Covid-19 dan Anak-anak di Dalam Lapas W - Gunadarma

1
Opini & Editorial Suara Pembaruan 2 Jumat, 3 April 2020 Tulisan opini panjang 900 kata disertai riwayat hidup singkat, foto kopi NPWP, foto diri penulis dikirim ke [email protected]. Bila setelah dua minggu tidak ada pemberitahuan dari redaksi, penulis berhak mengirim ke media lain. Tajuk Rencana Segera Kucurkan Anggaran Covid-19 P emerintah menyiapkan tambahan anggaran Rp 405,1 triliun pada APBN 2020. Anggaran sebanyak itu digunakan untuk menangani pandemi virus korona (Covid-19) berikut dam- paknya terhadap masyarakat dan perekonomian nasional. Salah satu pos anggaran tersebut diperuntukkan belanja kesehatan dalam rangka penanganan kasus-kasus terinfeksi Covid-19, yang per Kamis (2/4) telah mencapai jumlah 1.790 kasus positif. Diperkirakan, jumlah tersebut akan terus bertambah di kemudian hari. Untuk belanja kesehatan dalam rangka penanganan Covid-19, pemerintah mengganggarkan Rp 75 triliun. Jumlah itu dialokasikan untuk empat pos pengeluaran, yakni subsidi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja dengan nilai Rp 3 triliun, insentif bagi tenaga medis yang menangani pasien Covid-19 sebesar Rp 5,9 triliun, santunan tenaga medis yang meninggal karena menangani pasien Covid-19 senilai Rp 300 miliar, serta belanja keperluan penanganan Covid-19 senilai Rp 65,8 triliun. Kita melihat bahwa pos-pos pengeluaran tersebut sudah men- cakup seluruh kebutuhan penanganan pandemi Covid di Tanah Air. Tambahan subsidi BPJS Kesehatan bagi pekerja bukan pene- rima upah dan bukan pekerja, misalnya, diharapkan bisa menjang- kau lebih banyak warga yang berpotensi terinfeksi virus korona, terutama dari kalangan tak mampu. Demikian halnya anggaran insentif bagi tenaga medis yang menangani pasien terpapar korona, merupakan bentuk apresiasi pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia atas kerja keras tanpa mengenal lelah dan pengorbanan mereka. Para tenaga medis bekerja melampaui panggilan tugasnya, karena rela bertaruh nyawa demi menyelamatkan nyawa pasien yang terinfeksi Covid-19. Hal yang sama juga kita melihat pada anggaran untuk santunan tenaga media yang meninggal karena menangani Covid-19. Sejauh ini, sudah 13 dokter yang meninggal, dan mungkin lebih banyak lagi perawat yang mendahului kita. Mereka adalah pahlawan kemanusiaan yang meninggal karena panggilan hatinya memban- tu sesamanya. Sedangkan, anggaran yang cukup vital adalah untuk keperlu- an penanganan Covid-19. Menurut dokumen pemerintah, anggar- an sebesar Rp 65,8 triliun tersebut akan digunakan untuk membe- li alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan; belanja obat-o- batan; pembelian alat tes, baik tes cepat (rapid test) maupun tes swab; peningkatan kapasitas 132 rumah sakit rujukan; pengadaan peralatan untuk perawatan pasien, seperti ventilator; serta pem- bangunan rumah sakit darurat khusus pasien Covid-19 di Wisma Atlet Kemayoran Jakarta. Kita berharap, anggaran tersebut segera dikucurkan oleh pemerintah sehingga segala kebutuhan penanganan pasien Covid- 19 bisa terpenuhi. Kita tidak ingin mendengar lagi pasien yang meninggal lantaran tak kunjung mendapat penanganan medis memadai setelah ditolak rumah sakit yang kekurangan daya tam- pung atau tidak memiliki peralatan yang dibutuhkan. Kita ingin penanganan setiap pasien, baik yang berstatus orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), maupun mereka yang positif terinfeksi virus korona, bisa dilakukan secepat mungkin, sehingga nyawanya terselamatkan. Kita juga tidak ingin mendengar kisah pilu para tenaga medis di garda terdepan yang harus berjuang dengan APD yang minim, bahkan tanpa APD sama sekali. Jangan sampai sebagai penyela- mat, para tenaga medis justru menjadi korban. Pemerintah wajib dengan cara apapun, dan berapa pun biayanya, memenuhi kebu- tuhan APD bagi tenaga medis. Ini adalah prioritas utama. Tahap berikutnya, pemerintah wajib memenuhi APD bagi masyarakat, terutama masker yang saat ini masih terjadi kelang- kaan. Kita berharap, dalam waktu dekat ada pembagian masker secara gratis kepada seluruh warga. Sebab, masker adalah per- lengkapan minimal untuk mencegah dan memutus mata rantai penularan antarmanusia. Sejumlah negara mampu menekan laju pertambahan kasus positif Covid-19, karena warganya memakai masker saat beraktivitas di luar rumah. Pemerintah dan kita semua berpacu dengan waktu untuk mengurangi bahkan menghentikan penularan virus mematikan ini. Salah satu yang dibutuhkan adalah secepatnya mengucurkan anggaran yang telah disiapkan. Namun, tetap harus diingat bahwa penggunaan anggaran tersebut harus tetap disertai penegakan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Jangan sampai ada yang mengail di air keruh, menggunakan kesempatan di tengah situasi darurat kemanusiaan yang dihadapi seluruh bangsa Indonesia saat ini, demi keuntungan pribadi. Kita juga mengetuk jiwa sosial para pengusaha dan mereka yang memiliki akses terhadap pengadaan seluruh kebutuhan penanganan Covid-19, untuk bergotong-royong membantu peme- rintah. Ini adalah perang total yang harus dihadapi oleh seluruh komponen bangsa, agar pandemi ini segera berakhir, sehingga kehidupan pulih seperti sedia kala. Memihak Kebenaran SP Pemimpin Umum: Sinyo H Sarundajang (Nonaktif) Wakil Pemimpin Umum: Randolph Latumahina Direktur Pemberitaan: Primus Dorimulu Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: ME Aditya Laksmana Yudha Editor at Large: John Riady W abah Covid-19 di Indone- sia belum menunjukkan tanda-tanda terkendali. Ruang publik terasa semakin penuh sesak pemberitaan yang dikhawatirkan justru memperlemah daya lenting kolektif dalam menghadapi pandemi ini. Satu komunitas yang seolah luput dari perbincangan publik adalah anak-anak berkonflik hukum yang saat ini sedang menjalani masa pendidikan di lembaga pemasyarakatan anak atau Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Mengacu data Ditjen Pemasyarakatan - SMS Gateway System, per Maret 2020 terdapat empat ratusan anak pidana. Terhadap narapidana (napi) umum, pemerintah telah membuat kebijakan. Dikabarkan, lima ribuan orang telah dikeluarkan dan dibebaskan sebagai ba- gian dari upaya pencegahan penyebaran virus korona di lembaga pemasyarakatan (lapas). Target Kemkumham, 30.000 sampai 35.000 napi akan dibebaskan nantinya. Bagaimana halnya dengan anak-anak yang berhadapan dengan hukum? Pada satu sisi, lingkungan terisolasi meminimalkan kemungkinan terpapar- nya anak-anak pada virus korona yang ditularkan oleh masyarakat di luar LPKA. Tetapi, pada saat yang sama, lingkungan yang terisolasi, saya khawatirkan, juga dapat menjadikan seluruh anak tersebut sebagai kelompok yang sangat riskan terjangkit wabah Covid-19 ketika ada satu saja orang positif Covid-19 masuk dan menularkan virusnya ke dalam LPKA. Seberapa jauh penjarakan fisik (physical distancing) dapat ditegakkan, apalagi di tempat-tempat di mana masih ada anak-anak binaan di tempat dalam satu lingkungan dengan para napi de- wasa. Belum lagi ketika di lingkungan lapas maupun LPKA terjadi problem overkapasitas, yakni berlebihnya jumlah penghuni dibandingkan dengan luas area di mana mereka berada. Kualitas sanitasi pun tetap relevan untuk dipermasalahkan. Ditambah lagi, tindak-tanduk menyim- pang yang secara tipikal berkembang di dalam lingkungan penjara, sangat mungkin melipatgandakan masalah kesehatan anak-anak binaan. Perlindungan anak-anak binaan dari penyakit Covid-19 merupakan isu mendesak yang harus menjadi perha- tian luas. Ini merupakan konsekuensi konstitusional. Sebab, UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak menegaskan bahwa anak berhadapan dengan hukum sebagai salah satu kategori anak yang memperoleh perlindungan khusus. Dan secara eksplisit, Pasal 64 UU dimaksud menyebut pemberian pelayanan kese- hatan sebagai salah satu dari enam belas bentuk perlindungan khusus yang patut diberikan kepada mereka. Siapa yang diwajibkan dan bertanggung jawab memberikan perlindungan khusus tersebut, tak lain adalah--secara beru- rutan--pemerintah (pusat), pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya. Realisasi perlindungan khusus bagi anak-anak binaan LPKA juga merupakan implementasi keadilan restoratif sebagai filosofi penghukuman yang dianut oleh Indonesia. Filosofi tersebut memandu kerangka berpikir dan kerangka kerja seluruh pemangku kepentingan agar senantiasa berupaya memulihkan dan--kelak--mengintegrasikan kembali anak-anak binaan ke tengah-tengah masyarakat. Dua agenda tersebut tentu hanya dapat tercapai apabila pemerintah (pusat), pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya juga tidak abai terhadap proteksi kesehatan fisik dan psikis anak -anak binaan dari pandemi Covid-19. Perhatian tentang masalah ini telah ditunjukkan oleh otoritas hukum di sekian banyak negara yang juga telah menerapkan sistem peradilan pidana anak (juvenile justice system). Bahkan tidak sedikit pihak yang mendesak pemerintahnya untuk mengeluarkan seluruh anak binaan dari dalam lapas, dan secepatnya mengembalikan mereka ke keluarga masing-masing. Di Manhattan, misalnya, otoritas setempat diperkarakan secara hukum agar secepat mungkin mengeluarkan sekian banyak anak dari lapas. Dasar argumentasinya, mempertahankan anak-anak di dalam lapas, sebaik apa pun sarana dan fasilitasnya, dipandang sebagai kebahayaan tingkat tinggi yang harus dihindari, agar lapas tidak berubah dari penampungan pesakitan ke penampungan orang penyakitan. Secara umum, seluruh lapas anak di Amerika Serikat telah memberlakukan restriksi kunjungan. Sebagian, larangan dikenakan terhadap segala bentuk kun- jungan. Lainnya, kunjungan diizinkan hanya untuk urusan yang berkaitan langsung dengan hukum si anak binaan. Kunjungan ke anak-anak binaan memang dilarang, namun komunikasi video jarak jauh dibuka aksesnya. Perlu Kajian Sepintas, gagasan untuk mengosong- kan (sementara) lapas anak seperti itu adalah pemikiran yang positif. Namun bila dicermati secara mendalam, akan tampak sekian banyak persoalan yang muncul. Pertama, anak-anak binaan secara getir harus diakui sebagai sekum- pulan individu yang telah melakukan kejahatan maupun pelanggaran hukum. Keputusan untuk mengeluarkan mereka dari dalam lapas sebelum waktunya tetap harus mempertimbangkan potensi residivisme mereka. Ini berarti bahwa otoritas pemasyarakatan harus secara objektif mengukur kemampuan institusi seberapa mujarab program rehabilitasi yang telah diselenggarakan selama ini. Pembebasan sementara anak-anak binaan dari lapas, bila mengabaikan risk assessment, akan sama artinya dengan mengaktifkan kembali benih pengulang- an perbuatan keliru pada diri mereka, sekaligus mendatangkan ancaman bagi masyarakat luas. Pemerintah tentu berisiko harus membayar amat mahal andaikan hal tersebut diabaikan. Kedua, dari sisi kesehatan, penting dipertanyakan: apakah merumahkan anak-anak binaan akan membuat mereka lebih terlindungi atau justru lebih rentan terjangkiti dan menjangkiti Corvid-19. Nalar awam mengatakan, mobilitas anak-anak binaan dari lapas ke daerah masing-masing bertolak belakang de- ngan anjuran pemerintah sendiri yang ingin memberlakukan penjarakan sosial secara lebih efektif. Jadi, berhitung di atas kertas, pemulangan anak-anak binaan akan mempertinggi--bukan menurunkan--risiko penularan Covid-19. Sampai di situ, saya berharap Kementerian Hukum dan HAM (Ke- mkumham), khususnya Ditjen Pema- syarakatan, mengambil langkah secepat dan setepat mungkin guna melindungi anak-anak binaan di dalam lapas anak di seluruh Indonesia. Segala alternatif, demi kepentingan terbaik anak-anak tersebut dan masyarakat secara luas, harus dipertimbangkan serinci mungkin. Saya pribadi berpandangan, saat ini mempertahankan anak-anak binaan di dalam lapas adalah pilihan terbaik dari yang terburuk. Untuk itu kiranya pemeriksaan kesehatan terstandar perlu semakin ditingkatkan. Begitu pemeriksaan menunjukkan hasil negatif Covid-19, isolasi sosial lapas patut ditingkatkan lebih ketat daripada sebelumnya. Seiring dengan itu pula, komunikasi virtual antara anak dan keluarganya pun dipermudah. Anak-anak binaan perlu terus diedu- kasi untuk meningkatkan perilaku higi- enitasnya, tak terkecuali menghentikan berbagai perilaku menyimpang yang dapat meningkatkan risiko berjangkitnya Corvid-19. Dengan serangkaian langkah ini secepatnya, maka hak-hak anak-anak binaan sebagaimana diamanatkan oleh UU Perlindungan Anak juga dapat mem- peroleh jaminan yang pasti. Semoga. PENULIS ADALAH KETUA UMUM LPAI; ANGGOTA BALAI PERTIMBANGAN PEMASYARAKATAN KEMKUMHAM RI Covid-19 dan Anak-anak di Dalam Lapas SETO MULYADI Harian Umum Suara Pembaruan Mulai terbit 4 Februari 1987 sebagai kelanjutan dari harian umum sore SINAR HARAPAN yang terbit pertama 27 April 1961. Penerbit: PT Media Interaksi Utama SK Menpen RI Nomor 224/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/1987 Presiden Direktur: Theo L Sambuaga, Direktur: Randolph Latumahina, Drs Lukman Djaja MBA Alamat Redaksi: BeritaSatu Plaza, lantai 11 Jl Jend Gatot Subroto Kav 35-36 Jakarta-12950, Telepon (021) 2995 7500, Fax (021) 5277 981 BERITA SATU MEDIA HOLDINGS: Chief Executive Officer: Nicky Hogan, Chief Operating Officer: Anthony Wonsono, News Director: Primus Dorimulu, Finance Director: Lukman Djaja, Editor at Large: John Riady. Dewan Redaksi: Theo L Sambuaga (Ketua), Markus Parmadi, Sinyo H Sarundajang, Baktinendra Prawiro MSc, Ir Jonathan L Parapak MSc, Didik J Rachbini, Samuel Tahir, Penasihat Senior: Samuel Tahir, Redaktur Pelaksana: Dwi Argo Santosa, Asisten Redaktur Pelaksana: Anselmus Bata, Asni Ovier Dengen Paluin, Redaktur: Alexander Madji, Bernadus Wijayaka, Irawati Diah Astuti, Syafrul Mardhy Pasaribu, Surya Lesmana, Unggul Wirawan, Willy Masaharu Indracahya, Asisten Redaktur: Elvira Anna Siahaan, Siprianus Edi Hardum, Heri S Soba, Jeis Montesori, Jeany A Aipassa, Yuliantino Situmorang, Staf Redaksi: Advento Chistian Saudale, Ari Supriyanti Rikin, Bayu Marhaenjati, Carlos KY Paath, Carlos Roy Fajarta, Chairul Fikri, Dina Fitri Anisa, Dina Manafe, Erwin C Sihombing, Fana FS Putra, Farouk Arnaz, Gardi Gazarin, Hendro D Situmorang, Herman, Hotman Siregar, Joanito De Saojoao, Lenny Tristia Tambun, Lona Olavia, Maria Fatima Bona, Markus Junianto Sihaloho, Natasia Christy Wahyuni, Robertus Wardi, Ruht Semiono, Yeremia Sukoyo, Yustinus Paat, Adi Marsiela (Bandung), Fuska Sani Evani (Yogyakarta), I Nyoman Mardika (Denpasar), Laurensius Dami (Serang), Arnold H Sianturi (Medan), John Dafril Lory (Palu), Mikael Niman (Bekasi), Radesman Saragih (Jambi), Robert Isidorus Vanwi (Papua), Stefy Thenu (Semarang), Usmin (Bengkulu), Kepala Sekretariat Redaksi: Rully Satriadi, Koordinator Tata Letak: Rommy Likumahwa, Koordinator Grafis: Antonius Budi Nurcahyo. Advertising: General Manager: Djemmy Piether, Senior Manager: Benediktus Utoro, Arlan Darmawan, Marcomm & Event Management: General Manager: Sari Oetomo, Manager: Herry Wardiyanto, Event Officer: Budiman Mulyadi, Circulation: Amson Nainggolan, Finance: Anna Gertruida, Alamat Iklan: BeritaSatu Plaza, lantai 9, Jl Jend Gatot Subroto Kav 35-36 Jakarta-12950, Rekening: Bank Mandiri Cabang Jakarta Kota, Rek Giro: A/C.115.008600.2559, BCA Cabang Plaza Sentral Rek. Giro No. 441.30.40.755 (iklan), BCA Cabang Plaza Sentral Rek. Giro No. 441.30.40.747 (Sirkulasi), Harga Langganan: Rp 75.000/ bulan, Terbit 6 kali seminggu. Luar Kota Per Pos minimum langganan 3 bulan bayar di muka ditambah ongkos kirim. Alamat Sirkulasi: Hotel Aryaduta Semanggi, Tower A First Floor, Jl Garnisun Dalam No. 8 Karet Semanggi, Jakarta 12930, Telp: 29957555 - 29957500 ext 3206 Percetakan: PT Gramedia http://www.suarapembaruan.com e-mail: [email protected] Wartawan Suara Pembaruan dilengkapi dengan identitas diri. Wartawan Suara Pembaruan tidak diperkenankan menerima pemberian dalam bentuk apa pun dalam hubungan pemberitaan.

Transcript of Covid-19 dan Anak-anak di Dalam Lapas W - Gunadarma

Opini & Editorial Sua ra Pem ba ru an 2Jumat, 3 April 2020

Tu lis an opi ni pan jang 900 ka ta di ser tai ri wa yat hi dup sing kat, fo to ko pi NPWP, fo to di ri pe nu lis di ki rim ke opi ni@sua ra pem ba ru an.com. Bi la se te lah dua ming gu ti dak ada pem be ri ta hu an da ri re dak si,

pe nu lis ber hak me ngi rim ke me dia lain.

Ta juk Ren ca na

Segera Kucurkan Anggaran Covid-19

Pemerintah menyiapkan tambahan anggaran Rp 405,1 triliun pada APBN 2020. Anggaran sebanyak itu digunakan untuk menangani pandemi virus korona (Covid-19) berikut dam-

paknya terhadap masyarakat dan perekonomian nasional. Salah satu pos anggaran tersebut diperuntukkan belanja kesehatan dalam rangka penanganan kasus-kasus terinfeksi Covid-19, yang per Kamis (2/4) telah mencapai jumlah 1.790 kasus positif. Diperkirakan, jumlah tersebut akan terus bertambah di kemudian hari.

Untuk belanja kesehatan dalam rangka penanganan Covid-19, pemerintah mengganggarkan Rp 75 triliun. Jumlah itu dialokasikan untuk empat pos pengeluaran, yakni subsidi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja dengan nilai Rp 3 triliun, insentif bagi tenaga medis yang menangani pasien Covid-19 sebesar Rp 5,9 triliun, santunan tenaga medis yang meninggal karena menangani pasien Covid-19 senilai Rp 300 miliar, serta belanja keperluan penanganan Covid-19 senilai Rp 65,8 triliun.

Kita melihat bahwa pos-pos pengeluaran tersebut sudah men-cakup seluruh kebutuhan penanganan pandemi Covid di Tanah Air. Tambahan subsidi BPJS Kesehatan bagi pekerja bukan pene-rima upah dan bukan pekerja, misalnya, diharapkan bisa menjang-kau lebih banyak warga yang berpotensi terinfeksi virus korona, terutama dari kalangan tak mampu.

Demikian halnya anggaran insentif bagi tenaga medis yang menangani pasien terpapar korona, merupakan bentuk apresiasi pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia atas kerja keras tanpa mengenal lelah dan pengorbanan mereka. Para tenaga medis bekerja melampaui panggilan tugasnya, karena rela bertaruh nyawa demi menyelamatkan nyawa pasien yang terinfeksi Covid-19.

Hal yang sama juga kita melihat pada anggaran untuk santunan tenaga media yang meninggal karena menangani Covid-19. Sejauh ini, sudah 13 dokter yang meninggal, dan mungkin lebih banyak lagi perawat yang mendahului kita. Mereka adalah pahlawan kemanusiaan yang meninggal karena panggilan hatinya memban-tu sesamanya.

Sedangkan, anggaran yang cukup vital adalah untuk keperlu-an penanganan Covid-19. Menurut dokumen pemerintah, anggar-an sebesar Rp 65,8 triliun tersebut akan digunakan untuk membe-li alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan; belanja obat-o-batan; pembelian alat tes, baik tes cepat (rapid test) maupun tes swab; peningkatan kapasitas 132 rumah sakit rujukan; pengadaan peralatan untuk perawatan pasien, seperti ventilator; serta pem-bangunan rumah sakit darurat khusus pasien Covid-19 di Wisma Atlet Kemayoran Jakarta.

Kita berharap, anggaran tersebut segera dikucurkan oleh pemerintah sehingga segala kebutuhan penanganan pasien Covid-19 bisa terpenuhi. Kita tidak ingin mendengar lagi pasien yang meninggal lantaran tak kunjung mendapat penanganan medis memadai setelah ditolak rumah sakit yang kekurangan daya tam-pung atau tidak memiliki peralatan yang dibutuhkan. Kita ingin penanganan setiap pasien, baik yang berstatus orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), maupun mereka yang positif terinfeksi virus korona, bisa dilakukan secepat mungkin, sehingga nyawanya terselamatkan.

Kita juga tidak ingin mendengar kisah pilu para tenaga medis di garda terdepan yang harus berjuang dengan APD yang minim, bahkan tanpa APD sama sekali. Jangan sampai sebagai penyela-mat, para tenaga medis justru menjadi korban. Pemerintah wajib dengan cara apapun, dan berapa pun biayanya, memenuhi kebu-tuhan APD bagi tenaga medis. Ini adalah prioritas utama.

Tahap berikutnya, pemerintah wajib memenuhi APD bagi masyarakat, terutama masker yang saat ini masih terjadi kelang-kaan. Kita berharap, dalam waktu dekat ada pembagian masker secara gratis kepada seluruh warga. Sebab, masker adalah per-lengkapan minimal untuk mencegah dan memutus mata rantai penularan antarmanusia. Sejumlah negara mampu menekan laju pertambahan kasus positif Covid-19, karena warganya memakai masker saat beraktivitas di luar rumah.

Pemerintah dan kita semua berpacu dengan waktu untuk mengurangi bahkan menghentikan penularan virus mematikan ini. Salah satu yang dibutuhkan adalah secepatnya mengucurkan anggaran yang telah disiapkan. Namun, tetap harus diingat bahwa penggunaan anggaran tersebut harus tetap disertai penegakan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Jangan sampai ada yang mengail di air keruh, menggunakan kesempatan di tengah situasi darurat kemanusiaan yang dihadapi seluruh bangsa Indonesia saat ini, demi keuntungan pribadi.

Kita juga mengetuk jiwa sosial para pengusaha dan mereka yang memiliki akses terhadap pengadaan seluruh kebutuhan penanganan Covid-19, untuk bergotong-royong membantu peme-rintah. Ini adalah perang total yang harus dihadapi oleh seluruh komponen bangsa, agar pandemi ini segera berakhir, sehingga kehidupan pulih seperti sedia kala.

Me mi hak Ke be nar an

SPPe mim pin Umum:

Sinyo H Sarundajang (Nonaktif)

Wa kil Pe mim pin Umum: Ran dolph La tu mah ina

Direktur Pemberitaan:Pri mus Do ri mu lu

Pe mim pin Re dak si/Pe nang gung Ja wab:ME Aditya Laksmana Yudha

Edi tor at Lar ge: John Ri a dy

Wabah Covid-19 di Indone-sia belum menunjukkan tanda-tanda terkendali. Ruang publik terasa

semakin penuh sesak pemberitaan yang dikhawatirkan justru memperlemah daya lenting kolektif dalam menghadapi pandemi ini.

Satu komunitas yang seolah luput dari perbincangan publik adalah anak-anak berkonflik hukum yang saat ini sedang menjalani masa pendidikan di lembaga pemasyarakatan anak atau Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Mengacu data Ditjen Pemasyarakatan - SMS Gateway System, per Maret 2020 terdapat empat ratusan anak pidana.

Terhadap narapidana (napi) umum, pemerintah telah membuat kebijakan. Dikabarkan, lima ribuan orang telah dikeluarkan dan dibebaskan sebagai ba-gian dari upaya pencegahan penyebaran virus korona di lembaga pemasyarakatan (lapas). Target Kemkumham, 30.000 sampai 35.000 napi akan dibebaskan nantinya.

Bagaimana halnya dengan anak-anak yang berhadapan dengan hukum?

Pada satu sisi, lingkungan terisolasi meminimalkan kemungkinan terpapar-nya anak-anak pada virus korona yang ditularkan oleh masyarakat di luar LPKA. Tetapi, pada saat yang sama, lingkungan yang terisolasi, saya khawatirkan, juga dapat menjadikan seluruh anak tersebut sebagai kelompok yang sangat riskan terjangkit wabah Covid-19 ketika ada satu saja orang positif Covid-19 masuk dan menularkan virusnya ke dalam LPKA.

Seberapa jauh penjarakan fisik (physical distancing) dapat ditegakkan, apalagi di tempat-tempat di mana masih ada anak-anak binaan di tempat dalam satu lingkungan dengan para napi de-wasa. Belum lagi ketika di lingkungan lapas maupun LPKA terjadi problem overkapasitas, yakni berlebihnya jumlah penghuni dibandingkan dengan luas area di mana mereka berada. Kualitas sanitasi pun tetap relevan untuk dipermasalahkan. Ditambah lagi, tindak-tanduk menyim-pang yang secara tipikal berkembang di dalam lingkungan penjara, sangat mungkin melipatgandakan masalah kesehatan anak-anak binaan.

Perlindungan anak-anak binaan dari penyakit Covid-19 merupakan isu mendesak yang harus menjadi perha-tian luas. Ini merupakan konsekuensi konstitusional. Sebab, UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak menegaskan bahwa anak berhadapan dengan hukum sebagai salah satu kategori anak yang memperoleh perlindungan khusus. Dan secara eksplisit, Pasal 64 UU dimaksud menyebut pemberian pelayanan kese-hatan sebagai salah satu dari enam belas bentuk perlindungan khusus yang patut diberikan kepada mereka. Siapa yang diwajibkan dan bertanggung jawab memberikan perlindungan khusus tersebut, tak lain adalah--secara beru-rutan--pemerintah (pusat), pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya.

Realisasi perlindungan khusus bagi anak-anak binaan LPKA juga merupakan implementasi keadilan restoratif sebagai filosofi penghukuman yang dianut oleh Indonesia. Filosofi tersebut memandu kerangka berpikir dan kerangka kerja seluruh pemangku kepentingan agar senantiasa berupaya memulihkan dan--kelak--mengintegrasikan kembali anak-anak binaan ke tengah-tengah masyarakat. Dua agenda tersebut tentu hanya dapat tercapai apabila pemerintah (pusat), pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya juga tidak abai terhadap proteksi kesehatan fisik dan psikis anak-anak binaan dari pandemi Covid-19.

Perhatian tentang masalah ini telah

ditunjukkan oleh otoritas hukum di sekian banyak negara yang juga telah menerapkan sistem peradilan pidana anak (juvenile justice system). Bahkan tidak sedikit pihak yang mendesak pemerintahnya untuk mengeluarkan seluruh anak binaan dari dalam lapas, dan secepatnya mengembalikan mereka ke keluarga masing-masing.

Di Manhattan, misalnya, otoritas setempat diperkarakan secara hukum agar secepat mungkin mengeluarkan sekian banyak anak dari lapas. Dasar argumentasinya, mempertahankan anak-anak di dalam lapas, sebaik apa pun sarana dan fasilitasnya, dipandang sebagai kebahayaan tingkat tinggi yang harus dihindari, agar lapas tidak berubah dari penampungan pesakitan ke penampungan orang penyakitan.

Secara umum, seluruh lapas anak di Amerika Serikat telah memberlakukan restriksi kunjungan. Sebagian, larangan dikenakan terhadap segala bentuk kun-jungan. Lainnya, kunjungan diizinkan hanya untuk urusan yang berkaitan langsung dengan hukum si anak binaan. Kunjungan ke anak-anak binaan memang dilarang, namun komunikasi video jarak jauh dibuka aksesnya.

Perlu KajianSepintas, gagasan untuk mengosong-

kan (sementara) lapas anak seperti itu adalah pemikiran yang positif. Namun bila dicermati secara mendalam, akan tampak sekian banyak persoalan yang muncul. Pertama, anak-anak binaan secara getir harus diakui sebagai sekum-pulan individu yang telah melakukan kejahatan maupun pelanggaran hukum. Keputusan untuk mengeluarkan mereka dari dalam lapas sebelum waktunya tetap harus mempertimbangkan potensi residivisme mereka. Ini berarti bahwa otoritas pemasyarakatan harus secara objektif mengukur kemampuan institusi seberapa mujarab program rehabilitasi yang telah diselenggarakan selama ini.

Pembebasan sementara anak-anak binaan dari lapas, bila mengabaikan risk assessment, akan sama artinya dengan mengaktifkan kembali benih pengulang-an perbuatan keliru pada diri mereka, sekaligus mendatangkan ancaman bagi

masyarakat luas. Pemerintah tentu berisiko harus membayar amat mahal andaikan hal tersebut diabaikan.

Kedua, dari sisi kesehatan, penting dipertanyakan: apakah merumahkan anak-anak binaan akan membuat mereka lebih terlindungi atau justru lebih rentan terjangkiti dan menjangkiti Corvid-19. Nalar awam mengatakan, mobilitas anak-anak binaan dari lapas ke daerah masing-masing bertolak belakang de-ngan anjuran pemerintah sendiri yang ingin memberlakukan penjarakan sosial secara lebih efektif. Jadi, berhitung di atas kertas, pemulangan anak-anak binaan akan mempertinggi--bukan menurunkan--risiko penularan Covid-19.

Sampai di situ, saya berharap Kementerian Hukum dan HAM (Ke-mkumham), khususnya Ditjen Pema-syarakatan, mengambil langkah secepat dan setepat mungkin guna melindungi anak-anak binaan di dalam lapas anak di seluruh Indonesia. Segala alternatif, demi kepentingan terbaik anak-anak tersebut dan masyarakat secara luas, harus dipertimbangkan serinci mungkin.

Saya pribadi berpandangan, saat ini mempertahankan anak-anak binaan di dalam lapas adalah pilihan terbaik dari yang terburuk.

Untuk itu kiranya pemeriksaan kesehatan terstandar perlu semakin ditingkatkan. Begitu pemeriksaan menunjukkan hasil negatif Covid-19, isolasi sosial lapas patut ditingkatkan lebih ketat daripada sebelumnya. Seiring dengan itu pula, komunikasi virtual antara anak dan keluarganya pun dipermudah.

Anak-anak binaan perlu terus diedu-kasi untuk meningkatkan perilaku higi-enitasnya, tak terkecuali menghentikan berbagai perilaku menyimpang yang dapat meningkatkan risiko berjangkitnya Corvid-19.

Dengan serangkaian langkah ini secepatnya, maka hak-hak anak-anak binaan sebagaimana diamanatkan oleh UU Perlindungan Anak juga dapat mem-peroleh jaminan yang pasti. Semoga.

Penulis adalah Ketua umum lPai;

anggota Balai PertimBangan

PemasyaraKatan KemKumham ri

Covid-19 dan Anak-anak di Dalam Lapas

Seto Mulyadi

Ha ri an Umum Sua ra Pem ba ru an

Mu lai ter bit 4 Feb rua ri 1987 se ba gai ke lan jut an da ri ha ri an umum so re Si NAR HA RAP AN yang ter bit per ta ma 27 Ap ril 1961.

Pe ner bit: PT Me dia in ter ak si Uta maSK Men pen Ri No mor 224/SK/MEN PEN/SiUPP/A.7/1987

Pre si den Di rek tur: Theo L Sam bua ga, Di rek tur: Ran dolph La tu mah ina, Drs Luk man Dja ja MBAAla mat Re dak si: Be ri ta Sa tu Pla za, lan tai 11

Jl Jend Ga tot Su bro to Kav 35-36 Ja kar ta-12950, Te le pon (021) 2995 7500, Fax (021) 5277 981BE Ri tA SA tU ME DiA HoL DingS: Chief Executive officer: Nicky Hogan, Chief operating officer: Anthony Wonsono,

news Director: Primus Dorimulu, Finance Director: Lukman Djaja, Editor at Large: John Riady.

De wan Re dak si: Theo L Sambuaga (Ke tua), Mar kus Par ma di, Sinyo H Sarundajang, Bak tin en dra Pra wi ro MSc, ir Jo na than L Pa ra pak MSc, Di dik J Rach bi ni, Sa muel Ta hir, Pe na si hat Se ni or: Sa muel Ta hir, Re dak tur Pe lak sa na: Dwi Ar go San to sa, Asis ten Re dak tur Pe lak sa na: An sel mus Ba ta, As ni Ovier De ngen Pa luin, Re dak tur: Alexan der Mad ji, Ber na dus Wi ja ya ka, ira wa ti Di ah As tu ti, Sya frul Mar dhy Pa sa ri bu, Sur ya Les ma na, Ung gul Wi ra wan, Wil ly Ma sa ha ru indracahya, Asis ten Re dak tur: El vi ra An na Si a ha an, Sip ri a nus Edi Har dum, He ri S So ba, Je is Mon te so ri, Je a ny A Ai pas sa, Yu li an ti no Si tu mo rang, Staf Re dak si: Advento Chistian Saudale, Ari Su pri yan ti Ri kin, Bayu Marhaenjati, Car los KY Pa ath, Carlos Roy Fajarta, Chairul Fikri, Dina Fitri Anisa, Di na Ma na fe, Er win C Si hom bing, Fa na FS Put ra, Farouk Arnaz, Gar di Ga za rin, Hen dro D Si tu mo rang, Herman, Hot man Si re gar, Jo a ni to De Sao jo ao, Lenny Tristia Tambun, Lo na Ola via, Maria Fatima Bona, Markus Junianto Sihaloho, Na ta sia Chris ty Wa hyu ni, Ro ber tus War di, Ruht Se mio no, Ye re mia Su ko yo, Yustinus Paat, Adi Mar si ela (Ban dung), Fus ka Sa ni Eva ni (Yog ya kar ta), i Nyom an Mar dika (Den pa sar), Lau ren sius Dami (Se rang), Ar nold H Si an tu ri (Me dan), John Dafril Lory (Palu), Mikael Niman (Bekasi), Ra des man Sa ra gih (Jam bi), Ro bert isi do rus Van wi (Pa pua), Ste fy The nu (Se ma rang), Us min (Beng ku lu), Ke pa la Sek re ta riat Re dak si: Rul ly Sat ri a di, Ko or di na tor ta ta Le tak: Ro mmy Likumahwa, Ko or di na tor Grafis: An to nius Bu di Nur ca hyo.

Advertising: general Manager: Djemmy Piether, Senior Manager: Benediktus Utoro, Arlan Darmawan, Mar comm & Event Management: general Manager: Sari Oetomo, Manager: Herry Wardiyanto, Event officer: Budiman Mulyadi,

Circulation: Amson Nainggolan, Finance: Anna Gertruida, Ala mat ik lan: Be ri ta Sa tu Pla za, lan tai 9, Jl Jend Ga tot Su bro to Kav 35-36 Ja kar ta-12950, Re ke ning: Bank Man di ri Ca bang Ja kar ta Ko ta, Rek Gi ro: A/C.115.008600.2559, BCA Ca bang Pla za Sen tral Rek. Gi ro No. 441.30.40.755 (ik lan), BCA Ca bang Pla za Sen tral Rek. Gi ro No. 441.30.40.747 (Sir ku la si),

Har ga Lang ga nan: Rp 75.000/ bu lan, Ter bit 6 ka li se ming gu. Lu ar Ko ta Per Pos mi ni mum lang ga nan 3 bu lan ba yar di mu ka di tam bah ong kos ki rim. Ala mat Sir ku la si: Ho tel Arya du ta Se mang gi, To wer A First Flo or, Jl Gar ni sun Da lam No. 8 Ka ret Se mang gi, Ja kar ta 12930, Telp: 29957555 - 29957500 ext 3206 Per ce tak an: PT Gra me dia

http://www.sua ra pem ba ru an.com e-mail: ko ransp@sua ra pem ba ru an.com

War ta wan Sua ra Pem ba ru an di leng ka pi de ngan iden ti tas di ri. War ta wan Sua ra Pem ba ru an ti dak di per ke nan kan me ne ri ma pem be ri an da lam ben tuk apa pun da lam hu bung an pem be ri ta an.