasi terhadapperempuan.

Diskriminasi gender jugadialami Nisa dalam rumah tangga.Seperti bentuk diskriminasisebelumnya, tentu Nisa tidak dapatmenerima perlakuan yang melecehkandirinya (perempuan). Sekalipun yangmelakukan Samsudin, suaminya, Nisatetap tidak dapat menerimanya. Hal initerepreseantasikan dalam kutipanberikut.

“Hentikan kelakuanmu! Atau akupergi dari rumah ini.”

“ Waduh, waduh! Galak amat!” Iatertawa dan terus tertawa melecehkan.

“Kau pikir karena kau suamiku, kaubisa seenaknya memperlakukan aku?”

“Apa yang kau katakana Nisa? Akuhanya ingin main-main denganmu.”

“Main-main? Permainanmu sangatmenyebalkan.”

Page 13: DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA …

Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 216-230

228

“Oh, yang mana lebihmenyebalkan, permainanku atau nadabicaramu.”

“Kita lihat saja Nanti”..........“Kau memperkosaku,

Samsudin! Kau telah memperkosaku!”“Memperkosa? Heh…,” ia

terbahak-bahak kecil karena puasmengerjaiku. “Mana ada suamimemperkosa istri sendiri, kau ini anehNisa. Aku belum pernah melihatperempuan sebodoh kamu ini. Tetapisekalipun bodoh, kau begitu molek.Tubuhmu begitu luar biasa, heh hehheh…”

“Hentikan ocehanmu! Perilakumuseperti bukan muslim!”

“Oh, ya, tahu apa kau tentangmuslim, istriku sayang?” (El Khlieq,2008: 96-97)

Dari sejumlah peristiwasebelumnya, peristiwa ini menegaskanbahwa dalam berbagai kehidupanperempuan selalu menjadi korbanpelecehan laki-laki. Perempuan yangsudah diikat dengan tali perkawinan,membangun kesadaran legimatimasibagi suami untuk dapat melakukan apasaja terhadap istrinya. Sebab itu, tidakjarang suami (laki-laki) melakukantindakan yang tidak menyenangkanterhadap istrinya (perempuan).Padahal, pada saat yang sama denganperlakuan itu laki-laki telahmelecehkan dan merendahkanperempuan. Perasaan perempuan(Nisa) terlihat dari kalimat “Kaumemperkosaku, Samsudin! Kau telahmemperkosaku!”

Sejumlah peristiwa yang dialamiNisa pada usia dewasa merupakankelanjutan sikap resistensi dari usiaanak-anak yang memiliki pola yangsama. Hubungan ini merupakanbangunan struktur yang tak terpisahkandengan usia anak-anak dengan usiadewasa karena menjadi sarana estetik

untuk menjembatani terbentuknyamodel. Hanya saja, struktur pengisahanNisa pada usia dewasa bertujuan untukmenunjukkan kemapanan polakonspirasi konstruksi sosial yangdigambarkan melalui cara berpikirorang dewasa dalam memecahkanmasalah agama yang lebih rumit.

PENUTUP

Pola konstruksi sosialdiskriminasi perempuan dalam NovelPerempuan Berkalung Sorbanmerupakan gambaran hegemoni kaumpatriarkat yang dibangun dari berbagaiaspek kehidupan yang dipolakan dalamtiga ranah kehidupan. Pertama, melaluiusia anak-anak (Nisa) yangdiperlawankan dengan anak seusianya,yaitu Wildan dan Risal. Kedua, dalamruang pendidikan, baik di rumahmaupun di sekolah. Ketiga, melaluiperkawinan usia dini yangdigambarkan dalam kehidupan rumahtangga. Ketiga pola ini, secarabergantian dihadirkan untukmenelusuri pada ruang apa saja, waktuapa, dan bagaimana peristiwadiskriminasi itu dilakukan. Dariperistiwa tersebut terungkap sesuatuyang lebih luas dan kompleks,sekaligus menjadi masalah yang sangatserius, yakni bahwa ternyata pesantrentelah lama menjadi kekuatankonstruksi diskriminasi gender dantempat berlindung bagi pihak-pihakyang sudah merasa nyaman hidup diatas diskriminasi. Artinya, pesantrensebagai simbol tempat pemerolehanpendidikan yang berkesataraan gendertelah terabaikan. Pesantren justrumenjadi tempat pengukuhan hidupnyadiskriminasi yang terpola mapanmelalui praktik pendidikan danpengajaran. Dalam novel NovelPerempuan Berkalung Sorban, agamaIslam (pesantren) sudah menjadi

Page 14: DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA …

Wildan: Resistensi dan Model Kesetaraan Gender dalam…

229

tempat berlindung bagi pemerolehanlegalitas diskriminasi untukmelanggengkan kehidupan budayapatriarkat.

Secara keseluruhan, diskriminasigender yang digambarkan sejak awalperistiwa diberikan solusi, tetapi tidakmemberi jawaban atas keseluruhandikriminasi gender. Novel PerempuanBerkalung Sorban hanya membangunkonsep kesetaraan gender yang idealmelalui usia dewasa Nisa, sedangkanyang lainnya tetap diabaikan.Konstruksi ideal tersebut ditunjukkanjuga melalui peristiwa sebelumnya,yaitu diskriminasi yang dialami Nisapada usia anak-anak. Peristiwa iniadalah alur yang bertujuanmengonstruksi Nisa untuk dipaksamenikah dengan Samsudin padaperkawinan pertama. Nisamendapatkan kekerasan dan pelecehanetika, yaitu tanpa penghargaan sebagaiistri dan perempuan. Perkawinan Nisauntuk kedua kali, setelah dewasadengan Lek Khodori, adalah ruangkonstruksi pemerolehan modelkesetaraan gender. Oleh karenaperempuan (Nisa) sudah menempatkandirinya pada posisi memiliki hak yangsama kedudukannya dengan LekKhodori, baik dalam penyampaianpikiran dan perbedaan pendapatsebagai perempuan, maupun Nisasebagai istri dalam membangun rumahtangga.

DAFTAR PUSTAKA

Djajanegara, Soenarjati. 2000. KritikSastra Feminis: SebuahPengantar. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama

Dharma, Syurya. 2008. Konsep danTeknik Penelitian Gender.Malang: UniversitasMuhammadiyah Press

Endraswara, Suwardi. 2008. MetodePenelitian Sastra:Epistemelogi, Model,Teori dan Aplikasi.Yogyakarta: Med Press

Fakih, Mansour. 2001. Analisis Genderdan Transformasi Sosial.Yogyakarta: PustakaPelajar.

Fanani, Zainuddin. 2001. TelaahSastra. Surakarta:Muhammadiyah Press.

Jabrohim. 2012. Teori PenelitianSastra. Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Kadarusman. 2005. Agama, RelasiGender dan Feminisme.Yogyakarta: KreasiWacana

Karman, Sumar Andi. 2012.Perempuan PencariNafkah: PerspektifFeminis Terhadap PolitikMarginalisasi Perempuan.Jurnal Tekstual 10(19):1-9. Ternate: FakultasSastra dan Budaya,Unkhair.

Kasiyan. 2008. Manipulasi danDehumanisasiPerempuan dalam Iklan.Yogyakarta: Ombak

Ormas Keagamaan. 2003. CitraPerempuan Dalam Islam,Pandangan OrmasKeagamaan. Jakarta:Gramedia Pustaka

Suharto, Sugiharto. 2005. Kritik SastraFeminis: Teori danAplikasi. Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Sofia, Adib. 2009. Aplikasi KritikSastra Feminis:Perempuan dalam Karya-Karya Kuntowijoyo.Yogyakarta: CitraPustaka

Page 15: DALAM NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA …

Kandai Vol. 10, No. 2, November 2014; 216-230

230

TV One. 2009. Apa Kabar IndonesiaPagi, 29 September 2009,pukul 9:00 WIT.

Djajanegara, Soenarjati. 2000. KritikSastra Feminis: SebuahPengantar. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama

Dharma Syurya. 2008. Konsep danTeknik Penelitian Gender.Malang: UniversitasMuhammadiyah Press

Endraswara, Suwardi. 2008. MtodePenelitian Sastra:Epistemelogi, Model,Teori dan Aplikasi.Yogyakarta: Med Press

................... 2013. Sosiologi Sastra,Studi, Teori, danIenterpretasi. Yogyakarta:Ombak

Fakih, Mansour. 2001. Analisis Genderdan transformasi Sosial.Yogyakarta: PustakaPelajar

Fanani, Zainuddin. 2001. TelaahSastra. Surakarta:Muhammadiyah Press.

Jabrohim, 2012. Teori PenelitianSastra. Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Kadarusman. 2005. Agama, Relasigender dan feminisme.Yogyakarta: KreasiWacana

Karman, Sumar Andi. 2012.Perempuan PencariNafkah: PerspektifFeminis Terhadap PolitikMarginalisasi Perempuandalam Jurnal Tekstual,Vol. 10.No. 19-09.

Kasiyan. 2008. Manipulasi danDehumanisasi Perempuandalam Iklan. Yogyakarta:Ombak

Ormas Keagamaan. 2003. CitraPerempuan Dalam Islam,Pandangan OrmasKeagamaan. Jakarta:Gramedia Pustaka

Suaka, I Nyoman. 2014: AnalisisSastra: Teori danAplikasi. Yogyakarta:Ombak

Suharto, Sugiharto. 2005. Kritik SastraFeminis: Teori danaplikasi. Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Sofia, Adib. 2009. Aplikasi KritikSastra Feminis:“Perempuan dalamkarya-karyaKuntowijoyo”.Yogyakarta: CitraPustaka

TV One. 2009. Apa Kabar Indonesia,Pagi. 29 Septrember2009, pukul 9:00 WIT.