10 Kuning Merah Karotenoid 2
-
Upload
hijriyahhanbin -
Category
Documents
-
view
237 -
download
4
description
Transcript of 10 Kuning Merah Karotenoid 2
-
Pewarna Alami untuk Pangan_____________________________________________________
70
KUNING-MERAH KAROTENOID
Karotenoid
Saat ini terdapat sekitar 650 jenis karotenoid yang telah
diisolasi dan diidentifikasi. Lebih dari 100 jenis pigmen karotenoid
ditemukan di buah-buahan dan sayuran. Selain itu, karotenoid juga
dapat ditemukan di produk hewani seperti telur, lobster, dan
beberapa jenis ikan. Pigmen karotenoid sebenarnya juga terdapat
di tumbuhan hijau. Pada tumbuhan hijau, warna pigmen
karotenoid yang berwarna oranye, kuning, atau merah tidak
terlihat karena tertutupi oleh warna hijau klorofil yang lebih
dominan.[111,112]
Karotenoid merupakan salah satu pigmen penting yang
menyumbangkan warna oranye, kuning, dan merah pada makanan
dan minuman. Jenis karotenoid yang banyak digunakan sebagai
pewarna alami yaitu -karoten, likopen, lutein, -karoten, -
karoten, bixin, norbixin, kapsantin, dan -apo-8-karotenal.
Kebanyakan dari anggota pigmen ini bersifat larut lemak. Oleh
karena itu, ketika diaplikasikan pada produk pangan yang
mengandung banyak air, pigmen karotenoid disuspensikan ke
koloid yang sekaligus dapat bersifat sebagai pengemulsi. [112]
Secara umum karotenoid di bahan pangan merupakan
tetraterpenoid dengan jumlah atom karbon 40 yang terdiri atas
delapan unit isoprenoid C5 (ip). Rantai lurus karotenoid C40 ini
menjadi kerangka dasar karotenoid. Unit ip tersusun dalam dua
posisi arah yang berlawanan pada pusat rantainya sehingga
berbentuk molekul yang simetris (Gambar 12). Bentuk ini
S
EA
FAS
T C
ente
r 201
2
-
_____________________________________________________Pewarna Alami untuk Pangan
71
merupakan bentuk molekul likopen, sehingga likopen sering juga
disebut sebagai induk dari karotenoid. Jenis-jenis karotenoid
lainnya merupakan turunan dari modifikasi likopen.[112]
Gambar 12. Rumus struktur kerangka karotenoid.[112]
Kerangka dasar karotenoid dapat dimodifikasi dengan
berbagai cara, seperti siklisasi pada salah satu atau kedua ujung
rantai, dehidrogenasi dan penambahan oksigen yang mengandung
gugus fungsional, pemindahan ikatan rangkap, pemindahan gugus
metil, perpanjangan atau pemendekan rantai, isomerasi, dan lain
sebagainya. Gambar 13 menunjukkan beberapa anggota
karotenoid. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa rumus
struktur anggota karotenoid selain likopen merupakan hasil
modifikasi rantai likopen.[112]
Warna yang diekspresikan oleh karotenoid dipengaruhi oleh
ikatan rangkap yang terdapat di kerangka dasarnya. Setidaknya
dibutuhkan tujuh buah ikatan rangkap bagi karotenoid untuk
menghasilkan warna. Warna karotenoid semakin kuat atau pekat
dengan semakin banyaknya ikatan rangkap ini. Sebagai contoh,
S
EA
FAS
T C
ente
r 201
2
-
Pewarna Alami untuk Pangan_____________________________________________________
72
fitofluen yang hanya memiliki lima ikatan rangkap merupakan
karotenoid tidak berwarna, sebaliknya likopen yang memiliki
sebelas ikatan rangkap berwarna merah. Selain ikatan rangkap,
siklisasi menyebabkan berkurangnya intensitas warna. - dan -
karoten memiliki jumlah ikatan rangkap yang sama dengan likopen
namun mengalami siklisasi, sehingga warna kedua karotenoid ini
tidak semerah likopen, yaitu oranye dan oranye kemerahan.[112]
Gambar 13. Beberapa anggota karotenoid.[112]
Seperti kebanyakan antosianin lainnya, karotenoid juga labil
jika terpapar oleh cahaya, oksidator, dan panas. Ikatan rangkap di
bagian tengah dari rantai kerangka karotenoid rentan terhadap
serangan oksidastor. Proses oksidasi karotenoid distimulasi oleh
adanya cahaya, panas, peroksidasi, logam seperti Fe, dan enzim.
Berbeda dengan isomerasi yang hanya menyebabkan
S
EA
FAS
T C
ente
r 201
2
-
_____________________________________________________Pewarna Alami untuk Pangan
73
berkurangnya aktivitas karotenoid, oksidasi menyebabkan
karotenoid kehilangan aktivitasnya. Penambahan antioksidan
seperti butylated hydroxytoluene (BHT), tokoferol, atau asam
askorbat dapat meningkatkan kestabilan karotenoid.[112,38]
Karotenoid dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok
berdasarkan keberadaan oksigen di struktur molekulnya.
Karotenoid yang tidak memiliki atom oksigen atau hanya berupa
hidro karbon disebut karoten, sedangkan karotenoid yang memiliki
sekurang-kurangnya satu atom oksigen disebut xantofil. Karoten
memiliki sifat hidrofobik sehingga sulit larut di dalam air namun
larut di pelarut non polar. Sebaliknya, keberadaan gugus hidroksil
di xantofil menyebabkannya dapat larut di pelarut polar.[112]
Oleh karena karotenoid memiliki tingkat kepolaran yang
beragam. Pelarut untuk mengekstrak karotenoid juga dapat
berupa campuran pelarut non-polar dan polar. Contoh pelarut
yang sering digunakan untuk mengekstrak karotenoid antara lain
etanol, aseton, heksan, karbon disulfida, klorida, dan
toluena.[113,114]
Mengingat bahwa pigmen karotenoid ini berikatan dengan
lemak yang terdapat pada dinding sel tanaman yang kompleks.
Cara lain selain ekstraksi dengan pelarut kimia yang lebih ramah
lingkungan untuk mengekstrak pigmen karotenoid dari tanaman
adalah dengan cara mendegradasi dinding sel tersebut sehingga
pigmen terbebaskan bersama dengan lemak. Degradasi dinding sel
ini dapat dilakukan secara enzimatis dengan campuran enzim
hemiselulose, selulose, pektinase, dan proteinase.[115]
S
EA
FAS
T C
ente
r 201
2
-
Pewarna Alami untuk Pangan_____________________________________________________
74
Bunga Kenikir
Tanaman kenikir (Tagetes
erecta) termasuk dalam
keluarga Asteraceae yang
banyak ditanam sebagai
tanaman hias yang tersebar
hampir di seluruh dunia.[116]
Warna kuning bunga kenikir
disebabkan oleh dua pigmen
utama, yaitu pigmen dari golongan karotenoid dan flavonoid.
Ekstrak bunga kenikir mengandung sekitar 27 % pigmen
karotenoid atau khusus untuk kelopak kenikir mengandung
karotenoid sekitar 200 kali lebih besar dari karotenoid yang
dikandung oleh jagung. Kandungan pigmen flavonoid di kelopak
kenikir tidak sebanyak karotenoid, yaitu hanya sekitar 9-22%.[117]
Hampir 90% dari karotenoid yang menyebabkan warna kuning
pada bunga kenikir disumbangkan oleh pigmen lutein (C40H56O2),
sisanya yaitu sebesar 0,4% dan 1,5% secara berturut-turut
disumbangkan oleh -karoten dan kriptoxantin-ester.[118,119]
Meskipun lutein memiliki struktur yang mirip -karoten (Gambar
13), namun lutein lebih stabil terhadap degradasi oksidasi dan
panas jika dibandingkan dengan -karoten.[112] Lutein termasuk ke
dalam golongan xantofil sehingga merupakan salah satu jenis
pigmen karotenoid yang bersifat polar. Walaupun lutein bersifat
polar, namun lutein di kenikir dapat larut lemak karena sebagian
besar lutein ini berada dalam bentuk esternya.[116]
Warna kuning lutein yang terdapat di bunga kenikir ini telah
banyak digunakan sebagai pewarna makanan alami. Bagian bunga
S
EA
FAS
T C
ente
r 201
2
-
_____________________________________________________Pewarna Alami untuk Pangan
75
kenikir yang memiliki pigmen warna terbesar adalah pada bagian
kelopaknya. Lutein kenikir lebih disukai dibandingkan karotenoid
sintetis karena lutein kenikir lebih larut di minyak nabati
dibandingkan karotenoid sintetis. Bahkan di Eropa, lutein telah
disetujui sebagai salah satu bahan tambahan pangan dengan kode
E161b.[116]
Navarrete-Bolaos et al (2005) mempublikasikan hasil
penelitiannya tentang pengaruh perlakuan ekstraksi terhadap hasil
ekstrak lutein kenikir. Pada penelitian tersebut, isolasi pigmen
xantofil khususnya lutein pada kenikir dilakukan baik langsung dari
bunga segar maupun dari bunga yang telah dikeringkan. Untuk
beberapa metode, pemakaian bunga kering menghasilkan ekstrak
dengan kadar lutein yang lebih tinggi. Bunga kering dibuat dengan
cara menjemur bunga di tempat teduh (tidak terkena cahaya
matahari langsung) hingga kadar air bunga 10%.[120] Pengeringan
ini tidak direkomendasikan dilakukan dengan oven karena dapat
menyebabkan kehilangan pigmen warna yang besar jika
dibandingkan dengan pengeringan alami di tempat teduh.[119]
Bunga segar atau kering kemudian diproses menjadi tepung.
Pembuatan tepung dapat dilakukan secara enzimatis atau
fermentasi. Pada metode enzimatis, enzim yang digunakan dapat
berupa enzim komersial (endo-1,4--D-glucanase dan selulase)
atau enzim yang diekstrak langsung dari campuran kultur
mikroorganisme Flavobacterium IIb, Acinetobacter anitratus, dan
Rhizopus nigricans. Enzim ini kemudian dicampur dengan bunga
segar atau kering (1:12). Campuran bunga dan enzim diinkubasi di
inkubator bergoyang dengan kecepatan 175 rpm pada temperatur
28 oC. Lama inkubasi optimum beragam tergantung jenis enzim
dan konsentrasi enzim. Setelah inkubasi, campuran disaring untuk
S
EA
FAS
T C
ente
r 201
2
-
Pewarna Alami untuk Pangan_____________________________________________________
76
memisahkan fase padat dan cair. Fase padat diambil untuk
kemudian dikeringkan menjadi tepung kenikir. Pengeringan
dilakukan di oven vakum hingga tercapai kadar air 10% baru
kemudian digiling halus dengan miller.[120]
Metode fermentasi dapat dilakukan baik secara terkontrol
maupun secara tidak terkontrol. Fermentasi yang terkontrol
dilakukan dengan mencampurkan kultur Flavobacterium IIb,
Acinetobacter anitratus, dan Rhizopus nigricans dengan bunga
kenikir dengan perbandingan 1,5:1. Fermentasi dilakukan di drum
fermentasi yang berputar dengan mengontrol kelembaban,
pengadukan, dan aliran udara. Fermentasi tidak terkontrol
dilakukan hanya dengan menyimpan bunga kenikir di tempat atau
wadah tertutup selama tujuh minggu. Sama halnya dengan
metode enzimatis, padatan yang didapat dari hasil fermentasi
dikeringkan untuk mendapatkan tepung kenikir.[120]
Lutein dari tepung kenikir dapat diekstrak dengan cara
liksiviasi menggunakan pelarut heksana sehingga didapat oleoresin
kenikir. Ekstraksi dilakukan dengan mencampurkan 1 bagian
tepung dengan 6 bagian heksana dan diinkubasi pada temperatur
35 oC. Campuran ini akan membentuk dua fase. Fase atas yang
ringan (heksana dan xantofil) dan fase bawah yang berat
(padatan). Fase atas diambil dan dipekatkan sehingga didapat
oleoresin lutein. Fase bawah dapat diekstrak kembali dengan
heksana jika terlihat masih mengandung xantofil (berwarna
kuning). Oleoresin tersebut kemudian dimurnikan untuk
mendapatkan kristal lutein yang dapat diaplikasikan baik pada
produk pangan, obat-obatan, maupun kosmetik. Oleoresin lutein
juga dapat diisomerisasi menjadi zeaxantin sebagai salah satu
usaha untuk meningkatkan kekuatan pigmentasi bunga kenikir.
S
EA
FAS
T C
ente
r 201
2
-
_____________________________________________________Pewarna Alami untuk Pangan
77
Zeaxantin memiliki kekuatan pigmentasi dua kali lebih besar dari
pada lutein sehingga lebih disukai oleh industri.[120]
Tomat
Sebanyak 85-90% warna
merah pada tomat tua
(Lycopersicon esculentum L)
adalah karena kehadiran pigmen
likopen (C40H56). Kulit tomat
merupakan bagian dari tomat
yang mengandung likopen dalam
jumlah terbanyak jika
dibandingkan dengan bagian buah
lainnya. Kulit tomat mengandung likopen lima kali lebih banyak
dibandingkan dengan daging tomat. Dalam basis kering, kulit
tomat mengandung sekitar 280-540 mg/100 g tergantung tingkat
kematangannya. Oleh karena itu kulit tomat berpotensi
dimanfaatkan sebagai pewarna alami. Potensi ini juga didukung
fakta bahwa banyak dari industri yang mengolah tomat tidak
menggunakan kulitnya. Sebagai contoh, kulit tomat banyak
dibuang pada industri pembuatan saus dan pasta tomat sehingga
banyak kulit tomat yang terbuang percuma.[121,122]
Likopen merupakan anggota dari kelompok karoten (tidak
memiliki molekul oksigen) sehingga bersifat tidak polar. Di dalam
bahan pangan biasanya likopen berada dalam bentuk trans.
Likopen yang terdapat di tomat 94-96% berada dalam bentuk
trans, 3-5% 5-cis, 0,1% 9-cis, 1% 13-cis, dan kurang dari 1% dalam
S
EA
FAS
T C
ente
r 201
2
-
Pewarna Alami untuk Pangan_____________________________________________________
78
bentuk isomer cis lainnya. Rumus struktur likopen disajikan pada
Gambar 13.[123,121]
Pigmen likopen bersifat sensitif terhadap oksigen, panas, dan
cahaya.[121] Aust et al. (2003) melaporkan, likopen yang dioksidasi
secara in vitro oleh hidrogen peroksida menghasilkan senyawa
dialdehid 2,7,11-trimetiltetradekaheksan-1,14-dial.[124] Hasil
penelitian lain oleh Zhang et al. (2003) menunjukkan terbentuknya
senyawa (E,E,E)-4-metil-8-okso-2,4,6-nonatrienal akibat dari
autooksidasi likopen pada ikatan tunggal nomor 5, 6- dan 13, 14-
.[125]
Sejumlah likopen dapat rusak akibat aplikasi pemanasan saat
mengekstrak likopen. Pemanasan yang dilakukan sebelum
ekstraksi likopen biasanya berupa proses pemblansiran. Blansir
dilakukan dengan tujuan menginaktivasi enzim pektinesterase dan
poligalakturonase yang diketahui mengganggu proses ekstraksi
likopen. Blansir yang terlalu lama memicu terjadinya isomerasi
pada likopen.[126] Shi dan Le Maguer (2000) melaporkan bahwa
panas mimicu terjadinya isomerasi likopen dari bentuk trans
menjadi bentuk cis. Isomerasi ini menyebabkan intensitas warna
likopen berkurang.[127]
Galicia et al. (2008) meneliti pengaruh pemblansiran terhadap
hasil likopen yang diekstrak. Dari hasil penelitian tersebut
diketahui bahwa jumlah likopen yang dapat diekstrak dengan
aplikasi pemblansiran di tahap awal tidak berbeda nyata dengan
ekstrak likopen tanpa perlakuan blansir. Pengaruh blansir terlihat
setelah ekstrak disimpan. Setelah 30 hari penyimpanan di
temperatur 20 oC dalam kondisi gelap, ekstrak likopen dengan
perlakuan blansir masih tersisa 81% sedangkan ekstrak tanpa
perlakuan blansir tinggal 66,78%. Pada penelitian yang sama,
S
EA
FAS
T C
ente
r 201
2
-
_____________________________________________________Pewarna Alami untuk Pangan
79
pengaruh cahaya selama penyimpanan juga diamati. Diketahui
bahwa cahaya meningkatkan kecepatan degradasi likopen. Setelah
30 hari penyimpanan, likopen yang tersisa di ekstrak dengan dan
tanpa perlakuan blansir berturut-turut adalah 45,39% dan
59,43%.[126]
Ekstraksi likopen biasa dilakukan dengan melarutkan bahan di
pelarut kimia. Secara umum likopen mudah larut di pelarut etil
asetat dan n-heksana; larut sebagian di pelarut etanol dan aseton;
dan tidak larut di pelarut air. Secara khusus, likopen tomat dapat
diekstrak dengan pelarut diklorometan, karbon dioksida, etil
asetat, aseton, propan-2-ol, metanol, etanol, atau heksana. Produk
yang dihasilkan dari ekstraksi menggunakan pelarut kimia biasanya
masih mengandung minyak, lemak, dan flavor tomat.[121,123]
Kesulitan yang biasa dihadapi pada saat ekstraksi likopen kulit
tomat dengan pelarut kimia adalah kecilnya efisiensi ekstraksi.
Hanya sekitar 50% dari total likopen yang dapat diekstrak dari kulit
tomat dengan menggunakan superkritikal CO2. Salah satu
penyebab kecilnya efisiensi ekstraksi ini karena pelarut sulit
menembus jaringan kulit tomat yang kompak. Di lain pihak, likopen
terdapat di bagian dalam jaringan, yaitu di membran kromoplas.
Oleh karena itu, tidak semua likopen mampu diekstrak oleh
pelarut kimia.[122]
Efisiensi ekstraksi dengan pelarut kimia dapat ditingkatkan
melalui perlakuan enzimatis terhadap kulit tomat sebelum
diekstrak dengan pelarut. Enzim yang memiliki kemampuan
mendegradasi jaringan kulit tomat dapat membantu pelarut untuk
mengekstrak likopen karena jaringan menjadi lebih lunak sehingga
pelarut bisa dengan mudah mencapai likopen. Enzim-enzim yang
dapat digunakan antara lain enzim yang memiliki sifat pektinolitik,
S
EA
FAS
T C
ente
r 201
2
-
Pewarna Alami untuk Pangan_____________________________________________________
80
selulolitik, dan hemiselulolitik. Penggunaan enzim tersebut mampu
meningkatkan efisiensi menjadi sekitar 70-90% tergantung jenis
enzim dan pelarutnya.[122]
Waktu inkubasi kulit tomat dengan enzim penting untuk
diperhatikan. Semakin lama waktu inkubasi, semakin mudah
likopen lepas dari membran kromoplas. Namun jika inkubasi
terlalu lama, likopen bebas ini akan mudah rusak akibat oksidasi.
Oleh karena itu, perlu dilakukan observasi waktu optimal bagi
enzim untuk menghasilkan kondisi terbaik untuk ekstraksi tanpa
terjadi kerusakan pada likopen.[122]
Publikasi yang dikeluarkan oleh FAO JECFA Monographs 7
(2009) menyebutkan bahwa acceptable daily intake (ADI) untuk
likopen dari semua sumber tidak dinyatakan (not specified).
Biasanya konsentrasi yang dibutuhkan likopen untuk menghasilkan
warna kuning-oranye hingga merah pada makanan adalah sekitar
5-500 mg/kg makanan. European Food Safety Authority (EFSA)
lebih mengatur secara rinci tentang batas penggunaan likopen
tomat di dalam pangan. Likopen tomat diatur dengan kode E160d.
Pada kenyataannya penggunaan pigmen likopen di industri pangan
masih 40-90% lebih rendah dari batas maksimumnya. Pemakaian
likopen dari tomat yang berlebihan tidak disukai karena aroma
alami tomat masih terbawa.[121]
Sawit
Tanaman sawit (Elaeis guineensis)
merupakan tanaman yang banyak tumbuh
di wilayah Asia Tenggara dan Afrika.
Tanaman ini dibudidayakan terutama
S
EA
FAS
T C
ente
r 201
2
-
_____________________________________________________Pewarna Alami untuk Pangan
81
untuk diambil minyaknya.[128] Produksi minyak sawit di dunia dapat
mencapai angka 27,26 metrik ton.[129]
Buah sawit, baik pada bagian inti maupun mesokrap,
mengandung minyak yang kaya akan karoten. Sejumlah karoten
yang telah ditemukan di minyak sawit antara lain fitoen, fitofluen,
-karoten, -karoten, -karoten, -karoten, neurosporen, -
zeakaroten, -zeakaroten, dan -karoten. Dari sekian banyak jenis
karoten yang terdapat di sawit, - dan -karoten merupakan
karoten utama, yaitu mencakup 90% dari total karoten sawit.[130]
Minyak mentah yang didapat dari mesokrap sawit disebut
crude palm oil (CPO). Indonesia merupakan penghasil utama CPO
di dunia. Tahun 2008, produksi CPO Indonesia sebesar 17,1 juta
ton.[131] CPO memiliki warna merah karena kaya akan karoten.
Rata-rata CPO mengandung karotenoid sebesar 500-700 mg/kg.[132]
Kadar karoten pada CPO dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya varietas, tingkat kematangan, lama buah menginap di
kebun (restan), dan proses pemanasan di unit proses pengolahan
kelapa sawit. Karotenoid yang dominan pada buah sawit juga
ditentukan oleh tingkat kematangan.[131] Buah sawit yang relatif
muda banyak mengandung xantofil seperti lutein. Namun ketika
buah semakin tua, konsentrasi xantofil menurun drastis dan
karotenoid yang dominan adalah dan -karoten.[133]
Kebanyakan dari CPO diolah lebih lanjut menjadi minyak
goreng atau detergen. Pada proses pengolahan lanjut ini, karoten
mengalami degradasi. Mekanisme degradasi dapat terjadi melalui
proses isomerasi maupun oksidasi. Pemanasan merupakan salah
satu faktor penyebab isomerasi senyawa karotenoid. Isomerasi
menyebabkan terjadinya perubahan struktur geometris senyawa
karotenoid dari bentuk trans menjadi bentuk cis. Secara umum,
S
EA
FAS
T C
ente
r 201
2
-
Pewarna Alami untuk Pangan_____________________________________________________
82
karotenoid dari jenis -karoten lebih memiliki stabilitas terhadap
isomerasi akibat pemanasan jika dibandingkan dengan -
karoten.[132]
Senyawa karotenoid dalam bentuk cis yang terbentuk dari
proses isomerasi diketahui memiliki stabilitas lebih rendah
dibandingkan bentuk trans. Rendahnya stabilitas ini
mengakibatkan senyawa ini mudah teroksidasi pada proses
pemanasan selanjutnya. Terjadinya oksidasi akan menyebabkan
karotenoid termodifikasi dan membentuk epoksi-epoksinya, yaitu
berupa mono- dan di-oksigenasi karotenoid yang memiliki berat
molekul lebih tinggi. Bentuk-bentuk epoksi tersebut dapat
terdegradasi menjadi senyawa baru dengan berat molekul yang
lebih rendah.[132]
Belakangan ini, beberapa industri pengolah sawit mulai
melakukan isolasi terhadap karoten sebelum CPO diolah lebih
lanjut. Karoten yang diisolasi tersebut kemudian disuspensikan ke
minyak nabati dengan konsentrasi karoten lebih besar dari 30%.
Produk hasil isolasi inilah yang kemudian sering digunakan sebagai
pewarna alami pada produk pangan.[130]
Ekstraksi karoten dari CPO dapat dilakukan dengan metode
transesterifikasi dan distilasi molekular. Trigliserida yang terdapat
di CPO ditransesterifikasi dengan menggunakan metanol atau
etanol dengan perbandingan CPO dan alkohol 2:1. Sebagai katalis
dapat digunakan 0,5% natrium hidroksida. Ester yang terbentuk
kemudian dipisahkan dengan gliserolnya dan dicuci dengan air
hingga kondisi pH netral. Ester yang telah terpisah dikeringkan
dengan natrium sulfat anhidrous. Alkohol selanjutnya diuapkan
pada kondisi tekanan rendah. Karoten yang terdapat di ester
direkoveri dengan melakukan distilasi pada kondisi vakum.
S
EA
FAS
T C
ente
r 201
2
-
_____________________________________________________Pewarna Alami untuk Pangan
83
Sebelum didistilasi, ester yang mengandung karoten dicampur
dengan refined and deodorized red palm oil (RD-RPO), refined
bleached and deodorized (RBD) palm olein, RBD palm oil, dan
neutralized bleached and deodorized palm oil (NBD-PO) dengan
proporsi tertentu. Tekanan distilasi dibuat kecil dari 30.10-3 torr
dengan temperatur berkisar antara 110-170 oC. Konsentrat
karoten merupakan residu dari proses distilasi ini. Ooi et al. (1994)
melaporkan bahwa kadar karoten pada ester tidak berbeda jauh
dengan CPO asal, yaitu berturut-turut 645 dan 650 ppm.
Konsentrat karoten hasil destilasi mengandung lebih dari 80.000
ppm karotenoid.[134]
Metode transesterifikasi CPO yang dilanjutkan dengan distilasi
memang menghasilkan kadar karoten yang tinggi. Namun metode
ini memiliki kelemahan, yaitu trigliserida CPO telah diubah
bentuknya menjadi ester sehingga tidak dapat lagi dimanfaatkan
sebagai minyak makan. Oleh karena itu, saat ini mulai berkembang
penelitian-penelitian sebagai usaha untuk merekoveri karoten
dengan tetap mempertahankan CPO asal sehingga CPO masih
layak diolah menjadi minyak makan.[135]
Metode kromatografi oleh Latip et al. (2000) dengan
menggunakan adsorben polimer sintetik merupakan salah satu
contoh metode rekoveri karoten yang tidak merusak CPO. Prinsip
rekoveri karoten dengan metode ini adalah dengan melewatkan
CPO yang sebelumnya dicampur dengan isopropanol ke kolom
kromatografi yang berisi adsorben berpori. Karoten akan diserap
oleh adsorben, sedangkan minyak sawit akan lewat sehingga fraksi
minyak dan karoten dapat dipisahkan. Karoten diekstrak dari
adsorben kromatografi dengan pelarut seperti heksana. Karoten
dan pelarut kemudian dipisahkan dengan evaporasi.[136]
S
EA
FAS
T C
ente
r 201
2
-
Pewarna Alami untuk Pangan_____________________________________________________
84
Dilaporkan pada penelitian Latip et al. (2000) tersebut bahwa
efisiensi metode kromatografi dengan adsorben sintetik ini
berkisar antara 30-62% tergantung dari kondisi proses. Jenis
adsorben, rasio adsorben dan CPO, kecepatan aliran CPO yang
masuk ke kolom kromatografi, dan temperatur kromatografi
mempengaruhi tingkat efsiensi rekoveri. Terdapat beberapa
adsorben yang dapat digunakan untuk merekoveri karoten CPO,
yaitu HP 20 (stiren-divinil kopolimer); synthetic aromatic porous
resin SP 850 dan SP 825; dan adsorben sintetik Relite Exa 32 dan
Relite Exa 50. Adsorben-adsorben tersebut dapat digunakan untuk
menyerap karoten karena strukturnya yang mirip karoten dan
sifatnya yang hidrofobik sehingga dapat mengikat karoten.
Kombinasi dari tipe HP 20 dan SP 850 diketahui dapat
meningkatkan efisiensi rekoveri. Selain itu penggunaan adsorben
dengan rasio 4 terhadap CPO dilaporkan menghasilkan efisiensi
yang optimal. Pada publikasinya yang lain, Baharin et al. (2001)
melaporkan bahwa temperatur kromatografi yang dapat
digunakan untuk hasil yang optimum yaitu 40 oC dengan kecepatan
aliran CPO sebesar 10 mL/menit.[136,137]
Metode kromatografi ini reatif mudah diterapkan pada
industri kelapa sawit yang pada awalnya tidak melakukan rekoveri
terhadap karoten. Industri tersebut hanya perlu menambahkan
kolom kromatografi sebelum proses refining dilakukan dan
evaporator untuk memisahkan karoten dari pelarut. Pelarut yang
telah terpisah dari karoten dapat digunakan kembali untuk proses
rekoveri selanjutnya. Sekitar 15.000 ppm karoten dapat diekstrak
tanpa menyebabkan kerusakan pada minyak sawit dengan metode
ini. Konsentrasi karoten yang dihasilkan tersebut setara dengan 25
kali konsentrasi karoten di CPO asal.[136,137]
S
EA
FAS
T C
ente
r 201
2