sek 1 respi

Post on 03-Feb-2016

255 views 0 download

description

PPT sekenario 1 blok respirasi

Transcript of sek 1 respi

“PILEK PAGI HARI”

Kelompok B11

Ketua : R. M. Ridho Hidayatulloh 1102011215Sekertaris : Sri Ayu Daeng Macora 1102010272Anggota : Primadiar Putra Swana Dwipa 1102010218

Nurmaulidia 1102011201 Nurwahidah Oktorisa 1102011202 Prasaundra Triantoni 1102011207 Rahma Arsella 1102011218 Rizky Amalia Sharfina 1102011239 Safitri Ambar 1102011251 Ujang Kadir 1102011287

PILEK PAGI HARISeorang pemuda usia 20 tahun , selalu bersin-bersin di pagi hari, keluar ingus encer, gatal pada hidung dan mata, terutama bila udara berdebu, diderita sejak usia 14 tahun. Tidak ada pada keluarganya yang menderita seperti ini, tetapi ayahnya mempunyai riwayat penyakit asma. Pemuda tersebut sangat rajin sholat tahajud, sehigga dia bertanya adakah hubungannya memasukkan air wudhu jedalam hidungnya dengan penyakitnya? Kawannya menyarankan untuk memeriksakan ke dokter, menanyakan mengapa bisa terjadi demikian, dan apakah berbahaya apabila menderita seperti ini dalam waktu yang lama.

SASARAN BELAJAR

LO 1. Memahami dan Menjelaskan tentang Saluran Pernafasan Atas

• LI 1.1 Makroskopis• LI 1.2 Mikroskopis

LO 2. Memahami dan Menjelaskan tentang Fisiologi Saluran Pernafasan

Atas dan Mekanisme Pertahanan Tubuh

LO 3. Memahami dan Menjelaskan tentang Rinitis Alergi

• LI 3.1 Definisi• LI 3.2 Etiologi & Klasifikasi• LI 3.3 Patofisiologi• LI 3.4 Manifestasi Klinis• LI 3.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding• LI 3.6 Penatalaksanaan• LI 3.7 Komplikasi• LI 3.8 Prognosis• LI 3.9 Pencegahan

LO 4. HUBUNGAN ANATOMI PERNAFASAN DENGAN ISLAM

LI 1.1 Makroskopis

• Sistem Repiratorius adalah satu sistem dari proses pernafasan dimana terjadinya pertukaran gas (O2 dan CO2) pada tubuh ada 2 sistem. Dalam sistem respirasi terjadi proses sbb:– Inspirasi– Ekspirasi

Anatomi Hidung

• Pada tulang neurocranium dan splachnocranium terdapat rongga-rongga yang disebut dengan sinus. Sinus-sinus berhubungan dengan cavum nasi dikenal dengan Sinus-sinus Paranasalis, antara lain:– Sinus sphenodalis, mergeluarkan sekresinya melalu

meatus superior– Sinus frontalis, ke meatus media– Sinus maxillaris ke meatus media– Sinus ethmoidalis ke meatus superior dan media

• Bila terdapat infeksi pada sinus dinamakan dengan: sinusitis yang sering terjadi pada komplikasi penderita infeksi rongga hidung dan sakit gigi (rhinitis chronis) yaitu sinus maxilaris.

Persarafan hidung• Persarafan sensorik dan sekremotorik hidung:

bagian depan dan atas cavum nasi mendapat persarafan sensorik dari cabang nervus opthalmicus, bagian lainnya termasuk mucusa hidung dipersarafi oleh “gangglion sfenopalatinum”.

• Daerah nasopharynx dan concha nasalis mendapat persarafan sensorik dari cabang “gangglion pterygopalatinum”. Serabut-serabut nervus olfactoris (keluar dari cavum cranii melalui lamina cribosa ethmoidalis) bukan untuk mensarafi hidung tapi untuk fungsional penciuman

Vaskularisasi hidung• Pembuluh darah, berasal dari Arteri carotis

externa dan interna. A. carotis eksterna mensuplai darah ke hidung lewat A. maksilaris interna dan A. fasialis. Cabang terminal A. fasialis yaitu A. labialis superior, mensuplai darah ke dasar hidung dan septum bagian anterior. Sedangkan A. maksilaris interna akan masuk fossa pterigomaksilaris dan kemudian membentuk 6 percabangan arteri, yaitu: posterior superior alveolar, descending palatine, infraorbital, sphenopalatine, pterygoid canal, dan pharyngeal.

“Plexus kisselbach”, (terbentuk dari: a. ethmoidalis anterior, a. ethmoidalis posterior, dan a. sphenopalatinum) yang mudah pecah oleh trauma/infeksi sehingga sering menjadi sumber epistaxis (perdarahan hidung), terletak di bagian anterior tulang rawan septum. Setiap cabang arteri yang mensuplai hidung ke area ini saling berhubungan membentuk anastomosis.

Anatomi Pharynx

Nasopharynx (pars nasalis pharyngis)• Nasopharynx dihubungkan dengan cavum nasi

oleh choanae. Nasopharynx berhubungan dengan oropharynx lewat isthmus pharyngeus. Pada dinding lateral nasopharynx terdapat ostium pharyngeum tubae auditiva (O.P.T.A.). Pada atap dan dinding posterior terdapat tonsila pharyngea yang dapat mengalami pembesaran dikenal sebagai adenoid yang membuat buntu tractus respiratorius.

Oropharynx (pars oralis pharyngis)

• Mulai dari palatum mole ke tulang hyoid. Ini membuka ke bagian depan, melalui isthmus faucium ke dalam mulut, sementara di dinding lateral, antara kedua lengkungan palatina, terdapat tonsila palatina.

Laryngopharynx (pars laryngea pharyngis)

• Di depannya terdapat pintu masuk larnyx, yang digerakkan oleh epiglotis. Di bawah muara glotis bagian medial dan lateral terdapat ruangan yang disebut sinus piriformis yaitu di antara lipatan ariepiglotika dan cartilago thyroid. Lebih ke bawah lagi terdapat otot-otot dari lamina cricoid dan di bawahnya terdapat muara esofagus.

Anatomi Larnyx

• Daerah dimulai dari aditus laryngis sampai batas bawah cartilagp cricoid. Larynx merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas menyerupai limas “cavum laryngis”, bagian atas adalah “aditus laryngis” (pintu) lebih besar dari bagian bawah yaitu cartilago cricoid yang berbentuk lingkaran.

Rangka dibentuk oleh:• Tulang, yakni os.hyoid (1 buah)Tulang rawan• Cartilago thyroid (1 buah)• Cartilago arytenoid (2 buah)• Epiglotis (1 buah)• Cartilago criocoid

Di dalam cavum laryngis, terdapat:

• Plica vocalis : pita suara asli– Bidang antara plica vocalis kiri dan kana disebut

dengan “rima glotis”, sedangkan antara kedua plica ventricularis disebut “plica ventriculi”

– Pada rima glotis terdapat m.vocalis, m.cricoarytenoideus posterior, dan di sampingnya m.thyroarytenoideus.

• Plica ventricularis : pita suara palsu

Otot-otot larnyx• Otot external larynx yang membantu

pergerakan larynx adalah:– Otot-otot suprahyoid → menarik larynx ke bawa

(m.digastricus, m.geniohyoideus, dan m.mylohyoideus)

– Otot-otot infrahyoid → menarik larynx ke atas (m.sternohyodeus, m.omohyoideus, m.thyrohyodeus)

• Otot internal larynx:– M.crycoarytenoideus posterior dikenal debagai

“safety of muscle larynx”, berfungsi untuk membuka kedua pita suara, kalau ada gangguan pada fungsi otot tsb dapat menyebabkan orang bisa tercekik dan bisa mati, karena rima glotis tertutup, misal trauma pada nervus vagus yang mensyarafi otot-otot larynx.

– M.crycoarytenoideus lateralis untuk menutup rima glotis.

– M.arytenoideus transversus dan arytenoideus obliq

– M.vocalis– M.aryepiglotica

LI 1.2 MikroskopisSistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:• Bagian konduksi, meliputi rongga

hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis

• Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.

• Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil.

Rongga hidung • Terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada

vestibulum di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel sustentakuler, sel olfaktorius , sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman.

• Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh.

Faring• Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada

bagian yang berkontak dengan palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.

Laring• Laring merupakan bagian yang

menghubungkan faring dengan trakea. . Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.

LO 2. Memahami dan Menjelaskan tentang Fisiologi Saluran Pernafasan

Atas dan Mekanisme Pertahanan Tubuh

Fisiologi Saluran Pernafasan Atas• Pernapasan merupakan konsekuensi sistem

kerja organ tubuh manusia ketika hidup dan beraktivitas untuk saling mendukung dan berkoordinasi dengan organ fisiologis yang lainnya.

Mekanisme dan Jenis Pernapasan• Di dalam paru terdapat kurang lebih 300 juta

alveoli, dan di alveolus terjadi proses pertukaran O2 dari udara (dari alveolus dilepas ke kapiler pulmonal, diterima vena pulmonal, dan selanjutnya Hb O2 dibawa ke jantung untuk dipompa keseluruh tubuh lewat pembuluh nadi arteri); sedangkan CO2 salah satu limbah metabolisme (dilepas oleh sel diangkut melalui aliran darah pada vena dibawa ke jantung, kemudian melalui arteri pulmonal dibawa ke paru dan CO2 dilepaskan ke alveoli), selanjutnya dinapas keluarkan melalui hidung.

Proses inspirasi• Rangsangan otomatis datang dari pusat

pernafasan dorsal medula oblongata. Sinyal dibawa n. splenknikus ke diafragma diafragma berkontraksi → perluasan volume thorak & paru + penurunan tekanan intra thorak → udara atmosfer mengalir masuk ke paru

Mekanisme respirasi normal/istirahat

Proses ekspirasi• Rangsang dari pusat pernafasan dorsal di

medula oblongata dihentikan oleh pusat pneumotaksik di medula oblongata sinyal terhenti diafragma relaksasi rongga thorak menyempit tekanan naik udara keluar.

LI 3.1 Definisi

• Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.

LI 3.2 Etiologi & KlasifikasiEtiologi• Rinitis alergi melibatkan interaksi antara

lingkungan dengan predisposisi genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi.

• Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-anak. Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti urtikaria dan gangguan pencernaan.

Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas:• Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan

udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.

• Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang.

• Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah.

• Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan

Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu: • Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever,

polinosis)• Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya.

Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi:

• Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.

• Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.

Untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:

• Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.

• Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas

LI 3.3 Patofisiologi

Gejala rinitis alergika dapat dicetuskan oleh beberapa faktor :• Alergen• Polutan• Aspirin

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan late phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2 - 4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24 - 48 jam.

Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari:1. Respon primer2. Respon sekunder3. Respon tersier

Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu tipe 1, atau reaksi anafilaksis, tipe 2 atau reaksi sitotoksik, tipe 3 atau reaksi kompleks imun dan tipe 4 atau reaksi tuberculin Manifestasi klinis kerusakan jaringan yang banyak dijumpai di bidang THT adalah tipe 1, yaitu rinitis alergi

LI 3.4 Manifestasi Klinis• Gejala rinitis alergi yang khas ialah

terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process).

• Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai bersin patologis

• Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi).

LI 3.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding

• Anamnesis– Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya

serangan bersin berulang. Gejala lain ialah keluar hingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien

• Pemeriksaan Fisik–Pada muka biasanya didapatkan garis

Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung – Selain itu, dapat ditemukan juga allergic

crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah.

• Pemeriksaan Penunjanga. In vitroHitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit

b. In vivo– Alergen penyebab dapat dicari dengan cara

pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET).

Diagnosis Banding• Rinitis alergika harus dibedakan

dengan :–Rinitis vasomotorik–Rinitis bakterial–Rinitis virus

LI 3.6 Penatalaksanaan• Menurut ARIA penatalaksanaan rinitis alergi

meliputi : 1. Penghindaran alergen.Merupakan terapi yang paling ideal. Cara pengobatan ini bertujuan untukmencegah kontak antara alergen dengan IgE spesifik dapat dihindari sehinggadegranulasi sel mastosit tidak berlangsung dan gejalapun dapat dihindari.

2. Pengobatan medikamentosaCara pengobatan ini merupakan konsep untuk mencegah dan ataumenetralisasi kinerja molekul-molekul mediator yang dilepas sel-sel inflamasi alergis dan atau mencegah pecahnya dinding sel dengan harapan gejala dapat dihilangkan. Obat-obat yang digunakan untuk rinitis pada umumnya diberikan intranasal atau oral.

Tabel 2: Jenis obat dan efek terapetikJenis obat Bersin Rinorea Buntu Gatal

hidungKeluhan mata

Antihistamin H1OralIntranasalIntraokuler

++++0

++++0

++0

+++++0

++0+++

Kortikosteroid intranasal

+++ +++ +++ ++ ++

KromolinIntranasalIntraokuler

+0

+9

+0

+0

0++

DekongestanIntranasalOral

00

00

++++

00

00

Antikolinergik 0 ++ 0 0 0Antilekotrien 9 + ++ 0 ++

Jenis obat yang sering digunakan :• Kromolin, obat semprot mengandung kromolin

5,2 mg/dosis diberikan 3-4 kali/hari • Setirizin, dosis pemberian sesuai usia anak

adalah: 2-5 tahun: 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis,1 kali/hari.

• Loratadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2–5 tahun: 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 10 mg/dosis, 1 kali/hari.

• Feksofenadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah : 6-11 tahun: 30 mg/hari, 2 kali/hari; > 12 tahun : 60 mg/hari, 2 kali/hari atau 180mg/hari, 4 kali/hari.

• Azelastine, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 5–11 tahun : 1 semprotan 2 kali/hari; > 12 tahun : 2 semprotan, 2 kali/hari.

• Pseudoephedrine, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2-6 tahun : 15 mg/hari, 4 kali/hari; 6-12 tahun : 30mg/hari, 4 kali/hari; > 12 tahun : 60 mg/hari 4 kali/hari. Ipratropium bromide 0.03% 2 semprotan, 2-3 kali/hari.

• Kortikosteroid intranasal, digunakan pada pasien yang memiliki gejala yang lebih persisten dan lebih parah. Efektif untuk semua gejala dengan inflamasi eosinofilik.

• Fluticasone intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia > 4 tahun : 1-2 semprotan/dosis, 1 kali/hari.

• Mometasone intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia 3-11 tahun : 1 semprotan/dosis, 1 kali/hari; usia > 11 tahun : 2 semprotan/dosis, 1 kali/hari.

• Budesonide intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia > 6 tahun : 1-2 semprotan/dosis, 1 kali/hari. Budesonide mempunyai bioavaibilitas yang rendah dan keamanannya lebih baik.

• Leukotrien antagonis• Zafirlukast yang diberikan pada anak sebesar 20

mg/dosis 2 kali/24jam.

3. Imunoterapi spesifikImunoterapi spesifik efektif jika diberikan secara optimal. Imunoterapi subkutan masih menimbulkan pertentangan dalam efektifitas dan keamanan. Oleh karena itu, dianjurkan penggunaan dosis optimal untuk sebagian besar alergen utama adalah 5 sampai 20µ g. Imunoterapi subkutan harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan penderita harus dipantau selama 20 menit setelah pemberian subkutan.

4. Imunoterapi non-spesifik Imunoterapi non-spesifik menggunakan steroid topikal. Hasil akhir sama seperti pengobatan imunoterapi spesifik-alergen konvensional yaitu sama-sama mampu menekan reaksi inflamasi, namun ditinjau dari aspek biomolekuler terdapat mekanisme yang sangat berbeda.Glukokortikosteroid (GCSs) berikatan dengan reseptor GCS yang berada di dalam sitoplasma sel, kemudian menembus membran inti sel dan mempengaruhi DNA sehingga tidak membentuk mRNA. Akibat selanjutnya menghambat produksi sitokin pro-inflammatory.

5. Edukasi

Pemeliharaan dan peningkatan kebugaran jasmani telah diketahui berkhasiat dalam menurunkan gejala alergis. Mekanisme biomolekulernya terajadi pada peningkatan populasi limfosit TH yang berguna pada penghambatan reaksi alergis, serta melalui mekanisme imunopsikoneurologis.

6. OperatifTindakan bedah dilakukan sebagai tindakan tambahan pada beberapapenderita yang sangat selektif. Seperti tindakan konkotomi (pemotongan konkainferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasildikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau triklor asetat.

LI 3.7 Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah:

• Polip hidung• Otitis media yang sering residif, terutama pada

anak-anak.• Sinusitis paranasal

LI 3.8 Prognosis

• Kebanyakan pasien dapat hidup normal dengan gejala.

• Hanya pasien yang menerima imunoterapi spesifik-alergen sembuh dari penyakit, namun banyak pasien melakukannya dengan sangat baik dengan perawatan gejala intermiten.

• Sebagian kecil pasien mengalami perbaikan selama masa remaja, tapi di sebagian besar, gejala muncul kembali di awal dua puluhan atau lebih.

LI 3.9 Pencegahan

Pada dasarnya penyakit alergi dapat dicegah dan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: 1. Pencegahan primer untuk mencegah

sensitisasi atau proses pengenalan dini terhadap alergen.

2. Pencegahan sekunder untuk mencegah manifestasi klinis alergi pada anak berupa asma dan pilek alergi yang sudah tersensitisasi dengan gejala alergi tahap awal berupa alergi makanan dan kulit.

3. Pencegahan tersier untuk mengurangi gejala klinis dan derajat beratnya penyakit alergi dengan penghindaran alergen dan pengobatan

LO 4. Hubungan Anatomi Pernafasan dengan Islam

Penelitian membukatikan bahwa jumlah kuman pada orang yang berwudhu lebih sedikit dibanding orang yang tidak berwudhu. Para ilmuwan membuktikan bahwa wudhu dapat mencegah lebih dari 17 penyakit seperti influenza, batuk rejan, radang amandel, penyakit- penyakit telinga, penyakit-penyakit kulit.

Dalam berwudhu ada istilahi istinsyaq dan istintsar. Istinsyaq adalah menghirup air ke dalam hidung sedangkani istintsar adalah mengeluarkan air nafasnya. Rasulullah sangat menyempuranakan kedaua perbuatan tersebut. • Rasulullah SAW bersabda, “Sempurnakanlah

wudhu, ratakanlah air di antara jari-jemari, bersungguhlah dalam istinsyaq kecuali kamu berpuasa” (HR Bukhari dan Muslim).

dr. Mustofa Syahatah mengatakan bahwa jumlah kuman di dalam hidung akan berkurang setengahnya setelahistinsyaq pertama lalu berkurang menjadi seperempatnya setelahi sti nsyaq kedua dan menjadi sangat sedikit setelah istinsyaq ketiga. Penelitian menyebutkan, hidung manusia setelah bersih dari kuman setelahistinsyaq akan tetap bersih selama 5 jam sebelum akhirnya tercemar lagi. Oleh karena itu manusia perlu membersihkannya lagi dengan cara wudhu yang disertai istinsyaq.

Adab bersin Rasulullah SAW:

1. Merendahkan suara dan menutup mulut serta wajah saat bersin

2. Tidak memalingkan leher ke kiri atau ke kanan ketika bersin

3. Mengeraskan bacaan hamdalah meskipun sedang shalat wajib

4. Tasymit (mendoakan seserang yang bersin)

5. Jawaban setelah mendengar orang yang bertasymit– Mengucapkan “Yahdiikumullaah wa yuslihu

baalakum (semoga Allah memberi hidayah dan memperbaiki keadaan kalian).” (HR. Bukhari)

– Mengucapkan “Yaghfirullahu lanaa wa lakum (semoga Allah mengampuni kita dan kalian semua).” (HR. Abu Dawud, an-Nasai, dan Tirmidzi)

– Mengucapkan “Yaghfirullah lakum (semoga Allah mengampuni kalian semua).” (HR. Bukhari dan an-Nasai)

– Mengucapkan “ Yarhamunallah wa iyyaakum wa yaghfirullahu lanaa wa lakum (semoga Allah merahmati dan mengampuni kami dan kalian semua.” (HR. Malik)

– Mengucapkan “ Afaanallaah wa iyyaakum minan naari yarhamukumullaah (semoga Allah mengampuni kami dan kalian semua dari api neraka dan merahmati kalian semua)” (HR. Bukhari)

– Mengucapkan ”Yarhamunallaah wa iyyakum (semoga Allah merahmati kami dan kalian semua)” (HR. At-Thabari) (Ummu Umar Al-Atsariyyah. 2010)

Daftar Pustaka• Becker, Jack M. 2009. Pediatric Allergic Rhinitis:

Follow-up. http://emedicine.medscape.com/article/889259-followup

• Bousquet, J. Cauwenberge, P. ARIA (Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma Initiative)

• Ganong WF, 2003, Review of Med. Phys, 21sd Ed.,• Gray, Henry. 2000. Anatomy of the Human Body.

Philadelphia: Lea & Febiger, 1918; Bartleby.com. www.bartleby.com/107/

• Guyton AC and Hall JE, 2000, Textbook of Med. Phys, 10th Ed, Saunders Philadelphia

• /

• Harsono A, Endaryanto A. 2006. Rinitis Alergika. http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-bfxu225.htm

• Inmar, Raden. 2010. Anatomi Kedokteran: Sistem Respiratorius. Jakarta: Fakultas kedokteran Universitas Yarsi

• Irianto, K. 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk Paramedis. Bandung Yrama Widya

• Junqueira LC, Carneiro J. 2007. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10th ed. Jakarta: EGC

• Kuehnel. 2003. Color Atlas of Cytology, Histology, and Microscopic Anatomy. 4th ed Stuttgart: Thieme

• Megantara, Imam. 2008. Mimisan (Epistaksis)… Berbahayakah?. http://imammegantara.blogspot.com/2008/05/perdarahan-hidung-epistaksis.html

• Nadraja, Ilavarase. 2011. Prevalensi Gejala Rinitis Alergi di Kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2007-2009. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21493/4/Chapter%20II.pdf

• Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem, Edisi 2, Alih Bahasa: Brahm U. Jakarta: EGC

• Ummu Umar Al-Atsariyyah. 2010. Maroji’ : Adab Menguap dan Bersin [Terj.] karya Ismail ibn Narsyud ibn Ibrohim ar-Rumaih, Pustaka Imam Asy- Syafi’i. http://buletinzuhairoh.wordpress.com/2010/05/04/adab-bersin-cara-nabi